Category: Opini

  • Opini: Pendidikan Fikih Ekologi Pada Perguruan Tinggi

    Opini: Pendidikan Fikih Ekologi Pada Perguruan Tinggi

    Pendidikan Fikih Ekologi Pada Perguruan Tinggi
    Rohmi Yuhani’ah, M.Pd

    Perguruan Tinggi adalah agen perubahan, sehingga pengembangan ilmu pengetahuan menjadi saran utama dalam pendidikan di perguruan tinggi, mengingat usia para mahasiswa yang mendekati pada usia dewasa, sehingga cara berpikir mereka sudah mulai matang dan sudah saatnya diajak berpikir hingga mampu mensosialisasikan pemikiran tersebut kelak di masyarakat. Pemikiran tentang fikih ekologi merupakan pemikiran kontemporer yang pada akhir dekade ini kerap kali digaungkan. Mengingat popularitas makhluk hidup yang kian meningkat dan kemajuan teknologi yang kian maju secara pesat, menjadikan banyaknya fenomena alam yang mengalami ketidakseimbangan, hingga menjadi rusaknya lingkungan.

    Persoalan lingkungan tidak serta merta urusan teoretis, melainkan hal yang praktis. Ibarat kotoran ayam yang ada di depan rumah, secara teori orang tahu bahwa dia adalah benda najis, yaitu jenis najis mutawasithah (najis sedang), cara membersihkannya yaitu dengan cara menghilangkan benda kotoran itu, lalu disiram dengan air bersih, hingga hilangnya benda hingga bekas tersebut. Namun jika hal hanya dipahami secara teori akan dan tidak dipraktikkan, kotoran tersebut tidak akan hilang dan tetap berada pada teras rumah.

    Oleh sebab itulah, bahwa pendidikan fikih ekologi menjadi urgen untuk diajarkan kepada mahasiswa. Selain mereka mengenal wawasan tentang islam dan lingkungan hidup, sebagai materi universitas yang dikenalkan pada setiap mahasiswa, di tingkat fakultas tarbiyah dan pendidikan perlu adanya materi khusus yang spesifik pada kajian fikih ekologi, sebagaimana urgennya kajian pendidikan anti korupsi yang juga merupakan materi khusus yang diajarkan di Fakultas Pendidikan sebagai upaya menanamkan nilai-nilai moral pada mahasiswa agar kelak mereka terhindar dari segala hal yang membelenggu mereka pada keburukan akhlak.

    Pendidikan adalah sebuah upaya dengan berbagai metode untuk membentuk jasmani, akal dan akhlak anak. Dalam dunia kampus, pendidikan otodidak yang terarah menjadi salah satu ciri khas Perguruan Tinggi untuk menanamkan nilai-nilai intelektual dan sekaligus spiritual agar menjadi insan yang sempurna. Kesempurnaan itu tentunya keterbukaan para mahasiswa untuk senantiasa haus terhadap ilmu, hingga mereka memiliki keinginan untuk belajar, membaca dan menelaah hingga menganalisis segala ilmu pengetahuan dan bersaing secara terukur dalam bentuk-bentuk diskusi dan dialog-dialog ilmiah lainnya.

    Pendidikan fikih ekologi menjadi novelty bagi para mahasiswa untuk mengenal tantangan kehidupan kedepan dan tanggung jawab besar yang dihadapinya. Fikih ekologi adalah (fiqh al-bi’ah) fikih lingkungan, sebuah ilmu yang mempelajari hukum-hukum syara’ (tentang lingkungan) secara praktis yang diambil dari dalil-dalil yang rinci. Saran fikih ini adalah mahasiswa, karena secara akal pikiran, mereka adalah orang yang mampu memahami secara teoritis dan praktis.

    Realita pada saat ini yang dihadapi oleh masyarakat kita adalah mulai krisisnya ekologi, terutama pada negara-negara maju penghasil produk-produk tekstil yang terus berkembang, sehingga menghasilkan banyak limbah, baik berpa limbah cair yang tidak ditanggulangi yang kemudian mengalir kelautan dan menyebabkan banyaknya kematian pada makhluk hidup dan rusaknya ekosistem laut. Belum lagi limbah polusi yang juga menyebabkan banyaknya dampak negatif bagi kehidupan.

    Sumberdaya alam yang kaya raya dan serba ada sebagai anugrah Tuhan yang Esa, kian hari semakin menulis, padahal populasi manusia semakin banyak hingga keserakahan nafsu manusia menyebabkan banyaknya bentuk-bentuk eksploitasi secara berlebihan hingga menyebabkan banyaknya bencana, mulai dari menipisnya lapisan ozon yang menyebabkan global warming, berupa panas berkepanjangan, belum lagi banyaknya fenomena alam seperti gempa bumi, tsunami, wabah penyakit, gunung meletus, lahar panas, rab dan segala bentuk kerusakan lainnya yang disebabkan oleh tangan-tangan manusia.

  • Opini: Saat Majunya Teknologi dan Meningkatnya Spiritual

    Opini: Saat Majunya Teknologi dan Meningkatnya Spiritual

    Saat Majunya Teknologi dan Meningkatnya Spiritual
    Dr. Agus Hermanto, MHI
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Kemajuan teknologi tidak semua berdampak pada kerusakan, melainkan juga dapat meningkatkan keimanan hingga meningkatkan nilai-nilai spiritual. Betapa tidak, cerita surga dan neraka dalam cerita-cerita kitab suci dan hasil penafsiran hingga dongeng-dongeng yang kerap kita baca dan dengarkan dari pada tokoh agama kerap kali terasa halusinasi dan bahkan terasa fiktif, namun sejatinya cerita itu menjadi nyata pada dunia teknologi.

