Category: Opini

  • Lebih Dekat dengan Prof Mukri: Calon Kuat Ketua NU Lampung “OPINI”

    Lebih Dekat dengan Prof Mukri; Calon Kuat Ketua NU Lampung

    (Oleh Dr. Alamsyah, M.Ag Pengurus Wilayah NU Lampung)

    Mulai hari ini 8 Maret 2018 akan dihelat hajat besar warga NU Lampung yaitu Konferensi Wilayah Nahdlatul Ulama ke 10 (Konferwil X) bertempat di Pondok Pesantren Darussa’adah Lampung Tengah. Biasanya kegiatan paling puncak sekaligus paling ditunggu dalam acara ini adalah pemilihan Ketua Tanfidz dan Rois Syuriyah yang akan memimpin NU Lampung lima tahun ke depan.

    Di antara calon ketua tanfidz paling menonjol dan sering viral adalah Mohammad Mukri. Siapakah beliau ini ?.

    Pendidikan dan Kiprah di NU

    Pria yang dilahirkan di Metro 59 tahun yang lalu ini bukan orang baru di NU. Beliau pernah pernah mondok di pesantren dan berguru dengan para kyai besar NU, seperti di pesantren Langitan ngaji dengan kyai khos KH Abdullah Abbas, dan menggali ilmu di pesantren Krapyak Yogyakarta dengan alm. KH Ali Ma’shum. Saat kuliah S1 di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta beliau aktif di PMII dan berdiskusi dengan para tokoh nasional dari berbagai kalangan. S2  diselesaikan di IAIN Imam Bonjol Padang dan S3 kembali diselesaikan di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Maka tidak mengherankan beliau pernah dipercaya menjadi pengurus PMII, ketua Anshor Lampung dan salah seorang Mustasyar PWNU Lampung.

    Birokrasi an Tokoh Organisasi

    Seabrek pengalaman jabatan pernah diemban Prof Mukri, baik di birokrasi pemerintahan maupun sebagai aktivis organisasi sosial keagamaan. Rektor yang murah senyum ini pernah menjadi wakil dekan dan wakil rektor, rektor UIN Lampung dua periode sampai tahun 2021, dan ketua forum rektor se Indonesia. Dalam rangka pengabdian kepada masyarakat, beliau pernah menjadi ketua Anshor dan Mustasyar  NU Lampung, Dewan Pendidikan Provinsi, dan sampai saat ini masih menjabat Ketua Persatuan Anak Transmigrasi Provinsi Lampung.

    Sarat pengalaman di birokrasi dan organisasi kemasyarakatan inilah yang mengantarkan beliau terus menorehkan prestasi kemajuan dalam membangun dan mengembangkan UIN Raden Intan Lampung.

    Sarat Prestasi

    Prestasi sangat monumental beliau adalah saat mampu mengkoordinir transformasi enam IAIN di Indonesia (Padang, Jambi, Banjarmasin, Mataram, Banten, dan Lampung) sampai menjadi UIN yang prosesnya sangat berliku panjang. Keberhasilan ini diikuti lagi dengan terpilihnya UIN RIL untuk memperoleh dana hibah IDB, atau Bank Pembangunan Islam yang berpusat di Jeddah, sebesar US$ 5 ,000,000.- (lima juta dolar Amerika Serikat) yang setara dengan 650 milyar, dalam rangka pengembangan SDM dan sarana prasarana kampus.

    Rektor yang pernah berpidato di istana presiden ini dalam rangka Maulid Nabi Muhammad saw tahun 2012, juga sukses merubah image IAIN dari kampus yang tidak dianggap apa-apa menjadi sangat diperhitungkan (from nothing to something), baik kedisiplinan, keuangan, prestasi, sehingga selalu menjadi 6 (enam) besar kampus UIN di Indonesia yang sangat pavorit dan paling diminati oleh calon mahasiswa baru setiap penerimaan. Maka tidak aneh jika mahasiswa UIN RIL saat ini berjumlah 25 ribuan yang berasal dari berbagai daerah, dalam dan luar negeri.

    Kampus UIN Raden Intan Lampung pun menerima berbagai penghargaan, seperti menjadi kampus terbersih se Indonesia dan mampu membayar tenaga kerja di atas rata-rata upah minimum provinsi.

    Kampus yang sarat prestasi dengan jumlah mahasiswa ribuan ini hanya kuat jika dilandasi fondasi ketuhanan sesuai karakter UIN sebagai kampus berbasis Islam. Atas dasar itu maka Prof Mukri menginisiasi dan memimpin langsung pembangunan masjid yang spektakuler, indah dan sejuk. Masjid yang dicanangkan menjadi pusat kegiatan kampus dan wisata religi ini dibangun dengan angggaran sekitar 45 milyar rupiah. Alhamdulillah, kata beliau, berbagai kalangan terus mengulurkan tangan untuk membangun masjid kampus terbesar di Indonesia ini, mulai dari birokrasi seperti gubernur, bupati, walikota, pengusaha, Bank Indonesia, dll. Pembangunan masjid yang sudah sampai tahap penyelesaian 90 % ini pun tentu didukung kalangan internal kampus UIN RIL yang kompak menyumbangkan sebagian gaji bulanannya atau honor yang diterima untuk diinfakkan guna pembangunan masjid tersebut.

    Membangun NU

    Dalam percaturan nasional, dunia global dan era milenal, yang memasuki zaman Revolusi Industri tahap 4, maka NU menghadapi tantangan makin berat, baik ekonomi, politik dan sosial kemasyarakatan, maupun kemajuan teknologi informasi. Jika tidak disikapi dengan cepat, arif dan progresif, maka NU akan tertinggal di belakang. Berbekal banyak pengalaman di atas, maka Prof Mukri ingin terlibat langsung dalam memajukan NU sebagai jam’iyah dan jamaah warganya. Kemajuan NU menurutnya akan berefek pada kemajuan bangsa, dalam kesejahteraan ekonomi dan sosial keagamaan, menjaga integritas kebangsaan, keutuhan NKRI yang berbhineka dengan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Nilai-nilai kebangsaan NU yang kental dan terbukti mampu menebar persaudaraan dan sikap moderat inilah, menurut beliau, yang harus dipromosikan ke jagad dunia global yang saat ini membutuhkan kedamaian.

  • Sewindu Tanpa Guru Bangsa

    Sewindu Tanpa Guru Bangsa

    Oleh :

    Akhmad Syarief Kurniawan

    (Wakil Ketua PC Ansor Kabupaten Lampung Tengah)

    Sosok KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sangat dirindukan oleh semua kalangan lapisan masyarakat, tidak hanya keluarga besar Nahdlatul Ulama (nahdliyyin) saja, bahkan komunitas non muslim pun sangat merindukan sosok Gus Dur.

    Bangsa Indonesia khususnya bahkan dunia pada umumnya kehilangan sosok Gus Dur, tak terasa tahun ini telah memasuki Sewindu (delapan) tahun, sang Guru Bangsa itu meninggalkan kita.

    Bagi Eman Hermawan, salah satu aktivis muda Nahdlatul Ulama sekaligus anggota dewan pendiri LKiS (Lembaga Kajian Islam dan Sosial) Yogyakarta, ada sembilan alasan mengapa kiai-kiai tetap bersama Gus Dur, (2007 : 9 – 41). Pertama, Gus Dur adalah titisan kiai besar dan penguasa Jawa. Ayahnya KH Ahmad Wahid Hasyim adalah putra KH Muhammad Hasyim Asy’ari, pendiri pondok pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur dan pendiri Nahdlatul Ulama. Ibunya Ny Solichah, adalah putri KH Bisri Syansuri, seorang pendiri Nahdlatul Ulama bersama KH Muhammad Hasyim Asy’ari.

    Garis keturunan kakek dan nenek Gus Dur, KH Muhammad Hasyim Asy’ari dan istrinya  Ny Nafiqoh bertemu pada Lembu Peteng (Brawijaya V), yaitu dari pihak ayah melalui Joko Tingkir (Sultan Pajang, 1569 – 1587), dan dari pihak ibu melalui Ki Ageng Tarub. Darah kiai dan penguasa besar benar-benar mengalir dalam sosok Gus Dur.

    Kedua, Gus Dur adalah pewaris ideologi pendiri Nahdlatul Ulama dan pendiri Republik. Suatu garis keturunan yang tidak dimiliki oleh tokoh Indonesia manapun. Kakeknya, KH Muhammad Hasyim Asy’ari adalah kiai utama pendiri Nahdlatul Ulama. Sedangkan, ayahnya KH Ahmad Wahid Hasyim adalah tokoh pendiri Republik Indonesia (founding father).

    Bagi KH Ahmad Wahid Hasyim, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 adalah sah secara fiqih dan karenanya sudah final. Tidak perlu lagi dipertentangkan antara Islam dan Pancasila, asas Islam dan asas Pancasila.

    KH Ahmad Wahid Hasyim adalah tokoh yang berperan besar dalam mencari solusi kepentingan nasional ketika tujuh kata dalam Piagam Jakarta menjadi sumber persoalan antara kalangan Islam dan masyarakat luas. KH Ahmad Wahid Hasyim-lah yang akhirnya bisa menemukan jalan keluar sehingga kebuntuan bisa diakhiri.

    Ketiga, Gus Dur adalah juru bicara kosmopolitanisme tradisi pesantren. Pada masa lima belas tahun pertama Orde Baru (Orba), dunia kiai, pesantren dan Nahdlatul Ulama mengalami krisis luar biasa. Secara politik dipinggirkan. Secara ekonomi dibuat miskin karena pembangunan Orde Baru (Orba) berorientasi kepada percepatan industrialisasi, sehingga mayoritas warga Nahdlatul Ulama yang hidup dipedesaan sebagai petani dan pedagang kecil menjadi korban pembangunan, dalam perbincangan dikalangan intelektual juga diremehkan.

    Sejak pertengahan 1970-an sampai awal 1990-an, Gus Dur muda menulis diberbagai media dan berbicara diberbagai seminar tentang kosmopolitanisme dunia kiai dan pandangan hidup pesantren.  Seri tulisannya tentang kiai-kiai pesantren di majalah Tempo sepanjang tahun 1970-an dan 1980-an menolak anggapan kaum intelektual modern pada umumnya yang menilai kiai sebagai pihak yang identik dengan kemunduran, irasionalitas, dan kejumudan.

    Gus Dur juga menulis berbagai hal tentang Nahdlatul Ulama dan tradisi berfikir serba fiqih yang menjadi ciri khas kiai sehingga pada akhirnya dunia mengakui bahwa Nahdalatul Ulama dan kiai sesungguhnya  merupakan kekuatan sangat penting dalam setiap perubahan masyarakat di Indonesia.

    Keempat, Pemimpin besar yang diakui dunia. Gus Dur merupakan satu-satunya pemimpin Nahdlatul Ulama yang diakui dunia, baik wawasan keilmuannya, kepeduliannya kepada masalah demokrasi dan toleransi, serta besarnya pengaruh politik yang dimilikinya.

    Pada 31 Agustus 1993, Gus Dur misalnya, menerima nobel penghargaan Ramon  sebuah “Nobel Asia” dari Pemerintah Filipina. Penghargaan ini diberikan karena Gus Dur dinilai berhasil membangun landasan yang kokoh bagi toleransi umat beragama, pembangunan ekonomi yang adil, dan tegaknya demokrasi di Indonesia.

    Pada akhir 1994, Gus Dur juga dipilih sebagai salah seorang Presiden WCRP (World Council for Relegion dan Peace) atau dewan dunia untuk agama dan perdamaian. Gus Dur menjadi pemimpin besar dan diakui dunia karena pemikirannya  dan gerakan sosial yang dibangunnya mempunyai dampak yang luas terhadap demokrasi, keadilan dan toleransi keagamaan di Indonesia.

    Kelima, Gus Dur adalah pembela orang tertindas dan teraniaya. Gus Dur dikenal sebagai  orang yang peduli dan selalu membela mereka yang tertindas (mustadl’afin) dan teraniaya (madzlumin). Karena itu, ia sangat dekat dengan berbagai golongan dan kelompok masyarakat dari berbagai agama, budaya, suku dan profesi.

