Category: Breaking News

Et ullamcorper sollicitudin elit odio consequat mauris, wisi velit tortor semper vel feugiat dui, ultricies lacus. Congue mattis luctus, quam orci mi semper

  • Musyawarah Kerja Wilayah I PWNU Lampung: Momen Penting untuk Kemandirian dan Inovasi

    Musyawarah Kerja Wilayah I PWNU Lampung: Momen Penting untuk Kemandirian dan Inovasi

    Bandar Lampung, MUI Lampung Digital  

    Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Lampung akan menggelar Musyawarah Kerja Wilayah (Muskerwil) I pada hari Jum’at (25/10/2024) hingga Sabtu (26/10/2024) di Auditorium Lamban Raden Intan, Kompleks Pascasarjana UIN Raden Intan, Labuhan Ratu, Bandar Lampung. Dalam kesempatan ini, juga akan digelar Expo Kemandirian Pesantren yang bertujuan untuk menampilkan berbagai inovasi dan potensi yang dimiliki oleh pesantren di Lampung. Kamis (24/10/2024)

    Ketua Pelaksana Muskerwil I, Dr. Safari Daud, M.Kom.I, mengungkapkan bahwa acara ini akan dibuka oleh Rois Am PBNU dan melibatkan berbagai agenda penting. “Kami akan membahas program kerja, sosialisasi hasil bahtsul masail, kemandirian pesantren, serta mengeluarkan rekomendasi untuk internal dan eksternal,” jelas Dr. Safari dengan semangat yang tinggi.

    Muskerwil ini dipandang sebagai momentum strategis untuk memperkuat kerjasama antar lembaga di lingkungan PWNU. “Kita semua memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan dan memperkuat peran NU di tengah masyarakat. Muskerwil ini adalah kesempatan bagi kita untuk merumuskan langkah-langkah inovatif yang akan mengantar NU Lampung menuju masa depan yang lebih baik,” ujarnya.

    Expo Kemandirian Pesantren diharapkan menjadi platform bagi pesantren untuk memamerkan produk dan program unggulannya, termasuk di bidang pertanian, kerajinan, dan teknologi. “Dengan expo ini, kami ingin menunjukkan bahwa pesantren tidak hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai pusat kemandirian ekonomi dan inovasi,” tambah Dr. Safari.

    Kemandirian pesantren menjadi fokus utama dalam diskusi, mengingat perannya yang vital dalam pendidikan dan pengembangan masyarakat. “Pesantren harus menjadi pilar dalam pembangunan karakter dan keilmuan. Kita harus mendorong kemandirian pesantren agar dapat berkontribusi lebih besar dalam memajukan masyarakat,” tambahnya.

    Selain itu, dalam acara ini juga akan dilakukan pengukuhan sejumlah lembaga di lingkungan PWNU Lampung, seperti Lakpesdam NU, LPT NU, LPNU, dan lainnya. Acara pembukaan Muskerwil I direncanakan berlangsung selepas Salat Jum’at dan akan dihadiri oleh Pj Gubernur Lampung, Samsudin.

    “Harapan kami, seluruh jajaran pengurus PWNU Lampung dapat hadir dalam acara pembukaan Muskerwil I ini,” tutup Dr. Safari.

    Muskerwil I PWNU Lampung diharapkan menjadi wadah bagi para pengurus untuk merumuskan langkah-langkah strategis demi kemajuan organisasi dan penguatan kemandirian pesantren di wilayah ini. Forum ini juga diharapkan mampu menjawab tantangan zaman dan memperkuat peran NU dalam pembangunan masyarakat, terutama dalam bidang pendidikan dan sosial. Dengan semangat kolaborasi, PWNU Lampung optimis dapat menciptakan solusi inovatif yang bermanfaat bagi umat dan bangsa.

    Acara ini juga akan menjadi ajang silaturahmi bagi para pengurus dan anggota NU, di mana berbagai pengalaman dan ide akan dipertukarkan. “Kami mengajak semua pihak untuk aktif berpartisipasi dalam diskusi dan perumusan kebijakan. Setiap ide yang muncul dari Muskerwil ini akan menjadi aset berharga bagi kita semua,” pungkas Dr. Safari, menutup sambutannya dengan optimisme dan harapan untuk masa depan yang lebih cerah bagi PWNU Lampung.  (Rita Zaharah)

  • Opini: Pesantren: Pilar Perjuangan Santri

    Opini: Pesantren: Pilar Perjuangan Santri

    Pesantren: Pilar Perjuangan Santri
    Agus Mahfudin Setiawan
    Dosen Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Intan Lampung

    Peringatan Hari Santri Nasional pada tanggal 22 Oktober setiap tahunnya selalu menjadi momen penting bagi umat Islam di Indonesia. Tahun ini, tema yang diusung, “Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan,” menggambarkan perjuangan berkelanjutan para santri dalam menghadapi tantangan zaman. Santri diidentifikasi sebagai simbol keberanian, pengorbanan, dan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh para ulama terdahulu. Salah satu sosok yang patut diapresiasi dalam konteks ini adalah KH. Gholib, seorang ulama dari Pringsewu, Lampung, yang berperan besar dalam pengembangan dakwah dan pendidikan Islam pada awal abad ke-20.