    Cerita surga yang menggambarkan bahwa disana terdapat kemuliaan dan segala kenikmatan yang dapat kita raih dan rasakan, yang di dalamnya surga yang mengalir dan terdapat para bidadari hingga segala apa yang kita inginkan dari ragam makanan dan minuman dari jenis yang belum pernah kita kenal dengan ijin Allah semua itu akan kita dapatkan, begitu indah dan sempurna kebahagiaan itu kekal dan abadi.

    Pada alam nyata era kini, Allah telah tunjukkan beragam kemajuan teknologi yang dapat kita rasakan, sungguh kebahagiaan surga begitu nyata adanya, seakan cerita tersebut benar nyata adanya. Kemajuan teknologi bener-benar menunjukkan kepada kita betapa mudahnya pada saat ini kita mendapatkan sesuai dari jenis dan ragam kebutuhan. Cerita burok yang menghantarkan perjalanan spiritual Rasulullah SAW saat kejadian Isra dan mikraj yang begitu cepat mulai dari masjidil haram hingga masjidil Aqsa dan dilanjutkan dengan perjalanan menuju Sidratul Muntaha, hingga Nabi mendapat pesan suci yaitu perintah shalat lima waktu, seakan perjalanan itu hanyalah dongeng dan sebuah rekayasa di luar logika, namun Allah tunjukkan betapa tidak, ternyata kekuatan pesawat terbang hingga roket yang menembus ruang angkasa adalah bagian dari bukti kebenaran atas perjalanan tersebut.

    Ditambah lagi dengan kemajuan transportasi hingga transaksi online kerap kali membuat kita dapat berselancar dalam dunia maya dan hingga kita dapat memiliki atas apa yang kita harapkan, melalui banyak ragam toko online hingga keajaiban ATM dapat sedikit memberikan sebuah penalaran nyata bahwa surga adalah tempat yang sempurna, terbukti dengan hadirnya ragam macam fasilitas yang dapat kita saksikan sebagai penalaran atas logika cerita perjalanan spiritual yang kerap kali tergambarkan di luar logika logis dan seakan tidak masuk akal.

    Kemajuan teknologi dan bukti-bukti tersebut cukup menjadi renungan bagi kita semua, betapa besarnya inspirasi-inspirasi duniawi saat ini yang dapat kita integrasikan dengan perjalanan spiritual yang kerap dialami oleh orang-orang pilihan Allah yang telah mencapai iman istidlal, suatu derajat iman yang Allah tunjukkan secara nyata bentuk-bentuk kebesaran Ilahi, sehingga tidak ada pilihan lain kecuali mempercayai dan meyakini dengan penuh keimanan.

  • Artificial Intelligence, Hidupnya Ulama, Hilangnya Kepakaran

    Artificial Intelligence, Hidupnya Ulama, Hilangnya Kepakaran

    Artificial Intelligence, Hidupnya Ulama, Hilangnya Kepakaran
    Dr. Agus Hermanto, MHI
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Disadari atau tidak, bahwa kita saat ini dituntut untuk mengikuti perkembangan teknologi yang terus berkembang. Untuk itu, seyogyanya kita tetap konsisten pada suatu keseimbangan antara akal dan akhlak, mengingat bahwa teknologi adalah hasil rekayasa manusia dan sangat membantu segala lini kehidupan manusia, hingga manusia pada titiknya telah mencapai lifestyle, bahwa teknologi adalah sesuatu yang bersanding dalam segala lini kehidupan manusia, saat inilah yang disebut era society 5.0, dengan segala konsekuensinya. Sehingga tidak lazim meninggalkan sama sekali dan tidak juga lazim menggunakannya sama sekali, melainkan teknologi adalah alat bantu yang dapat memudahkan segala aktivitas manusia.

    Era 5.0 atau Society 5.0 adalah konsep yang menggabungkan teknologi dengan kepentingan manusia untuk menyelesaikan masalah sosial dan meningkatkan kualitas hidup. Konsep ini pertama kali muncul dalam acara CeBIT, perhelatan Teknologi Informasi terbesar di dunia, pada tahun 2017.

    Pada era society 5.0 ini, selain kita dapat memanfaatkan segala ragam teknologi untuk dapat membantu aktivitas kita, juga kita kenal AI sebagai alat untuk dapat membantu kita berselancar menemukan pemahaman dan pengetahuan tentang khazanah segala ilmu, terutama ilmu agama. Dengan bantuan AI ini kita sejatinya akan dimudahkan menemukan segala informasi dan memudahkan pula bagi kita untuk memahami khazanah seperti bahtera ilmu yang sangat luas. Hal ini menunjukkan bahwa hari ini Allah Ta’ala tunjukkan kepada umat manusia bahwa ulama tidaklah mati, artinya dengan karya ilmiahnya, para ulama meskipun secara jasad telah meninggal ratusan bahkan ribuan tahun lamanya, ilmunya dapat kita pelajari, pahami hingga jadikan pedoman dan kita kembangkan dalam kontek saat ini.
    AI adalah singkatan dari Artificial Intelligence, yang mengacu pada kemampuan mesin untuk meniru kecerdasan manusia, termasuk pembelajaran, penalaran, dan pemecahan masalah.