    Keenam, Gus Dur adalah pemimpin sufi, penebar silaturahim dan penjaga harmoni. Seperti dikatakan Abdul Karim ibn Hawazin al Qusyairi dalam kitabnya ar Risalah atau dikenal ar Risalah al Qusyairiyah, seorang sufi adalah mereka yang melihat alasan-alasan untuk memaafkan perbuatan-perbuatan yang tak baik.

    Dalam banyak kasus, Gus Dur juga seorang sufi. Ia seorang pemaaf, meski kepada musuh yang sangat jahat sekalipun. Gus Dur sering dicaci, misalnya dituduh zionis, murtad karena membela  non muslim.

    Ketujuh, Gus Dur adalah pemimpin yang tegas dan berani. Gus Dur diakui sebagai pemimpin yang tegas dan berani. Ia berani melawan otoritarianisme Presiden Soeharto, disaat para tokoh nasional berusaha terus mendukung dan mendekatinya. Salah satu contohnya adalah, Gus Dur sendirian menghadapi Soeharto justru ketika para intelektual muslim (Ikatan Cendekiwan Muslim Indonesia) berbaris dibelakang Soeharto.

    Kedelapan, Gus Dur pembela Islam yang fanatik. Ketika sejumlah cendekiawan menyatakan bahwa kiai adalah kelompok yang paling lambat dan sukar untuk berubah melalui penelitiannya, Gus Dur membalikkan sebaliknya.

    Bagi Gus Dur, justru para kiai-lah yang memprakrasai perubahan pola pikir, sikap mental, aspirasi, pandangan hidup, dan perubahan pola tingkah laku dipedesaan. Gus Dur mengajarkan kepada kita bagaimana cara membela Islam dengan cara-cara yang mulia dan bermartabat.

    Kesembilan, Gus Dur penerus tradisi ulama madzhab. Ulama madzhab terdahulu mewariskan kepada kita yang sangat lengkap dengan menulis berbagai kitab kuning yang dipelajari dipesantren-pesantren.

    Gus Dur merupakan penerus tradisi ulama madzhab itu dalam hal pemikirannya dan kemampuannya untuk menuangkan gagasannya dalam sebuah tulisan. Kemampuan bicaranya sama baiknya dengan kedalaman tulisannya. Guru Bangsa itu telah mewariskan puluhan buku, ratusan artikel dan makalah.

    Guru Bangsa itu adalah satu-satunya orang pesantren yang jadi Presiden. Keunikan dan kelebihan Gus Dur, sehingga beliau dipercaya oleh rakyat Indonesia untuk menduduki RI-1 adalah karena beliau mampu memadukan nilai-nilai kepesantrenan, kebangsaan dan kemanusiaan, bukan hanya dalam dirinya melainkan juga dalam peran – peran kenegarawanannya.

    Gus Dur adalah Bapak pluralisme dan multikulturisme, kata SBY. Gus Dur menyadarkan sekaligus melembagakan penghormatan kepada kemajemukan ide dan identitas yang bersumber dari perbedaan agama, kepercayaan, etnik, dan kedaerahan.

    Tidak berlebihan jika Ahmad Syafi’i Ma’arif mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah memberikan testimoni dalam novel “Sejuta Hati untuk Gus Dur, sebuah Novel dan Memorial” karya Damien Dematra, (Januari:2010),  Abdurrahman Wahid telah berangkat menghadap penciptanya untuk waktu tak terbatas. Bangsa ini telah kehilangan pahlawan humanis yang tidak mudah mencari penggantinya. Kenangan manis terhadap sahabat kita ini akan terus hidup dalam lipatan kurun yang panjang.

    Kami semua rindu padamu Gus, engkau mengajarkan kami tentang demokrasi, civil society, humanisme, keadilan sosial, pribumisasi Islam, relasi agama dan negara.  Engkau guru peradaban bangsa yang mengajarkan berjuang membangun demokrasi di Indonesia tanpa boleh ada diskriminasi dan etnis tertentu terhadap etnis lain atau dari penganut agama tertentu terhadap agama lain. Wallahua’alam. Tabik.

  • Manakib Gus Dur, Mengenang Sewindu Haul

    Manakib Gus Dur, Mengenang Sewindu Haul

    Oleh : Muhammad Candra Syahputra

    (Kader Muda NU)

     

    Sewindu sudah sang guru bangsa itu pulang, sosoknya yang sederhana menjadikan dirinya sangat disegani, baik dari kalangan NU, ormas Islam yang lain maupun lintas agama. Untuk mengenang beliau, ku persembahkan manakib ini.

    Riwayat Kelahiran dan Keluarga

    Nama  kecil  Gus Dur adalah Abdurrahman Ad-Dakhil yang berarti “Sang Penakluk”. Sebuah nama yang diambil oleh ayahnya dari nama seorang perintis Dinasti Umayyah di Spanyol. Banyak sumber yang menyebutkan Gus Dur lahir pada 4 Agustus 1940. Tetapi dalam buku Aboe Bakar Atjeh menyebutkan tanggal 4 Juli 1939. Hampir bersamaan dengan itu, Nyai Nafiqah, Istri Kiai Hasyim Asy’ari, meninggal dunia di Tebuireng.

    Dari garis bapak, dia adalah putra KH. A. Wahid Hasyim, ulama perintis kemerdekaan, pahlawan nasional, dan Menteri Agama Republik Indonesia. Kiai Wahid adalah putra Hadratussyekh KH. M. Hasyim Asy’ari, pahlawan nasional pendiri Pesantren Tebuireng dan Nahdlatul Ulama (NU). Sedangkan dari garis ibu, Gus Dur adalah putra Ny. Hj. Sholichah Bisri. Nyai Sholichah adalah putri KH. Bisri Syansuri, ulama ahli fiqh, Rais ‘Aam PBNU, dan pendiri Pesantren Denanyar Jombang. Gus Dur juga masih memiliki hubungan darah (cucu) dengan Rais ‘Aam PBNU lainnya, KH. Abdul Wahab Hasbullah. Dengan demikian, Gus Dur merupakan cucu dari tiga ulama NU sekaligus; Kiai Hasyim Asy’ari, Kiai Bisri Syansuri, dan Kiai Wahab Hasbullah.

    Dari pernikahannya dengan Sinta Nuriyah, mereka dikaruniai empat orang anak, yaitu Alissa Qotrunnada Munawaroh, Zannuba Arifah Chafsoh, Annita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari.

    Riwayat Pendidikan

    Sejak kecil Gus Dur tinggal di Pesantren Tebuireng karena sang ayah, Kiai Wahid Hasyim, adalah pengajar dan wakil pengasuh Pesantren Tebuireng. Sejak kecil Gus Dur di didik langsung oleh kakeknya, KH. Hasyim Asy’ari. Dia diajari mengaji dan pada usia lima tahun sudah lancar membaca Al-Qur’an.

    Ketika ayahnya, Kiai Wahid Hasyim, terpilih menjadi Ketua Umum partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) pada tahun 1944, Gus Dur pindah ke Jakarta. Dia kembali ke Jombang pada tahun 1945 dan tetap berada di sana selama perang kemerdekaan melawan Belanda. Empat tahun kemudian, tepatnya pada akhir perang tahun 1949, Gus Dur pindah lagi ke Jakarta karena ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama Pertama Republik Indonesia, selama berada di Jakarta, Gus Dur belajar di SD Kris, tak lama kemudian Gus Dur pindah ke SD Matraman Perwari. Gus Dur juga diajari membaca buku-buku non-muslim, majalah, dan koran oleh ayahnya untuk memperluas pengetahuan. Karya-karya yang dibaca tidak hanya cerita-cerita, utamanya cerita silat dan fiksi, akan tetapi juga wacana tentang filsafat dan dokumen-dokumen manca negara. Sejak usia 14 tahun, Gus Dur sudah berkaca mata. Ini menunjukkan bahwa beliau sangat suka membaca. Buku yang beliau baca cukup beragam, mulai buku ilmiah sampai buku fiksi, baik berbahasa Indonesia maupun Arab dan Inggris.

    Tahun 1953, Gus Dur meneruskan belajarnya ke Yogyakarta dan masuk SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) Gowongan, sambil mondok di Pesantren Krapyak asuhan KH. Ali Maksum. SMEP adalah sekolah yang dikelola oleh Gereja Katolik Roma, akan terapi menggunakan kurikulum sekuler, di sekolah ini Gus Dur pertama kali belajar Bahasa Inggris. Tak lama tinggal di pesantren Krapyak, Gus Dur pindah ke rumah Haji Junaidi, seorang pimpinan lokal Muhammadiyah dan orang berpengaruh di SMEP.

    Setelah tamat dari SMEP, tahun 1957 Gus Dur pindah ke Magelang untuk nyantri di Pesantren Tegalrejo asuhan KH. Chudlori, Gus Dur hanya butuh waktu dua tahun untuk menyelesaikan pendidikannya di sana, padahal santri lain harus menghabiskan waktu empat tahun. Setelah mendapat restu dari Kiai Chudlori, Gus Dur kembali ke tanah kelahirannya di Jombang, kali ini ia memilih pesantren Tambakberas untuk mencari ilmu. Kemampuannya terlihat lebih menonjol disbanding santri yang lain. Maka, di samping sebagai pelajar, Gus Dur juga mendapat amanat mengajar dantri junior dan juga sebagai kepala keamanan pondok. Di pesantren yang diasuh pamannya sendiri, yaitu KH. Abdul Fattah.

    Di samping membaca, beliau juga hobi bermain bola, catur, dan musik. Bahkan, Gus Dur pernah diminta menjadi komentator sepak bola di televisi. Kegemaran lainnya yang ikut juga melengkapi hobinya adalah menonton bioskop. Kegemarannya ini menimbulkan apresiasi yang mendalam dalam dunia film. Inilah sebabnya Gus Dur pada tahun 1986-1987 diangkat sebagai juri Festival Film Indonesia.

    Masa remaja Gus Dur sebagian besar dihabiskan di Yogyakarta dan Tegalrejo. Di dua tempat inilah pengembangan ilmu pengetahuan mulai meningkat. Masa berikutnya, Gus Dur tinggal di Jombang, di pesantren Tambak Beras, sampai kemudian melanjutkan studinya di Mesir. Kementrian Agama Republik Indonesia memberikan beasiswa kepada Gus Dur untuk melanjutkan studinya ke Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir. Kesempatan langka ini langsung diteruma oleh Gus Dur. Pada November 1963, Gus Dur berangkat pergi ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji dan diteruskan ke Mesir, saat itu Gus Dur berusia 22 tahun.

    Tak puas mengarungi ilmu di Mesir, tahun 1966 Gus Dur melanjutkan rihlah ilmiahnya ke Irak. Di Irak, Gus Dur masuk memilih jurusan sastra Arab di Yniversitas Baghdad sampai tahun 1970, setelah berhasil meraih gelar Lc setingkat S1 di Indonesia, setelah menyelesaikan pendidikannya di Universitas Baghdad, tahun 1970 Gus Dur melanjutkan pendidikannya ke negara-negara Eropa. Negara pertama yang ia singgahi adalah Belanda, ia ingin belajar di Universitas Leiden, tetapi kecewa karena ijasahnya dari Universitas Baghdad kurang diakui. Di Belanda, Gus Dur menetap selama enam bulan. Ia sempat mendirikan Perkumpulan Pelajar Muslim Indonesia dan Malaysia yang tinggal di Eropa. Setelah dari Belanda, Gus Dur meneruskan pendidikannya ke Prancis.

    Sepulang dari pengembaraannya mencari ilmu, Gus Dur kembali ke Jombang dan memilih menjadi guru. Pada tahun 1971, beliau bergabung di Fakultas Ushuluddin di Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang. Tiga tahun kemudian, beliau menjadi sekretaris pesantren Tebuireang, dan pada tahun yang sama, Gus Dur menjadi penulis. Beliau kembali menekuni bakatnya sebagai penulis dan kolumnis. Lewat tulisan-tulisan tersebut, gagasan pemikiran Gus Dur mulai mendapat perhatian banyak.