    1. Gholib memainkan peran penting tidak hanya sebagai pemimpin spiritual tetapi juga sebagai pendidik yang berhasil mendirikan Pondok Pesantren di Pringsewu. Melalui karya dan perjuangannya, KH. Gholib memberikan kontribusi besar dalam pengembangan pendidikan Islam dan menjaga semangat juang masyarakat Lampung dalam melawan penjajahan. tulisan ini akan mengeksplorasi peran KH. Gholib dalam dakwah dan pendidikan Islam, serta relevansinya dengan semangat perjuangan yang diperingati dalam Hari Santri Nasional.

    Peran KH. Gholib dalam Dakwah Islam

    1. Gholib lahir dan tumbuh dalam lingkungan yang kental dengan nilai-nilai keislaman. Pada tahun 1930-an, ia memulai dakwah di wilayah Pringsewu dengan semangat yang luar biasa. Dalam usahanya untuk menyebarkan ajaran Islam, KH. Gholib mendirikan Madrasah Salafiyah pada tahun 1932. Melalui lembaga ini, ia memberikan akses pendidikan agama Islam kepada masyarakat Pringsewu, yang pada saat itu masih terpinggirkan oleh kebijakan kolonial Belanda. Dalam mengembangkan madrasahnya, KH. Gholib menekankan pada pentingnya pengajaran agama yang terstruktur dan disiplin. Metode pengajaran yang digunakan di madrasahnya adalah hafalan dan muraja’ah, yang terbukti sangat efektif dalam melahirkan para santri yang cakap dalam ilmu agama (Setiawan dan Khoirudin 2024).

    Selain mendirikan madrasah, KH. Gholib juga aktif dalam mengadakan pengajian-pengajian di desa-desa sekitar Pringsewu. Dakwahnya tidak hanya terbatas pada ceramah agama, tetapi juga mengajarkan masyarakat tentang pentingnya menjaga persatuan dan melawan segala bentuk penindasan, termasuk penjajahan. KH. Gholib memanfaatkan pengaruhnya sebagai ulama untuk membangkitkan semangat juang masyarakat Pringsewu dalam menghadapi penjajahan Belanda dan Jepang.

    Pendidikan Islam sebagai Alat Perlawanan

    Pondok pesantren di Indonesia tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan agama, tetapi juga sebagai pusat perlawanan terhadap penjajahan. KH. Gholib adalah salah satu tokoh lokal Lampung yang menggunakan pesantren sebagai basis perlawanan. Melalui semangat jihad fi sabilillah, KH. Gholib menginspirasi para santri dan masyarakat untuk bangkit melawan penjajah. Pada masa Agresi Militer Belanda II, KH. Gholib merencanakan strategi perlawanan bersama dengan tokoh-tokoh lokal lainnya. Ia turut serta dalam pembentukan gerilya melawan pasukan Belanda yang terus berusaha menguasai wilayah Pringsewu (DHD,1994).

    Selain itu, KH. Gholib juga terlibat dalam pengorganisasian laskar laskar Hisbullah dan pasukan sabillah yang berjuang melawan penjajah. Salah satu momen penting adalah keterlibatannya dalam pertempuran yang berlangsung dari 8 agustus 1947 – 20 Oktober 1948. Pertempuran ini menjadi salah satu titik penting dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Lampung. Keberanian dan keteguhan KH. Gholib dalam melawan penjajah menjadi inspirasi bagi generasi muda santri di wilayah Lampung untuk terus menjaga semangat juang dalam menjaga agama dan tanah air (baca juga opini Lampung Post 21/8/24).

    Pesantren sebagai Khodimul Ummah

    Keberhasilan KH. Gholib dalam mendirikan madrasah ini didukung oleh usaha ekonomi yang ia rintis, seperti usaha penggilingan padi dan usaha transportasi, yang juga menjadi sumber pemberdayaan masyarakat sekitar (De Sumatra post 01-06-1939). Di masa sekarang, pondok pesantren telah berkembang menjadi lebih dari sekadar lembaga pendidikan agama. Pesantren kini berperan sebagai pelayan sosial bagi umat atau khodimul ummah. Hal ini tercermin dalam berbagai kegiatan pesantren yang mencakup pemberdayaan ekonomi, penguatan kerukunan antarumat, peningkatan peran perempuan, serta pelayanan sosial lainnya. Sebagai contoh, pesantren sering kali menjadi pusat kegiatan ekonomi berbasis komunitas, seperti koperasi dan usaha mikro. Selain itu, pesantren juga aktif dalam program-program pemberdayaan perempuan, di mana para santri perempuan didorong untuk berperan aktif dalam kehidupan sosial dan ekonomi.

    Peran pesantren sebagai khodimul ummah juga terlihat dalam upaya pesantren menjaga kerukunan dan kedamaian antarumat beragama. Pesantren kerap kali menjadi jembatan dialog antara kelompok-kelompok agama yang berbeda, sehingga peran ini menjadi sangat penting di tengah meningkatnya ketegangan sosial di masyarakat modern. Selain itu, pesantren juga turut aktif dalam membantu masyarakat yang terkena bencana, seperti menjadi tempat pengungsian sementara atau mengumpulkan bantuan untuk korban bencana.

    Hari Santri Nasional yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober merupakan momen untuk merefleksikan peran besar para santri dalam sejarah bangsa Indonesia. Tema “Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan” mengingatkan kita akan pentingnya melanjutkan semangat juang yang telah diwariskan oleh para pendahulu, seperti KH. Gholib di Pringsewu. Melalui peran dakwah dan pendidikan Islam, KH. Gholib telah memberikan kontribusi besar dalam membangun masyarakat yang beriman dan berdaya. Perjuangan beliau, bersama para santri di masa lalu, telah menjadi fondasi kuat untuk mewujudkan masa depan yang lebih sejahtera dan penuh keberkahan. Pesantren, sebagai lembaga pendidikan dan pelayan sosial umat, terus bertransformasi dan berperan dalam pembangunan masyarakat, baik dalam aspek spiritual maupun sosial. Peringatan Hari Santri tahun ini bukan hanya sebuah perayaan, tetapi juga sebuah ajakan untuk terus melanjutkan perjuangan menuju masa depan yang lebih baik, dengan semangat, keberanian, dan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh para ulama dan santri terdahulu.

