Category: Breaking News

Et ullamcorper sollicitudin elit odio consequat mauris, wisi velit tortor semper vel feugiat dui, ultricies lacus. Congue mattis luctus, quam orci mi semper

  • Opini: Tauhid Induk Dari Filsafat dan Sains, Penalaran Al-Narajil

    Opini: Tauhid Induk Dari Filsafat dan Sains, Penalaran Al-Narajil

    Tauhid Induk Dari Filsafat dan Sains, Penalaran Al-Narajil
    Dr. Agus Hermanto, M.H.I
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    “Kenalilah Tuhanmu sebelum engkau kenali ciptaannya” Sebuah gagasan Tauhid yang menunjukkan pada suatu hal yang menuntut hati, pikiran dan amaliyah kita untuk selalu menjaga esensi dari keimanan kepada Allah Ta’ala. Artinya bahwa ketika seseorang mengenal Rabbnya dengan penuh keimanan yang ia yakini dan pahami, sehingga amaliyah yang dilakukannya tidak lain hanyalah untuk mencari ridha-Nya. Ketika hati seseorang bersih dari segala keinginan buruk kecuali hanya mencari Ridha-Nya, dan ketika akal manusia benar hingga berpikir yang positif, maka setiap apa yang dipikirkan olehnya adalah hal yang akan membawa kemaslahatan bagi kehidupan.

    “Kesempurnaan akal seseorang adalah selalu berada dalam ridha Allah, sedangkan sebaliknya adalah orang yang gila” Sebuah pijakan pola pikir seseorang ketika ingin berfilsafat, yaitu mencari kebenaran yang diyakininya pada hakekat kemudian, haruskah memiliki pikiran yang bersih, karena jika tidak, maka apa yang dipikirkannya akan tidak terarah hingga menjadi sebuah penelusuran dalam bentuk analisis yang tidak tepat, dan hasil yang didapatkannya juga akan salah kaprah. Begitlah pepatah mengatakan bahwa “jika kamu mencintai ciptaannya, maka jangan lupa kamu cinta pula sang Pencipta” Hal ini adalah pepiling, agar kita selalu ingat bahwa adanya sesuatu karena adanya yang menciptakan, kecuali sang Khaliq yaitu Allah Ta’ala yang berdiri sendiri dan tidak menyerupai makhluknya.

    Kedudukan agama dan filsafat tidaklah sama, namun memiliki tujuan yang sama yaitu mencari kebenaran yang kemudian diyakininya secara benar. Meskipun agama berpijak dari norma ajaran Ilahiah, sedangkan filsafat berasal dari keresahan pikiran, yang kemudian jika disinergikan akan terbentuklah integrasi antara keduanya, hingga terbukti pada sebuah pemahaman yang ilmiah, empirik dan terukur. Misalnya ketika berbicara tentang Isra dan mi’raj Rasulullah saw, bahwa perjalanan Isra dan mikraj dalam konteks ini hanyalah dilakukan oleh Nabi Muhammad saw, dan hal ini harus diyakini kebenarannya, mengapa demikian bahwa perjalanan itu dialami oleh Nabi Muhammad secara nyata, dan diceritakan kepada umatnya secara benar, sehingga harus diyakini oleh umatnya, mengapa demikian? karena mengenai adanya Rasul Allah adalah bagian dari unsur iman yang empat, berarti kemaksuman rasul harus juga diyakini oleh umatnya, termasuk juga meyakini atas apa yang disampaikan darinya tentang kejadian Isra dan Mi’raj. Ketika orang mengimani Rasul, sedangkan ia tidak percaya dengan ucapannya berarti keimanannya ngambang, tidak sepenuhnya. Sedangkan melakukan perjalanan dari Makkah ke Madinah haruslah dilakukan oleh umatnya sebagai bukti atas kebesaran Tuhan yang telah menjalankannya, sehingga secara pemahaman bahwa hal itu tidaklah dapat dilakukan dalam satu malam oleh orang biasa kecuali adalah hamba Allah yang terjaga dan terkecuali.

    Sama halnya mempercayai atas kelahiran Isa as, dari rahim seorang Ibu bernama Maryam adalah proses yang alamiah, seorang wanita hamil dan kemudian melahirkan, namun terdapat nilai ketauhidan yang harus diyakini yaitu proses pembuahan rahim Maryam yang tanpa ada proses alamiah (bercampurnya seorang laki-laki yang membuahi sel telur perempuan hingga terjadi pembuahan yaitu kehamilan). Hal inilah menunjukkan bahwa nilai Ilahiah tampak nyata dalam realita yang terjadi ini. Sehingga mengimani atas kehadiran Rasul yaitu Isa as, yang terlahir dari rahim yang suci adalah hal yang tidak dapat ditentang, karena hal itu telah dijelaskan dalam kitab suci al-Quran yang merupakan salah satu unsur keimanan yang harus diyakini yang ketiga, setelah iman kepada Allah, iman kepada Malaikat lalu iman kepada Kitab-kitab, dan mempercayai berita dalam al-Quran tentang kelahiran Isa as, adakah nilai Tauhid yang benar dan harus diyakini secara benar pula.

    Dalam kaitannya dengan penalaran Al-Narajil dalam konteks integrasi antara agama dan sains adalah bahwa agama yang bersifat komprehensif yang kebenarannya harus diyakini dan tidak dapat diragukan sedikitpun adalah bukti kebenaran pada ajaran tersebut, seperti halnya lapisan Al-Narajil yang halus dan berada pada bagian luar yang sejatinya mengcover dua lapisan dalam yaitu serabut dan tempurung. Untuk membuktikan kebenaran al-Quran, maka perlu kiranya dipahami baik dengan penalaran keagamaan (al-aql al-diniy) dan penakaran sains (al-aql al-falsafiy). Maka integrasi keilmuan dalam bentuk berfikir falsafi hingga dibuktikan dengan penemuan-penemuan ilmiah, logis dan terukur dalam bukti empirik adalah membutuhkan basis yang mumpuni dan tidak dapat dilakukan oleh semua orang, hal inilah membuktikan bahwa tempurung itu keras dan kuat, karena esensinya adalah untuk melindungi dua intisari yang ada didalamnya yaitu isi kelapa dan airnya, yang hal ini menunjukkan bahwa proses alamiah dan ilmiah dengan pendekatan bayani, irfani hingga burhani tidaklah mudah, haruslah ada penalaran khusus yang dengan mudah menjadi wasilah untuk menghangatkan sebuah nilai kebenaran yang kemudian diyakini.

    Pada muaranya bahwa kepandaian seorang akan hampa untuk mencari bukti kebesaran ciptaan sang Allah Ta’ala, sehingga haruslah dilakukan dengan penuh keimanan dan ketaatan agar supaya tidak pecahnya tempurung kelapa hingga menyebabkan busuknya kelapa dan air yaitu sebuah analogi ilmiah menunjukkan sebuah integrasi antara kebenaran al-Quran dan Sains yang jika dipahami dengan salah misalnya oleh orang yang tidak beriman, katakanlah orientalis, maka akan menghasilkan buah hasil yang tidak klimaks, karena kebenaran yang dilakukannya tidak berasaskan pada ketauhidan kepada sang Pencipta. Maka pada Al-Narajil terdapat ujung paling atas yang menyambung ketangkainya sebagai bentuk keterikatan Tauhid dalam hal mengintegrasikan antara Islam dan sains secara benar, begitu lepas dari tangkainya maka ia akan kering buah kelapa itu dan tidak lagi hidup ruh Ilahiah dalam nilai ketauhidan yang diyakini seorang hamba dalam analogi ilmiahnya.