    Pada tahun 1974, Gus Dur diminta pamannya, KH. Yusuf Hasyim untuk membantu di pesantren Tebuireng. Dari sini Gus Dur mulai sering mendapatkan undangan dari narasumber pada sejumlah forum diskusi keagamaan dan kepesantrenan, baik di dalam maupun luar negeri. Selanjutnya, Gus Dur terlibat dalam kegiatan LSM. Pertama, di LP3ES Dawam Rahardjo, Aswab Mahasin, dan Adi Sasono dalam proyek pengembangan pesantren, kemudian Gus Dur mendirikan P3M yang dimotori oleh LP3ES.

    Pada tahun 1979, Gus Dur pindah ke Jakarta. Mula-mula beliau merintis pesantren Ciganjur. Sementara, pada awal 1980, Gus Dur dipercaya sebagai wakil katib syuriyah PBNU. Di sini Gus Dur terlibat dalam diskusi dan perdebatan yang serius mengenai masalah agama, sosial, dan politik dengan berbagai kalangan lintas agama, suku, dan disiplin.Gus Dur semakin serius menulis dan bergelut dengan dunianya, baik di lapangan kebudayaan, politik, maupun pemikiran keislaman. Karier yang dianggap “menyimpang” dalam kapasitasnya sebagai seorang tokoh agama sekaligus pengurus PBNU dan mengundang cibiran adalah ketika menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahun 1983. Beliau juga menjadi ketua juri dalam Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1986 dan 1987.

    Pada tahun 1984, Gus Dur dipilih secara aklamasi oleh sebuah ahl hall wa al-‘aqdi yang diketuai KH. As’ad Syamsul Arifin untuk menduduki jabatan ketua umum PBNU pada muktamar ke-27 di Situbondo. Jabatan tersebut kembali dikukuhkan pada muktamar ke-28 di pesantren Krapyak, Yogyakarta tahun 1989 dan muktamar di Cipasung, Jawa Barat tahun 1994. Jabatan ketua umum PBNU kemudian dilepas ketika Gus Dur menjabat Presiden RI ke-4. Selama menjadi Presiden, tidak sedikit pemikiran Gus Dur yang kontroversial. Pendapatnya sering berbeda dari banyak orang. Gus Dur meninggal pada hari Rabu, 30 Desember 2009 akibat kompilasi penyakit diabetes dan ginjal yang dideritanya.

    Karya-karya Abdurrahman Wahid

    Gus Dur adalah sosok cendekiawan yang banyak membuat tulisan-tulisan. Abuddin Nata menyatakan ada beberapa karya ilmiah yang ditulis Gus Dur berkaitan dengan gagasannya terhadap berbagai bidang maupun yang rangkum penulis lain. Karya-karya ilmiah tersebut antara lain :

    Bunga rampai pesantren, Muslim di Tengah Pergumulan, Kiai Nyentrik membela Pemerintah,, Tuhan Tak Perlu Dibela, Prisma Pemikiran Abdurrahman Wahid, Mengurai hubungan agama dan Negara. Islamku, Islam anda, Islam kita, Islam Kosmopolitan.

    Selain itu, terdapat pula beberapa buku yang membahas tentang pemikiran dan gagasan Gus Dur, yaitu buku yang berjudul Kiai mengugat Gus Dur Menjawab, Sebuah Pergumulan Wacana dan Transformasi, Tabayun Gus Dur, Islam, Negara dan Demokrasi:Himpunan Percikan Perenungan Gus Dur, Gus Dur Menjawab Tantangan Perubahan, Membangun Demokrasi, serta melawan Lelucon.

    Sumber :

    Ahmad Mubarok Yasin. 2010. Gus Dur Di Mata Keluarga dan Sahabat. Jombang: Pustaka Tebuireng.

    Faisol. 2010. Gus Dur dan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Arruz Media.

    Abudin Nata. 2005. Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

  • Santri, Toleransi dan Demokrasi

    Dr. Alamsyah, M.Ag

    Dekan Fak. Syariah UIN Raden Intan Lampung

    Ada fenomena menarik dalam memperingati hari santri saat ini, yaitu kemampuan kaum santri menjadi salah satu garda terdepan dalam mengawal dan menggerakkan langkah maju bangsa ini. Kaum “sarungan” yang umumnya berbasis pesantren tradisional di lingkungan massa ala nahdliyin ini, terutama generasi mudanya, sangat aktif dalam wacana dan gerakan demokratisasi, penegakkan hak asasi manusia, dan pemberdayaan masyarakat.

    Dalam beberapa situasi genting, seperti reformasi 1998 dan kisruh menjelang Pilkada DKI yang lalu, justru kaum santri yang muncul sebagai pihak yang aktif meredam gejolak sosial politik yang sudah mengkhawatirkan dan di ambang perpecahan. Demikian juga di tengah maraknya aksi kekerasan, ujaran kebencian, pemaksaan pendapat dan intoleransi, maka kaum santri pula yang paling nyaring dalam menentangnya. Ketika arus demokratisasi dan tuntutan kebebasan bermunculan, maka  muslim santri ini yang menjadi elemen anak bangsa terdepan dalam merespon, manyambut dan memperjuangkannya.

    Sementara kelompok-kelompok lain masih berkutat dalam pencarian dan perdebatan tentang dasar dan bentuk negara, maka kaum santri yang nasionalis sudah sepakat menjadikan Pancasila dan NKRI sebagai dasar negara dan bentuk negara. Kesepakatan ini tidak bisa diganggu gugat lagi karena mereka yakin Pancasila dan NKRI lah sebagai dasar dan bentuk negara yang dapat menyatukan bangsa yang sangat beragam ini. Di mata kaum santri, mencintai serta mempertahankan NKRI bukan hanya persoalan politik duniawi tetapi juga bagian dari wujud keimanan. Oleh karena itu tidak aneh jika kaum santri sangat anti kolonialisme dan dan sangat loyal pada NKRI.

    Demikian pula saat yang lain gagap dan kaget dengan issu-issu kemoderenan, maka kaum santri sudah terbiasa dengan wacana dan gerakan pemberdayaan  perempuan dan kaum marjinal, pendidikan seks dan kesehatan reproduksi, kesetaraan gender, egaliterianisme, penguatan civil society, hak asasi, kearifan lokal, toleransi antar umat beragama, penerimaan kebinekaan dan negara kebangsaan berdasarkan Pancasila.

    Santri dan Kitab Kuning

    Pertanyaannya mengapa kaum santri yang secara kultural dianggap tidak moderen ini, tradisi sarungan contohnya, mampu menjadi salah satu penentu perjalanan bangsa. Kenapa kaum santri tidak gagap dan kaget dengan ide-ide modernitas, bahkan mereka tampil jadi pegiat demokrasi, toleransi, dan kebangsaan, padahal tadinya mereka biasa terdidik dalam suasana desa yang tradisional.

    Lompatan dari tradisionalisme menjadi post tradisionalisme ini – meminjam konsep Rumadi (2008) – memang tidak dapat dilepaskan dari sosok Gus Dur yang dapat mengembalikan NU dari politik praktis menjadi organisasi sosial kemasyarakatan. Gus Dur pula yang telah membina kader-kader muda nahdliyin dengan wacana intelektual progresif dan gerakan kemasyarakatan.

    Namun ada sisi lain yang patut diperhitungkan sebagai penentu kemampuan kaum santri dalam ikut menentukan arah gerak pembangunan bangsa ini yaitu tradisi pesantren, dan salah satu tradisi yang membentuk jiwa dan karakter santri di pesantren adalah kajian kitab kuning.

    Kitab kuning, atau kitab gundul, adalah satu rukun dari tiga rukun pesantren, setelah kiyai dan pondoknya. Kitab kuning yang biasanya diajarkan di pondok-pondok pesantren kaum nahdliyin ini umumnya ditulis oleh para ulama abad pertengahan. Kitab-kitab ini merupakan literatur  keislaman klasik yang menjadi sumber penting dan rujukan otoritatif dalam kajian keislaman para santri di pondok pesantren sampai saat ini. Literatur klasik berbahasa Arab tanpa harakat atau baris ini sangat kaya dengan wawasan kajian keislaman, metodologi pemikiran, pendapat ahli hukum dalam berbagai bidang, pandangan para teolog tentang berbagai keyakinan, ajaran-ajaran kaum sufi yang sarat dengan nilai kesucian, dan sebagainya. Oleh karena itu kajian dan upaya pemahaman ajaran Islam yang mendalam tidak bisa dipisahkan dari literatur-literatur keislaman klasik tersebut.

    Dalam prosesnya, ajaran-ajaran kitab kuning yang diajarkan di pesantren atau madrasah inilah yang membentuk jiwa santri menjadi pribadi-pribadi unggul dengan karakter mulia, seperti ikhlas, bersyukur, ulet (sabar), mencari nilai ibadah dan mengejar barokah, hormat pada guru dan senior, hidup sosial dalam kebersamaan, menjaga kebersihan lahiriah dan batiniah (wara’), menanamkan sifat rendah hati (tawadu’) toleran (tasamuh) dan menghargai perbedaan (khilafiyah).

    Para ulama besar masa lalu telah mengajarkan dalam berbagai kitab karya mereka akan nilai-nilai luhur dalam kehidupan, baik nilai akademis maupun praktis. Di samping mengemukakan pendapat pribadi (fatwa) ketika membahas suatu masalah hukum, misalnya, sangat sering  ulama klasik juga menyebutkan  pendapat ulama lain di era  sebelumnya atau yang sezaman dengannya. Pengutipan (nukilan) pendapat satu atau beberapa ulama ini  selalu diikuti dengan penyebutan judul kitab yang dikutip. Ini menunjukkan sejak dahulu para ulama sangat menjunjung tinggi prinsip keterbukaan, kejujuran ilmiah dan pengakuan hak kekayaan intelektual orang lain serta mencela plagiarisme dan pemalsuan. Inilah nilai-nilai yang mulai tergerus dan menjadi keprihatinan dalam upaya pengembangan perguruan tinggi moderen di Indonesia saat ini.

    Toleransi dan demokrasi

    Dalam kitab kuning tingkat menengah dan tinggi, khususnya di bidang hukum atau fikih, selalu diuraikan perbedaan pendapat secara tajam dan mendalam antara dua atau beberapa pihak yang berbeda, namun berbagai pendapat yang bertentangan  tetap dipaparkan secara adil dan proporsional. Pihak pro dan kontra diberi ruang  pembahasan secara seimbang.

    Para ulama klasik, imam Nawawi misalnya dalam karyanya Minhajut Talibin (vol. 1 – 4) sering memilih satu pendapat yang dinilainya paling kuat (rajih/arjah) tetapi pendapat yang berseberangan tetap dipaparkan walau mungkin dinilai lebih lemah (marjuh). Dengan paparan yang rinci, terbuka dan adil tersebut maka ulama penulis kitab kuning telah membuka ruang kebebasan pada pembacanya untuk menganalisis dan memilih sendiri mana pendapat yang terbaik, terkuat dan paling maslahat menurutnya. Nilai-nilai demokratis inilah yang juga membentuk jiwa santri saat di pesantren maupun di tengah masyarakat sehingga siap menerima berbagai perubahan.

    Tidak berhenti pada adil dan seimbang saja, para ulama penulis kitab kuning juga tetap bersikap obyektif dan rendah hati dalam menyimpulkan atau menilai status hukum suatu persoalan. Walaupun suatu kesimpulan sudah dibuat  secara benar atau hukum suatu kasus telah diputuskan secara  tepat tetapi ulama fikih selalu mengingatkan bahwa kebenaran yang dibuat itu adalah tetap relatif (nisbi) dan bukan kebenaran absolut (mutlak). Di dalamnya tetap ada kemungkinan benar atau salah sehingga tetap ada ruang dialog untuk menerima atau menolak. Oleh karena itu pula maka kesimpulan yang dibuat tidak diklaim oleh mereka sebagai kebenaran universal yang pasti, melainkan kebenaran sebatas dalam pendapat mereka atau satu kelompok saja.

