Opini: Pesantren: Pilar Perjuangan Santri

Pesantren: Pilar Perjuangan Santri
Agus Mahfudin Setiawan
Dosen Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Intan Lampung
Peringatan Hari Santri Nasional pada tanggal 22 Oktober setiap tahunnya selalu menjadi momen penting bagi umat Islam di Indonesia. Tahun ini, tema yang diusung, “Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan,” menggambarkan perjuangan berkelanjutan para santri dalam menghadapi tantangan zaman. Santri diidentifikasi sebagai simbol keberanian, pengorbanan, dan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh para ulama terdahulu. Salah satu sosok yang patut diapresiasi dalam konteks ini adalah KH. Gholib, seorang ulama dari Pringsewu, Lampung, yang berperan besar dalam pengembangan dakwah dan pendidikan Islam pada awal abad ke-20.
- Gholib memainkan peran penting tidak hanya sebagai pemimpin spiritual tetapi juga sebagai pendidik yang berhasil mendirikan Pondok Pesantren di Pringsewu. Melalui karya dan perjuangannya, KH. Gholib memberikan kontribusi besar dalam pengembangan pendidikan Islam dan menjaga semangat juang masyarakat Lampung dalam melawan penjajahan. tulisan ini akan mengeksplorasi peran KH. Gholib dalam dakwah dan pendidikan Islam, serta relevansinya dengan semangat perjuangan yang diperingati dalam Hari Santri Nasional.
Peran KH. Gholib dalam Dakwah Islam
- Gholib lahir dan tumbuh dalam lingkungan yang kental dengan nilai-nilai keislaman. Pada tahun 1930-an, ia memulai dakwah di wilayah Pringsewu dengan semangat yang luar biasa. Dalam usahanya untuk menyebarkan ajaran Islam, KH. Gholib mendirikan Madrasah Salafiyah pada tahun 1932. Melalui lembaga ini, ia memberikan akses pendidikan agama Islam kepada masyarakat Pringsewu, yang pada saat itu masih terpinggirkan oleh kebijakan kolonial Belanda. Dalam mengembangkan madrasahnya, KH. Gholib menekankan pada pentingnya pengajaran agama yang terstruktur dan disiplin. Metode pengajaran yang digunakan di madrasahnya adalah hafalan dan muraja’ah, yang terbukti sangat efektif dalam melahirkan para santri yang cakap dalam ilmu agama (Setiawan dan Khoirudin 2024).
Selain mendirikan madrasah, KH. Gholib juga aktif dalam mengadakan pengajian-pengajian di desa-desa sekitar Pringsewu. Dakwahnya tidak hanya terbatas pada ceramah agama, tetapi juga mengajarkan masyarakat tentang pentingnya menjaga persatuan dan melawan segala bentuk penindasan, termasuk penjajahan. KH. Gholib memanfaatkan pengaruhnya sebagai ulama untuk membangkitkan semangat juang masyarakat Pringsewu dalam menghadapi penjajahan Belanda dan Jepang.
Pendidikan Islam sebagai Alat Perlawanan
Pondok pesantren di Indonesia tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan agama, tetapi juga sebagai pusat perlawanan terhadap penjajahan. KH. Gholib adalah salah satu tokoh lokal Lampung yang menggunakan pesantren sebagai basis perlawanan. Melalui semangat jihad fi sabilillah, KH. Gholib menginspirasi para santri dan masyarakat untuk bangkit melawan penjajah. Pada masa Agresi Militer Belanda II, KH. Gholib merencanakan strategi perlawanan bersama dengan tokoh-tokoh lokal lainnya. Ia turut serta dalam pembentukan gerilya melawan pasukan Belanda yang terus berusaha menguasai wilayah Pringsewu (DHD,1994).
Selain itu, KH. Gholib juga terlibat dalam pengorganisasian laskar laskar Hisbullah dan pasukan sabillah yang berjuang melawan penjajah. Salah satu momen penting adalah keterlibatannya dalam pertempuran yang berlangsung dari 8 agustus 1947 – 20 Oktober 1948. Pertempuran ini menjadi salah satu titik penting dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Lampung. Keberanian dan keteguhan KH. Gholib dalam melawan penjajah menjadi inspirasi bagi generasi muda santri di wilayah Lampung untuk terus menjaga semangat juang dalam menjaga agama dan tanah air (baca juga opini Lampung Post 21/8/24).
Pesantren sebagai Khodimul Ummah
Keberhasilan KH. Gholib dalam mendirikan madrasah ini didukung oleh usaha ekonomi yang ia rintis, seperti usaha penggilingan padi dan usaha transportasi, yang juga menjadi sumber pemberdayaan masyarakat sekitar (De Sumatra post 01-06-1939). Di masa sekarang, pondok pesantren telah berkembang menjadi lebih dari sekadar lembaga pendidikan agama. Pesantren kini berperan sebagai pelayan sosial bagi umat atau khodimul ummah. Hal ini tercermin dalam berbagai kegiatan pesantren yang mencakup pemberdayaan ekonomi, penguatan kerukunan antarumat, peningkatan peran perempuan, serta pelayanan sosial lainnya. Sebagai contoh, pesantren sering kali menjadi pusat kegiatan ekonomi berbasis komunitas, seperti koperasi dan usaha mikro. Selain itu, pesantren juga aktif dalam program-program pemberdayaan perempuan, di mana para santri perempuan didorong untuk berperan aktif dalam kehidupan sosial dan ekonomi.
Peran pesantren sebagai khodimul ummah juga terlihat dalam upaya pesantren menjaga kerukunan dan kedamaian antarumat beragama. Pesantren kerap kali menjadi jembatan dialog antara kelompok-kelompok agama yang berbeda, sehingga peran ini menjadi sangat penting di tengah meningkatnya ketegangan sosial di masyarakat modern. Selain itu, pesantren juga turut aktif dalam membantu masyarakat yang terkena bencana, seperti menjadi tempat pengungsian sementara atau mengumpulkan bantuan untuk korban bencana.
Hari Santri Nasional yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober merupakan momen untuk merefleksikan peran besar para santri dalam sejarah bangsa Indonesia. Tema “Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan” mengingatkan kita akan pentingnya melanjutkan semangat juang yang telah diwariskan oleh para pendahulu, seperti KH. Gholib di Pringsewu. Melalui peran dakwah dan pendidikan Islam, KH. Gholib telah memberikan kontribusi besar dalam membangun masyarakat yang beriman dan berdaya. Perjuangan beliau, bersama para santri di masa lalu, telah menjadi fondasi kuat untuk mewujudkan masa depan yang lebih sejahtera dan penuh keberkahan. Pesantren, sebagai lembaga pendidikan dan pelayan sosial umat, terus bertransformasi dan berperan dalam pembangunan masyarakat, baik dalam aspek spiritual maupun sosial. Peringatan Hari Santri tahun ini bukan hanya sebuah perayaan, tetapi juga sebuah ajakan untuk terus melanjutkan perjuangan menuju masa depan yang lebih baik, dengan semangat, keberanian, dan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh para ulama dan santri terdahulu.