    ChatGPT adalah program komputer yang menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk berinteraksi dengan manusia melalui percakapan. ChatGPT merupakan bagian dari keluarga GPT (Generative Pre-trained Transformer) yang dilatih untuk memahami dan merespons bahasa alami. ChatGPT dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti; Pertama, Menjawab pertanyaan, Kedua, Memberikan informasi, Ketiga, Menerjemahkan bahasa, Keempat, Menulis artikel, Kelima, Memberikan saran, Ke-enam, Membuat tulisan panjang seperti esai, lamaran kerja, dan email. Namun demikian, karena ChatGPT adalah rekayasa manusia, sehingga ChatGPT memiliki beberapa keterbatasan, di antaranya; Pertama, ChatGPT tidak dapat memberikan informasi dengan konteks kejadian yang terjadi setelah 2021. Kedua, memberikan alat untuk menunjukkan teks yang ditulis kecerdasan buatan, namun alat ini mungkin menghasilkan banyak hasil positif dan negatif palsu.

    Dari realita ini, maka sesungguhnya IA hanya dapat kita gunakan sebagai alat bantu untuk mendapatkan informasi mengenai hal penting yang kita inginkan, hingga AI dapat membuktikan kepada kita atas khazanah keilmuan yang begitu luas, yang tentunya seirama dengan pemahaman agama bahwa ilmu Allah yang maha luas tiada batas, sehingga jika pohon-pohon menjadi penanya dan lautan menjadi tintanya tidak akan habis untuk menulis keluasan ilmu Allah Ta’ala.

    Satu hal yang perlu untuk kita renungkan dalam paragraf akhir ini, hadirnya AI kerap kali mencetak para literatur-literatur instan, sehingga membuat matinya kepakaran, karena dengan bantuan AI kerap kali seorang yang tidak pakar dalam bidangnya kerap kali mampu menghasilkan sebuah literasi, yang dianggap itu adalah hasil pemikirannya, jika bisa dikatakan bahwa AI kerap merampas para jurnalis untuk berkarya, para akademisi untuk berinspirasi dan para ulama untuk berfatwa. Untuk itu, keseimbangan dalam memanfaatkan teknologi menjadi hal yang tidak dapat dielakkan, sehingga kita akan dapat memanfaatkan sesuai kapasitas kita berselancar menemukan informasi dan memahami hingga mengembangkannya sesuai kepakarannya, karena jika sebaliknya justru lahirnya literasi-literasi baru yang tanpa adanya novelty.

  • Opini: Digital dan Ulama Kontemporer

    Opini: Digital dan Ulama Kontemporer

    Digital dan Ulama Kontemporer
    Dr. Agus Hermanto, MHI
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Ulama adalah jama’ dari ‘alim yaitu orang yang memiliki ilmu (memahami ilmu agama dengan sungguh-sungguh). Ulama adalah pewaris para Nabi, yang tugasnya adalah meneruskan syi’ar Islam kepada umat sebagai bentuk estafet atas tugas mulia para Nabi, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw, (العلمآء ورثة الأنبياء) ulama adalah pewaris para nabi.

    Kolaborasi antara ulama dan digital adalah sesuatu yang tidak mustahil, terlebih pada saat ini, bahwa kehidupan kita nyaris tidak lepas dari dunia digital, hingga merubah pada semua lini, termasuk dalam wilayah agama yang merupakan pedoman bagi umat. Digital dapat menjadi media bagi para ulama untuk dapat mengembangkan dakwahnya, mengingat bahwa generasi saat ini telah mencapai era 5.0 yang mana setia kita telah menjadikan teknologi sebagai lifestyle (gaya hidup) yang tidak dapat dinafikan. Dalam konteks dakwah, kolaborasi antara ulama dan ahli teknologi menjadi urgen, agar memudahkan dalam penyebaran dan eksis dalam memahami ajaran agama dengan benar sesuai zamannya.

    Ijtihad kolektif juga merupakan hal yang tidak dapat dilupakan, bahwa ulama menamai disiplin sesuai bidangnya dan para pakar teknologi juga memahami disiplin ilmu sesuai bidangnya, sehingga dapat dikatakan ulama memahami ilmu agama dengan benar, tapi tidak banyak memahami teknologi, dan sebaliknya bahwa pakar teknologi memahami tetang kemajuan teknologi, namun tidak banyak memahami tentang agama, sehingga dalam hal ini ulama dapat mengembangkan ilmunya, sedangkan pakar teknologi akan senantiasa memberikan fasilitas untuk dakwah.

    Pada sisi yang lain, kerap kita saksikan bahwa teknologi telah merambah pada segala lini kehidupan, sehingga telah hadir dihadapan kita, seperti al-Quran digital, kitab-kitab hadis digital, kitab-kitab fikih, tafsir dan lainnya yang telah di digitalisasi, bahkan kajian-kajian kitab hingga tausiyah-tausiyah dengan memanfaatkan media digital. Hal ini tentunya tidaklah asing dan sangat lumrah, mengingat bahwa kebutuhan masyarakat saat ini sangat membutuhkan media baru yaitu digital.

