Bandar Lampung: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung (more…)
Author: muilampungdigital
-
Ibadah Qurban adalah Salah Satu Wujud Kesempurnaan Iman kepada Allah Swt
Pringsewu: Untuk kesempurnaan wujud Iman Kepada Allah Swt, Nabi Ibrahim adalah sosok yang sangat patut untuk dijadikan contoh nyata. Kecintaannya kepada sang kholiq tidak berkurang walaupun cobaan berat diberikan kepadanya berupa perintah untuk mengorbankan apa yang dicintainya. Nabi Ismail, putra semata wayangnya, yang sudah lama diharapkan kehadirannya dalam keluarga diperintahkan untuk disembelih sebagai ujian sejauhmana kecintaannya kepada Allah Swt.
“Sebelum memiliki anak Ismail, Nabi Ibrahim terkenal sebagai kekasih Allah dengan julukan kholilullah. dihatinya selalu ada Allah. Ia sangat dan hobi berkurban. Sampai-sampai Ia berkata seandainya Ia punya anak dan Allah memerintahkan untuk dikurbankan, maka Ia pun siap melakukannya sebagai wujud cinta kepada Allah,” jelas Wakil Rais Syuriyah PCNU Pringsewu KH. Muhammad Nur Aziz, Ahad (28/8).
Sampai pada waktunya Nabi Ibrahim diberi putra Ismail, Allah benar-benar mengujinya dengan perintah untuk menyembelihnya.”Perintah ini tidak mengurangi kecintaannya kepada Allah dan sebaliknya mendapat dukungan dari istrinya dan dari Ismail sendiri,” tegasnya saat menjelaskan Hikmah Qurban pada Ngaji Ahad Pagi atau Jihad Pagi di Gedung NU Pringsewu.
Keteguhan dalam melaksanakan perintah ini lanjutnya, menjadikan Nabi Ibrahim lulus ujian keimanan sehingga Allah menggantikan Ismail dengan seekor domba untuk disembelih. “Lalu kenapa diganti dengan hewan domba?” Tanyanya kepada Jamaah yang memenuhi Aula Gedung NU. Pengasuh Pondok Pesantren Madinatul Ilmi Pagelaran ini menjelaskan bahwa ini merupakan salah satu hikmah dibalik Ibadah penyembelihan hewan qurban.
Menurutnya domba merupakan simbol sifat nafsu hewan yang bisa saja masuk kedalam diri manusia dan setiap nafsu yang menghalangi cinta kepada Allah harus dihilangkan. “Apapun yang menghalangi cinta kita kepada Allah harus disembelih karena akan mengganggu Iman kepada Allah Swt,” Katanya. “Sembelih sifat itu. Korbankan dan tinggalkan agar iman kita sempurna,”lanjutnya.
Oleh karenanya, Dai muda ini mengajak seluruh ummat Islam untuk menjadi pribadi-pribadi yang selalu mematuhi perintah Allah dan siap berkorban sebagai upaya mendekatkan diri kepadaNya. “Setiap apa yang diperintahkan Allah selalu ada hikmahnya. Angan-angan dan keinginan kita tidak mesti semuanya sesuai dengan keinginan Allah. Apapun yang terjadi dalam hidup dan kehidupan kita adalah yang terbaik bagi kita,” pungkasnya. (Muhammad Faizin).
-
Investasi Emas Syari’ah dalam Perspektif Hukum Islam
Silakan klik untuk membaca Investasi Emas Syari’ah dalam Perspektif Hukum Islam
AL-‘ADALAH Jurnal Hukum Islam telah “TERAKREDITASI” berdasarkan Keputusan Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
-
Bolehkah Berqurban 1 Kerbau untuk Lebih dari Tujuh Orang
Pertanyaan:
Aslm. Bapak/ibu pengurus MUI Lampung saya ingin bertanya, bolehkah berqurban satu ekor kerbau untuk lebih dari tujuh orang?
Jawab:
Ulama Madzaibul Arba’ah sepakat bahwa satu ekor kambing cukup untuk satu orang, dan satu ekor sapi atau kerbau atau unta cukup untuk orang tuju, hal ini di jelaskan oleh syeh wahab az zuhaili dalam fiqhul islam wa adilatuhu, juz 4, halaman 264.