  • Opini: Upacara Hari Santri, Jaga Silaturahmi

    Opini: Upacara Hari Santri, Jaga Silaturahmi

    Upacara Hari Santri, Jaga Silaturahmi
    Dr. Agus Hermanto, MHI
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Tanggal 22 Oktober 2024 yang ditetapkan sebagai hari santri. Sejarah mengukir sebuah momentum yang khas dan hanya ada di negeri ini, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lebih dikenal dengan NKRI harga mati. Peringatan hari santri merupakan kesempatan yang penuh arti, mulia dan berfilosofi. Upacara hari santri sebagai komitmen rasa syukur atas segala anugrah Ilahi yang telah memberikan anugrah besar atas segala hal mulia yang tidak terlepaskan dari perjalanan negeri NKRI. Kegigihan dan keseriusan para santri menjadi cermin generasi kedepan lebih berarti demi menjunjung negeri ini, dengan rasa cinta dan toleransi. Karena perjuangan negeri ini, salah satunya adalah karena peran santri, tidak melalui proses pendidikan tinggi, namun hati santri lebih terpatri meskipun hanya dengan meneladani dan selalu ngaji bersama Kyai. Santri tidak boleh merasa paling berarti, tapi ia harus tetap bertahan dan komitmen terhadap nilai-nilai toleransi, yang berarti sebuah empati seorang hamba terhadap segala perbedaan yang terjadi.

    Upacara hari santri juga dapat menimbulkan silaturahmi, meskipun hanya satu tahun terjadi, namun hal ini menjadi momentum yang sangat bersejarah dan penuh arti. Peringatan upacara hari santri menjadi media silaturahmi guna menjaga ukhuwah agar selalu terjaga perasaan empati. Meskipun potensi memiliki ragam potensi dan juga profesi, namun dengan peringatan ini, semua akan bertugas dan berperan sesuai poksi.

    Rasa hangat dari sengatan sinar matahari pagi, seakan mengguyur tubuh, hingga keluarlah keringat hangat yang membasahi tubuh hingga kita merasakan sehat. Terik matahari senantiasa memberikan kehangatan serta melatih fisik dari setiap abdi. Kebersamaan dan tanpa membedakan senantiasa ada dan dirasakan oleh setiap santri.

    Santri dengan kelembutannya senantiasa dapat meluluhkan sanubari, hingga tanpa kita sadari kita berada pada titik rasa untuk senantiasa mengabdi pada negeri hingga berkontribusi terhadap kemajuan NKRI harga mati.

    Melalui hari santri, mari kita jaga silaturahmi, menjaga nilai-nilai toleransi, hingga kita terlepas dari segala diskriminasi baik dalam menjalin hubungan dalam satu keyakinan hingga antar agama yang berbeda dan perbedaan suku, bahasa tradisi yang berbeda-beda. Kita rajut ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah insaniyah.

  • Pelantikan dan Sarasehan Lazisnu PWNU Lampung: Membangun Ekonomi Umat Melalui Zakat

    Pelantikan dan Sarasehan Lazisnu PWNU Lampung: Membangun Ekonomi Umat Melalui Zakat

    Bandar Lampung, MUI Lampung Digital

    Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung menggelar acara pelantikan dan sarasehan Lembaga Amil Zakat Infaq dan Sedekah Nahdlatul Ulama (Lazisnu) di Hotel Kyriad Bandar Lampung. Acara ini dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk pengurus PWNU, tokoh masyarakat, PBNU, Lazisnu PCNU, Baznas Lampung, Kemenag Lampung, serta organisasi pemuda seperti Ansor, Fatayat, IPPNU, dan IPNU. Senin, (21 /10/2024).

    Dalam sambutannya, H.A. Jalaludin, S.Ag, M.Kom.I selaku pengurus Lazisnu PWNU Lampung menekankan pentingnya peran Lazisnu dalam pemberdayaan masyarakat dan filantropi Islam. “Pelantikan ini menjadi momentum untuk meningkatkan kinerja Lazisnu dalam menjalankan amanah dan memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat,” ujarnya.

    Ketua PWNU Lampung, Dr. H. Puji Raharjo, M.Hum, juga memberikan dorongan semangat kepada para pengurus Lazisnu yang baru dilantik. “Setelah Lazisnu PWNU Lampung yang sudah dilantik, segera berkerja untuk kelancaran kinerja kita bersama,” tegasnya.

    Acara tersebut dilanjutkan dengan sarasehan bertema “Merawat Jagat Membangun Peradaban: Membangun Ekonomi Umat Melalui Pengelolaan Zakat yang Profesional.” Diskusi ini diharapkan dapat menghasilkan gagasan-gagasan inovatif untuk pengelolaan zakat yang lebih efektif dan profesional, serta meningkatkan kesejahteraan umat.

    Dengan pelantikan ini, diharapkan Lazisnu PWNU Lampung dapat semakin solid dan berkontribusi nyata dalam menyalurkan zakat dan sedekah masyarakat. Acara ditutup dengan doa bersama, memohon keberkahan dan kerja sama yang lebih erat antara Lazisnu dan semua elemen masyarakat di Lampung.

