Author: muilampungdigital

  • Opini: Behavior Jurisprudence Ala Umar Bin Khattab

    Opini: Behavior Jurisprudence Ala Umar Bin Khattab

    Behavior Jurisprudence Ala Umar Bin Khattab
    Dr. Agus Hermanto, MHI
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Behaviour Jurisprudence adalah perilaku hukum dipengaruhi manusia dan manusia menjadi perilaku dari hukum, sehingga sebuah hukum dapat bersifat fleksibel, responsif dan progresif serta solutif, pada asas kepastian hukum, asas keadilan, dan asas kemaslahatan. Sebagaimana Sutjipto Raharjo menanamkan prinsip-prinsip hukum progresif guna menangkal paham hukum yang bersifat positif, Adapun prinsip-prinsip itu adalah bahwa hukum tidak harus law in book, melainkan law in action, hukum adalah untuk manusia dan bukan manusia untuk hukum serta hukum adalah untuk kemanusiaan dan bukan peran hakim sebagai corong undang-undang.
    Jauh sebelum Nonect dengan teori responsif dan Sutjipto Raharjo dan dikembangkan oleh Suteki, sejatinya suatu hukum dalam pendekatan behaviour jurisprudence telah diterapkan oleh Umar bin Khattab pada saat menyelesaikan setiap perkara yang dihadapi. Behaviour jurisprudence adalah suatu model hukum dengan pendekatan psikologi hukum, sosiologi hukum dan epistemologi hukum. Pada nalar pemikiran yang ditawarkan Muhammad Abid al-Jabiry, dengan nalar bayan, burhani dan irfani.

    Posisi Umar bin Khattab sebagai Khalifah, senantiasa melakukan ijtihad hukum guna memberikan solusi kepada umat Islam yang telah mulai menyebar ke seluruh wilayah di luar Jazirah Arabiyah, ditambah lagi, umat Islam kala itu mulai terpecah-belah karena banyaknya fitnah dan upaya-upaya dari pihak eksternal untuk memecahkan dan menghancurkan umat Islam, saat itulah Umat bin Khattab berupaya menyatukan umat Islam dengan pandang-pandangan hukum dan dan putusan hukum yang kerap kali keluar dari teks dan sunah Nabi, seperti halnya shalat tarawih yang pada umumnya nabi sendiri kadang shalat di masjid, dan kerap shalat di rumah, dan begitu juga dalam bilangan rakaat, sehingga umat Islam pada masa pemerintahannya Umar bin Khattab yang mereka melakukan shalat tarawih dengan beragam model, akhirnya Umar memutuskan untuk melakukan shalat tarawih di masjid berjamaah dalam bilangan 20 rakaat. Hal ini menunjukkan bahwa Umar sejatinya telah melakukan upaya progresif dalam hukum dengan tidak terpaku pada aturan yang telah ada. Jika dikembalikan pada prinsip-prinsip progresif bahwa hukum tidak harus law in book melainkan law in action, maka Umar bin Khattab telah melakukan hal tersebut, bahkan Umar mengatakan bahwa bid’ah yang paling mulia adalah bid’ah shalat tarawih berjamaah. Dalam prinsip lain jika hukum adalah untuk manusia dan bukan manusia untuk hukum, maka Umar sejatinya telah memperlakukan hukum untuk kemanusiaan.

    Merujuk pada behaviour jurisprudence, bahwa hukum adalah hal yang harus dilakukan dan masyarakat adalah inspirasi hukum, dengan pendekatan psikologi, sosiologi dan epistemologi hukum, hal ini telah juga dilakukan oleh Umar bin Khattab dalam menyelesaikan tiap perkara yang terjadi.