اتفق الفقهاء على أن الشاة والمعز لا تجوز أضحيتهما إلا عن واحد، وتجزئ البدنة أو البقرة عن سبعة أشخاص، لحديث جابر: «نحرنا مع رسول الله صلّى الله عليه وسلم بالحديبية: البدنة عن سبعة والبقرة عن سبعة»
Ulama’ ahli fiqh (Madzaibul Arba’ah) sepakat bahwa satu ekor kambing hanya cukup untuk satu orang dan satu ekor unta atau sapi cukup untuk tuju orang, hal ini berdasarkan hadts yang di riwayatkan oleh sahabat Jabir.
Sedangkan jika di pahanya qurban di peruntukan untuk lebih dari satu orang di perbolehkan, hal ini di jelaskan oleh Syeh Zakariya al Anshori (Pengikut Mdzahab Syafiiyah) dalam kitab Asna Matholib juz 6 halaman 473:
الشَّاةُ ) تُجْزِئُ ( عَنْ وَاحِدٍ فَإِنْ ذَبَحَهَا عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِهِ أَوْ عَنْهُ وَأَشْرَكَ غَيْرَهُ فِي ثَوَابِهَا جَازَ ) وَعَلَيْهِمَا حُمِلَ خَبَرُ مُسْلِمٍ { أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَحَّى بِكَبْشَيْنِ وَقَالَ : اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ }
Satu ekor kambing cukup untuk satu orang, maka jika seseorang memotong seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya, atau untuk dirinya dan untuk selain dirinya, yang berserikat dalam hal pahala (dalam artian pahalanya untuk dirinya sendiri dan keluarganya atau selainya) maka di perbolehkan, hal ini berdasarkan Hadits yang di riwayatkan Imam Muslim: sesungguhnya Nabi SAW berqurban dengan dua ekor kambing, dan beliau berdoa: ya Allah terimalah qurban dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan dari umat Muhammad”
Sedangkan hadits yang di riwayatkan oleh sahat ibnu Abas yang menjelaskan bahwa satu ekor unta cukup untuk sepuluh orang telah di nasah oleh hadits yang di riwayatkan oleh sahabat jabir yang menjelaskan satu ekor sapi atau unta cukup untuk tuju orang. Hal ini di jelaskan oleh Syeh Abu al Hasan ‘Ubaidillah dalan kitab Mura’atul Mafatih syarah dari kitab Misykatul Mashobih, juz 5 halaman 103, 178.
وفي البعير عشرة) فيه دليل على أنه يجوز اشتراك عشرة أشخاص في البعير في الأضحية، وبه قال إسحاق بن راهويه وابن خزيمة، وهو الحق خلافاً للجمهور، قالوا: إنه منسوخ، ولا يخفى ما فيه.
وفي البعير عشرة قال المظهر عمل به إسحاق بن راهويه وقال غيره أنه منسوخ بما مر من قوله البقرة عن سبعة والجزور عن سبعة اه والأظهر أن يقال إنه معارض بالرواية الصحيحة وأما ما ورد في البدنة سبعة أو عشرة فهو شاك وغيره جازم بالسبعة رواه الترمذي والنسائي وابن ماجه
Dijawab oleh KH. Munawir (Ketua Komisi Fatwa MUI Lampung) -
Membaca al-Quran dengan Langgam Jawa
Pertanyaan:
Aslm. Bapak/Ibu pengurus MUI Lampung saya ingin bertanya, bolehkah membaca al-al-Quran dengan Langgam Jawa?
Jawab
Membaca al-Quran merupakan ibadah yang sangat besar pahalanya, bahkan disunnahkan juga mengindahkan bacaannya. Sampai disini sebenarnya tidak ada persoalan. Persoalan kemudian timbul ketika membaca al-Quran dengan langgam non-Arab. Misalnya langgam Jawa.