  • Opini: Childfree Dalam Telaah Al-Narajil

    Opini: Childfree Dalam Telaah Al-Narajil

    Childfree Dalam Telaah Al-Narajil
    Dr. Agus Hermanto, MHI
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Penalaran Al-Narajil adalah metode penalaran ilmiah yang digagas oleh Agus Hermanto sebagai salah satu teori untuk mengembangkan keilmuan hingga melakukan pembaruan hukum Islam, dengan tanpa mendikotomi pendekatan intra doctrinal reform dan intra doctrinal reform. Karena kedua pendekatan ini sejatinya dapatkah diintegrasikan secara ilmiah, logis dan terukur. Hadirnya teori Al-Narajil Agus Hermanto tawarkan sebagai salah satu metode analisis tajam dengan mengintegrasikan interdisipliner, multidisipliner hingga transdisipliner.

    Al-Narajil yang berasal dari bahasa Arab yang berarti kelapa. Mengapa harus kelapa? Mengingat bahwa kelapa memiliki tiga lapisan yang dapat penulis lakukan sebagai metode analisis ilmiah suatu hukum sehingga hukum akan lebih maslahat dan berdaya guna dengan tidak meninggalkan prinsip-prinsip al-taisir (kemudahan), al-adl (keadilan), al-syura (demokrasi), al-musawah (keadilan) hingga muasyarah bi al-makruf (bergaul dengan cara yang benar).

    Childfree yang berarti suatu pernikahan tanpa ingin adanya kelahiran anak. Dalam nalar Al-Narajil, bahwa keinginan menikah, hingga memilih pasangan, melaksanakan akad nikah, menjalankan hak dan kewajiban, hingga mewujudkan keluarga yang sakinah adalah tinjauan komprehensif dari hukum kelurga Islam. Begitulah nalar ilmiah pada lapisan pertama pada Al-Narajil secara universal.

    Hukum keluarga merupakan salah satu kajian yang dinamis hingga dapat dikaji dengan banyak teori maupun pendekatan, baik dalam konteks intra doctrinal reform maupun intra doctrinal reform. Begitulah lapisan kedua dalam nalar Al-Narajil.

    Perlu diingat, bahwa memutuskan hingga menentukan hukum childfree bukanlah cukup dengan satu ‘illat hukum, melainkan harus melihat secara komprehensif yaitu dengan banyak tinjauan agar tidak terjebak pada asumsi yang menutup sisi-sisi lain dari argumen yang sebenar dan lebih membawa kemaslahatan. Begitulah lapisan ketiga dalam konteks Al-Narajil yang begitu tebal dan keras, sehingga tidak mudah bagi seorang pemikir, apalagi mujtahid untuk memutuskan hukum childfree, itulah nalar batok tempurung pada Al-Narajil.

    Pada sisi dalam terdapat dua lapisan kelapa dan air yang menunjukkan bahwa integrasi hukum keluarga dan sains tidaklah dapat dipisahkan hingga dikotomi, melainkan harus dilihat dan dicermati secara benar agar tujuan hukum yaitu li jalbi al-mashaalihi wa li daf’i al-mafasid (mengambil kemaslahatan dan menolak kemudharatan harus ditinggalkan).

    Pada sisi paling atas pada Al-Narajil terdapat tangkai yang terintegrasi dengan lapisan paling dalam, yang menunjukkan bahwa nilai ketuhanan dalam bentuk ibadah yang terimplementasi dalam bentuk muamalah harus dijaga secara etika yang benar, sehingga setiap hukum yang ada haruslah bernilai Ilahiah agar bernilai maslahat dan sekaligus bernilai ibadah agar senantiasa diridhai Ilahi serta barokah.

  • Opini: Integrasi Pemikiran Islam dan Sains Hingga lahirnya Teori al-Nârajîl

    Opini: Integrasi Pemikiran Islam dan Sains Hingga lahirnya Teori al-Nârajîl

    Integrasi Pemikiran Islam dan Sains Hingga lahirnya Teori al-Nârajîl
    Dr. Agus Hermanto, MHI
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Gagasan pokok yang ingin penulis sampaikan dalam tulisan ini adalah pemikiran tentang integrasi keilmuan. Istilah integrasi popular dibicarakan secara ilmiah dan bahkan menjadi mata kuliah khusus tentang integrasi Islam dan sains di lingkungan PTKIN sebagai konsekuensi pergeseran dari IAIN menuju UIN, hingga kemudian diformulasikan oleh perguruan tinggi masing-masing dengan kecenderungan masing-masing. Maka dalam hal ini, penulis mencoba menawarkan konsep al-Nârajîl sebagai penalaran falsafi dalam memahami integrasi Islam dan sains sebagai disiplin ilmu yang dapat dipadukan tanpa adanya dikotomi.

    Integrasi yang dalam tertentu disebut reintegrasi adalah kritik terhadap realitas keilmuan yang berkembang di dunia Islam dan lebih spesifik lagi apa yang sedang terjadi di lingkungan pensisikan Islam Indonesia. Dikotomi antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu sekuler kerap kali dituduh sebagai biang kerok kemunduran Islam. Padahal dalam catatan sejarah, Islam pernah menjadi lokomotif peradaban dunia yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di pusat peradaban Islam. Seperti halnya Baghdad dan Cordoba. Banyak para ilmuan yang mengintegrasikan antara ilmu agama dan sains, seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, al-Khawarizmi, Ibnu Haitsam dan lainnya.

    Sejarah telah mengatakan beda, hingga keilmuan itu tidak berjalan lama, hingga dikatakan bahwa peradaban Islam mengalami kemunduran. Dunia ilmu pengetahuan hingga kemajuan teknologi terkesan tidak berkembang pada dunia Islam. Hal ini berkaitan dengan sebuah paradigma dengan anggapan bahwa ilmu agama adalah ilmu yang paling tingga, yang dapat menghantarkan hamba menuju ukhrawi, sebaliknya ilmu pengetahuan adalah ilmu yang tidak begitu urgen. Pada sudut lain dunia Barat menilai bahwa peradaban yang berkembang pada keilmuan mereka telah mendatangkan nilai empirik yang terukur, sehingga mereka menganggap ilmu agama tidak begitu ilmuah dan bersifat abstrak, sehingga tidaklah dapat diukur keilmiahannya.

    Padahal, lahirnya keilmuan berakar pula pada integrasi ilmu agama dan sains secara berkesinambungan dalam bentuk integrasi-interkoneksi, sehingga umat Islam tidak lagi boleh mendikotomi dua keilmuan tersebut. Prestasi ilmuan muslim klasik seharusnya menjadi inspirasi hingga memantik para ilmuan modern untuk mengembangkannya. Hadirnya PTKIN terutama UIN telah membuka wacana-wacana baru yang membuka peluang para pemikir Islam modern untuk mengintegrasikan keilmuan tersebut hingga mendapatkan wawasan al-Qur’an sebagai kitab suci sebagai sumber inspirasi yang berkenaan dengan sains modern.

    Integrasi Islam dan sains modern dapat dilakukan dengan berbagai model, seperti halnya saintifikasi Islam, yaitu memperkokoh ajaran agama dengan bukti ilmiah, tahapan selanjutnya mengislamisasi sains, yaitu memperkuat sains dengan landasan al-Qur’an, Hadits, dan pemikiran ulama muslim, selanjutnya juga pembudayaan sains Islam, yaitu dilakukan oleh ilmuwan yang ahli di bidang agama dan sains, hingga selanjutnya juga mengintegrasi Islam dan sains modern dapat dilakukan dalam berbagai bidang. Integrasi ini dapat membantu mengatasi krisis modern dan menjembatani kesenjangan nilai.

    Maka penulis ingin menawarkan teori al-Nârajîl dalam kajian ini untuk dapat memformulasikan integrasi sains dan Islam sebagai kesatuan yang berkesinambungan dan tanpa adanya dikotomi, hingga melahirkan pemikiran-pemikiran baru dan lahirnya ilmuan-ilmuan baru dalam bidang agama dan sains. Lebih lanjut para ilmuan dimaksud adalah lahirnya ilmuan yang menguasai ilmu agama dan juga ilmu pengetahuan, seperti halnya Ibnu Sina yang mampu menguasai ilmu kedokteran dan menjadikan ilmu tauhid sebagai ilmu yang lahir di atas ilmu pengetahuan.