  • Opini: Transmigrasi dan Kecemburuan Sosial

    Opini: Transmigrasi dan Kecemburuan Sosial

    Transmigrasi dan Kecemburuan Sosial
    Hasprabu
    Ketua Umum DPP PATRI

    Diantara kritik yang dialamatkan kepada Transmigrasi adalah memicu kecemburuan sosial. Biasanya kecemburuan sosial mulai muncul ketika kehidupan Transmigran pendatang lebih baik dibandingkan dengan penduduk sekitarnya. Tapi tidak semua daerah seperti itu. Kecemburuan sosial itu biasanya muncul pada kimtrans yang usianya sudah lebih puluhan tahun. Pemicu dan pelakunya kebanyakan kaum muda yang lahir dan besar setelah permukiman itu berkembang. Bukan oleh mereka yang saat kecilnya sama-sama melihat, bagaimana penderitaan yang dialami warga trans diawal hidup di kimtrans.

    Beberapa contoh penyebab kecemburuan sosial diantaranya: mengapa Transmigran bisa menyekolahkan anaknya hingga jenjang tinggi? Bahkan sampai ada yang menjadi profesor, perwira tinggi TNI/POLRI, atau pengusaha sukses. Mengapa trans bisa punya ternak, bisa punya warung, punya kendaraan, dan lainnya. Padahal pada waktu baru datang, tidak punya apa-apa. Bahkan makanpun seadanya. Gaplek, oyek, jagung, ampog, thiwul, srowot, gembili, dan umbi hutan lainnya.

    Ada juga trans yang diawal kehidupan menjadi buruh sadap karet, pemetik kelapa, dan dodos sawit di kebun milik penduduk sekitarnya. Terlebih saat jadup habis, dan gagal panen. Mereka tetap tegar bertahan di permukiman. Menempuh perjalanan jauh, demi mengadu nasib. Menjadi buruh bangunan di kota, jadi tukang becak, buruh panggul, kuli pelabuhan, tambang pasir, panglong, ngamen, dan pekerjaan kasar lainnya. Sedangkan trans dari warga setempat yang punya kesempatan dan hak yang sama, tidak berusaha bertahan. Ketika jadup habis, dan tanaman belum menghasilkan, mereka memilih meninggalkan permukiman. Akibatnya rumahnya rusak.

    Anehnya, keberhasilan transmigran itu menyebabkan kecemburuan warga sekitar. Sangat disayangkan. Cemburunya itu bukan pada proses, tetapi setelah trans berhasil. Padahal jika mereka mau kerja keras, mengalami jerih payah, tekun, dan sabar seperti warga Transmigran, insya Allah bisa juga berhasil.

    Mereka yang cemburu itu juga tidak membandingkan. Bagaimana warga trans yang punya 2 Ha dibandingkan dengan pemilik tanah HGU ribuan hektar yang ada disekitarnya. Selain itu, hingga kini masih banyak warga trans belum jelas hak milik tanahnya. Padahal, trans sebagai petani sangat menggantungkan hidup dari bercocok tanam. Bagaimana nasib petani trans jika tanpa tanah garapan?

    Pemilik HGU itu hanya segelintir orang. Mereka bisa menguasai tanah lebih 30-60 tahun. Bahkan bisa diperpanjang lagi. Bisa jadi, pemilik HGU itu juga tidak pernah merasakan beratnya tinggal di perkebunan. Jika transmigran yang punya tanah 2 Ha bisa beli sapi, memperbaiki rumah, dan menyekolahkan anaknya, bagaimana kekayaan pemilik HGU lebih 30.000 Ha? Bedanya, pemilik HGU perkebunan itu tidak membeli sapi, membangun hotel, gedung pencakar langit, atau membeli pesawat yang dapat dilihat di sekitar perkebunan itu. Sehingga, walaupun kekayaannya sangat fantastis tidak menimbulkan kecemburuan sosial. Hal seperti ini perlu diketahui dan direnungkan oleh mereka yang masih cemburu.

    Dengan tulisan ini, semoga kita (pemerintah, Transmigran, warga sekitar, pemilik HGU, aktivis lapangan) bisa berpikir cerdas dan jernih. Apa yang harus kita lakukan? Karena kecemburuan sosial seperti ini merugikan, melemahkan semangat berprestasi.

    Transmigran bukan pengambil kebijakan. Sehingga cemburu seperti itu salah alamat. Jika kecemburuan itu tetap dibiarkan, akan menghambat semangat bersatu, maju, dan bersinergi membangun daerah.

    Mari kita yang peduli Gerakan Transmigrasi berdiskusi. Berikan pemahaman kepada mereka yang cemburu dan suka menebarkan ujaran kebencian. Transmigrasi adalah program mulia untuk membangun daerah dan menyatukan potensi anak bangsa. Transmigran bukan penduduk liar. Mereka warga bangsa ini juga. Hadirnya diatur oleh pemerintah. Saatnya kita bersinergi mencari solusi, demi kejayaan dan keutuhan NKRI.

  • Ideologi Politik: Pilihan Antara Individu dan Kepentingan Kolektif

    Ideologi Politik: Pilihan Antara Individu dan Kepentingan Kolektif

    Ideologi Politik: Pilihan Antara Individu dan Kepentingan Kolektif
    Dr. Abdul Aziz, S.H., MPd.I
    Sekretaris Umum MUI Kota Bandar Lampung

    Ideologi secara simplistik bisa definisikan sebagai sistem berfikir yang berlandaskan nilai-nilai yang diyakini, untuk mencapai keadilan dan kemakmuran bersama. Pemikiran besar ini menjadi visi, misi dan tujuan besar, agar aplikatif dan hadir nyata ditengah masyarakat, maka harus di breakdown menjadi paket paket regulasi dan kebijakan publik.