Untuk menjawab pertanyaan ini maka kami akan menghadirkan pandangan para ulama tentang pembacaan al-Quran dengan pelbagai langgam. Asy-Syasyi dalam kitab al-Hilah mendokumentasikan tentang perbedaan para ulama dalam menyikapi pembacaan al-Quran dengan pelbagai langgam. Menurutnya ada dua kalangan ulama, ada yang membolehkan dan ada yang tidak.
وَقَالَ الشَّاشِيُّ فِي الْحِيلَةِ فَأَمَّا الْقِرَاءَةُ بِالْأَلْحَانِ فَأَبَاحَهَا قَوْمٌ وَحَظَرَهَا آخَرُونَ
“Asy-Syasyi dalam kitab al-Hilah, adapun membaca (al-Qur`an) dengan pelbagai langgam maka sebagian kalangan membolehkan sedang kalangan yang lain melarangnya. (Lihat ar-Ramli, Hasyiyah ar-Ramli, juz, 4, h. 344)
Sedangkan imam Syafii cenderung untuk memerinci. Menurutnya membaca al-Quran dengan pelbagai langgam adalah boleh sepanjang tidak merubah huruf dari nazhamnya. Namun apabila sampai menambahi hurufnya maka tidak diperbolehkan.
وَاخْتَارَ الشَّافِعِيُّ التَّفْصِيلَ وَإِنَّهَا إنْ كَانَتْ بِأَلْحَانٍ لَا تُغَيِّرُ الْحُرُوفَ عَنْ نَظْمِهَا جَازَ وَإِنْ غَيَّرَتْ الْحُرُوفَ إلَى الزِّيَادَةِ فِيهَا لَمْ تَجُزْ
“Asy-Syasyi dalam kitab al-Hilah, adapun membaca (al-Qur`an) dengan pelbagai langgam maka sebagian kalangan membolehkan sedang kalangan yang lain melarangnya. Imam Syafi’i memilih untuk merincinya, jika membacanya dengan pelbagai langgam yang tidak sampai merubah huruf dari nazhamnya maka boleh, tetapi apabila merubah hurufnya sampai memberikan tambahan maka tidak boleh” (Hasyiyah ar-Ramli, juz, 4, h. 344)
Pandangan imam Syafii sebenarnya ingin menegaskan bahwa boleh saja al-Quran dibaca dengan pelbagai langgam asalkan tidak merusak tajwid, mengubah orisinalitas huruf maupun maknanya. Pandangan imam Syafii tersebut kemudian diamini juga oleh ad-Darimi dengan mengatakan bahwa membaca al-Quran dengan pelbagai langgam adalah sunnah sepanjang tidak menggeser huruf dari harakatnya atau menghilangkannya. Sebab, menggeser atau menghilangkan huruf dari harakatnya adalah haram.
وَقَالَ الدَّارِمِيُّ الْقِرَاءَةُ بِالْأَلْحَانِ مُسْتَحَبَّةٌ مَا لَمْ يُزِلْ حَرْفًا عَنْ حَرَكَتِهِ أَوْ يُسْقِطُ فَإِنَّ ذَلِكَ مُحَرَّمٌ
Ad-Darimi berkata, membaca dengan pelbagai langgam itu disunnahkan sepanjang tidak menggeser huruf dari harakatnya atau menghilangkannya karena hal itu diharamkan”. (Hasyiyah ar-Ramli, juz, 4, h. 344)
Dengan mengaju pada penjelesan singkat ini, maka jawaban kami atas pertanyaan di atas adalah boleh membaca al-Quran dengan langgam Jawa tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melantunkan bacaan Al-Qur`an dengan menggunakan langgam selain yang sudah populer, antara lain :
a. Memperhatikan kaidah-kaidah ilmu tajwid, seperti panjang pendek bacaan, makhârijul hurûf, waqaf-ibtidâ`, dan lain sebagainya. Jangan sampai karena terbawa dan terpengaruh langgam, panjang pendek bacaan dan makhârijul hurûfmenjadi tidak tepat, sehingga berpotensi mengubah lafal dan merusak arti.
Salah baca karena pengaruh lagu, tercatat pertama kali dilakukan oleh al-Haitsam dan Ibnu A`yun, qari pada abad ke-2 hijriah. Dalam bacaan, keduanya sering terdengar mengubah huruf, seperti limasâkîn menjadilimiskîn,yang berpotensi merubah redaksi dan merusak arti.