    Beberapa manfaat integrasi Islam dan sains modern, di antaranya adalah dapat memperkuat keyakinan, memperluas kemungkinan pemahaman atas kehidupan dan semesta, menjembatani kesenjangan antara kapasitas teknis manusia modern dengan kematangan moral dan spiritualnya. Pandangan Islam terhadap sains dan teknologi, bahwa Islam tidak pernah mengekang umatnya untuk maju dan modern. Peradaban Islam memiliki ciri-ciri yang menonjol yaitu rasa ingin tahu yang bersifat ilmiah dan penyelidikan-penyelidikan ilmiah yang sistematis. Integrasi Islam dan sains berarti berupaya untuk memadukan ilmu Islam dan sains dalam pembelajaran. Memadukan bukan berarti menyatukan, karena keduanya memiliki ciri khas yang berbeda yang dapat diintegrasikan untuk menghasilkan suatu gagasan yang baru.

    Agama Islam menekankan pentingnya menuntut ilmu dan mendorong para pengikutnya untuk mempelajari karya-karya Tuhan dalam semua bidang kehidupan. Hubungan antara Islam dan sains dimulai pada abad ke-8 selama periode yang dikenal sebagai Zaman Keemasan Islam, yang berlangsung dari abad ke-8 hingga abad ke-13. Pada hakikatnya perkembangan sains dan teknologi tidak bertentangan dengan agama Islam, karena agama Islam adalah agama rasional yang lebih menonjolkan akal dan dapat diamalkan tanpa mengubah budaya setempat. Umat Islam terhadap ilmu pengetahuan sangat menakjubkan. Dalam ensiklopedi tematis dunia Islam, pemikiran dan peradaban disebutkan bahwa perkembangan sains dan teknologi dalam sejarah Islam tidak bisa dilepaskan dari tiga landasan, yakni landasan agama, filsafat, dan kelembagaan.

    Karena mereka bukan bagian dari alam, entitas supranatural tidak dapat diselidiki oleh sains. Dalam pengertian ini, sains dan agama terpisah dan membahas aspek-aspek pemahaman manusia dengan cara yang berbeda. Upaya untuk mengadu domba sains dan agama menciptakan kontroversi yang sebenarnya tidak perlu ada. Meskipun sains dan agama mempunyai wilayah yurisdiksinya masing-masing, namun keduanya dapat saling berbagi. Sains dan agama bisa menjadi mitra dalam menginterpretasikan alam semesta dengan berbagai metodenya yang saling melengkapi.

    Hal yang paling pokok dari persamaan dari agama dan sains adalah sama-sama bertujuan untuk mencari kebenaran. Keduanya menghampiri kebenaran dengan karakteristik masing-masing. Nilai-nilai Islam menyatakan bahwa pengetahuan tentang realitas tidak didasarkan pada akal saja, tetapi juga pada wahyu dan ilham. Sebuah bagian dalam al-Qur’an mendorong kesesuaian dengan kebenaran yang dicapai oleh sains modern, maka keduanya harus sesuai dan selaras dengan temuan sains modern.

    Islam menekankan keharmonisan antara agama dan sains. Umat muslim diajarkan untuk tidak melihat sains sebagai musuh agama, namun sebagai sarana untuk lebih memahami kebesaran Allah saw, melalui ciptaan-Nya. Islam tradisional adalah cara hidup yang lengkap di mana konvensi sosial dan kepercayaan agama terintegrasi erat. Saat ini, Islam bergerak ke arah posisi yang lebih mirip dengan agama Barat, dengan pemisahan gereja dan negara. Hal ini tercermin dalam pendidikan.

    Sains modern adalah suatu bagian tahapan perkembangan kehidupan manusia yang hadir di masa kini. Adanya produk telepon genggam, komputer, internet, televisi, kendaraan bermotor, dan lain-lain menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan sudah menjadi ketergantungan. Bagi Islam, sains dan teknologi adalah termasuk ayat-ayat Allah yang perlu digali dan dicari keberadaanya. Ayat-ayat Allah yang tersebar di alam semesta ini merupakan anugerah bagi manusia sebagai khalifatullah di bumi untuk diolah dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Ini adalah cara pertama Islam memfilter perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dikehidupan manusia, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah saw.

    Secara Bahasa, kata integrasi berasal dari bahsa Inggris, yaitu integration yang berarti menggabungkan. Adapun dalam Bahasa Indonesia, kata integrasi memiliki arti pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh dan bulat. Integrasi juga dapat diartikan perpaduan antara dua hal atau lebih. Integrasi adalah proses penggabungan atau penyatuan beberapa bagian menjadi satu kesatuan yang utuh. Sedangkan sains meliputi semua bidang pengetahuan, baik sains sosial maupun eksak, keduanya harus berintegrasi dengan Islam.

    Integrasi dalam pandangan Poerwadaminta dapat dipahami sebagai perpaduan, penyatuan dan perkembangan dua objek atau lebih. Integrasi dapat terjadi dalam berbagai bidang kehidupan, seperti sosial, politik, ekonomi, budaya, matematika, teknologi, dan bisnis. Dalam konteks disiplin ilmu ini seperti halnya; Pertama, Integrasi nasional adalah proses penyatuan berbagai kelompok sosial dan budaya menjadi satu kesatuan yang utuh. Kedua, Integrasi politik adalah proses penyatuan berbagai kelompok atau faksi politik ke dalam satu sistem pemerintahan. Ketiga, Integrasi ekonomi adalah proses pengurangan atau penghapusan hambatan perdagangan antar negara atau wilayah. Keempat, Integrasi dalam bidang bisnis dapat menghasilkan peningkatan efisiensi, pengurangan redudansi, dan peningkatan daya saing. Kelima, Integrasi dapat berjalan lancar dan baik jika sesama individu saling menghargai, memahami, dan menghormati.

    Integrasi Islam dan sains adalah upaya untuk memadukan ilmu Islam dan sains dalam pembelajaran. Integrasi ini dilakukan tanpa menghilangkan identitas asli dari masing-masing ilmu. Integrasi Islam dan sains bertujuan untuk; Pertama, Mengembalikan kejayaan Islam seperti pada masa ilmuwan Islam di masa lampau, Kedua, Menghilangkan dikotomi antara agama dan sains, Ketiga, Membangun kepribadian Islam mahasiswa. Keempat, Merangsang mahasiswa untuk menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan filsafat Islam.

    Beberapa model integrasi Islam dan sains, di antaranya adalah saintifikasi Islam, islamisasi sains, pembudayaan sains Islam berbasis wahyu, penggabungan antara beberapa model. Dalam pembelajaran biologi, integrasi Islam dan sains dapat dilakukan dengan model integrasi al-Qur’an sebagai sumber inspirasi dan sumber konfirmasi. Integrasi Islam dan sains berarti berupaya untuk memadukan ilmu Islam dan sains dalam pembelajaran. Memadukan bukan berarti menyatukan, karena keduanya memiliki ciri khas yang berbeda yang dapat diintegrasikan untuk menghasilkan suatu gagasan yang baru.

    Sejak ribuan tahun silam, dunia telah diramaikan oleh pemikiran para filsuf tentang ketuhanan atau teologi. Mereka sering terlihat dalam wcana tentang asal usul alam semesta dan ilmu pengetahuan (sains). Sepanjang pencarian Tuhan manusia ada yang beruntung menemukannya dan ada yang kurang beruntung. Mereka yang tidak beruntung akan mundah terlena dalam impian yang absurd. Pada fase selanjutnya mereka akan mengembara pada belantara metafisika, terjebak pada epeptisisme, atau bahkan eteisme. Kemudian dampak yang mungkin terjadi ialah perseteruan antara agama dan sians dalam wujud skularisasi. Namun agama tidak mendekati sains dengan perspektif skularisme Barat. Sebab, skularisme Barat akan mengaburkan dan menafikan peran dari masing-masing disiplin ilmu tersebut.