    Apabila ada paket regulasi dan kebijakan publik yang menjunjung tinggi kemerdekaan dan kebebasan individu menjadi syarat mutlak bagi kemakmuran ekonomi, negara dan pemerintah tidak boleh ikut campur terhadap pasar, negara dan pemeritah hanya memastikan hak indivindu tidak dilanggar oleh individu yang lain, tidak ada batasan norma agama secara pasti, batasan moralitas sekedar kesepakatan parlemen. Inilah ruh Ideologi Liberalisme.

    Argumentasi sebaliknya, bahwa kemakmuran ekonomi dan keadilan sosial yang sejati hanya bisa dicapai apabila kepentingan individu tunduk kepada kepentingan kolektif. Artinya negara dan pemerintah harus membreakdown paket-paket regulasi dan kebijakan publik yang menjamin kepentingan kolektif, sehingga bisa mencapai adil dan makmur bersama-sama. Inilah ruh ideologi sosialisme.

    Dalam perkembangannya, kedua ideologi ini mengalami spektrum ideologis yang sangat dinamis, seolah terus bergerak asimetris tanpa batas, ada yang berusaha mengkombinasi keduanya dengan berusaha mengambil jalan tengah, ada juga yang membuat peta jalan ketiga, bahkan ada yang berijtihad, mengawinkan dengan doktrin agama. Tentu spektrum ini akan terus berkembang dinamis.

    Seseorang berani mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi pemimpin politik, karena memiliki pemikiran besar bagaimana cara yang paling efektif untuk mencapai keadilan dan kemakmuran bersama, jadi membutuhkan ideologi politik dan turunannya, desain paket-paket regulasi dan kebijakan publik, atau hanya sekedar ingin memiliki kekuasaaan semata yang tentu saja berkonsekuensi pada kemakmuran diri, keluarga dan kelompoknya, maka tidak perlu ideologi politik, cukup tebar pesona dilengkapi jargon dangkal tak bermakna dan caci maki terhadap lawan politik, atau kedua-duanya, tinggal mana yang paling dominan.

  • Opini: Pemikiran Dr. Agus Hermanto, M.H.I Tentang Ekologi: Perspektif Fikih Lingkungan

    Opini: Pemikiran Dr. Agus Hermanto, M.H.I Tentang Ekologi: Perspektif Fikih Lingkungan

    Pemikiran Dr. Agus Hermanto, M.H.I Tentang Ekologi: Perspektif Fikih Lingkungan
    Ahmad Rozali
    Prodi Hukum Keluarga Islam
    Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

    Dr. Agus Hermanto, M.H.I adalah seorang cendekiawan Muslim yang memiliki kepakaran di bidang hukum Islam dan ekologi. Lahir dan besar di Indonesia, beliau menghadapi berbagai tantangan ekologis khas negara berkembang. Dengan latar belakang pendidikan dalam syariah Islam dan pengalaman mendalam dalam kajian lingkungan, Dr. Agus menulis buku Fikih Ekologi yang diterbitkan pada 2021. Buku ini merupakan respons terhadap tantangan krisis lingkungan global yang semakin nyata, terutama di negara-negara mayoritas Muslim.

    Gagasan Utama
    Pemikiran utama Dr. Agus Hermanto adalah perlunya pendekatan berbasis nilai Islam dalam menghadapi tantangan ekologi modern. Menurut beliau, ekologi bukan hanya persoalan fisik seperti polusi atau deforestasi, melainkan melibatkan hubungan kompleks antara manusia, lingkungan, dan moralitas. Fikih ekologi yang dirumuskan Dr. Agus bertujuan menciptakan harmoni antara kebutuhan manusia dan kelestarian alam dengan landasan nilai-nilai Al-Qur’an dan hadis.

    Dasar Pemikiran
    Pemikiran Dr. Agus dilatarbelakangi oleh kerusakan lingkungan akibat pendekatan antroposentris dan kerakusan manusia dalam mengeksploitasi sumber daya alam. Dengan mengacu pada maqashid syariah, beliau menekankan bahwa Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin memberikan prinsip moral dan hukum untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

    Konsep Kunci
    Istilah “fikih ekologi” digunakan untuk menggambarkan kerangka hukum Islam yang spesifik dalam mengatur hubungan manusia dengan alam. Dr. Agus menjelaskan bahwa menjaga lingkungan adalah bagian integral dari iman, sebagaimana tercermin dalam tugas manusia sebagai khalifah. Sebagai contoh, beliau menyebutkan ayat-ayat Al-Qur’an yang mengatur tentang pelestarian lingkungan dan melarang kerusakan di bumi (QS. Al-Baqarah: 205, QS. Ar-Rum: 41).

    Relevansi Pemikiran
    Pemikiran Dr. Agus sangat relevan di era modern ini. Ketika krisis lingkungan global semakin memburuk, pandangan beliau memberikan kontribusi signifikan bagi upaya konservasi lingkungan yang berbasis nilai spiritual. Dengan memadukan fikih dengan etika ekologis, beliau menawarkan pendekatan unik yang tidak hanya relevan bagi umat Islam tetapi juga berkontribusi pada diskursus global.