    Kegiatan ini mencerminkan semangat kolaborasi untuk membangun peradaban yang lebih baik melalui pengelolaan sumber daya yang profesional dan bertanggung jawab. (Rita Zaharah)

  • Opini: Santri: Pelopor Perdamaian dan Toleransi

    Opini: Santri: Pelopor Perdamaian dan Toleransi


    Santri: Pelopor Perdamaian dan Toleransi
    Prof. Dr. H. A. Kumedi Ja’far, S.Ag., M.H.
    Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UIN Raden Intan
    Ketua Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI Lampung

    Santri adalah seseorang yang menekunipendidikan agama Islam, atau dengan kata lain santribisa diartikan sebagai pribadi-pribadi yang menggelutiilmu-ilmu agama Islam. Sehingga santri tidak mustiseseorang yang belajar agama di Pondok Pesantren, tetapi semua orang yang mempelajari ilmu agama Islam tentunya bisa disebut sebagai santri. Dengandemikian secara tidak langsung berarti kita merupakanbagian dari keluarga santri, sebab kita juga bagianpribadi-pribadi yang mendalami ilmu-ilmu agama Islam.

    Santri merupakan kunci perdamaian yang senantiasa menebarkan kebaikan, santri merupakangarda persatuan yang senantiasa menjaga keutuhan,  santri merupakan kunci kesuksesan yang senantiasamenghargai perbedaan, dan santri juga merupakanpenyokong bagi kemerdekaan bangsa Indonesia. Untuk itu tidaklah berlebihan apabila pemerintahmenetapkan hari santri sebagai hari nasional, hal ini sebagaimana berdasarkan keputusan Presiden No. 22 Tahun 2015 yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober sejalan dengan tercetusnya resolusi jihad olehKH. Hasyim Asy’ari pada tanggal 22 Oktober 1945.

    Mengapa Presiden Jokowi menetapkan hari santrisebagai hari nasional? Tentunya hal ini sebagai wujudpemberian penghargaan sekaligus pengakuanpemerintah terhadap perjuangan santri dalammemperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.

    Lantas apa yang bisa kita lakukan dalammenyambut dan mengisi hari santri nasional? Tentunya dengan senantiasa meneladani akan sifat-sifatnya, dalam hal ini sebagaimana terhimpun dalamkata SANTRI itu sendiri. Pertama, Saatirun Anil Uyuub. Yaitu penutup dari aib/kesalahan. Ini artinyabahwa sebagai bagian dari keluarga santri tentunyakita harus mampu menutupi aib/kesalahan orang lain, bukan sebaliknya justru membuka-buka aib/kesalahanorang lain, apalagi mencari-cari aib/kesalahan orang lain. Ingat Sabda Rasulullah SAW bahwa salah satuyang dapat merusak bahkan menghancurkan perbuatanseseorang adalah orang yang sibuk mencariaib/kesalahan orang lain. Untuk itu jangan pernahmenyalahkan orang lain, membuka aib orang lain, apalagi mencari-cari aib/kesalahan orang lain. Karenayang demikian itu bukan saja dapat merusak amalkebaikan seseorang, tetapi juga dapat merusakUkhullah Islamiyah di antara kita. Kedua, NaaibunAnil Ulama. Yaitu pengganti para ulama, ini artinyabahwa sebagai bagian dari keluarga santri tentunyakita harus senantiasa mencontoh para ulama, mengikuti jejak para ulama, serta menjaga danmeneruskan perjuangan para ulama, yakni dengansenantiasa menggelorakan amar ma’ruf nahi munkar, yaitu dengan senantiasa mengajak kepada kebaikandan mencegah dari yang mungkar. Ingat bahwa Al-Ulama Waratsatul Anbiya , Ulama itu merupakanwarisan para nabi. Dalam Firman Allah jugadijelaskan bahwa dan hendaklah ada segolongan di anatara kalian umat yang mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Ini artinyabahwa kita mempunyai kewajiban untuk senantiasamengajak kepada yang baik dan mencegah dari yang munkar. Ketiga, Taaibun Minadzdzunuub, yaitubertaubat dari dosa/kesalahan. Ini artinya bahwasebagai bagian dari keluarga santri tentunya kita haruspandai bertaubat manakala melakukan suatukesalahan/dosa. Jangan pernah kita menganggapbahwa diri kita yang paling benar, paling sempurnadan  tidak pernah merasa berbuat salah/dosa, tetapikita harus sadar bahwa manusia itu tidak akan pernahluput dari kesalahan dan dosa, hal ini sebagaimanaHadis Rasulullah SAW: “Al-Insaanu MahaalulKhothoWannisyaan(manusia itu tempat salah danlupa). Maka ketika kita melakukan suatukesalahan/dosa, maka segera mungkin kitabertaubat/memohon ampun. Ingat Allah SWT telahberfirman dalam surat Ali Imron Ayat 135 bahwaapabila kalian melakukan suatu keburukan/dosakepada Allah, maka  beristighfarlah/memohonampunlah kepada Allah, demikian juga apabilamelakukan kesalahan/dosa terhadap sesama manusia, maka segeralah meminta maaf. Keempat,   RaaghibunIlaa Hidayatinnaas. Yaitu senang memberikanbimbingan/petunjuk kepada sesama manusia, iniartinya bahwa sebagai bagian dari keluarga santritentunya kita harus senantiasa senang berbuat baikterhadap sesama manusia meskipun hanya dalambentuk memberikan bimbingan/petunjuk, sehinggakita harus berusaha untuk selalu bermanfaat untukorang lain. Ingat Sabda Rasulullah SAW yang berbunyi: “Khoirunnaas Anfa’ahum LinnaasSebaik-baik di antara kalian (manusia) adalah yang bermanfaat untuk orang (manusia) lain. Dengandemikian jelas bahwa kita harus selalu berusaha untukdapat memberikan manfaat untuk orang lain, jangansebaliknya justru menjadi beban orang lain, apalagimenjadi musuh bagi orang lain.