    Agama (Islam) telah berpegang pada teks al-Qur’an dan hadist yang telah memberikan system sempurna dalam mencakup aspek kehidupan manusia termasuk kegiatan ilmiah dan penyelidikan ilmiah yang dilakukan oleh para ilmuan dan cendikiawan. Keduanya dapat memebrikan manfaat bagi manusia dalam poros masing-masing. Oleh karena itu, kajian ilmuan merupakan bagian yang terintegrasi dengan system agama.

    Sains adalah sekumpulan ilmu pengetahuan yang tersusun secara sistematis, objektif dan dapat diterima kebenarannya. Selain itu, sains harus dan dapat diteliti Kembali guna mendapat sesuatu yang lebih baru dari temuan sebelumnya, sehingga temuan yang didapat akan mendekati kebenaran yang hakiki yaitu kebenaran Yang Maha Benar.

    Integrasi agama dan sians adalah penerapan nilai-nilai Islam dan sains melalui ilmu ekonomi, sosiologi, anstronomi, psikologi, geologi, manajemen dan disiplin ilmu lain, sehingga tidak terjebak dalam skulerisme, skeptisisme, dan ateisme yang kemudian mengaburkan kebenaran dari yang seharusnya. Ilmuan seharusnya tidak perlu gelisah dengan adanya pengintegrasian tersebut. Iklmu haruslah memiliki sifat kokoh karena berperan sebagai fondasi, sehingga agama harus lebih fleksibel agar mudah masuk keberbagai ranah keilmuan lain. Sebab, integrasi ilmu merupakan fondasi dari integrasi agama dan sains Oleh karena itu, perlu dilakukan rekonstruksi terhadap integrasi ilmu untuk memperkokoh fondasinya.

    Menurut Nurcholish Madjid, agama (Islam) adalah suatu keadaan jiwa, dimana keadaan jiwa ini dapat digambarkan sebagai perasaan yang terletak di atas adanya keyakinan kepada keserasian antara diri kita kepada kemampuan untuk menemukan cara yang paling efektif dan efesien untuk melaksanakan dorongan untuk berbuat baik. Barang kali sudah menjadi kesepakatan semua orang bahwa setiap agama, termasuk dengan sendirinya adama Islam, berakar tunjang pada sikap percaya yang sungguh-sungguh dan tulus. Disamping pendekatan empiris yang dapat dilakukan untuk menguji kebenaran suatu nilai keagamaan, dasar kebenaran suatu nilai keagamaan tidak terutama terletak dalam verifikasi empiris, tapi dalam kepercayaan terhadap wahyu.

    Sains dalam pandangan Nurchalish Madjid adalah pelengkap kemampuan untuk menemukan cara yang paling efektif dan tepat untuk melaksanakan dorongan untuk berbuat baik. Beliau mengatakan bahwa peradaban mutakhir ialah teknologi. Teknologi pada gilirannya ditopang oleh suatu system kognitif yang dilandasi oleh empirisme, yang kemudian disebut dengan ilmu pengetahuan modern.

    Melihat pemaparan Nurcholish Madjid mengenai integrasi sains dan Islam merupakan bentuk perpaduan antara keduanya. Agama sebagai primer dan sains sebagai skunder. Artinya bahwa agama sebagai modal utamanya dan sains sebagai penyempurna dari agama. Karena agama dan sains saling melangkapi bahkan dalam al-Qur’an terdapat 750 an ayat yang secara khusus menggambarkan peran sians dalam mengenal Tuhan. Di antara itu adalah Surat al-Baqarah ayat 164, Surat al-An’am ayat 2 dan Surat al-Ankabut ayat 19-20. Pada tradisi, kebiasaan, prosedur, prilaku atau sanksi dan hukum, sehingga kepatuhan hanya kepada Allah, yaitu kepatuhan akan kebenaran din al-haq sesuai dengan landasan surat al-Taubat ayat 9 dan surat al-Fath ayat 28 dan surat al-Shaff ayat 9. Jalaluddin mengatakan bahwa agama dan Islam adalam sinonim, sehingga agama menjadi sikap ikhlas dan tunduk.

    Sedangkan menurut Jalaluddin Rakhmat, agama adalah kepatuhan dan kepasrahan. Al-Din artinya sama dengan Islam secara etimologi, diartikan sebagai tunduk, berserah diri serta menyerahkan atau menyampaikan. Secara denotative din menunjukkan kepatuhan. Agama adalah jalan untuk menundukkan hamba kepada Tuhan secara psikologis, sedangkan hal tersebut dapat diimplementasikan dalam kehidupan sosial. Maka sangat wajar ketika agama mengajarkan kepada umatnya untuk menjalankan secara konsisten dan berkelanjutan. Atau dapat digaris bawahi bahwa agama adalah sikap tunduk dan patuh pada tradisi, kebiasaan, prosedur prilaku atau sanksi dan hukum Allah. Sedangkan sians berefleksi pada hukum-hukum alat dan menemukan hukum tersebut. Sedangkan objek agama adalah mengembangkan penghatan tentage tika, sebagai seorang muslim tentu kita menjatuhkan pilihan kepada etika Islam. Hal ini bukan karena konsekuensi iman saja, tetapi karena etika Islam sanggup menjawab tantangan kehidupan modern.

    Jalaluddin memahami bahwa ketauhidan bukan hanya sekedar teori atau konsep ritual kepercayaan yang terefleksikan melalui peribadatan. Tapi katauhidan juga berlaku bagi kehidupan berbangsa atau dikenal dengan tauhidul ummat, sehingga teori beriringan dengan aplikasinya dalam kehidupan bermasyarakat yang majmuk. Tauhid tersebut merupakan esensi dari iman, sebab makna iman itu adalah berikrar dengan hati, berucap dengan lisan dan mengamalkannya dengan seluruh anggota tubuh. Jalaluddin Rakhmat mengatakan bahwa kejadian Isra dan Mi’raj adalah peristiwa penting yang hanya dijalnkan oleh Rasulullah saw., sedangkan hijrah rasulullah dari Makkah ke Madinah adalah cara yang harus dilakukan oleh umatnya, sebab hijrah adalah sunah nabi yang harus diikuti dan diteladani oleh umatnya, hijrah adalah cara yang manusiawi, karena dapat dilakukan oleh manusia. Termasuk merencanakan strategi dan operasional. Dapat dilihat bagaimana Nabi Muhammad mengumpulkan umatnya baik dari golongan muda, dan tua dalam menyampaikan informasi itu adalah bentuk strategi. Hal ini menunjukkan bahwa beragama itu tidak cukup hanya iman dan tawakkal saja, melainkan bahwa untuk menegakkan Islam membutuhkan sains dan teknologi.

    Dalam konteks ini, maka perlu adanya keseimbangan yang harus tetap dijaga secara konsisten. Keseimbangan itu adalah; Pertama, keseimbangan antara kebutuhan duniawi dan ukhrawi, Kedua, keseimbangan antara akal dan akhlak, Ketiga, Keseimbangan antara kenyataan yaitu kemajuan teknologi yang tidak dapat dibendung dengan control diri dalam memanfaatkannya, sehingga tidak mengabaikan secara penuh dan juga tidak memenfaatkan secara utuh.

    Dari pemaparan tersebut di atas, maka dapat dipahami secara komprehensif, bahwa agama dalam arti luas merupakan wahyu Tuhan yang mengatur hubungan timbal balik antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesamanya, serta manusia dengan lingkungannya, baik yang bersifat fisik, sosial ataupun budaya. Agama menyediakan tolak ukur kebeanaran sians, yang menelusuri asal muasal sains dan tujuan keberadaan sains.

    Ketika agama sebagai penyedia tolak ukur kebenaran sians, menelusuri dari mana sians berasal, serta tujuan-tujuan kenapa sains ada. Maka sains yang ada tidak akan keluar dari koridor agama. Dengan demikian, para ilmuan secara subjektif tidak akan terjerumus dalam kesesatan, sebab selain terhidar dari kesesatan, sains yang lahir dari induk agama akan menjadi sians yang objektif.