  • Opini: Indahnya Berbagi terhadap Sesama

    Opini: Indahnya Berbagi terhadap Sesama

    Indahnya Berbagi terhadap Sesama
    Prof. Dr. H. A. Kumedi Ja’far, S.Ag., M.H.
    Ketua LP2M UIN Raden Intan
    Ketua Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI Lampung

    Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa di masyarakat kita kenal yang namanya program Jumat berkah, yaitu program sedekah berupa pembagian bingkisan, baik bahan makanan atau makanan jadi yang diberikan kepada masyarakat sekitar yang bertujuan untuk menyambung silaturrahmi bersama masyarakat. Ini tentunya merupakan wujud nyata bagi  kita untuk peduli terhadap orang lain, terutama bagi mereka yang sangat membutuhkan. Apalagi saat ini banyak musibah di mana-mana, baik berupa banjir, longsor, gunung meletus, angin puting beliung, dan lain sebagainya. Sehingga banyak saudara kita yang mengalami kesulitan dalam ekonomi, bahkan tidak sedikit di antara mereka yang menjadi korban, sampai-sampai mereka kehilangan tempat tinggal, tempat usaha, barang dagangan, bahkan kerusakan  kendaraan sebagaimana yang dialami saudara-saudara kita di Bekasi, Sukabumi dan daerah-daerah lainnya beberapa hari yang lalu, termasuk saudara-saudara kita di Palestina yang saat ini sedang berduka. ini tentunya mereka sangat membutuhkan uluran tangan kita. Maka melalui infak/sedekah, tentunya akan dapat membantu meringankan beban mereka, apalagi di bulan Ramadhan yang penuh keberkahan dan kemuliaan ini.

    Kewajiban untuk berinfak/bersedekah/berbagi, Allah SWT telah banyak menjelaskan dalam al-Qur’an, salah satunya sebagaimana ditegaskan dalam surat al-Baqarah ayat 195 yang artinya “Dan berinfaklah di jalan Allah, janganlah jerumuskan dirimu ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”. Ayat ini tentunya memerintahkan kepada kita untuk berinfak/bersedekah/berbagi, apalagi di bulan suci Ramadhan yang penuh berkah ini, sebab berinfak/bersedekah/berbagi dapat berdimensi sosial sekaligus berdimensi ibadah, artinya dengan berinfak/bersedekah/berbagi tentunya akan dapat  membantu mengurangi beban mereka (nilai sosial) dan sekaligus mendatangkan pahala untuk kita yang berinfak/bersedekah/berbagi (nilai ibadah).

    Apapun yang akan kita infakkan/sedekahkan, dan sekecil apapun yang akan kita berikan, tentunya akan sangat bermanfaat untuk orang yang membutuhkan. Untuk itu mari kita saling berbagi, lebih-lebih di bulan suci Ramadhan ini. Jangan pernah kita menganggap bahwa apa yang akan kita berikan akan mengurangi harta kita, tetapi yakinlah bahwa apa yang akan kita infakkan/sedekahkan justru akan menambah harta kita, hal ini sebagaimana firman Allah Surat Saba’ Ayat 39 yang artinya “Suatu apa pun yang kalian infakkan/sedekahkan pasti Allah akan menggantinya. Dialah (Allah) sebaik-baik pemberi rizqi”. Dalam Firman yang lain, yakni Surat al-Baqarah Ayat 261 Allah menegaskan yang artinya “Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, di mana pada setiap tangkai terdapat seratus biji. Allah  melipatgandakan (pahala) bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui”. Berdasarkan kedua ayat ini jelas bahwa siapa saja yang mau berinfak/bersedekah/berbagi, maka Allah akan melipatgandakannya sampai tujuh ratus kali. Oleh karena itu jangan pernah kita takut untuk berinfak/bersedekah/berbagi kepada orang lain.

    Sebagai motivasi untuk berinfak/bersedekah/berbagi, Rasulullah SAW  telah menjelaskan dalam sebuah hadis yang artinya “Orang yang suka berinfak/bersedekah/berbagi (dermawan), ia akan dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dekat dengan surga dan jauh dengan neraka. Sebaliknya orang yang pelit atau enggan berinfak/bersedekah/berbagi, ia akan jauh dengan Allah, jauh dengan manusia, jauh dengan surga dan dekat dengan neraka”. Untuk itu mari kita budayakan hidup berbagi terhadap sesama, baik dalam keadaan sempit maupun dalam keadaan lapang. Ketahuilah bahwa sejatinya apa yang kita miliki hakekatnya ada hak orang lain, maka berikanlah akan hak-hak itu. Hal ini sebagaimana firman Allah Surat Adz-Dzariyat Ayat 19 yang artinya “Pada harta mereka ada hak-hak bagi orang miskin yang meminta dan yang tidak meminta”.

    Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa memberikan kemampuan kepada kita semua, sehingga kita termasuk orang-orang yang pandai bersyukur dengan menyisihkan sebagian dari harta yang kita miliki untuk berbagi terhadap orang lain. Wallahua’lam Bishawab.

  • Opini: Teori Pembanding Hukum Pada Nalar Al-Narajil

    Opini: Teori Pembanding Hukum Pada Nalar Al-Narajil

    Teori Pembanding Hukum Pada Nalar Al-Narajil
    Dr. Agus Hermanto, M.H.I
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Nalar yang berarti kemampuan berpikir logis, ilmiah dan masuk akal, juga dapat diartikan perangkat manusia yang digunakan untuk mencari kebenaran. Sebuah nalar tidak akan dapat terukur manakala tidak adanya teori yang dibangun. Termasuk nalar Al-narajil yang tidak akan mampu berdiri sendiri tanpa adanya bangunan teori. Maka daripada itu penulis menggagas sebuah teori yang ditawarkan yaitu teori perbandingan atau dalam Bahasa Arab dikenal dengan al-Muqarran, membandingkan berbeda dengan mengaitkan, mengoneksikan dan juga mengintegrasikan, melainkan bahwa membadingkan itu dapat dilakukan dengan dua hal, pertama membandingkan sebuah pedekatan yang digunakan, karena pendekatan dan teori yang digunakan oleh seorang mujtahid sangat menentukan hasil ijtihadnya, yang kedua adalah membandingkan kapasitas seorang mujtahid, apakah mujtahid yang melakukan ijtihad hukum sesuai dengan kapsitasnya atau tidak. Hal ini sangat penting untuk dilakukan, karena dengan seperti itu akan tercipta hukum yang lebih baik dan lebih maslahat.

    Sebagaimana dikatakan dalam sebuah kaidah:

    الحُكْمُ يَدُوْرُ مَعَ عِلَّتِهِ وُجُوْدًا وَعَدَمًا

    “Hukum itu beredar pada ‘illatnya, baik adanya hukum maupun tidak adanya”

    Secara etimologi ‘illat berarti alasan atau sebab, sesuatu yang menyebabkan berubahnya keadaan sesuatu yang lain dengan keberadaanya. Sedangkan secara terminologi, terdapat beberapa definisi ‘illat yang dikemukakan ulama ushul fiqih, antara lain:

    العِلَّةُ هِىَ الوَصْفُ الظَاهِرُ المُنْضَبِطُ الَذِى جَعَلَ مَنَاطَ الحُكْمِ يُنَاسِبُهُ

    “’Illat ialah suatu sifat yang nyata yang terang tidak bergeser-geser yang dijadikan pergantungan suatu hukum yang ada munasabah antaranya dengan hukum itu.”

    Al-Syatibi, menuliskan pengertian illat sebagai berikut:

    العِلَّةُ هِىَ المَصْلَحَةُ أَوِ المَفْسَدَةُ الَّتِى رَاعَاهَا الشَارِعُ فِى الطَلَبِ كَفًّا أَوْ فِعْلاً

    “’Illat adalah kemaslahatan atau kemanfaatan yang dipelihara atau diperhatikan syara’ di dalam menyuruh suatu pekerjaan atau mencegahnya.”

    Imam Syatibi berkata:
    العِلَّةُ هِىَ المَصَالِحُ الشَرْعِيَةُ الَّتِى تَعَلَّقَتْ بِهاَ الأَوَامِرُ وَالمَفَاسِدُ الَّتِى تَعَلَّقَتْ بِهَا النَوَاهِى

    “’Illat ialah segala keselamatan syara’ yang bergantung dengannya segala perintah dan segala kerusakan yang bergantung dengannya segala larangan.”

    Mayoritas ulama Hanafiyah, sebagian ulama Hanabillah dan Imam Baidawi (tokoh ulama fiqih Syafi’iyah), merumuskan definisi illat dengan:

    الوَصْفُ المُعَرِّفُ لِلْحُكْمِ

    “Suatu sifat (yang berfungsi) sebagai pengenal bagi suatu hukum.”

    Sebagaimana kaidah dibawah ini:

    الحُكْمُ يَتْبَعُ المَصْلَمَةُ الرَّاجِحَةُ

    “Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang lebih kuat.