    Adanya statemen al-ashahhu ‘indana (yang lebih benar menurut pendapat kami) atau wallahu a’lam bisshawab (dan Allah yang paling mengetahui) saat menutup suatu pembahasan, jelas membuktikan para ulama berusaha obyektif dan selalu merendah dengan tidak mengklaim pendapat dan  pemahamannya sebagai satu-satunya kebenaran. Para ulama yang alim ini seolah ingin memberi pelajaran agar kita tidak egois memonopoli kebenaran sehingga tidak pantas memvonis pendapat-pendapat lainnya yang berbeda sebagai salah apalagi sesat. Kaum ulama intelektual ini ingin menekankan bahwa ajaran yang mereka rumuskan hanyalah hasil ijtihad penafsiran manusia yang kebenarannya relatif sedangkan kebenaran yang hakiki hanya dari Allah swt.

    Nilai-nilai kesantunan, terbuka, dan rendah hati inilah yang membentuk jiwa kaum santri sehingga menjadi figur-figur yang toleran dan demokratis. Nilai-nilai inilah yang sangat penting dikembangkan  untuk membangun keharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri ini.

     

  • Peran MUI dalam Menangkal Paham Radikal-Terorisme

    Peran MUI dalam Menangkal Paham Radikal-Terorisme[1]

    Oleh : Dr. KH. Khairuddin Tahmid, MH 

    Ketua Umum MUI Lampung

    Munculnya paham radikal-terorisme akhir-akhir ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pemimpin di Indonesia, termasuk para penegak hukum dan para ulama. Faham radikal-terorisme terbukti mengancam keamanan dan kedamaian masyarakat serta membawa dampak buruk bagi perwajahan umat Islam, karena dilakukan oleh sekelompok orang beragama Islam yang salah memahami ajaran agama;

    Sejatinya,  faham radikal-terorisme tidak ada kaitannya dengan agama apapun, karena setiap agama pasti mengajak kepada kebaikan. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa fakta di lapangan menunjukkan aktifitas terorisme yang terjadi di Indonesia dilakukan oleh sekelompok orang beragama Islam dilandasi oleh radikalisme politik dan pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama. Faham radikalisme; aliran/faham yang menginginkan perubahan dengan cara kekerasan/drastis.  Bentuk radikalisme ada dua, pertama, radikalisme yg masih berupa wacana, konsep dan gagasan yang masih diperbincangkan, yang intinya mendukung penggunaan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan. Kedua, radikalisme telah melakukan upaya nyata dalam mencapai tujuan utamanya baik pada ranah sosial-politik dan agama. Aksi terorisme masuk dalam kategori ini. Faham radikal, setidaknya memiliki tipologi sbb, (1) Radikal gagasan, yaitu kelompok yg secara gagasan/ide radikal, namun tdk terlibat dlm aksi kekerasan, (2) radikal milisi, yaitu kelompok radikal dlm bentuk milisi yg terlibat dlm konflik komunal seperti di Poso dan Ambon, (3) radikal separatis, yaitu kelompok radikal yg mengusung misi-misi separatisme (pemisahan dari NKRI), (4) radikal non-terorisme/radikal premanisme, yaitu kelompok radikal dlm bentuk residivisme, gangsterisme, dan vandalisme dan (5) radikal terorisme, yaitu kelompok radikal yg mengusung gagasan idiologi keagamaan dan melakukakan aksi  terorisme. Khusus terkait faham radikal-terorisme dapat dimaknai setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan / ancaman yang menimbulkan suasana teror / rasa takut terhadap orang secara meluas/menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan / hilangnya nyawa / harta benda / mengakibatkan kerusakan/kekacauan terhadap objek vital yang strategis / lingkungan hidup / fasilitas publik / fasilitas internasional. (Pasal 6 Perppu No. 1 Tahun 2002). Terorisme merupakan kejahatan kriminal; kejahatan   kemanusian dan kejahatan peradaban. Lazimnya aksi tersebut dilakukan dengan sengaja, menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, dan menimbulkan korban secara massal, baik dengan cara merampas kemerdekaan atau menghilangkan nyawa atau fasilitas publik;

    Majelis Ulama Indonesia melalui forum Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tahun 2003 menetapkan fatwa tentang terorisme. Fatwa tersebut menyatakan bahwa terorisme adalah tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat. Terorisme adalah salah satu bentuk kejahatan yang diorganisasi dengan baik (well organized), bersifat transnasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime) yang tidak membeda-bedakan sasaran (indiskrimatif). Sedangkan jihad menurut keputusan Ijtima’ Ulama mengandung dua pengertian : pertama, segala usaha dan upaya sekuat tenaga serta kesediaan untuk menanggung kesulitan di dalam memerangi dan menahan agresi musuh dalam segala bentuknya. Jihad dalam pengertian ini juga disebut al-qital atau al-harb. Dan kedua, segala upaya yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan untuk menjaga dan meninggikan agama Allah (li i’laai kalimatillah). Dalam fatwa tersebut disebutkan bahwa perbedaan antara jihad dan terorisme adalah sebagai berikut, pertama,  Jihad sifatnya melakukan perbaikan (ishlah) sekalipun dengan cara peperangan. Tujuannya menegakkan agama Allah dan/atau membela hak-hak pihak yang terzholimi. Dan dilakukan dengan mengikuti aturan yang ditentukan oleh syari’at dengan sasaran musuh yang sudah jelas. Sedangkan kedua, terorisme sifatnya merusak (ifsad) dan anarkhis/chaos (faudha). Tujuannya untuk menciptakan rasa takut dan/atau menghancurkan pihak lain. Dan dilakukan tanpa aturan dan sasaran tanpa batas. Oleh karena itu fatwa MUI menyatakan bahwa hukum melakukan teror adalah haram, baik dilakukan oleh perorangan, kelompok, maupun negara. Sedangkan hukum melakukan jihad adalah wajib. Tindakan terorisme dengan mengatasnamakan jihad untuk melegalkan tindakan kekerasan yang dilakukan tidaklah dibenarkan agama. Jihad ada syarat dan batasan yang harus dipenuhi, misalnya dilakukan hanya untuk membela diri dari serangan musuh, dilakukan di medan perang, dan dilakukan untuk tujuan kebaikan yakni menciptakan suasana yang aman dan damai. Tindakan terorisme yang selama ini terjadi di Indonesia sama sekali tidak memenuhi syarat dan batasan tersebut, karenanya tidak bisa dikategorikan sebagai jihad. Fatwa MUI tentang terorisme diharapkan dapat menjadi panduan umat Islam di Indonesia dalam memandang tindakan terorisme dan membentengi umat Islam yang awam dari ajakan dan perangkap kelompok teroris yang terus aktif merekrut anggota baru. Fatwa ini sangat penting karena diputuskan dalam forum Ijtima’ Ulama se Indonesia yang dihadiri oleh pimpinan komisi fatwa MUI provinsi se Indonesia, pimpinan Ormas Islam se Indonesia, perwakilan pondok pesantren se Indonesia, perwakilan fakultas syariah Perguruan Tinggi se Indonesia, dan para tokoh serta cendekiawan muslim. Fatwa ini penting diketahui oleh sebanyak mungkin umat Islam, sebagai langkah preventif untuk membentengi umat Islam yang awam agar tidak terjerembab dalam ajakan para pelaku teror. Penggunaan media yang bermacam-macam untuk sosialisasi fatwa tersebut dipandang penting, agar lebih mendekatkan pemahaman umat terhadap fatwa tersebut. Khusus untuk kalangan muda dan remaja perlu dibuat media khusus dan menggunakan cara-cara khusus agar dapat mendekatkan fatwa tersebut kepada mereka;

    1. Beberapa faktor yang menjadi peyebab munculnya faham radikal-terorisme adalah, (1) wawasan agama yang sempit dan penyalahgunaan simbol keagamaan, (2) lingkungan yg tdk kondusif terkait kesejahteraan dan keadilan, (3) prilaku tdk adil oleh kelompok atau negara terhadap kelompok tertentu, (4) kebebasan dan dominasi media/pers yang tidak terkontrol, (5) faktor pemicu munculnya faham radikal-terorisme tdk disebabkan faktor tunggal, tp multi faktor. Dari berbagai bentuk radikalisme & terorisme itu, setidaknya, dibedakan menjadi dua, yaitu pertama aspek motifnya, dan kedua aspek cara/metodenya. Selain itu, ada sejumlah faktor spesifik, diantaranya, pertama, memiliki sikap keras dan keinginan utk merubah idiologi negara yg dianggap tdk sejalan, tanpa kompromi, kedua, memaksakan satu model kebenaran agama atau tafsir sesuai dg pahamnya, dan menutup tafsir dari kelompok yg berbeda, dan ketiga, memiliki sikap ekslusivisme, intoleransi, fanatisme dan militansi tekstual, fanatisme aliran, anti dialog, dan reaktif revolusioner.

    Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam rangka mengeleminir atau mencegah berkembangnya faham radikal-terorisme;

    1. Membumikan ajaran Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin mengakui keragaman manusia merupakan realitas objektif yg tdk dpt di tolak dan dihilangkan. Dalam bahasa lain membumikan fikroh Islam Wasathiyah atau Islam moderat, Islam tengah.
    1. Islam wasathiyah identik dengan kaum Muslimin yang disebut sebagai ‘ummatan washatan’ (Qur’an 2:143). Umat seperti inilah yang dapat dan mampu menjadi saksi kebenaran bagi manusia lain. ummatan washatan adalah umat yang selalu menjaga keseimbangan; tidak terjerumus ke ekstrimisme kiri atau kanan, yang dapat mendorong kepada tindakan kekerasan.
    1. Islam wasathiyah sejatinya ajaran ulama nusantara yg selama ini dianut dan diamalkan oleh umat Islam di Namun setelah terjadinya revolusi teknologi informasi, di mana semua faham keagamaan bisa diakses dengan mudah dan bebas oleh masy, mulailah ajaran keagamaan yg awalnya tdk dikenal di Indonesia dan berkembang di negara lain, mulai diajarkan di Indonesia, termasuk ajaran keagamaan yang radikal yg bisa membimbing pemeluknya melakukan tindakan teror. Karena itu merupakan hal yg sangat penting utk mengembalikan umat Islam kepada ajaran Islam bermajuan dan jg Islam nusantara, yakni dg mengembalikan pemahaman Islam wasathiyah;
    2. Prinsip dasar Islam Wasathiyah adalah pertama, santun, tdk keras dan tdk radikal (layyinan la fadzdzon wala gholidzon). Kedua, kesukarelaan, tdk memaksa & tdk mengintimidasi (tathowwu’iyyan la ikrohan wala ijbaron). Ketiga, tolerans, tdk egois dan tdk fanatis (tasamuhiyyan la ananiyyan wala ta’ashibiyyan). Keempat, saling mencintai, tdl saling bermusuhan dan membenci (tawadhudiyyan la takhosumiyyan wala tabaghudiyyan).
    3. Islam memandang keragaman dan kemajemukan sebagai
    4. Konflik dan ketegangan antar-umat beragama tidak murni disebabkan oleh faktor agama, tetapi faktor politik, ekonomi atau lainnya yang kemudian dikaitkan dengan agama. Sedangkan yang terkait dengan persoalan agama, di samping karena munculnya sikap keagamaan secara radikal dan in-toleran pada sebagian kecil kelompok agama, juga dipicu oleh persoalan pendirian rumah ibadah dan penyiaran agama serta adanya penodaan agama;

    Metoda pencegahannya melalui;

    1. Peran institusi keagamaan (ulama), institusi pendidikan (dasar, menengah, atas dan tinggi, agama & umum, swasta & negeri, formal & non formal) dan institusi-institusi kaderisisasi, eleman masyarakat lainnya melakukan deradikalisasi dengan cara counter radikalisasi melalui counter  pandangan, pemikiran (dari sikap yang keras, anti NKRI menjadi toleran, menghargai perbedaan pendapat, demokratis, moderat, pluralis, memahami sesuatu tidak hitam putih dan menggunakan  pendekatan  simbiotik/intersection dalam memahami relasi agama dan negara);
    2. Deradikalisasi dengan pendekatan multidisipliner, melibatkan multipihak, dilakukan  dengan  jejaring berlapis dan integratif;
    3. Pendekatan dalam pencegahan paham radikalisme dan terorisme dilakukan dengan cara;  pertama, gerakan kultural, persuasif melalui pendekatan pencegahan, perlindungan dan deradikalisasi; kedua, gerakan represif melalui pendekatan politik dan hukum dengan membuat peraturan perundang-undangan dan dengan mengimplementasikan penegakannya.