    Agama dan sains adalah dua hal yang sulit untuk ditemukan, sebab keduanya memiliki wilayah masing-masing, baik dalam objek formal dan material, metodologi dan kreteria kebenaran, sampai teori-teorinya. Akan tetapi bukan keduanya tidak dapat diintegrasikan sehingga dalam pelaksanaannya integrasi agama dan sains menurut Nurcholis madjid dan Jalaluddin Rakhmat dalam hal ini memiliki dua misi utama, yaitu keseimbangan antara al-aqlu al-diniy (nalar keagamaan) dan al-aqlu al-falsafiy (nalar sains). Keduanya harus beriringan dan satu irama, agar tidak terpisahkan. Sebagaimana dikatakan oleh Muhammad Abid al-Jabiri, dalam Islam, epistimologi dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu bayani, irfani dan burhani.

    Dikotomi ini sejatinya muncul karena adanya penalaran yang tidak seimbang, sehingga kerap kali pemahaman tersebut hanya berdasarkan pada (al-aql al-diniy) penelaran keagamaan, sehingga kerap kali kajian keislaman bersifat normatif dan tidak membumi, mengingat al -Quran yang bersifat universitas dan syumul (komprehensif), namun dalam kajiannya kerap melupakan (al-aql al-falsafiy) penalaran sains, sehingga secara metodologi tidak inklusif. Pendekatan yang ditawarkan Muhammad Abid al-Jabiry, yaitu bayani (tekstual), irfani (penalaran hati), dan burhani (kontekstual) kerap kali terlupakan, hingga terkesan adanya anggapan bahwa agama sebagai ajaran yang mutlak namun tidak kemudian mau memadukan dengan pendekatan sains dalam hal integrasi keilmuan.

    Pada kekinian ini penulis menawarkan sebuah pemikiran dari sebuah teori al-Nârajîl sebagai upaya penalaran sains (al-aql al-falsafiy). Al-Nârajîl diambil dari bahasa Arab yang berarti kelapa. Gagasan yang dituangkan dalam teori ini adalah konsep integrasi agama dan sains dengan tanpa adanya dikotomi. Dalam buah narajil terdapat tiga lapisan, pada lapisan pertama adalah kulit luar yang halus, yang mencakup dua lapisan dalamnya, menunjukkan bahwa Islam bersifat syumul (komprehensif), yang mencakup secara keseluruhan dan menyeluruh, disinilah makna Islam rahmatan lil alamin, tidak hanya pada ruang cakupannya, juga pada wilayah keberuntukannya.

    Pada lapisan kedua sangatlah tebal dan memiliki banyak serat, yang menunjukkan sesungguhnya kajian agama dapatlah dilakukan dengan ragam teori dan pendekatan, baik dalam hal interdisipliner maupun transdisipliner. Sedangkan pada lapisan ketiga adalah tempurung yang sangat kuat, menunjukkan bahwa asas mengambil manfaat dan mencegah kemudharatan adalah tujuan utama dari ajaran agama (Islam) sehingga orang yang mempelajari haruslah benar-benar kompeten dan memiliki ilmu yang cukup dan basis ilmu yang mumpuni. Karena jika hal tersebut tidak dimiliki akan berdampak fatal, hingga tidak mengetahui batas-batas mana yang dapat dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan. Dalam konteks ini, maka seorang yang mengkaji tentang hubungan agama dan sains haruslah dapat dipastikan kualitas keilmuan yang dimiliki.
    Pada bagian dalam terdapat dua isi, yaitu kelapa dan air, hal ini menunjukkan bahwa kajian dan sains tidaklah dapat dipisahkan dan harus beriringan tanpa adanya pemisahan dan apalagi dikotomi antara keduanya. Secara implementasi, peserta didik dalam hal ini mahasiswa khususnya haruslah memahami bahasa Arab dengan benar, bahasa Inggris, mantiq, ilmu sosial dan menggunakan teknologi secara benar, sehingga dapat mampu mengejar target yang diinginkan. Maka program asrama dan PPI, BBQ dan matrikulasi bahasa bahkan makhad al-Jamiah menjadi proses pembiasaan mereka untuk dapat menguasai kriteria ilmuan tersebut, agar mereka benar-benar menjadi agent perusahaan yang intelektual namun menguasai keilmuan agama yang menginspirasi mereka, seperti halnya Ibnu Sina yang menjadi ilmuan dalam bidang Tauhid dan bahkan menjadikan Tauhid sebagai sumber dari keilmuan lainnya juga pada sisi lainnya ahli dalam bidang kediktatoran.

  • Diskusi Dosen Seri 2: Prof. Yusuf Baihaqi Jelaskan Bukti Keotentikan Firman Tuhan dalam Hukum Al-Qur’an

    Diskusi Dosen Seri 2: Prof. Yusuf Baihaqi Jelaskan Bukti Keotentikan Firman Tuhan dalam Hukum Al-Qur’an

    Bandar Lampung, MUI Lampung Digital

    Fakultas Syariah kembali menggelar diskusi rutin yang diikuti dosen dan mahasiswa di ruang dekanat, Kamis (13/2/2025). Dalam seri dua ini mengangkat tema Komprehensifitas Hukum Al Qur’an: Bukti keotentikan Firman Tuhan.
    Narasumber dalam acara ini adalah Guru Besar Tafsir Alqur’an, Prof. Dr. H. Yusuf Baihaqi, Lc., MA, yang juga wakil dekan I Fakutlas Syariah dan dimoderatori Rudi Santoso, MH. Menurut Prof Yusuf, pembeda hukum yang ada di dalam Al Qur’an dengan hukum lainnya adalah dari sisi sumbernya. Hukum konvensional bersumber dari olah pikir dan ijtihad para pakar hukum, sedangkan hukum Al Qur’an merupakan wahyu yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad. Sangatlah logis apabila produk hukum Al Qur’an mencakup semua yang dibutuhkan oleh manusia, bukan saja dikarenakan produk hukum Al Qur’an ini bersumber dari Dzat Yang Maha Mengetahui, melainkan juga karena Al Qur’an merupakan kitab suci terakhir yang diturunkan untuk manusia, bahkan Al Qur’an diturunkan untuk membenarkan dan mensupervisi sejumlah distorsi yang dialami oleh kitab suci-kitab suci sebelumnya.

    Pertama, Hukum Al Qur’an Mencakup Tsabit dan Mutaghayyir. Hukum Al Qur’an mencakup prilaku manusia baik yang bersifat Tsabit (pasti dan tidak berubah) maupun Mutaghayyir (tidak pasti dan berubah-rubah). Hal inilah yang menjadikan hukum Al Qur’an dapat mencakup semua yang dibutuhkan oleh manusia.

    Permasalahan keimanan, kewajiban menjalankan sejumlah ritual ibadah, seperti: salat, puasa, haji, larangan melakukan perbuatan zina dan larangan melakukan transaksi riba merupakan sejumlah contoh produk hukum Al Qur’an yang mengatur prilaku manusia dan bersifat Tsabit dan tidak berubah dari satu masa ke masa lain dan dari satu tempat ke tempat lain.

    Lain halnya dengan kaidah-kaidah yang bersifat umum yang membawahi sejumlah permasalahan yang bersifat kebaruan, seperti kaidah: at-Taysir (kemudahan), asy-Syura (musyawarah) dan al-`Adl (keadilan). Ada banyak permasalahan berkaitan dengan kaidah-kaidah ini yang membutuhkan ijtihad, agar produk hukum yang dihasilkan selaras dan sesuai dengan kemaslahatan syariat.

    Kedua, Hukum Al Qur’an Mencakup Aqidah dan Amaliyah. Cakupan hukum Al Qur’an, di mana ia mencakup ranah Aqidah dan ranah Amaliyah, merupakan sebuah produk hukum yang belum ada sebelumnya dari produk hukum-produk hukum yang dilahirkan oleh peradaban manusia.