    Mudah-mudahan kita betul-betul menjadi santriyang sejati yang akan senantiasa menjaga danmenutupi aib/kesalahan orang lain, mencontoh danmeneruskan perjuangan para ulama, memaafkankesalahan orang lain, serta dapat memberikanpetunjuk dan manfaat untuk orang lain. Sehinggahubungan persaudaraan di antara kita akan tetapterjaga, kedamaian dan kebahagiaan pun dapatterwujud dengan baik. Wallahu alam Bishawab.

  • Opini: Relasi Simbiotik antara Agama dan Negara

    Opini: Relasi Simbiotik antara Agama dan Negara

    Relasi Simbiotik antara Agama dan Negara
    Suryani
    Ketua MUI Provinsi Lampung

    Ada tiga paradigma relasi agama dan negara, yaitu integralistik (simbolistik formalistik) yaitu paradigma integrasi penuh antara agama dan negara, sekularistik yaitu paradigma pemisahan total antara keduanya, dan simbiotik yaitu paradigma hubungan yang bersifat timbal balik dan saling memerlukan. Dalam perkembangan peradaban, hubungan antara agama dan negara selalu menjadi topik yang penuh dengan perdebatan, karena ada berbagai pandangan tentang bagaimana seharusnya agama dan negara berinteraksi satu sama lain.

    Dari ketiga paradigma tersebut diatas, bagi negara kita Indonesia yang masyarakatnya majemuk (plural) maka yang paling ideal adalah menganut paradigma simbiotik, karena menawarkan pemahaman bahwa agama dan negara memiliki hubungan yang saling menguntungkan, dimana keduanya saling memerlukan untuk mencapai tujuan bersama. Agama memerlukan negara agar dapat berkembang dengan stabil dan terorganisir, sedangkan negara memerlukan agama untuk memberikan fondasi etika dan moral dalam pembangunan bangsa. Dengan demikian, kedua entitas ini saling melengkapi satu sama lain. Negara memberikan dukungan struktural kepada agama, sementara agama memberikan panduan moral kepada negara.

    Pendekatan ini sejalan dengan konstitusi Indonesia, yang menempatkan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar negara. Dalam hal ini, negara Indonesia diatur berdasarkan nilai-nilai spiritual yang diakui oleh masyarakat luas. Penerapan aturan hukum juga disesuaikan dengan aspirasi agama, terutama dalam hal merespons masalah-masalah kemasyarakatan dan kebangsaan. Penetapan fatwa keagamaan, misalnya, tidak hanya berfungsi sebagai arahan bagi umat beragama, tetapi juga sebagai respons terhadap isu-isu sosial yang mempengaruhi kehidupan bermasyarakat.

    Paradigma simbiotik, sebagaimana dijelaskan dalam tulisan ini, menunjukkan bahwa hubungan agama dan negara bukanlah hubungan yang kaku, melainkan dinamis dan saling mendukung. Negara yang berpijak pada prinsip-prinsip agama yang universal dapat membangun masyarakat yang adil dan sejahtera, sedangkan agama yang dibimbing oleh aturan negara dapat berkembang dengan stabil dan tertib. Termasuk fatwa-fatwa MUI mengambil pola relasi ta’yidy (menguatkan), ishlahy (memperbaiki), tashhihy (mengoreksi/membenarkan), dan insya’y (menginisiasi).

    Secara keseluruhan, pilihan paradigma simbiotik ini menegaskan pentingnya keseimbangan antara agama dan negara. Dalam konteks Indonesia, paradigma ini tidak hanya relevan, tetapi juga memberikan solusi bagi tantangan-tantangan yang dihadapi dalam menjaga keharmonisan antara kehidupan beragama dan kenegaraan. Hubungan yang kuat antara keduanya, jika dipelihara dengan baik, akan mendorong terciptanya masyarakat yang bermoral dan pemerintahan yang berintegritas, di mana aspirasi spiritual dan kebutuhan duniawi dapat dipenuhi secara bersamaan.

    Tanggal 20 Oktober 2024 kita resmi memiliki Presiden dan Wakil Presiden baru dengan Kabinet Merah Putih, khususnya Menteri Agama yang baru Bapak Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar MA, semoga mampu mengukuhkan Indonesia sebagai negara yang majemuk, di mana agama menjadi sumber moralitas dan kekuatan, bukan pemecah belah. Dengan demikian, masyarakat Indonesia dapat hidup rukun dalam keberagaman (harmony in diversity) saling menghargai dan bersama-sama membangun bangsa yang sejahtera dan bermartabat.

    Harapan kita bersama semoga Pemerintah dengan Kabinet Merah Putih terus dapat menjaga keseimbangan antara negara dan agama melalui kebijakan yang inklusif dan berkeadilan. Ini berarti menciptakan ruang dialog antaragama yang sehat, serta merangkul para pemuka agama dalam merumuskan kebijakan yang relevan bagi masyarakat. Tantangan radikalisme dan intoleransi yang semakin mengemuka harus ditangani dengan tegas namun bijaksana, melalui pendekatan yang memperkuat pendidikan agama yang moderat dan humanis.