                                                            Bandar Lampung, 30 September 2017

     

    [1]Bahan ini disampaikan dalam Weekend Discussion, di Studio KOMPAS TV Lampung, 30 September 2017, pukul 13.00-14.00.

  • Khutbah Idul Adha 2017 “Mengurai Makna Ibadah Qurban dan Haji”

    Mengurai Makna Ibadah Qurban dan Haji

    Oleh :

    Muhammad Faizin

    Bendahara Umum MUI Kabupaten Pringsewu

     

    KHUTBAH I

    اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

    الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانِ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلِ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ
    فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ .وقال ايضا : وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَا عَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَن كَفَرَ فَإِ نَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ

    Ma’asyiral  Muslimin  wal  Muslimat Rohimmakumulloh

    Ungkapan rasa syukur sudah seharusnya kita ungkapkan biqouli Alhamdulillah karena sampai dengan saat ini kita masih mendapat kepercayaan dari Allah SWT untuk tetap bisa menikmati karunia Allah untuk tetap dapat menginjakan kaki kita di atas bumiNya. Terlebih lagi saat ini kita masih di berikanNya kesempatan untuk bertemu dengan Hari Raya Idul Adha 1438 H. Mudah-mudahan semua ini mampu menjadi motivasi kita untuk meningkatkan dan memperkuat keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT.

    Maasyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah

    Idul adha adalah salah satu hari raya dalam Agama Islam yang di dalamnya menyimpan berbagai peristiwa monumental dari peradaban kehidupan dibumi. Peristiwa tersebut selanjutnya diabadikan dalam sebuah ritual ibadah. Dua Ibadah yang sangat identik dengan Hari Raya Idul adha adalah Ibadah Qurban dan Haji. Kedua Ibadah ini mengandung nilai keteguhan dan keimanan dan menjadi bukti pengorbanan yang di dasari dengan penuh keikhlasan dan kesabaran.

    اللهُ أَكْبَر،اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ

    Hadirin Rahimakumullah

    Ibadah Qurban adalah ibadah yang berawal dari sejarah ketika Nabi Ibrahim mendapatkan perintah untuk mengorbankan putra semata wayangnya Ismail dengan cara disembeli. Berbekal keimanan yang tinggi, Nabi Ibrahimpun melaksanakan perintah yang disampaikan Allah melalui sebuah mimpi. Namun sebelum Nabi Ibrahim menyembelih Ismail, Malaikat membawa seekor kambing dari surga sebagai ganti untuk disembelih. Peristiwa ini diabadikan dalam Al Qur’an Surat Asshoffat : 102

    فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

    Artinya : Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.

    Dari sejarah inilah ummat Islam diperintahkan untuk menyembelih hewan qurban yang pada hakikatnya merupakan sebuah ibadah untuk mengingatkan kita semua untuk kembali kepada tujuan hidup, yaitu beribadah kepada Allah. Disebutkan dalam Al Quran Surat Adz-Dzaariyaat:56

    وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

     “Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah Ku”.

    Hikmah dari  ujian Allah kepada nabi Ibrahim untuk menyembelih putra semata wayangnya adalah keikhlasan dalam menjalankan perintah Allah SWT. Keikhlasan menjadi salah satu kunci untuk memperoleh ridha Allah dengan menjalankan apa yang menjadi perintahNya dan menjauhi apa yang dilarang Nya. Jika kita melaksanakan ibadah tanpa didasari oleh keikhlasan maka niscaya yang kita lakukan akan menjadi sebuah kesia-siaan belaka.

    إِنَّ اللَّهَ لا يَقْبَلُ مِنْ الْعَمَلِ إِلا مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ

    Artinya : Allah tidak menerima amal, kecuali amal (ibadah) yang dilandasi keikhlasan dan karena mencari keridhaan Allah SWT (HR. Nasa’i)

    Dalam berqurban kita harus ikhlas dan siap mengorbankan sebagian harta kita  untuk orang lain yang pada hakikatnya perlu kita camkan bahwa semuanya adalah milik Allah SWT. Dikarenakan Ibadah kurban adalah untuk Allah SWT maka sudah seharusnya kita memberikan hewan qurban yang terbaik yang kita punya. Prinsip ini akan menjadi bagian dari ketaatan kita kepada Allah.

    Hikmah lain dari Ibadah Qurban dapat dilihat dari makna kata Qurban itu sendiri. Qurban dalam Bahasa Indonesia berarti dekat. Oleh karena itu kurban dapat diartikan mendekatkan diri kepada Allah dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya melalui wasilah hewan ternak yang dikurbankan atau disembelih.

    اللهُ أَكْبَر،اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ

    Maasyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah

    Ibadah selanjutnya yang identik dengan Hari Raya Idul Adha adalah Ibadah Haji Ke Tanah Suci Makkah. Ibadah haji merupakan kewajiban bagi kita ummat Islam yang memiliki kemampuan. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam Firmannya dalam Surat Al Imran Ayat 97 :

    وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَا عَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَن كَفَرَ فَإِ نَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ

    Artinya : “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari semesta alam”

    Mampu melaksanakan Rukun Islam yang kelima ini memiliki artian siap untuk mengorbankan harta yang dimiliki sebagai wujud syukur atas nikmat harta dan kesehatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kesiapan kita mengorbankan harta untuk menjadi tamu Allah di Baitullah sekaligus mengajarkan kepada kita untuk menjauhi sifat kikir dan cinta terhadap kekayaan materi.

    Pengorbanan kita dalam berhaji juga mengajarkan kepada kita untuk tidak membangga-banggakan kekayaan ataupun kelebihan yang kita miliki karena pada dasarnya semua itu adalah karunia dan anugerah dari Allah. Sudah seharusnya semua itu kita syukuri untuk menjadi modal kita untuk tekun beribadah kepada Allah SWT.

    Ibadah haji juga mengajarkan kepada kita untuk saling membantu dan saling bekerjasama dengan orang lain. Seperti yang kita ketahui, perjalanan ibadah haji ditempuh dengan berduyun-duyun dalam sebuah perjalanan yang penuh dengan tantangan kesulitan dan pengorbanan.

    Didalamnya harus diikuti dengan semangat juang tinggi tanpa putus asa disertai dengan kedisiplinan dan kesabaran untuk mencapai sebuah tujuan. Akhlaqul Karimah kepada sesama manusia  juga harus dikedepankan diiringi dengan kesadaran bahwa niat kebaitullah adalah untuk beribadah. Bukan untuk yang lain.

    Dengan niat yang benar, Ibadah haji harus dapat membangkitkan semangat dan kesadaran diri untuk saling mengingatkan dalam kebenaran, menasehati dalam kesabaran dan menebarkan kasih sayang kepada seluruh ciptaan Allah SWT.

    اللهُ أَكْبَر،اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ

    Maasyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah

    Ibadah Haji juga merupakan wujud ketaatan dan ketundukan kita kepada perintah Allah SWT. Ibadah Haji adalah ibadah yang sudah ditentukan waktunya dengan artian harus meninggalkan aktifitas duniawi untuk fokus beribadah bagi kepentingah ukhrowi.

    Dalam Ibadah Haji para jamaah melakukan rangkaian ibadah sebagai upaya membersihkan diri dari dosa seraya mengharapkan ampunan, rahmat, dan ridho Allah SWT. Mereka juga melatih kesabaran dengan kedisiplinan rangkaian ibadah sekaligus melupakan urusan dunia yang sering membuat hati manusia lalai mengingat Allah SWT.

    Dengan hanya mengenakan kain ihram berwarna putih, para jamaah diingatkan dengan kain kafan ciri khas dari kematian yang pasti akan datang kepada setiap yang bernyawa. Kita berasal dari Allah dan hanya kepadaNyalah kita akan kembali. Kita pasti akan berpisah dengan semua yang kita cintai dan berpisah dengan yang mencintai kita. Semua akan kembali kepada sang pemilik yang hakiki, Allah SWT.

    Dalam ibadah Haji,jamaah juga melakukan ibadah lainnya seperti tawaf mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali dan melakukan lari kecil dari bukit Shafa ke bukit Marwah yang dinamakan dengan Sa’i. Dalam ibadah ini para jamaah berdoa untuk senantiasa mendapatkan pertolongan Allah SWT dan perlindungan dari dosa yang timbul dari hawa nafsu dan godaan Setan.

    Ibadah Towaf dan Sai memiliki makna yang mendalam agar kita senantiasa berusaha tanpa henti dan berhijrah melalui bentuk aktifitas berlari untuk meraih kemuliaan dengan berserah diri kepada Allah. Dengan senantiasa membersihkan hati dari sifat yang tercela, kita harus menanamkan tekad untuk mencapai puncak kesucian.

    اللهُ أَكْبَر،اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ

    Maasyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah

    Allah SWT telah menjanjikan Surga Allah SWT kepada Ummat Islam yang melaksanakan Haji dengan niat tulus karena Allah dan dapat meraih predikat mabrur.

    الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ

    Artinya : Haji yang mabrur tiada balasan baginya kecuali surga (HR. Nasa’i)

    Lalu Apa yang dimaksud dengan Haji Mabrur ?. Haji mabrur adalah haji yang tidak tercampuri kemaksiatan. Hal ini sesuai dengan makna kata “al-mabrur” yang diambil dari kata al-birr yang artinya adalah ketaatan. Dengan kata lain haji mabrur adalah haji yang dijalankan dengan penuh ketaatan sehingga tidak tercampur dengan dosa. Haji mabrur juga merupakan haji yangmaqbul atau diterima oleh Allah dan akan dibalas dengan al-birr (kebaikan) yaitu pahala.
    Haji Mabrur dapat ditandai dengan terlihatnya seseorang menjadi lebih baik dari sebelumnya dan tidak mengulangi perbuatan maksiat dan dosa yang Ia lakukan.

    Maasyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah

    Dengan Hikmah dua Ibadah ini yaitu Qurban dan Haji, sudah merupakan kewajiban bagi kita selaku ummat Islam untuk menyakini bahwa Allah memiliki tujuan dalam memberikan setiap perintah kepada manusia. Allah pasti akan memberikan yang terbaik kepada kita jika kita juga berbuat baik dan mematuhi perintahNya. Keyakinan dan keikhlasan untuk mematuhi perintahnya akan membawa kebaikan kepada kita.

    اللهُ أَكْبَر،اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ

    Ma’asyiral  Muslimin  wal  Muslimat Rohimmakumulloh

    Akhirnya marilah kita berdoa memohon kepada Allah SWT agar semua Ibadah yang kita lakukan akan mendapatkan ridho dari Allah SWT. Ya Allah… Ya Rahman… limpahkanlah rahman rahim MU. Curahkanlah hidayah Mu sehingga kami dapat meraih keridhoan Mu. Hanya kepada engkaulah kami mempercayakan diri kami. Janganlah Engkau membiarkan kami berjalan sendiri tanpa kendali hidayah Mu. Ya Allah……

    Ya Allah …Ya Rahim… kami mempersembahkan kehadiratmu, sekelumit pengorbanan berupa hewan qurban, yang nilainya jauh tak sebanding dengan luas pemberianmu dan kasih sayang Mu, yang tiada terhingga banyaknya dan kami tidak mampu memperhitungkannya.

     Ya Allah perkenankanlah kami untuk sampai ke Mekkah, Madinah, dan Arafah untuk menjadi tamuMu menjalankan Ibadah Haji. Berikanlah kami rezeki menjadi Haji Mabrur. Anugerahkanlah ridhaMu dan sayangilah kami.

    بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ فِى اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، اِنَّهُ هُوَ الْبَرُّ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ

     

    KHUTBAH II

    اللهُ اَكْبَرْكَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً ، لاَ إِلَهَ إِلاّ الله وَلَهُ الْحَمْدُ فِى السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَعَشِيًّا وَحِيْنَ تُظْهِرُوْن.

    اللهُ اَكْبَرْ3X وَللهِ الْحَمْد.