    Ketiga, Produk Hukum Al Qur’an Mencakup Semua Kondisi dan Zaman, meliputi perintah Al Qur’an untuk merujuk kepada hadis, terkandung dalam hukum Al Qur’an produk hukum seputar permasalahan cabang dan terinci penjelasannya, sehingga produk hukum semacam ini tidak lagi membutuhkan penjelasan dari hadis, terkandung dalam hukum Al Qur’an sejumlah kaidah yang bersifat umum, dimana dapat diturunkan darinya sejumlah cabang permasalahan dan terkandung dalam hukum Al Qur’an konsep Ta`lil dan ijtihad.

    “Komprehensifitas produk hukum Al Qur’an yang mencakup perkara Tsabit dan Mutaghayyir, juga mencakup ranah Aqidah dan Amaliyah, serta mencakup semua kondisi dan zaman, merupakan bukti yang menunjukkan bahwasannya Al Qur’an bukanlah sebuah produk yang bersumber dari Muhammad, melainkan dari Dzat Yang Maha Mengetahui, Tuhan alam semesta,” kata Prof. Yusuf.

    Dekan Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung, Dr. Efa Rodiah Nur, MH, mengatakan, diskusi rutin antara dosen dan mahasiswa sangat penting untuk mendorong pertukaran ide, memperdalam pemahaman akademik, serta meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan komunikasi. “Diskusi ini dilakukan berseri, selama satu tahun kedepan sudah ditentukan narasumber dan temanya. Nanti di akhir tahun akan dijadikan buku,” kata dekan. (Fathul Muin/Rita Zaharah)

  • Sosialisasi Pembinaan Ideologi Pancasila dan Wawasan Kebangsaan Anggota DPRD Kota Bandar Lampung

    Sosialisasi Pembinaan Ideologi Pancasila dan Wawasan Kebangsaan Anggota DPRD Kota Bandar Lampung

    Bandar Lampung, MUI Lampung Digital

    Ketua MUI Provinsi Lampung H. Suryani M. Nur yang juga akademisi FISIP UTB Lampung, hadir sebagai narasumber pertama dan Dra Hj. Fita Nadhia Assegaf M.Pd. Ketua PW Muslimat NU Provinsi Lampung sebagai narasumber kedua dalam kegiatan Sosialisasi Pembinaan Ideologi Pancasila dan Wawasan Kebangsaan yang diselenggarakan oleh anggota DPRD Kota Bandar Lampung Hj. Wiwik Anggraini SH, pada Sabtu (08/02/2025). Acara ini dilaksanakan di Sidodadi, Kedaton, Bandar Lampung. Kegiatan tersebut diikuti oleh berbagai unsur masyarakat sekitar seratus lima puluhan orang lebih termasuk tokoh pemuda setempat. Hadir juga Koordinator pelaksana kegiatan Dra Hj. Titing Suryani Nauval, dan Tenaga Ahli Fraksi Ratna Wilis MH.

    Menurut Hj. Wiwik Anggraini anggota Komisi IV DPRD Kota Bandar Lampung bahwa kegiatan sosialisasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan pengamalan Pancasila dalam berbagai aspek kehidupan serta memperkuat wawasan kebangsaan, khususnya di kalangan generasi muda. “Program kegiatan Sosialisasi PIP ini merupakan upaya strategis untuk memperkuat nilai-nilai kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, terutama bagi generasi muda yang memiliki tanggung jawab dalam melanjutkan estafet kebangsaan,” ujar Wiwik.

    Lebih lanjut ia berharap sosialisasi ini dapat memperkuat kecintaan masyarakat terhadap ideologi Pancasila dan meningkatkan rasa cinta tanah air, kebersamaan serta toleransi. “Pemahaman ideologi negara merupakan landasan penting dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa di tengah keberagaman” ujarnya.

    H. Suryani M Nur dalam paparannya menjelaskan perlunya upaya menjaga dan menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, serta perlunya mencegah ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. “Untuk menghindari pengaruh globalisasi yang merusak dan paham radikal, masyarakat harus memiliki filter dalam menyaring informasi, memahami sejarah bangsa, serta mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sosial. Pendidikan karakter berbasis Pancasila, penguatan peran keluarga, dan peningkatan literasi digital menjadi langkah strategis dalam menangkal pengaruh buruk globalisasi serta mencegah penyebaran radikalisme di tengah masyarakat. Dengan demikian, bangsa Indonesia dapat tetap maju dan berdaya saing global tanpa kehilangan jati diri dan nilai-nilai luhur Pancasila”, ujarnya.

    Narasumber kedua, Fita Nadhia Assegaf menjelaskan kegiatan ini dapat meningkatkan pemahaman dan pengamalan Pancasila sebagai ideologi negara yang bersifat inklusif, dinamis, dan sesuai dengan perkembangan zaman. “Di era globalisasi, arus informasi dan budaya asing masuk dengan cepat melalui teknologi dan media sosial. Jika tidak disikapi dengan bijak, globalisasi dapat membawa dampak negatif seperti lunturnya nilai-nilai kebangsaan, individualisme, serta masuknya paham-paham yang bertentangan dengan Ideologi Pancasila, termasuk radikalisme dan ekstremisme. Oleh karena itu, Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP) dan Wawasan Kebangsaan (WK) menjadi sangat penting dalam memperkuat jati diri bangsa dan membentengi masyarakat dari pengaruh negatif globalisasi”, pungkasnya. (Rita Zaharah)

  • PCNU Bandar Lampung Gelar Muskercab I, Siap Jadi Barometer Kemandirian NU

    PCNU Bandar Lampung Gelar Muskercab I, Siap Jadi Barometer Kemandirian NU

    Bandar Lampung, MUI Lampung Digital

    Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Bandar Lampung menggelar Musyawarah Kerja Cabang (Muskercab) I, Sabtu, 1 Februari 2025. Kegiatan tersebut dalam rangka menyusun program kerja dalam 1 tahun ke depan.

    Dalam kesempatan itu, Ketua Tanfidziah PWNU Lampung, Puji Raharjo mengungkapkan, sebagai pengurus NU yang bertempat di pusat kota, PCNU Bandar Lampung harus bisa menjadi role model bagi pengurus di daerah lain.

    NU di wilayah kota harus bisa membangun kemandirian umat sesuai dengan program dari PBNU. Sebab di wilayah kota memiliki akses dan kesempatan lebih luas dibandingkan di daerah lainnya.

    “Ada tiga kemandirian yang menjadi perhatian PBNU, yakni Kemandirian Ekonomi, Pendidikan, dan Kesehatan,” ungkapnya saat menyampaikan sambutan dalam acara yang digelar di MAN 2 Bandar Lampung itu.

    Terkait hal itu, Ketua PCNU Bandar Lampung, Ichwan Adjie Wibowo menyampaikan, pihaknya siap menjadi barometer NU di Lampung. Hal tersebut menurutnya sudah dilakukan melalui pelaksanaan program kerja selama ini.

    Dia menjelaskan, NU di Bandar Lampung memiliki tantangan yang berbeda dengan daerah lain, sebab masyarakat perkotaan memiliki karakter yang berbeda. Sehingga pihaknya selalu melakukan adaptasi dengan melakukan berbagai pendekatan.

    “Untuk membangun kemandirian kesehatan kita sudah memiliki tempat untuk menjadi klinik, tinggal melengkapi alat dan fasilitasnya,” ujarnya.

    Dalam membangun kemandirian ekonomi, pihaknya juga telah berencana mendorong NU di kecamatan memiliki BMT atau koperasi. Menurutnya hal itu nantinya bisa memberikan bantuan usaha untuk membangun ekonomi masyarakat.(Rls/Rita Zaharah)

  • Harlah NU ke-102: H. Puji Raharjo Serukan Gerakan Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama

    Harlah NU ke-102: H. Puji Raharjo Serukan Gerakan Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama

    Bandar Lampung, MUI Lampung Online

    Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung, H Puji Raharjo menegaskan Harlah NU ke 102 ini mengangkat tema Bekerja Bersama Umat untuk Indonesia Maslahat.