Menurut pakar hadis, Ibnu Hajar al-Asqalani, yang mensyarah kitab Shahîhal-Bukhârî,memperindah bacaan Al-Qur’an sangat dianjurkan. Tetapi hendaknya memperhatikan aturan baca (kaidah tajwid) agar terhindar dari kesalahan. Alasan inilah yang mendasari Lembaga Fatwa Mesir (Dâr al-Iftâ’) melarang lantunan Al-Qur`an dengan lagu bila ternyata bacaan tersebut tidak sesuai kaidah. Para ulama sepakat, jika bacaan dengan lagu itu melanggar kaidah ilmu tajwid dan qira’at maka tidak diperbolehkan.
وَحَكَى الْمَاوَرْدِيُّ عَنِ الشَّافِعِيِّ أَنَّ الْقِرَاءَةَ بِالْأَلْحَانِ إِذَا انْتَهَتْ إِلَى إِخْرَاجِ بَعْضِ الْأَلْفَاظِ عَنْ مخارجها حرم
Imam al-Mawardi meriwayatkan dari Imam Syafi`i, bacaan dengan lagu, bila dilantunkan secara tidak tepat makhrajnya, hukumnya haram (Fath al-Bari, 9/72).
b. Memperhatikan adab tilawah, antara lain disertai niat ikhlas karena Allah, menghadirkan kekhusyukan,tadabbur(penuh penghayatan dan pemaknaan/meresapi makna), ta’atstsurdan tajâwub (responsif terhadap pesan ayat yang sedang dibaca), sehingga merasakan kesedihan bahkan menangis saat dibaca ayat-ayat siksa dan kepedihan, misalnya.
c. Tidak berlebihan (isrâf) dan tidak dibuat-buat (takalluf). Dalam segala sesuatu, seperti makan, minum, berpakaian dan sebagainya, Allah melarang manusia untuk berlebihan. Firman-Nya:
يَابَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَاتُسْرِفُوا إِنَّهُ لَايُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ(الأعراف: 31)
Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan (QS. Al-A`raf; 31).
Langgam bacaan yang berlebihan dan dibuat-buat akan berpotensi melanggar kaidah-kaidah bacaan (tajwid) dan mengalahkan bacaan untuk kepentingan lagu/ langgam. Imam Nawawi berkata,
أَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى اسْتِحْبَابِ تَحْسِينِ الصَّوْتِ بِالْقُرْآنِ مَا لَمْ يَخْرُجْ عَنْ حَدِّ الْقِرَاءَةِ بِالتَّمْطِيطِ فَإِنْ خَرَجَ حَتَّى زَادَ حَرْفًا أَوْ أَخْفَاهُ حَرُمَ
Para ulama sepakat tentang anjuran memperbagus suara bacaan Al-Qur`an, selama bacaan itu tidak keluar batas, dan kalau sampai keluar batas yang berakibat menambah atau mengilangkan/menyembunyikan huruf maka haram hukumnya.
d. Langgam yang digunakan hendaknya tidak berasal dari lagu atau langgam yang biasa digunakan dalam hal kemaksiatan atau menjauhkan seseorang dari ingatan kepada Yang Mahakuasa.
e. Tidak diringi dengan musik yang dapat mengganggu kekhusyukan pembaca dan atau pendengar, sehingga tujuan membaca Al-Qur`an, yaitu men-tadabburinya, tidak tercapai. Sebab Al-Qur`an adalahkalamullâhyang harus diperlakukan berbeda dengan kalam lainnya.
Demikian beberapa syarat dan ketentuan yang harus diperhatikan ketika menggunakan langgam Jawa atau Nusantara dalam melantunkan bacaan Al-Qur`an. Ketentuan ini juga berlaku bagi siapa pun yang akan menggunakan langgam apa pun.
Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Sikapilah perbedaan pandangan dengan bijak. Dan kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari pada para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq.
Dijawab oleh KH. Munawir (Ketua Komisi Fatwa MUI Lampung)