     الْحَمْدُ للهِ الَّذِىْ بَسَطَ لِعِبَادِهِ مَوَاعِدَ إِحْسَانِهِ وَإِنْعَامِه ، وَأَعَادَ عَلَيْنَا فِى هَذِهِ الأَيَّاّمِ عَوَائِدَ بِرِّهِ وَإِكْرَامِه ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى جَزِيْلِ إِفْضَالِهِ وَ إِمْدَادِهْ ، وَأَشْكُرُهُ عَلَى كَمَالِ جُوْدِهِ بِعِبَادِهِ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ فِىْ مُلْكِهْ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَشْرَفُ عِبَادِهِ وَزُهَّادِهْ ، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى هَذَا النَّبِيِّ الكَرِيْمِ وَالرَّسُوْلِ الْعَظِيْمِ سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ كَانُوْا أُمَرَاءَ الْحَجِيْجِ لِبِلاَدِ اللهِ الْحَرَامِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.

    اللهُ اَكْبَرْ3 X وَللهِ الْحَمْد ، أَمَّا بَعْدُ :

    فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهْوَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

    اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

  • NU dan Spiritualitas Kebangsaan

    NU dan Spiritualitas Kebangsaan

    Oleh

    Ichwan Adji Wibowo, S.Pt., MM Ketua PCNU Kota Bandar Lampung

    NU bukan sekadar institusi atau jamiyyah wadah yang menjadi rumah besar entitas (jamaah) islam ahlusunah wal jamaah di Nusantara, lebih dari itu NU bahkan menjadi sumur atau mata air yang tak pernah kering sebagai sumber kajian dan inspirasi.

    Sering para pihak di luar NU luput ketika mencoba memahami NU sebagai sebuah organisasi (jamiiyyah) maupun sebagai entitas (jamaah), karena NU punya wajah, karakter, dan identitas yang unik sekaligus multiperspektif, bahkan dalam soal soal tertentu NU punya rasionalitasnya sendiri.

    Kehidupan keberagamaan (islam) di nusantara ini yang diekspresikan melalui pelbagai laku ritual keagamaan yang sangat identik bercorak keindonesiaan cukup menjadi jawaban atas pertanyaan apa sesungguhnya yang menjadi kunci dan perekat sublimasi (kemenyatuan) keislaman dan keindonesiaan.

    DI negeri yang berpenduduk muslim terbanyak di jagad bumi. NU tidak hanya tampil merepresentasikan diri sebagai wajah islam yang teduh, moderat, ramah serta damai, NU juga secara ajeg menjaga kesetiaannya kepada negara, dan sikap ini mewujud dalam dimensi lahir dan bathin, dalam dimensi duniawi dan ukhrowi. Kesetiaan NU tak sebatas formalis dan serba kulit, tak sekadar simbolik dan sloganik.

    Tak ada bantahan apapun, bagaimana peran ulama, pesantren dan santri di zaman pergolakan melawan penjajahan kolonialisme, karena secara entitas NU adalah Indonesia itu sendiri.

    NU sadar bahwa bumi yang dipijaki, sebagai karunia Tuhan merupakan jazirah negeri yang serba warna warni, beragam, berbhineka dan plural dalam berbagai identitas baik suku, ras, agama.
    Negeri serupa itu sudah pasti dalam perjalanannya akan rentan ujian, sarat cobaan, penuh rintangan. Catatan sejarah sudah sangat cukup untuk menjelaskan dinamika yang terjadi. Dus pergulatan ujian atas eksistensi NKRI ini dipastikan tidak henti dan akan terus berlangsung. Maka untuk memastikan kesetian yang ajeg tersebut NU menghadirkan corak keberagamaan yang didalamnya juga menumbuhkan serta mengajarkan nasionalisme dan cinta tanah air.

    Bagi NU keberagamaan dan bernegara itu ada wilayah kesamaan keduanya akan terus menerus dihadapkan tantangan perubahan dan akan terus diuji seiring berubahnya zaman, pun keduanya bermuara pada serba kemaslahatan. Maka sikap kesetiaan atau ketaatan yang ajeg disatu sisi, juga harus menghadapi dinamika zaman atau ketidak ajegan pada sisi yang lain.

    NU sudah memiliki kerangka pijakan atau prinsip untuk mengantisipasi itu, pada tataran inilah ahlusunah wal jamaah (aswaja) dihadirkan bukan sekadar sebagai paham atau idiologi tetapi juga dipahami sebagai manhajul fikri, atau paradigma berfikir, bersikap dan bertindak, atau metodologi dalam pemutusan sikap. Pada konteks inilah prinsip prinsip kemasyarakatan NU seperti tawasuth (moderat), tawazun (seimbang/tidak ekstrim), tasamuh (toleran) dan itidal (adil/tegak lurus) menjadi jalan bagi NU tidak saja sebagai manifestasi keberagamaan warga nahdliyin tapi juga menjadi rujukan bagi NU dalam menyikapi perubahan yang niscaya selalu hadir.

    Pada saat yang sama NU sebagai entitas, terus menerus menghadirkan religiusitas di dalam bernegara. Cobalah takar saja, sepanjang tahun dari hari kehari, berputar dan terus bergilir dari satu titik ke titik lain di seluruh wilayah negeri, tak pernah absen oleh laku ritual yang sarat nilai spritualitas keislaman dan keindonesiaan. Di kampung A menggelar maulid, hari berikutnya di kampung B, C dan seterusnya, saat lain ada tahlilan dimana mana, ada haul berbagai tokoh berganti ganti, ada ziarah yang tak henti. Kegiatan ritual ini berlangsung terus menerus berganti ganti. memutar berulang ulang, tak putus putus, dilakukan berjamaah.

    Dalam dimensi ruhiyah atau ukhrowi apa yang dilakukan oleh NU sangat penting karena tidak saja memastikan ketersambungan energi kosmik lahiriyah dan bathiniyah, pada saat yang sama menebar damai di bumi dan sekaligus menghadirkan keberkahan dari langit, keberkahan untuk personal, untuk kelompok dan untuk negeri tanah air.

    Pada dimensi yang lain pengembangan tradisi baik ini, juga berimplikasi pada menguatnya ukhuwah masyarakat kita (komunalitas). Spiritualitas ritual keagamaan serupa itu memastikan bagaimana ukhuwah islamiyah, ukhuwah basariyah dan ukhuwah wathoniyah bekerja, dan inilah jaminan kesetiaan NU pada negeri, kesetiaan lahir bathin, kesetiaan dunia akherat. Dan NU tidak pernah menuntut imbalan apapun. Wallohualam bishawab.

  • KHUTBAH IDUL FITRI 1438 H “Raih Kesucian Diri di Hari Fitri”

     

    KHUTBAH IDUL FITRI 1438 H
    “Raih Kesucian Diri Di Hari Fitri”
    Oleh : Muhammad Faizin
    (Sekretaris MUI Provinsi Lampung)

    بسم الله الرحمن الرحيم

    الخطبة الأولى لعيد الفطر

    الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله
    أكبر, الله أكبر, الله أكبر.
    الحمد لله الذى عاد علينا نعمه فى كل نفس ولمحات وأسبغ علينا ظاهرة وباطنة فى
    الجلوات والخلوات. وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له الذى امتن علينا
    لنشكره بأنواع الذكر والطاعات. وأشهد أن محمدا عبده ورسوله سيد الأنبياء
    والمرسلين وسائر البريات. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه أهل
    الفضل والكمالات.

    الله أكبر أما بعد : أيها الحاضرون ! هذا يوم العيد. هذا يوم الفرح. فرح
    المسلمون لتوفيق الله إياهم باستكمال بلاء ربهم بفرض الصيام مع الترويحات فرح
    المسلمون بوعد ربهم بغفران ما اجترحوا من السيئات واستحلال بعضهم من بعض فى
    الحقوق والواجبات.

    إخوانى الكرام ! فى هذا اليوم حرم الله علينا الصيام بعد أن فرضه علينا جميع
    الشهر وأخبر أنه فرضه لنكون من المتقين. فمن هذا اليوم ينبغى لنا أن نبعث فى
    أنفسنا بارتقائها على مراتب التقوى ونهتم بدين ربنا حتى ننال ما وعدنا ربنا
    حقا.

    الله أكبر ! إخوانى الكرام ! إن الله شرع لنا هذا العيد لنعود الى السمع
    والطاعة. ونعمل بكتابه بالجد والإجتهاد والقوة. ونبتعد عن التقصير والأعمال
    كما وقع فى أعوامنا الماضية.

    الله أكبر. وقال تعالى : ومن أظلم ممن ذكر بأيات ربه فأعرض عنها ونسى ما قدمت
    يداه. إنا جعلنا على قلوبهم أكنة أن يفقهوه وفى أذانهم وقرا وإن تدعهم إلى
    الهدى فلن يهتدوا إذن أبدا.

    الله أكبر, إخوانى الكرام ! إعلموا أن الله تعالى قد طالبنا فى إقرارنا أن
    نطيع ونسمع. فقال تعالى ألم ياءن للذين أمنوا أن تخشع قلوبهم لذكر الله وما
    نزل من الحق ولا يكونوا كالذين أوتوا الكتاب من قبل فطال عليهم الأمد فقست
    قلوبهم وكثير منهم فاسقون.

    الله أكبر. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم. بادروا بالأعمال قبل ان تظهر
    فتنا كقطع الليل المظلم يصبح الرجل مؤمنا ويمسى كافرا ويمسى مؤمنا ويصبح
    كافرا. يبيع أحدهم دينه بعرض قليل من الدنيا. رواه مسلم عن أبى هريرة

    Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Jama’ah Shalat Idul Fitri Rahimakumullah

    Adalah sebuah keniscayaan bagi kita untuk senantiasa memanjatkan rasa syukur kepada Allah SWT biqouli “Alhamdulillahirabbil Alamin” karena kita telah diberikan berbagaimacam kenikmatan yang tidak bisa kita hitung satu persatu. Mudah-mudahan kenikmatan yang selalu kita syukuri ini akan senantiasa ditambah oleh Allah SWT dan kita digolongkan menjadi kaum yang pandai bersyukur. Amin ya Rabbal Alamin.

    Dan juga sebagai Ummat Nabi Akhiruz Zaman Nabi Muhammad SAW, sudah seharusnya kita senantiasa menyampaikan shalawat dan salam kepadanya. Jangan kita manusia biasa, Allah dan para Malaikatpun bershalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW. Semogalah kita termasuk kaumnya yang akan mendapatkan hidayah dan syafaatnya di yaumil akhir nanti. Amin.

     

    اللهُ أَكْبَرُ 3× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
    وَللهِ الْحَمْدُ

    Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Jama’ah Shalat Idul Fitri Rahimakumullah

    Pada saat ini kita bersama-sama bisa merasakan kebahagiaan tiada tara. Kita sudah sampai pada hari dimana kita kembali fitri dan kita bisa menunaikan shalat Id bersama dengan keluarga tercinta ditempat yang mulia ini. Hari ini adalah hari kemenangan bagi insan beriman yang menjalankan Ibadah puasa Ramadhan selama 1 bulan penuh. Hari ini adalah hari dimana orang beriman yang berpuasa satu bulan penuh dikembalikan kepada fitrahnya, kepada kesuciannya laksana bayi yang baru terlahir kembali ke dunia.

    Hal ini sesuai dengan yang ditegaskan oleh Nabi Kuhammad SAW dalam Hadistnya:

    مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
    ذَنْبِهِ

    “Siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan atas dasar keimanan dan dilaksanakan dengan benar, maka ia diampuni dosa-dosanya yang telah lewat”.

    Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Jama’ah Shalat Idul Fitri Rahimakumullah

    Perjuangan di Bulan Ramadhan adalah sebuah perjuangan keimanan. Iman kita diuji apakah lebih berat mengikuti ajakan setan untuk tidak berpuasa dengan menahan lapar dan dahaga ataukah mengikuti perintah Allah SWT untuk mendapatkan predikat orang-orang yang bertaqwa. Jujur kita saksikan bersama selama bulan Ramadhan, masih ada disekitar kita orang yang mengaku Islam dengan gampangnya tidak berpuasa dan terkadang dengan rasa tidak malu menunjukkan diri dengan makan dan minum ditempat umum.