    “Itu artinya kita meneguhkan diri untuk membangun keluarga maslahat yang ada di Nahdlatul Ulama,” ungkap Puji Raharjo pada peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-102 Nahdlatul Ulama dan Isra’ Mi’raj di Kantor PWNU Lampung, Kecamatan Telukbetung Utara, Bandar Lampung, Senin (27/1/2025) malam. Kegiatan ini juga dirangkai dengan acara rutinan yang digelar oleh PWNU Lampung yaitu Lailatul ijtima’.

    Kegiatan tersebut turut dihadiri oleh Ketua PBNU Prof Moh Mukri, forum koordinasi pimpinan daerah (Forkopimda) Provinsi Lampung, beberapa bupati terpilih di Provinsi Lampung, serta para pengurus lembaga dan badan otonom NU.

    Puji mengatakan kegiatan Harlah ke-102 NU ini berbarengan Isra’ Mi’raj, sehingga merupakan malam yang membawa keberkahan, karena di dalamnya ada istighotsah dan mauidzah hasanah.

    Menurutnya kalau keluarga NU itu menjadi keluarga maslahat, maka keluarga Indonesia pun maslahat. Hal itu sebagaimana hasil survei yang menunjukkan bahwa jamaah NU mencapat sekitar 60 persen di Nusantara ini.

    “Atas dasar itu maka NU telah membuat Satgas Gerakan Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama (GKMNU). Satgas ini yang kemudian membuat dan menjalankan program yang berkaitan dengan kemaslahatan keluarga,” ungkapnya dikutip dari laman NU Online.

    Sementara giat Harlah yang diisi dengan Lailatul ijtima itu, Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung, KH Shodiqul Amin mengatakan dalam muqaddimah qanun asasi disebutkan ada beberapa tugas Rasulullah yang harus dijalankan untuk memberi pelajaran umat manusia.

    “Sebagai umat Rasulullah saw, manusia diperintahkan untuk menjalankan tugas sebagaimana tugas yang diemban Rasul.

    Hal itu termaktub dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 45-46 yang berbunyi yâ ayyuhan-nabiyyu innâ arsalnâka syâhidaw wa mubasysyiraw wa nadzîrâ. wa dâ‘iyan ilallâhi bi’idznihî wa sirâjam munîrâ,” ujarnya.

    KH Shodiqul Amin mengatakan, tugas-tugas tersebut yaitu pertama, menjadi saksi umat manusia. Kedua, memberi rasa gembira kepada orang mukmin untuk beribadah kepada Allah swt.

    Kemudian ketiga, mau mengajak ke jalan Allah swt, yang harus dilakukan melalui jam’iyah Nahdlatul Ulama. Keempat, menjadi pelita yang menerangi, yaitu menjadi lampu penerang bagi semua umat manusia di atas bumi, dan semua manusia merasa tentram atas kehadiran ulama-ulama yang ada di NU.

    Dan itu merupakan tugas kita bersama untuk mengemban amanah dari Allah swt. “Saya juga mengajak pengurus syuriyah dan tanfidziyah untuk menjalankan tugas yang sudah dibebankan kepada kita dari PBNU.

    Setidaknya ada tiga tugas pengurus yaitu dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan kesehatan,” ungkapnya. Ia menambahkan, Lailatul ijtima’ merupakan kegiatan yang sangat penting karena mendoakan seluruh umat Islam pada umumnya, dan NU secara khusus. Dengan istiqomahnya menjalankan lailatul ijtima’ ini maka akan memiliki banyak karomah. (Eka Setiawan/Rita Zaharah)

  • Harlah ke-102 NU dan Isra Mi’raj, Rais Syuriyah PWNU Lampung Ingatkan 4 Tugas Manusia

    Harlah ke-102 NU dan Isra Mi’raj, Rais Syuriyah PWNU Lampung Ingatkan 4 Tugas Manusia

    Bandar Lampung, MUI Lampung Digital

    Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung, KH Shodiqul Amin mengatakan dalam muqaddimah qanun asasi disebutkan ada beberapa tugas Rasulullah yang harus dijalankan untuk memberi pelajaran umat manusia. Hal tersebut disampaikan pada peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-102 Nahdlatul Ulama dan Isra’ Mi’raj di Kantor PWNU Lampung, Kecamatan Telukbetung Utara, Bandar Lampung, Senin (27/1/2025) malam.

    Kegiatan ini juga dirangkai dengan acara rutinan yang digelar oleh PWNU Lampung yaitu Lailatul ijtima’. Kegiatan tersebut turut dihadiri oleh Ketua PBNU Prof Moh Mukri, forum koordinasi pimpinan daerah (Forkopimda) Provinsi Lampung, beberapa bupati terpilih di Provinsi Lampung, serta para pengurus lembaga dan badan otonom NU.

    “Sebagai umat Rasulullah saw, manusia diperintahkan untuk menjalankan tugas sebagaimana tugas yang diemban Rasul. Hal itu termaktub dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 45-46 yang berbunyi yâ ayyuhan-nabiyyu innâ arsalnâka syâhidaw wa mubasysyiraw wa nadzîrâ. wa dâ‘iyan ilallâhi bi’idznihî wa sirâjam munîrâ,” ujarnya.

    KH Shodiqul Amin mengatakan, tugas-tugas tersebut yaitu pertama, menjadi saksi umat manusia. Kedua, memberi rasa gembira kepada orang mukmin untuk beribadah kepada Allah swt. Kemudian ketiga, mau mengajak ke jalan Allah swt, yang harus dilakukan melalui jam’iyah Nahdlatul Ulama.

    Keempat, menjadi pelita yang menerangi, yaitu menjadi lampu penerang bagi semua umat manusia di atas bumi, dan semua manusia merasa tentram atas kehadiran ulama-ulama yang ada di NU. Dan itu merupakan tugas kita bersama untuk mengemban amanah dari Allah swt.

    “Saya juga mengajak pengurus syuriyah dan tanfidziyah untuk menjalankan tugas yang sudah dibebankan kepada kita dari PBNU. Setidaknya ada tiga tugas pengurus yaitu dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan kesehatan,” ungkapnya.

    Ia menambahkan, Lailatul ijtima’ merupakan kegiatan yang sangat penting karena mendoakan seluruh umat Islam pada umumnya, dan NU secara khusus. Dengan istiqomahnya menjalankan lailatul ijtima’ ini maka akan memiliki banyak karomah.

    Sementara Ketua PWNU Lampung, H Puji Raharjo menyampaikan, kegiatan ini berbarengan dengan Harlah ke-102 NU dan Isra’ Mi’raj, sehingga merupakan malam yang membawa keberkahan, karena di dalamnya ada istighotsah dan mauidzah hasanah.

    “Sesuai tema Harlah NU yaitu Bekerja Bersama Umat untuk Indonesia Maslahat, itu artinya kita meneguhkan diri untuk membangun keluarga maslahat yang ada di Nahdlatul Ulama,” ungkapnya.

    Menurutnya kalau keluarga NU itu menjadi keluarga maslahat, maka keluarga Indonesia pun maslahat. Hal itu sebagaimana hasil survei yang menunjukkan bahwa jamaah NU mencapat sekitar 60 persen di Nusantara ini.