  • Opini: Santri, Dakwah Literasi

    Opini: Santri, Dakwah Literasi

    Santri, Dakwah Literasi
    Dr. Agus Hermanto, MHI
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Dakwah adalah menyeru pada jalan kebenaran, yaitu menyampaikan pesan agama agar orang yang diseru senantiasa dapat menerima dengan tulus, karena tugas manusia adalah saling mengingatkan dalam kebenaran dan dalam kesabaran. Pada sisi yang lain manusia juga kerap kali khilaf, sehingga mad’u yaitu orang yang terpanggil hendaklah dapat menerima dengan lapang dada, selama nilai-nilai yang disampaikan oleh da’i adalah kebenaran agama.

    Sedangkan metode dakwah tentunya sangatlah beragam, sehingga tiap da’i (pendakwah) tidak harus mengatakan bahwa cara atau metode yang digunakan adalah yang paling baik dan benar. Karna dakwah dapat dilakukan di mimbar, podium, bahkan juga di panggung-panggung, hingga melalui peraga tertentu selain orasi dan tabligh. Pada saat ini, dakwah digital juga bukanlah hal yang asing digunakan oleh para da’i. Bahkan dapat dikatakan bahwa dakwah digital lebih menyentuh bagi para generasi milenial, karena generasi ini nyaris waktunya sangat banyak dimanfaatkan untuk berselancar di media sosial, sehingga ajakan dan seruan singkat kerap kali dimanfaatkan untuk berdakwah.

    Meskipun demikian, tidak juga terlupakan bahwa dakwah literasi juga hal yang dapat digunakan oleh da’i. Jika pada masa lalu para ulama sangat konsentrasi pada kitab turats yang hingga hari ini dapat kita pelajari, maka pada hari ini sejatinya dakwah literasi kerap kali dimudahkan dengan adanya digitalisasi, mulai dari opini, hingga tulisan-tulisan populer lainnya yang dapat kita bagikan melalui media-media bahkan dalam bentuk artikel hingga buku, karena karya buku ilmiah juga pada saat ini selain dicetak dalam bentuk buku, juga kerap kali dapat dilihat pada situs atau link tertentu, hingga bermanfaat bagi hailayak banyak.

    Dakwah literasi juga merupakan jariyah yang dapat dinikmati oleh penulisnya, selama tulisan yang dipublikasikan adalah berdampak manfaat dan bermaslahat. Dakwah literasi sejatinya peluang besar bagi santri, karena santri dengan proses ngaji pada Kyai, akan banyak yang dipahami dan dimengerti, sehingga pemahaman tersebut dapat diliterasikan guna berkontribusi generasi masa kini, hingga mereka mendapatkan pemahaman yang berarti dan bernilai. Sebaliknya, jika dakwah literasi tidak banyak dilakukan oleh santri, maka peluang berselancar para generasi kini, akan banyak terjebak pada aplikasi-aplikasi yang tidak berarti. Literasi santri tentunya lebih dapat menyentuh generasi, sopan, santun hingga renyah untuk dinikmati, mengingat generasi masa kita tidak membutuhkan caci maki, melainkan kelembutan hati.

  • Opini: Peran Pondok Pesantren dalam Mencetak Generasi Penerus Bangsa yang Ber-IMTAK dan Ber-IPTEK

    Opini: Peran Pondok Pesantren dalam Mencetak Generasi Penerus Bangsa yang Ber-IMTAK dan Ber-IPTEK

    Peran Pondok Pesantren dalam Mencetak Generasi Penerus Bangsa yang Ber-IMTAK dan Ber-IPTEK
    KH. Ahmad Romli Latief
    (Pengasuh Ponpes Sabilul Mustofa, Jati Agung-Lampung Selatan)

    Pondok pesantren (ponpes) memiliki peran sentral dalam sejarah pendidikan dan pembentukan karakter bangsa Indonesia. Sejak masa awal penyebaran Islam, pesantren menjadi wadah pendidikan bagi umat Islam, bukan hanya dalam hal pengetahuan agama tetapi juga dalam aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya. Dalam era globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat saat ini, pesantren dituntut untuk terus beradaptasi dan mengembangkan kurikulumnya agar dapat mencetak generasi penerus bangsa yang tidak hanya memiliki keimanan dan ketakwaan (BERIMTAK), tetapi juga kreatif, inovatif, berjiwa entrepreneur, dan mandiri.

    Pondok Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan BERIMTAK
    Pondok pesantren (ponpes) memiliki keunggulan dalam membentuk generasi yang BERIMTAK (Beriman dan Bertakwa). Pesantren menanamkan ajaran agama yang kuat, membentuk moral, serta memperkuat karakter santri agar menjadi individu yang memiliki spiritualitas yang mendalam. Penekanan pada akhlakul karimah, ibadah yang disiplin, serta pemahaman terhadap ajaran Islam menjadikan santri sebagai generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki etika yang luhur. Ini sangat penting dalam menghadapi tantangan modernisasi yang sering kali mengikis nilai-nilai spiritual.

    Pengembangan Kreativitas dan Inovasi
    Seiring dengan tuntutan zaman, pondok pesantren juga mulai memperkenalkan kurikulum yang mendorong kreativitas dan inovasi. Pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga keterampilan praktis yang bisa dikembangkan oleh para santri. Melalui berbagai kegiatan ekstrakurikuler seperti seni, literasi, dan teknologi, santri diberikan ruang untuk mengembangkan ide-ide kreatif yang nantinya bisa bermanfaat bagi masyarakat. Inovasi yang lahir dari lingkungan pesantren bisa menjadi solusi bagi permasalahan sosial dan ekonomi, baik di lingkungan pesantren itu sendiri maupun di masyarakat luas.