    Kritik dan Pendapat Lain
    Walaupun fikih ekologi menawarkan solusi inovatif, kritik muncul terkait implementasi praktisnya. Beberapa pihak mempertanyakan apakah nilai-nilai agama dapat bersaing dengan dorongan ekonomi kapitalistik. Namun, Dr. Agus tetap optimis bahwa integrasi antara norma agama dan kebijakan publik adalah langkah yang memungkinkan.

    Aplikasi dalam Kehidupan Nyata
    Dr. Agus menyerukan penerapan fikih ekologi dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari pendidikan lingkungan berbasis nilai Islam hingga kebijakan pembangunan yang ramah lingkungan. Sebagai contoh, beliau mengusulkan program penghijauan kampus berbasis nilai keislaman sebagai model bagi institusi pendidikan lainnya.

    Pemikiran Dr. Agus Hermanto tentang fikih ekologi menawarkan perspektif holistik untuk menghadapi krisis lingkungan. Dengan menekankan tanggung jawab manusia sebagai khalifah, beliau tidak hanya mengingatkan umat Islam akan kewajibannya terhadap Allah tetapi juga terhadap generasi mendatang. Pemikiran ini adalah panggilan untuk bertindak, membangun harmoni antara spiritualitas dan konservasi lingkungan.

     

  • Opini: Sertifikasi Halal BPJPH: Standar Baru untuk Keberlanjutan Bisnis Rumah Potong Hewan

    Opini: Sertifikasi Halal BPJPH: Standar Baru untuk Keberlanjutan Bisnis Rumah Potong Hewan

    Sertifikasi Halal BPJPH: Standar Baru untuk Keberlanjutan Bisnis Rumah Potong Hewan

    Ir. Hj. Susilawati, M.Si.
    (Direktur LPPOM Lampung)

    Dalam dunia industri pemotongan hewan, kehalalan produk menjadi isu krusial yang tak hanya menyentuh aspek keagamaan, tetapi juga menyangkut kepercayaan konsumen, kelangsungan bisnis, dan daya saing di pasar global. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) kini hadir sebagai lembaga yang mengatur dan menerbitkan sertifikasi halal di Indonesia. Bagi pengusaha rumah potong hewan (RPH), sertifikasi halal dari BPJPH merupakan standar baru yang penting untuk menjamin keberlanjutan bisnis di era modern.

    Apa Itu Sertifikasi Halal BPJPH?
    Sertifikasi halal BPJPH adalah pengakuan resmi bahwa produk atau layanan telah memenuhi ketentuan syariat Islam berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Dalam konteks rumah potong hewan, sertifikasi ini mencakup seluruh proses, mulai dari pengadaan hewan, metode pemotongan, hingga pengelolaan produk setelah pemotongan.

    BPJPH bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai pemberi fatwa halal, dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dalam melakukan audit kehalalan. Sertifikasi ini menjadi wajib, terutama setelah penerapan sistem halal yang terintegrasi di Indonesia. Lembaga Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) kini berubah menjadi salah satu Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).

    Pentingnya Sertifikasi Halal BPJPH untuk Rumah Potong Hewan

    1. Memenuhi Regulasi Wajib (Mandatory)
    Berdasarkan Undang-Undang JPH, seluruh produk hewan yang beredar di Indonesia wajib memiliki sertifikasi halal. Hal ini memastikan bahwa RPH yang telah tersertifikasi dapat terus beroperasi sesuai aturan hukum yang berlaku.

    2. Meningkatkan Kepercayaan Konsumen
    Konsumen, terutama dari kalangan Muslim, menginginkan jaminan bahwa daging yang mereka konsumsi memenuhi syariat Islam. Sertifikasi halal dari BPJPH menjadi bukti nyata bahwa produk dari RPH terpercaya dan aman untuk dikonsumsi.

    3. Akses ke Pasar yang Lebih Luas
    Sertifikasi halal membuka peluang ekspor ke negara-negara mayoritas Muslim yang memiliki persyaratan serupa. Dengan sertifikasi ini, RPH dapat meningkatkan daya saing di pasar domestik maupun internasional.

    4. Mendorong Praktik Bisnis Berkelanjutan
    Proses sertifikasi halal mendorong RPH untuk mengadopsi praktik bisnis yang lebih etis, higienis, dan ramah lingkungan. Ini sejalan dengan tuntutan pasar modern yang mengedepankan keberlanjutan.

    Proses Sertifikasi Halal BPJPH untuk Rumah Potong Hewan

    1. Pengajuan Permohonan
    Pengusaha RPH perlu mengajukan permohonan sertifikasi halal ke BPJPH. Dokumen pendukung seperti izin usaha, dan izin lainnya, dan prosedur operasional standar harus disiapkan.
    Aplikasi untuk mendaftar sertifikat halal adalah:
    – Sistem Informasi Halal (SIHALAL): Aplikasi berbasis web dari Kementerian Agama yang dapat diakses di perangkat desktop atau mobile
    – PUSAKA Kemenag: Aplikasi yang dapat diunduh dari Playstore atau Appstore
    – PTSP Halal: Aplikasi yang dapat digunakan untuk mengunduh sertifikat halal yang diterbitkan oleh BPJPH
    – SEHATI: Aplikasi yang digunakan untuk mendaftar sertifikasi halal gratis.
    Untuk mengurus sertifikasi halal reguler, pelaku usaha dapat mendaftar di ptsp.halal.go.id (SIHALAL).
    Biaya sertifikasi halal berbeda-beda, tergantung skala usahanya, yaitu: Usaha Mikro dan Kecil (UMK): Rp 300.000, Usaha Menengah: Rp 5 juta, Usaha Besar: Rp 12,5 juta. Pemerintah telah mencanangkan program layanan sertifikasi halal gratis untuk pelaku usaha kecil dan menengah. Program ini diselenggarakan oleh BPJPH Kementerian Agama melalui kategori Self Declare.