    “Atas dasar itu maka NU telah membuat Satgas Gerakan Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama (GKMNU). Satgas ini yang kemudian membuat dan menjalankan program yang berkaitan dengan kemaslahatan keluarga,” ungkapnya. (Umar/Rita Zaharah)

  • BAZNAS dan Yayasan Al Hikmah Salurkan Bantuan untuk Korban Banjir di Bandar Lampung

    BAZNAS dan Yayasan Al Hikmah Salurkan Bantuan untuk Korban Banjir di Bandar Lampung

    Bandar Lampung, MUI Lampung Digital

    BAZNAS Kota Bandar Lampung bekerja sama dengan Yayasan Pondok Pesatren Al Hikmah dan Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Yayasan Al Hikmah menyalurkan bantuan kepada korban banjir di beberapa kelurahan di Kota Bandar Lampung. Dalam acara penyaluran bantuan ini, turut hadir Ketua Yayasan Pondok Pesatren Al Hikmah Bandar Lampung, Drs. KH. Basyaruddin Maisir, Ketua UPZ Yayasan Al Hikmah, M. Itsnaini, M.Pd.I., serta Wakil Ketua BAZNAS Kota Bandar Lampung, Dr. H. Abdul Aziz, M.Pd.I. Senin (27/01/2025)

    Ketua Yayasan Pondok Pesatren Al Hikmah Bandar Lampung, Drs. KH. Basyaruddin Maisir, menyatakan bahwa bantuan ini adalah wujud kepedulian bersama untuk membantu sesama, khususnya bagi masyarakat yang terdampak banjir. “Bencana alam seperti banjir memang tidak bisa diprediksi, namun kita sebagai umat beragama memiliki kewajiban untuk saling membantu dan meringankan beban mereka yang terdampak,” ujar Drs. KH. Basyaruddin Maisir.

    M. Itsnaini, M.Pd.I., selaku Ketua Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Yayasan Al Hikmah, menambahkan bahwa bantuan yang disalurkan berupa beras premium dan mie instan, yang diharapkan dapat meringankan kebutuhan pokok para korban. “Kami berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka dalam masa-masa sulit ini. Semoga bantuan ini dapat memberikan sedikit kelegaan bagi saudara-saudara kita,” tuturnya.

    Wakil Ketua BAZNAS Kota Bandar Lampung, Dr. H. Abdul Aziz, M.Pd.I., menjelaskan bahwa penyaluran bantuan ini merupakan bagian dari upaya BAZNAS dalam menjalankan amanah untuk menolong sesama. “Selain bantuan materi, kami juga mengajak masyarakat untuk terus menjaga solidaritas dan kepedulian terhadap sesama. Inilah saatnya kita semua bersatu dalam menghadapi kesulitan bersama,” ujar Dr. H. Abdul Aziz dalam sambutannya.

    Pada kesempatan tersebut, bantuan disalurkan ke beberapa kelurahan yang terdampak banjir di Kota Bandar Lampung, yaitu Kelurahan Kangkung, Kelurahan Kota Karang, Kelurahan Gedung Pakuon, dan Kelurahan Bakung. Setiap kelurahan menerima bantuan sesuai dengan kebutuhan yang teridentifikasi di lapangan, dengan harapan bantuan tersebut dapat memberikan bantuan segera kepada para korban yang membutuhkan.

    Semoga dengan adanya bantuan ini, warga yang terdampak banjir dapat merasa sedikit lebih ringan dan memperoleh kebutuhan yang mendesak. BAZNAS dan Yayasan Al Hikmah berharap agar proses pemulihan berjalan lancar dan semua pihak dapat saling mendukung dalam mengatasi dampak bencana ini. “Mari kita doakan agar situasi ini segera membaik dan masyarakat bisa kembali menjalani aktivitas dengan normal,” tambah Drs. KH. Basyaruddin Maisir.

    Dengan adanya sinergi antara BAZNAS, Yayasan Al Hikmah, dan UPZ, diharapkan dapat terus berkontribusi dalam membantu masyarakat yang membutuhkan, terutama dalam menghadapi bencana banjir yang ada di Bandar Lampung. (Rita Zaharah)

  • Opini: Menyemai Kedamaian dari Langit dan Tradisi: Refleksi Peringatan Isra’ Mi’raj dan Tahun Baru Imlek 2025

    Opini: Menyemai Kedamaian dari Langit dan Tradisi: Refleksi Peringatan Isra’ Mi’raj dan Tahun Baru Imlek 2025

    Menyemai Kedamaian dari Langit dan Tradisi: Refleksi Peringatan Isra’ Mi’raj dan Tahun Baru Imlek 2025

    Suryani
    Koordinator Bidang Pemberdayaan
    Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)
    Provinsi Lampung

    Pendahuluan
    Indonesia, dengan keberagaman agama, budaya, dan tradisinya, merupakan cerminan harmoni yang memerlukan pemeliharaan berkelanjutan. Di bulan Januari 2025, ada dua perayaan besar : Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW pada 27 Januari bertepatan dengan tanggal 27 Rajab 1446 H, dan Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili pada 29 Januari, menjadi momentum refleksi bersama untuk memperkuat nilai-nilai religius dan humanis dalam membangun kedamaian di Indonesia, khususnya di bumi Lampung.

    Isra’ Mi’raj: Spiritualitas dan Kebijaksanaan Langit
    Peringatan Isra’ Mi’raj mengajarkan umat Islam tentang perjalanan spiritual Nabi Muhammad SAW yang menerima perintah sholat sebagai bentuk komunikasi langsung antara manusia dan Tuhan. Peristiwa ini mengandung pesan universal tentang pentingnya hubungan vertikal (hablum minallah) yang dilandasi oleh ketaatan, keimanan, dan kejujuran. Nilai-nilai ini relevan dalam membangun masyarakat yang adil dan harmonis, dimana setiap individu harus mengedepankan kejujuran dan tanggung jawab moral dalam menjalani kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

    Imlek: Harmoni dalam Tradisi dan Keluarga
    Tahun Baru Imlek, sebagai perayaan yang sarat dengan makna budaya, mengajarkan tentang pentingnya harmoni dalam hubungan horizontal (hablum minannas). Tradisi berkumpul bersama keluarga, berbagi kebahagiaan, dan saling mendo’akan menjadi pengingat bahwa keberagaman adalah kekuatan untuk membangun solidaritas.
    Yin dan Yang (konsep dalam filosofi Tionghoa) yang biasanya digunakan untuk mendeskripsikan sifat kekuatan yang saling berhubungan dan berlawanan di dunia ini dan bagaimana mereka saling membangun satu sama lain. Filosofi Tionghoa ini juga mengajarkan keseimbangan dalam kehidupan, baik secara individu maupun dalam masyarakat.

    Perspektif Religius dan Humanis dalam Membangun Harmoni
    Isra’ Mi’raj dan Imlek, meskipun berasal dari tradisi yang berbeda, memiliki pesan mendalam yang dapat saling melengkapi dalam membangun kedamaian di Indonesia. Pesan spiritualitas dari Isra’ Mi’raj menguatkan moralitas individu, sementara pesan kolektivitas dari Imlek menekankan pentingnya solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat.
    Dalam konteks ke-Indonesia-an, kedua perayaan ini mengajarkan toleransi sebagai fondasi kehidupan berbangsa. Ketika umat Islam dan masyarakat Tionghoa dapat saling menghormati, berbagi ruang sosial, dan mengapresiasi perbedaan, tercipta harmoni yang memperkokoh persatuan.

    Arah Kebijakan dan Pendidikan Multikultural
    Untuk mewujudkan harmoni ini, peran pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat sangat penting. Pemerintah dapat mendorong dialog lintas agama dan budaya melalui kebijakan inklusif. Sementara itu, pendidikan multikultural di sekolah-sekolah perlu menanamkan nilai toleransi dan pengakuan terhadap keberagaman sejak dini.

    Penutup
    Peringatan Isra’ Mi’raj dan Imlek bukan sekadar perayaan agama dan tradisi, melainkan kesempatan untuk merefleksikan nilai-nilai universal yang menyatukan kita sebagai manusia. Dengan menyemai kedamaian dari langit spiritualitas dan tradisi budaya, kita dapat memperkokoh harmoni di Indonesia khususnya di provinsi Lampung yang beragam. Mari jadikan perbedaan sebagai rahmat yang menguatkan, bukan sekedar simbol kebhinekaan.