    Mencetak Santri Beriwa Entrepreneur
    Saat ini, banyak Pondok pesantren (ponpes) yang mulai memasukkan pendidikan kewirausahaan dalam kurikulumnya. Dengan pendidikan entrepreneur, santri diajarkan untuk mandiri secara finansial dan tidak bergantung pada lapangan kerja yang sudah ada. Jiwa wirausaha ini diajarkan melalui pelatihan keterampilan seperti bisnis, manajemen usaha, hingga pengelolaan keuangan. Santri yang memiliki jiwa entrepreneur akan menjadi pribadi yang inovatif dalam mencari peluang usaha, sekaligus mampu menggerakkan perekonomian di lingkungan sekitarnya. Selain itu, pendidikan kewirausahaan juga menanamkan semangat kemandirian yang sangat diperlukan dalam menghadapi persaingan global.

    Membangun Kemandirian Generasi Penerus Bangsa
    Pondok pesantren (Ponpes) tidak hanya mendidik santri untuk mandiri secara ekonomi, tetapi juga dalam hal kepribadian dan pengelolaan diri. Kehidupan di pesantren yang cenderung sederhana dan disiplin mengajarkan santri untuk hidup mandiri, mampu mengatur waktu, bertanggung jawab atas dirinya sendiri, serta mampu beradaptasi dengan berbagai tantangan kehidupan. Pembentukan kemandirian ini sangat penting agar santri bisa menjadi individu yang siap menghadapi tantangan kehidupan, tidak mudah bergantung pada orang lain, serta mampu menjadi pemimpin di masa depan.

    Peran Pesantren dalam Mempersiapkan Generasi Masa Depan
    Dalam konteks pembangunan bangsa, peran pondok pesantren semakin relevan. Pesantren dapat berfungsi sebagai pusat pendidikan yang mempersiapkan generasi penerus yang tidak hanya berlandaskan pada nilai-nilai agama, tetapi juga memiliki kecakapan hidup yang mumpuni. Dengan perpaduan antara pengetahuan agama yang kuat, keterampilan inovatif, jiwa entrepreneur, dan semangat kemandirian, santri yang dididik di pesantren akan menjadi agen perubahan yang berkontribusi dalam membangun bangsa.

    Pondok pesantren (ponpes) memiliki peran strategis dalam mencetak generasi penerus bangsa yang BERIMTAK, kreatif, inovatif, entrepreneur, dan mandiri. Dengan mengembangkan silabus yang seimbang antara pendidikan agama dan keterampilan praktis, ponpes dapat melahirkan individu yang siap menghadapi tantangan global tanpa kehilangan identitas keagamaan dan budaya bangsa. Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang holistik mampu menciptakan generasi penerus yang tidak hanya berkompeten dalam ilmu pengetahuan, tetapi juga mampu memberikan solusi dan kontribusi nyata bagi kemajuan bangsa Indonesia.

  • Ini Harapan Pj. Gubernur Lampung pada Lomba Dai/Daiyyah LD PWNU Lampung

    Ini Harapan Pj. Gubernur Lampung pada Lomba Dai/Daiyyah LD PWNU Lampung

     

    Bandarlampung, MUI Lampung Digital

    Hari Santri merupakan momen penting bagi bangsa kita, khususnya umat Islam, karena mengingatkan kita akan peran besar Santri dalam sejarah perjuangan bangsa, baik dalam menegakan syariat Islam maupun mempertahankan pelestarian bangsa, hal tersebut dikatakan Pj. Gubernur Lampung Dr. Drs. Samsudin, SH , MH., M.Pd. dalam acara Pembukaan Lomba Da’i/Daiyyah Milenial Se-Provinsi Lampung, diselenggarakan oleh Lembaga Dakwah PWNU Provinsi Lampung di Aula Arafah Asrama Haji Rajabasa Bandarlampung pada Ahad (20/10/2024).

    Lebih lanjut Pj. Gubernur yang diwakili oleh Staf Ahli bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik Ganjar Jationo, S.E., M.AP. mengatakan “Da’i/Daiyyah harus dapat menyampaikan ajaran Islam yang Rahmatan Lil Alamin di tengah era digital yang penuh tantangan, dakwah saat ini harus semakin kreatif, inovatif dan mampu menyentuh hati setiap lapisan masyarakat, terutama generasi muda”, ujarnya. Pj. Gubernur berharap Lomba Da’i/Daiyyah Milenial ini dapat menghasilkan para Da’i dan Daiyyah muda yang cerdas dan berwawasan luas, dan memiliki kemampuan dakwah yang unggul, sehingga mampu menjadi agen perubahan yang membawa kebaikan di tengah-tengah masyarakat. Dalam akhir sambutannya Pj. Gubernur berharap “Lomba Da’i/Daiyyah Milenial Se-Provinsi Lampung Tahun 2024 ini juga menjadi ajang untuk memperkuat al-ukhuwah al-Islamiyyah demi menjaga kondusifitas provinsi Lampung”, pungkasnya.