    2. Pemeriksaan oleh LPH
    Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) akan melakukan audit menyeluruh terhadap fasilitas, peralatan, metode pemotongan, dan proses lainnya untuk memastikan kesesuaian dengan syariat Islam.

    3. Fatwa Halal oleh MUI
    Hasil audit dari LPH akan diteruskan ke MUI untuk penetapan fatwa halal.

    4. Penerbitan Sertifikat
    Setelah fatwa disetujui, BPJPH akan menerbitkan sertifikat halal. Sertifikat ini berlaku selama empat tahun dan harus diperpanjang sebelum masa berlaku habis.

    Sertifikasi Halal BPJPH sebagai Investasi Masa Depan

    Bagi rumah potong hewan, sertifikasi halal BPJPH bukan sekadar pemenuhan kewajiban hukum, melainkan langkah strategis untuk meningkatkan daya saing dan kelangsungan bisnis. Dengan mengadopsi standar halal, RPH dapat memastikan operasional yang sesuai dengan kebutuhan konsumen dan regulasi pemerintah, sekaligus membangun reputasi sebagai entitas bisnis yang bertanggung jawab.

    Di era di mana kepercayaan konsumen dan keberlanjutan menjadi prioritas utama, sertifikasi halal BPJPH adalah kunci bagi pengusaha rumah potong hewan untuk tetap relevan, kompetitif, dan berkembang di pasar yang semakin dinamis.

  • Opini: Menggali Wakaf Uang dari Calon Pengantin sebagai Modal Investasi Sosial

    Opini: Menggali Wakaf Uang dari Calon Pengantin sebagai Modal Investasi Sosial

    Menggali Wakaf Uang dari Calon Pengantin sebagai Modal Investasi Sosial
    KH. Suryani M Nur
    (Ketua MUI Provinsi Lampung)

    Wakaf uang dari calon pengantin adalah gagasan inovatif yang memiliki potensi besar dalam mengembangkan perekonomian sosial dan menumbuhkan kesadaran filantropi. Mengingat pernikahan adalah momen sakral dan penting bagi banyak individu, pendekatan ini bisa menjadi cara yang efektif untuk mengajak pasangan baru memulai kehidupan bersama dengan niat memberi dampak positif bagi masyarakat.

    Jika setiap calon pengantin diajak untuk menyisihkan sebagian kecil dari dana pernikahannya untuk wakaf uang, hal ini bisa menjadi sumber dana sosial yang kuat dan berkelanjutan. Dana wakaf ini kemudian dapat dikelola secara produktif oleh lembaga yang kredibel, yaitu Badan Wakaf Indonesia (BWI) sehingga hasilnya bisa dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan publik, seperti pendidikan, kesehatan, atau pembangunan infrastruktur bagi masyarakat kurang mampu.

    Namun, terdapat tantangan dalam implementasinya. Edukasi mengenai konsep wakaf uang masih kurang merata, dan banyak masyarakat yang mungkin belum memahami manfaat serta mekanisme dari wakaf ini. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk mensosialisasikan program ini secara lebih intensif dan meyakinkan masyarakat bahwa kontribusi kecil dari tiap calon pengantin dapat memberikan dampak besar dalam jangka panjang.

    Selain itu, transparansi dalam pengelolaan dana wakaf uang juga sangat penting. Pasangan yang berpartisipasi tentu ingin memastikan bahwa kontribusi mereka benar-benar digunakan dengan baik. Dengan begitu, program ini tidak hanya mendatangkan manfaat sosial, tetapi juga mampu membangun kepercayaan dan meningkatkan partisipasi.

    Secara keseluruhan, menggali wakaf uang dari calon pengantin adalah ide yang menjanjikan, asalkan didukung dengan regulasi yang baik, pengelolaan yang transparan, dan sosialisasi yang masif. Dengan mengajak para calon pengantin turut berkontribusi melalui wakaf, masyarakat dapat menciptakan siklus kebaikan yang menguntungkan tidak hanya bagi penerima manfaat, tetapi juga bagi pemberi sebagai bentuk amalan berkelanjutan.

    Perwakilan Badan Wakaf Indonesia (BWI) Provinsi Lampung telah mengambil langkah progresif dalam memperluas kesadaran masyarakat tentang wakaf uang dengan menggandeng Kementerian Agama di tingkat kecamatan/Kantor Urusan Agama (KUA). Hal ini tentu atas dukungan Ka Kanwil Kemenag Provinsi Lampung lewat regulasi berupa Edaran/himbauan yang ditujukan kepada calon pengantin di Provinsi Lampung melalui KUA-KUA yang ada di Provinsi Lampung.

    Upaya ini diarahkan untuk memperkenalkan konsep wakaf uang kepada calon pengantin, memanfaatkan momentum pernikahan sebagai titik awal untuk mendorong amal sosial yang berkelanjutan. Per 31 Oktober 2024, terkumpul Wakaf Uang sebesar Rp 552.484.623,- dari calon pengantin melalui BWI di Kantor Urusan Agama (KUA) Se-Provinsi Lampung.