    Seharusnyalah kita semua menyadari bahwa Ramadhan adalah Bulan yang Suci. Bulan untuk  berupaya meningkatkan keimanan, menambah ibadah kita. Kita harus mampu mengalahkan rasa lapar. Kita harus mampu menahan rasa haus. Ramadhan adalah waktu untuk berlomba-lomba meningkatkan kualitas dan kuantitas amal ibadah. Bukan malah kalah dengan godaan Setan yang selalu mengajak kepada kenikmatan makan dan minum yang sebenarnya itu adalah sebuah dosa yang besar.

    Kini Bulan Suci itu telah berlalu. Bulan dimana kita sering mendengarkan lantunan alunan ayat suci Al Quran di Masjid dan surau dikumandangkan selalu. Semua Ibadah diterima, doa dikabulkan dan dosa diampuni serta Surga merindukan kedatangan hamba Allah yang berpuasa dibulan suci Ramadhan.

    Hanya dibulan Ramadhanlah, Allah memberikan kesempatan kepada hambanya untuk beribadah yang nilainya sama dengan seribu bulan. Allah telah menganugerahkan sebuah malam yang walaupun hanya satu malam, namun apabila kita bertemu dengannya, berarti kita sudah beribadah sepanjang dan selama umur kita. Malam itu adalah malam laolatil qadar.

    Namun Jamaah Shalat Id Rahimakumullah….

    Berlalunya bulan Ramadhan menyisakan pertanyaan kepada kita semua. Apa yang sudah kita dapatkan dari Ramadhan? Apakah kita akan diberikan kesempatan lagi oleh Allah SWT untuk dapat menjumpai Ramadhan tahun depan? Apakah sebaliknya kita tidak akan lagi dapat merasakan kesucian Bulan Ramadhan tahun depan? Kita akan berpisah dengan orang yang saat ini ada disamping kita. Kita akan berpisah dengan anak kita, istri, keluarga dan orang-orang yang kita cintai.

    Ya Allah.. anugerahkanlah kepada kami umur yang panjang untuk senantiasa beribadah kepadaMu. Bukakanlah pintu rahmat dan taubatMu. Kami meminta kepadaMu pintu taubat belum terkunci dan Engkau akan senantiasa menerima amal ibadah kami. Sebelum kematian menghampiri kami. Sebelum semuanya menjadi penyesalan berkepanjangan. Terimalah segala amal ibadah kami di Bulan Ramadhan ini dan pertemukanlah kami dengan ramadhan-Ramadhan
    selanjutnya di tahun depan. Amin.

    اللهُ أَكْبَرُ 3× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
    وَللهِ الْحَمْدُ

    Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Jama’ah Shalat Idul Fitri Rahimakumullah

    Pada hari ini, Allah SWT telah memerintahkan kepada kita untuk senantiasa mengagungkan Nama dan ciptaan Nya dengan lantunan takbir, tahmid dan tahlil. Setelah kita sempurnakan puasa di Bulan Ramadhan kita juga diwajibkan mengungkapkan rasa syukur terhadap berjuta nikmat yang telah dianugerahkan Nya. Sudah selayaknya kita bersujud, bersyukur seraya berharap semoga kita termasuk orang yang pandai mensyukuri nikmat. Hal ini telah difirmankan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah : 185 yang berbunyi :

    وَلِتُكْمِلُوْا العِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلىَ مَا هَدَاكُمْ
    وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

    “Dan hendaklah kamu menyempurnakan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kamu semoga kamu bersyukur (kepada-Nya).”

    Dengan takbir yang kita kumandangkan saat ini, kita juga meneguhkan dalam hati kita bahwa Allah lah Dzat yang paling besar. Ketika takbir kita kumandangkan saat berpuasa kita juga meneguhkan untuk mengecilkan pengaruh hawa nafsu dan mengagungkan kebesaran Allah didalam sanubari kita. Lalu apa sebenarnya tujuan kita selalu takbir dalam kehidupan kita?

    Hadirin rahimakumullah….

    Takbir mengajarkan kepada kita untuk senantiasa mengecilkan hal-hal duniawi yang sering kita besar-besarkan dalam kehidupan kita. Dalam keseharian kehidupan, kita harus mengakui bahwa sering kita takbir dalam shalat namun diluar shalat kita masih sering mengagungkan kekayaan, kekuasaan dan jabatan. Diluar shalat kita masih dibanggakan dan diperbudak oleh nafsu dengan memaksa orang lain untuk menuruti kemauan kita.

    Kita sering takbir dalam shalat namun dikehidupan sehari-hari kita ditengah masyarakat sering melupakan Allah SWT. Mulut kita bertakbir namun hati kita ditutupi dengan rasa takabbur, bangga dengan ke-akua-an kita. Kita sering merasa paling penting, paling hebat dan paling segala-galanya. Kita sering memanfaatkan jabatan, harta dan gelar yang seharusnya dipergunakan untuk
    kemaslahatan ummat namun malah kita manfaatkan untuk kemafsadatan dan kepentingan diri sendiri.

    Hadirin rahimakumullah….

    Dalam kehidupan kita sering tidak lagi mengaplikasikan Firman Allah dan Hadits Rasul tentang kejujuran, keikhlasan, kasih saying dan amal sholeh. Dan sebaliknya, kita malah mengamini dan mengikuti petunjuk syaitan laknatullah yang mengajarkan kelicikan, kemunafikan dan kekerasan hati. Kebesaran Allah yang selalu kita besarkan dalam shalat dan do’a, telah kita lupakan dalam kehidupan nyata.

    Kita sering beribadah siang dan malam namun disisi lain kemaksiatan dan kedzaliman juga terus di lakukan dalam kehidupan. Ibadah sering kita lakukan hanya sebatas menggugurkan kewajiban dan agar terlihat oleh orang lain untuk mendapatkan pujian. Kita menahan lapar dengan tidak mimun dan makan namun kita berbuka dengan makanan haram yang didapatkan.

    Dalam puasa kita kehausan dan menahan lapar serta seluruh anggota badan kita merasakan keletihan tapi disisi lain kita tetap melakukan kemaksiatan. Kita khusyuk dalam shalat namun kita juga sering merampas hak sesama setiap saat. Banyak dari kita fasih dan hafal dengan Hadits dan Al Quran namun digunakan untuk menyalahkan dan mengkafirkan. Banyak dari kita berpuasa penuh di bulan Ramadhan namun kita memenuhi dunia ini dengan kemaksiatan dan kedzoliman.

    Ya Allah…. Ya Ghaffar… karuniakanlah ampunan Mu kepada kami atas dosa-dosa dan kealpaan kami. Kami sering tersesat dan diperbudak oleh nafsu. Oleh karena itu anugerahkanlah kepada kami kekuatan untuk dapat mengendalikan nafsu dan dapat terus mengagungkan-Mu dalam takbir diseluruh kehidupan kami.

     

    اللهُ أَكْبَرُ 3× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
    وَللهِ الْحَمْدُ

    Hadirin rahimakumullah….

    Sebagai orang yang beriman kita harus meyaqini bahwa hanya Allah lah yang paling besar dan selain Allah adalah kecil dan lemah. Sadarilah….. Semua materi dunia yang menjadi kebanggaan kita semuanya kecil dan tiada berarti sama sekali jika dibandingkan dengan keagungan Allah. Dalam kehidupan yang fana ini tidak patut bagi kita mendewa-dewakan kekayaan dan jabatan. Semua itu akan kita tinggalkan karena semua hanya sebuah titipan belaka yang suatu saat akan diambil kembali oleh sang pemiliknya yaitu Allah SWT. Tidak perlu kita menyombongkan dan pamer prestasi dan kekayaan kita karena hakikatnya semua itu tidak ada manfaatnya jika keimanan dan ketaqwaan tidak ada dalam jiwa kita.

    Janganlah kita menyombongkan diri sendiri. Siapapun kita, dimanapun kita, kapanpun waktunya, Allah telah melarang kita untuk berlaku sombong sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Luqman ayat 18 yang artinya: “dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”

    اللهُ أَكْبَرُ 3× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
    وَللهِ الْحَمْدُ

    Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Jama’ah Shalat Idul Fitri Rahimakumullah

    Selain menanggalkan kesombongan diri, marilah kita juga senantiasa berbuat baik kepada sesama. Terlebih kepada sosok yang paling berjasa dalam kehidupan kita yaitu orang tua kita. Dalam tuntunan ajaran Agama Islam kita diperintahkan untuk memuliakan orang tua dengan memperlakukannya secara baik dalam bentuk perkataan dan juga sikap kita. Orang tua adalah Jimat kita di dunia. Keridoan orang tua akan menjadi sumber kesuksesan kehidupan kita didunia. Sebaliknya kemarahannya adalah merupakan sebuah bencana dalam kehidupan kita.

    رِضَى اللهِ فىِ رِضَى الْوَالِدَيْنِ وَسُخْطُ اللهِ فِى سُخْطِ
    الْوَالِدَيْنِ

    “Keridloan Allah tergantung kepada keridloan orang tua dan kemarahan Allah tergantung kemarahan orang tua”

    Hadirin rahimakumullah.

    Adalah sebuah kebahagiaan bagi kita yang orang tuanya masih dalam keadaan sehat dan masih bersama kita. Terlebih sosok ibu yang telah susah payah melahirkan kita kedunia ini. Ibu adalah sosok yang paling berjasa dan dapat menghantarkan kita ke surga. Apa kabar Ia hari ini? Sudahkah kita menjenguknya? Semakin hari semakin bertambah tua umurnya. Hari-harinya sudah mulai ditinggal pergi anak-anaknya. Dirumah sendiri tak berdaya dengan kondisi kesehatan yang semakin membuatnya tak berdaya. Keinginan bekerja masih ada namun tenaga sudah tidak mendukung keinginannya. Akhirnya hanya bisa mengubur semua isi hatinya sambil berharap ada anak yang memperhatikan dan peduli dengannya. Apakah kita peduli dengan hal ini? Apakah kita merasakan apa yang mereka inginkan dan rasakan selama ini?

    Hadirin rahimakumullah…

    Inilah saat penting bagi kita untuk berbuat baik kepada orang tua kita. Inilah ladang amal bagi kita selaku anak yang berbakti kepada orang tua. Jika kita dengan ikhlas peduli, memberi kasih sayang dan membantu meringankan beban hidupnya yakinlah… surga balasannya. Jasa dan perjuangan mereka tidak akan bisa kita balas dan bayar lunas. Demi Allah… sebanyak apapun yang pernah kita berikan, apapun yang pernah kita serahkan kepada orang tua kita, tidak akan setimpal dengan perjuangan dan pengorbanan mereka membesarkan kita.

    Mari kita ingat perjuangan mereka ketika kita masih kecil tak bisa berbuat apa-apa. Dengan penuh cinta mereka menggendong kita, mencium kita dan merawat kita sampai kita bisa seperti sekarang ini. Bagaimana sebaliknya ketika saat ini mereka tergeletak sakit sendirian dirumahnya? Sempatkah kita menengoknya? Berapa kali kita mengusap keningnya, menyuapinya dan menggantikan pakaiannya ketika ia terbaring sakit diatas tempat tidurnya? Seringkah kita memeluknya dengan penuh cinta sembari tersenyum sebagaimana ia lakukan saat kita kecil dipangkuannya?

    Oleh karena itu Hadirin rahimakumullah….

    Dihari nan fitri inilah waktu yang tepat bagi kita untuk meraih kedua tangannya yang sudah nampak keriput dimakan usia. Rengkuhlah tubuhnya, Ciumlah tangan yang dulu kekar mengasuh kita namun sekarang  sudah lemah seraya bersimpuh meminta maaf kepadanya. Mintalah keridhoan dan keikhlasannya untuk bekal hidup kita. Dan marilah berdoa agar Ia selalu mendapatkan perlindungan dan kesehatan serta kemudahan dari Allah SWT.

    Semoga mereka tetap terjaga Iman Islamnya dan ketika Ia dipanggil oleh Allah SWT mereka menjadi hamba yang khusnul khatimah dan kita diberikan ketabahan dalam menghadapinya.

    Namun hadirin rahimakumullah…. jika mereka saat ini sudah tidak bersama kita lagi didunia. Marilah kita luangkan waktu untuk berziarah ke makam mereka. Lihat dan bersihkanlah pusara mereka yang menunggu doa dari kita dan keluarga. Ia pastinya akan tersenyum melihat kehadiran dan doa yang kita kirimkan. Sebaliknya mereka pasti akan sangat bersedih ketika kita tidak datang mendoakan karena hanya itulah yang mereka harapkan dialam sana.