    Tampak hadir pada acara Pembukaan Lomba Da’i/Daiyyah Milenial ini Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Lampung, Dr. KH. Puji Raharjo, S.S., S.Ag., M.Hum., yang juga sebagai Ka Kanwil Kementerian Agama Provinsi Lampung, Ketua MUI Provinsi Lampung, Kepala Biro Kesra Pemprov Lampung, Kepala Bidang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Islam Kanwil Kemenag Provinsi Lampung, Pimpinan PT. Bank Syariah Indonesia (BSI) Area Lampung, PT. Bank DKI Syariah Cabang Lampung, PT. Pegadaian, dan PT. Pegadaian Syariah Cabang Bandar Lampung, serta undangan lainnya.

    Dalam sambutannya, KH. Puji Raharjo menekankan bahwa kegiatan ini merupakan langkah penting dalam mencetak generasi muda yang berkompeten di bidang dakwah. Menurutnya, perlombaan ini tidak hanya menjadi ajang kompetisi, tetapi juga media bagi para da’i dan da’iyah muda untuk mengasah kemampuan retorika, wawasan keagamaan, serta memperkuat komitmen mereka dalam menyebarkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin. “Saya sangat mengapresiasi kerja keras Lembaga Dakwah PWNU Lampung yang telah berhasil menyelenggarakan acara ini”. KH. Puji mengatakan “Kegiatan seperti ini penting untuk melahirkan kader-kader muda yang tidak hanya cakap dalam berdakwah, tetapi juga memiliki pemahaman yang mendalam tentang ajaran Islam serta mampu menyampaikan dakwah dengan cara yang relevan bagi generasi milenial,” ujar KH. Puji Raharjo.

    Lebih lanjut Ketua PWNU jebolan pesantren ini mengutip ayat al-Qur’an Surat Al-An’am ayat 160, berbunyi : Man jā’a bil-ḥasanati fa lahū ‘asyru amṡālihā, wa man jā’a bis-sayyi’ati falā yujzā illā miṡlahā wa hum lā yuẓlamūn(a), yang artinya: “Siapa yang berbuat kebaikan, dia akan mendapat balasan sepuluh kali lipatnya. Siapa yang berbuat keburukan, dia tidak akan diberi balasan melainkan yang seimbang dengannya”. Oleh karenanya ia mengajak untuk terus berbuat kebaikan meskipun sekecil apapun, karena sesungguhnya kebaikan tersebut akan kembali untuk kita, ungkapnya

    Lomba Da’i/Daiyyah Milenial 2024 ini diikuti oleh peserta dari berbagai daerah di Lampung, dengan penilaian meliputi kemampuan penyampaian materi dakwah, ketepatan isi, serta kreativitas dalam menyampaikan pesan-pesan agama. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi agenda tahunan untuk terus mengembangkan potensi para da’i muda dalam mendukung misi dakwah di era digital.

    KH. Puji Raharjo berharap “ke depan, PWNU Lampung melalui Lembaga Dakwah bisa terus berinovasi dalam menciptakan program-program dakwah yang adaptif dan relevan, khususnya dalam menghadapi tantangan dakwah di era globalisasi”, pungkasnya. (Suryani).

  • IPNU IPPNU UIN RIL Harus Cakap Digital

    IPNU IPPNU UIN RIL Harus Cakap Digital

    Bandar Lampung, MUI Lampung Digital

    IPNU IPPNU UIN Raden Intan Lampung mengadakan masa kesetiaan anggota sebagai bentuk kaderisasi tingkat awal untuk berkhidmat di IPNU IPPNU khususnya di UIN Raden Intan Lampung, Salah satu materi yang di sampaikan adalah tentang kecakapan dalam media sosial. Sabtu (19/10/2024)

    Rekan Ade Erlangga mengatakan untuk mewujudkan generasi unggul dan berkompeten di era serba digital, Pelajar NU di perguruan tinggi harus memiliki kecakapan digital sebagai bekal dalam membangun digital platform yang berfungsi untuk menyebarkan banyak informasi penting dan menarik khususnya di kalangan mahasiswa.

    Hal ini disampaikan Rekan Ade Erlangga saat mengisi materi Teologi Media Sosial dalam acara Masa Kesetiaan Anggota PKPT IPNU IPPNU UIN Raden Intan Lampung di Ponpes Mutiara Miftahul Jannah Lampung Selatan, dengan mengambil tema “Peran Pelajar NU Dalam Rangka Memelihara Eksistensi Kultur Ahlussunah Wal Jamaah Di Era Transisi Revolusi
    Industri 5.0” yang diikuti oleh Mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung (UINRIL) dan Universitas Negeri Lampung (UNILA).

    “Ada dua hal yang perlu kita perhatikan, pertama kita hidup di era disrupsi, era yang tidak menentu. Sekarang kita sudah memasuki teknologi 5.0. Intinya, perbedaan antara revolusi digital 4.0 dengan 5.0, bagaimana kita bisa memanfaatkan teknologi untuk kemaslahatan ummat. Supaya mahasiswa kedepannya makin maju,” ujarnya.

    “Baik santri/santriwati maupun pelajar yang ada di perguruan tinggi memiliki kewajiban meng-upgrade keilmuannya sebagai modal utama dalam berkompetisi 5-10 tahun mendatang. Tentunya, keilmuan yang dimiliki harus dibagikan kembali ke lingkungan sekitar. Pesan saya, penguasaan digital platform itu penting sekali dan harus diaplikasikan. Dengan membangun digital platform melalui media sosial atau e-commerce, kaum milenial generasi Z akan jauh lebih berkarya dan berdaya. Dengan demikian juga akan berkontribusi dalam Pembangunan, “ucapnya. (Saibani)