    Keterlibatan KUA di tingkat kecamatan dinilai sangat strategis mengingat fungsinya yang langsung berhubungan dengan pasangan calon pengantin yang hendak menikah. Dengan sosialisasi yang disampaikan dalam proses persiapan pernikahan, BWI dan Kemenag dapat menjelaskan manfaat dan pentingnya wakaf uang dalam pembangunan sosial. Ini diharapkan dapat menginspirasi calon pengantin untuk menyisihkan sebagian kecil dana pernikahan mereka sebagai wakaf uang, yang nantinya dikelola secara produktif untuk kepentingan masyarakat luas.

    Langkah ini juga membantu mengatasi tantangan utama dalam program wakaf uang, yaitu kurangnya pemahaman masyarakat mengenai konsep dan manfaatnya. Melalui sosialisasi langsung, calon pengantin dapat memperoleh penjelasan yang jelas dan praktis dari pihak yang kredibel. Selain itu, kolaborasi ini juga berpotensi meningkatkan kredibilitas dan transparansi program, karena KUA sebagai instansi publik dipercaya masyarakat dan dapat memberikan rasa aman bagi calon wakif (pemberi wakaf).

    Program ini mencerminkan visi BWI Lampung untuk menjadikan wakaf uang sebagai bagian dari tradisi dalam masyarakat. Jika inisiatif ini berkelanjutan dan berhasil, dampaknya akan besar, tidak hanya dalam hal penghimpunan dana sosial tetapi juga dalam menguatkan semangat gotong royong dan amal jariyah di masyarakat. Di samping itu, program ini dapat mengukuhkan peran wakaf sebagai instrumen pemberdayaan ekonomi dan pembangunan sosial yang berkelanjutan. Dengan demikian, langkah BWI Lampung dan Kemenag ini patut didukung sebagai terobosan yang berdampak luas bagi kesejahteraan masyarakat. Atas keberhasilan BWI Lampung dalam menggali potensi wakaf uang dari calon pengantin ini, maka Pengurus Perwakilan BWI Provinsi Banten belum lama ini melakukan studi tiru ke BWI Lampung.

  • Opini: Jihad Literasi, Pahlawan Ilmiah

    Opini: Jihad Literasi, Pahlawan Ilmiah

    Jihad Literasi, Pahlawan Ilmiah
    Dr. Agus Hermanto, MHI
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Jihad adalah istilah yang kerap kali dilakukan oleh orang-orang yang ingin mendapatkan kemerdekaan atas ketidak adilan yang terjadi. Pada masa Nabi, orang yang jihad adalah mereka yang mengorbankan segalanya untuk mencari ridha Allah Ta’ala, sehingga orang yang jihad disebut fi sabilillah (berada di jalan Allah). Demi meraih kemerdekaan atau kebebasan dan segala kedzaliman, maka jihad pada umumnya dilakukan dengan cara mengangkat senjata. Dalam konteks Nusantara, demi melawan dari penjajahan Belanda, maka para pejuang dengan sungguh-sungguh merebut kemerdekaan atas kedzaliman dan kesewenangan para penjajah, hingga berguguran menjadi pejuang, dan meraka adalah para pahlawan yang dengan sungguh-sungguh “bondo, bahu, pikir, lek perlu sak nyawane pisan”, harta, tenaga, pikiran, dan bahkan nyawapun mereka korbankan.

    Jihad pada saat itu dilakukan dengan mengangkat senjata, yang identik dengan peperangan atau pertempuran. Makan jihad pada saat ini dapat dilakukan dengan cara lain (selain perang dan bertempur) untuk melepaskan dari kedzaliman dan kejahatan yang mengancam, yaitu dengan cara berliterasi.

    Jihad literasi sejatinya telah dilakukan oleh para ulama terdahulu, bahkan imam al-Ghazali mengatakan, “Jika kamu bukan anak Raja, dan bukan keturunan orang besar, maka jadilah penulis”. Aktivis menulis telah dilakukan oleh para ulama di tengah-tengah tirani yang beragam, sehingga kerap kali kegiatan literasi juga tertekan hingga sebagian para ulama menulis beberapa kitabnya di dalam penjara. Hanya dengan modal kan niat yang tulus, para ulama dengan semangat berliterasi hingga puluhan bahkan ratusan kitab beliau tulis dan dapat kita nikmati hingga saat ini.

    Kegiatan literasi bukan hanya dilakukan oleh generasi saat ini, dengan segala kemudahan fasilitas yang dimiliki dan segala aplikasi yang dapat membantunya, melainkan para ulama berjihad literasi dengan cara yang sangat manual dan tradisional, yang kita kenal dengan tinta khibr yang hanya dituangkan dalam suatu wadah, dan ditutulkan hingga digoreskan pada media yang sangat sederhana yaitu pelepah daun atau kulit hewan yang telah disamak atau diukir lada kayu dan bebatuan dengan alat yang tradisional pula. Betapa besar jasa para pahlawan literasi, hingga kini kita dapat menikmati segala ilmu yang akan menjadi petunjuk dan pengetahuan yang bermanfaat. Selamat hari Pahlawan, 10 November 2024. Para guru kami, ulama kami, mujtahid kami, engkaulah pahlawan sejati hingga hari ini.