    اللهُ أَكْبَرُ 3× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
    وَللهِ الْحَمْدُ

    Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Jama’ah Shalat Idul Fitri Rahimakumullah

    Selain menunjukkan pengabdian dan bakti kita kepada orang tua kita, marilah pada momen Idul Fitri ini kita tebar aura positif kepada orang yang ada disekitar kita. Binalah persahabatan kepada semua dengan penuh kasih sayang. Perkuatlah kedekatan batin dengan sesama agar tercipta suasana yang penuh kedamaian dan penuh cinta serta kasih sayang.

    Hal ini dapat diwujudkan dengan saling mengulurkan tangan seraya mengucapkan permohonan maaf kepada sesama. Bukakan pintu maaf kepada sesama agar kesempurnaan ibadah kita dibulan Ramadhan dan idul fitri ini akan semakin sempurna. Semogalah semua dosa kita kepada Allah dan dosa kepada sesama akan diampuni sehingga kita akan menjadi insan yang kembali suci mendapatkan kemenangan seperti harapan dalam doa kita “Jaalanalahu Minal Aidin wal Faizin”.

    Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Jama’ah Shalat Idul Fitri Rahimakumullah

    Demikianlah Khutbah Idul Fitri 1438 H. Semoga dapat memberikan kemanfaatan bagi kita semua dan marilah kita berdo’a semoga ibadah kita selama ini khususnya di Bulan Ramadhan tahun ini diterima Allah SWT. Dengan datangnya 1 Syawwal 1438 H ini pula kita berharap mudah-mudahan kita akan menjadi insan yang bertaqwa sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al Baqarah 183:

    بارك الله لى ولكم فى القرآن العظيم ونفعنى وإياكم بفهمه إنه هو البر الرحيم

    الخطبة الثانية لعيد الفطر

    الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر.

    الحمد لله أفاض نعمه علينا وأعظم. وإن تعدوا نعمة الله لا تحصوها, أشهد أن لا
    إله إلا الله وحده لا شريك له. أسبغ نعمه علينا ظاهرها وباطنها وأشهد أن محمدا
    عبده ورسوله. رسول اصطفاه على جميع البريات. ملكهاوإنسها وجنّها. اللهم صل
    وسلم على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه أهل الكمال فى بقاع الأرض بدوها وقراها,
    بلدانها وهدنها.

    الله أكبر أما بعد : إخوانى الكرام ! استعدوا لجواب ربكم متى تخشع لذكر الله
    متى نعمل بكتاب الله ؟ قال تعالى ياأيها الذين أمنوا استجيبوا لله ولرسوله إذا
    دعاكم لما يحييكم واعلموا أن الله يحول بين المرء وقلبه وأنه إليه تخشرون.

    الله أكبر. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أل سيدنا محمد. كما صليت على إبراهيم
    وعلى أل إبراهيم, وبارك على محمد وعلى أل محمد, كماباركت على إبراهيم وعلى أل
    إبراهيم فى العالمين إنك حميد مجيد.

    الله أكبر. اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم
    والأموات. إنك سميع قريب مجيب الدعوات وقاضى الحاجات. اللهم وفقنا لعمل صالح
    يبقى نفعه على ممر الدهور. وجنبنا من النواهى وأعمال هى تبور. اللهم أصلح ولاة
    أمورنا. وبارك لنا فى علومنا وأعمالنا. اللهم ألف بين قلوبنا وأصلح ذات بيننا.
    اللهم اجعلنا نعظم شكرك. ونتبع ذكرك ووصيتك. ربنا أتنا فى الدنيا حسنة وفى
    الأخرة حسنة وقنا عذاب النار. ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من
    لدنك رحمة إنك أنت الوهاب.

    الله أكبر. عباد الله ! إن الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذى القربى وينهى
    عن الفحشاء والمنكر. يعذكم لعلكم تذكرون. فاذكروا الله يذكركم واشكروا على
    نعمه يشكركم. ولذكر الله أكبر

  • Meraih Keistimewaan Lailatul Qodar

    Oleh : Nindia Puspitasari

    Alumnus Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

    Bulan Ramadhan merupakan bulan yang didalamnya penuh dengan keistimewan. Salah satu keistimewaan bulan Ramdhan adalah terdapat malam yang begitu mulia yakni malam Lailatul Qodar. Malam ini adalah malam yang mana nilai kebaikannya setara dengan nilai ibadah seribu bulan. Malam Lailatul Qodar merupakan anugerah khusus yang diberikan Allah Swt kepada Rasulullah Saw dan hamba-Nya yang bersungguh-sungguh beribadah untuk menjemputnya pada bulan Ramadhan.

    Berkat keistimewaan malam ini pulalah, bulan Ramadhan menjadi bulan yang penuh berkah, bulan yang penuh dengan ampunan dan maghfirah. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa shalat malam pada malam Lailatul Qodar karena iman dan mengharapkan ridha Allah Swt, maka Allah Swt akan menghapus dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Muttafaq ‘Alaih).

    Malam Lailatul Qodar hanya akan ada sekali selama bulan Ramadhan. Kemudian pertanyaannya, kapan dan pada malam apakah malam mulia ini turun ? Tidak ada yang mampu memastikan kedatangan malam Lailatul Qodar. Yang jelas, malam Lailatul Qodar ini turun pada bulan Ramadhan. Hal ini selanjutnya menjadi rahasianya Allah Swt. Lalu kenapa Allah Swt merahasiakannya ?

    Syekh Ali Ahmad Al-Jarjawi menyebutkan beberapa alasan dari pertanyan di atas sebagai berikut : Pertama, agar tetap tidak mengurangi keagungan sunnah yang lain. Bukan suatu kerugian jika setiap kebaikan tetap dilakukan bukan saja di bulan penuh berkah ini. Sebagaimana tersembunyinya keridhaan Allah Swt atas ketaatan seseorang agar umat Islam senantiasa memohonnya. Ataupun dari kemarahan-Nya yang tertunda pada pelaku maksiat agar hal itu selalu dijauhi.

    Kedua, seandainya diketahui kepastian malam Lailatul Qodar ini, dikhawatirkan akan timbul kesombongan pada diri manusia khususnya umat Islam. Seolah-olah hanya dirinyalah yang mengetahui kepastian datangnya malam mulia ini.

     Ketiga, agar umat Islam selalu bersiap menyambut datangnya malam Lailatul Qodar dengan semangat ibadah dan berlomba-lomba dalam kebaikan. Bayangkan saja, seandainya datangnya malam Lailatul Qodar ini dipastikan dan diberitakan secara pasti waktu maupun harinya, niscaya umat Islam banyak berlomba-lomba untuk mengerjakan segala perbuatan baik hanya untuk hari dan malam itu saja. Sehingga ia akan meluputkan diri dari berbuat baik pada saat-saat yang lain.

    Tamsil Lailatul Qodar adalah ibarat harta karun yang tersimpan di dasar tanah. Harta karun itu bukanlah sekarung emas yang terkubur dan tak terlihat di dalam gundukan tanah. Melainkan, tanah itulah yang terlihat nyata sebagai harta karun itu sendiri. Tinggal bagaimana mengolah tanah kosong itu, agar kemudian bisa menghasilkan keuntungan. Inilah harta karun yang diciptakan dan bukan dicari atas dasar mitos.

    Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya tanda Lailatul Qodar adalah malam cerah, terang, seolah-olah ada bulan, malam yang tenang dan tentram, tidak dingin dan tidak pula panas. Dan sesungguhnya tanda Lailatul Qodar adalah matahari di pagi harinya terbit dengan indah, tidak bersinar kuat, seperti bulan purnama, dan tidak pula dihalalkan bagi setan untuk keluar bersama matahari pagi”.

    Dengan ketidaktahuan kita akan datangnya malam Lailatul Qodar ini, marilah kita senantiasa memperbanyak beristighfar, beri’tiqaf, berdo’a memohon ampunan dan taufiq-Nya agar kita diberi kemudahan dalam ketaatan dan diberi kesempatan untuk menuai pahala darinya dengan berpuasa, qiyamul lail dan terus melakukan ibadah-ibadah lainnya di bulan Ramadhan.

    Sehingga ketika kita keluar dari bulan yang penuh berkah ini, kita tetap dalam keimanan, ketaqwaan, berharap dan cinta hanya kepada Allah Swt semata. Dan mudah-mudahan Allah Swt senantiasa membimbing dan memberikan kita kekuatan untuk tetap istiqamah di jalan yang lurus, jalan yang penuh kenikmatan dan diridhai-Nya sampai kita berjumpa dengan-Nya nanti. Aminnnn Ya Allah Ya Rabbal Alamin.

     

  • Mengejar Keistimewaan Lailatul Qodar

    Disisi Saidi Fatah
    Alumni BPUN Mataair Way Kanan 2015. Guru pengampu IPA dan TIK di SMP
    Manba’ul ‘Ulum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah 11 Way Kanan Lampung

    Tanpa terasa bulan suci ramadhan akan segera  berakhir,  kita baru saja melewatkan 10 malam yang pertama yakni malam yang penuh rahmat,  dan 10 malam yang kedua yakni malam  yang penuh dengan ampunan. Lalu apa keistimewaan pada 10 malam ramadhan yang terakhir? Keistimewaan pada 10  malam ramadhan yang terakhir , salah satunya adalah terdapat malam yang begitu mulia yakni Lailatul Qodar.  Lailatul Qodar adalah  malam yang penuh keberkahan dimana pada malam itu waktu diturunkannya Al-Qur’an, malam yang lebih baik dari seribu bulan.

    Sebagaimana firman Allah SWT  dalam Qur’an  Surah  Al -Qodr Ayat 1-5

    إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ
    الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ
    الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ
    سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

    “(1) Sesungguhnya kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam kemuliaan. (2) Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? (3) Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. (4) Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. (5) Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar” (QS. Al-Qadr: 1-5).

    Dari A’isyah radhiallahu’anha, beliau  berkata; “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersungguh-sungguh pada sepuluh malam terakhir dengan kesungguhan yang tidak beliau lakukan pada waktu-waktu lainnya. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam apabila memasuki sepuluh malam terakhir, beliau mengikat sarungnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan istri-istrinya (untuk shalat malam).

    Lailatul Qodar terjadi pada sepuluh malam terakhir dan terjadi pada malam-malam yang ganjil. Barangsiapa yang menghidupkan malam-malam itu karena berharap keutamaannya maka sesungguhnya Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang lalu dan yang akan datang.

    Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya tanda Lailatul Qodar adalah malam cerah, terang, seolah-olah ada bulan, malam yang tenang dan tentram, tidak dingin dan tidak pula panas, pada malam itu tidak dihalalkan dilemparnya bintang, sampai pagi harinya, dan sesungguhnya tanda Lailatul Qodar adalah matahari di pagi harinya terbit dengan indah, tidak bersinar kuat, seperti bulan purnama, dan tidak pula dihalalkan bagi setan untuk keluar bersama matahari pagi.

    Kita tidak tahu pasti kapan lailatul qodar itu hadir, sebab kita  hanyalah manusia biasa.  Mari kita perbanyak istighfar dan ber-i’tiqaf, perbanyak doa memohon ampunan kepada Allah dengan merendahkan diri kita dan berharap ridho darinya.

    Marilah kita selalu berdoa dan meminta kepadanya, memohon taufiqnya agar kita diberi kemudahan dalam ketaatan dan diberi kesempatan untuk dapat menuai pahala darinya dengan berpuasa, qiyamul lail dan melakukan ibadah-ibadah lainnya di bulan Ramadhan .

    Sehingga kita keluar dari bulan yang penuh berkah ini dengan penuh keimanan, takut, berharap dan cinta hanya kepadanya semata. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa membimbing dan memberikan kita kekuatan untuk tetap tsabat dan istiqamah di atas jalannh yang lurus, jalan orang-orang yang diridhai dan diberikan kenikmatan olehnya sampai kita bertemu dengannya nanti. Aamiin Ya Rabbal Alamin.