    Pada beberapa kaidah ini peneulis ingin menyampaikan bahwa suatu hukum sangat tergantung pada suatu ‘illat (ratio legis), namun demikian, kita dapat menilai dari setiap hasil ijtihad yang dilakukan oleh ulama, bahwa hukum akan tergantung pada kemaslahatan yang paling kuat (rajih).

    Teori lahir untuk menopang nalar Al-Narajil, dengan beberapa tahapan, tahapan pertama, mengembalikan suatu perkara pada hukum syumul (komprehensif). Kedua, analisis kembali approauch (pendekatan) yang digunakan oleh penelititi atau mujtahid dan teori atau dalilnya. Ketiga, tilik kembali tujuan hukum (maqashid al-syari’ah) pada hukum yang sedang dibahas, Keempat, kualitas dan kompetensi mujtahid. Kelima, lihat kembali pada teks dan konteks, teks ada.

  • Rombongan II Safari Ramadhan Pemprov Lampung Kunjungi Tulang Bawang

    Rombongan II Safari Ramadhan Pemprov Lampung Kunjungi Tulang Bawang

    Bandar Lampung, MUI Lampung Digital

    Rombongan II Safari Ramadhan Pemerintah Provinsi Lampung melakukan kunjungan ke Kabupaten Tulang Bawang pada Senin (10/03/2025). Rombongan tersebut terdiri dari berbagai pejabat tinggi Pemprov Lampung dan disambut langsung oleh Bupati Tulang Bawang, Drs. Hi. Qodratul Ikhwan, M.M., di Rumah Dinas Bupati.

    Rombongan Pemprov yang hadir dalam kunjungan ini antara lain Wakil Gubernur Lampung, Danbrigif Piabung (diwakili oleh Mayor Marinir Sugiarto), Danlanud Pangeran M. Bunyamin, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama, Ketua MUI Provinsi Lampung (diwakili oleh KH. Suryani M. Nur) serta beberapa kepala dinas, seperti Kadis Koperasi dan UKM, Kadis Lingkungan Hidup, Kadis Dukcapil, Kadis PMD dan Transmigrasi, Asisten Ekubang Pemprov, Sekretaris DPRD Provinsi, serta Direktur Pelayanan RSUDAM, Direktur Umum dan Keuangan RSUDAM, dan Kepala Badan Pendapatan Daerah.

    Dalam acara tersebut, sambutan Wakil Gubernur Lampung disampaikan oleh Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Lampung, Drs. Samsurijal, M.M.. Ia menekankan pentingnya Safari Ramadhan sebagai ajang mempererat tali silaturahmi antara pemerintah dan masyarakat, serta sebagai wujud kepedulian terhadap sesama.

    Sebagai bagian dari kegiatan sosial, acara ini juga diisi dengan penyerahan santunan kepada anak yatim serta bantuan sosial untuk masjid-masjid di wilayah Tulang Bawang. Bantuan ini diharapkan dapat meringankan beban masyarakat yang membutuhkan, terutama dalam menyambut bulan suci Ramadhan.

    Selain itu, kegiatan ini juga diisi dengan tausiyah agama yang disampaikan oleh Dr. KH. Mahmudin Bunyamin, Lc., M.A.. Dalam ceramahnya, beliau menyampaikan tentang bagaimana Allah SWT menjaga empat hal dalam diri manusia, yaitu:
    1. Perut Kita (Rezeki) – Allah telah menjamin rezeki setiap makhluk-Nya, sebagaimana disebutkan dalam QS. Hud: 6. Oleh karena itu, manusia harus selalu berusaha dan bertawakal dalam mencari nafkah.
    2. Aib Kita – Allah Maha Penyayang dan menutupi aib hamba-Nya. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa siapa yang menutupi aib orang lain, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat (HR. Muslim).
    3. Umur Kita – Allah telah menetapkan ajal setiap manusia dan tidak ada yang mengetahui kapan dan di mana ia akan meninggal, sebagaimana tertulis dalam QS. Luqman: 34.
    4. Hati Kita – Allah menjaga hati manusia yang beriman dan memohon petunjuk-Nya, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-An’am: 125. Oleh sebab itu, manusia harus selalu berdoa agar diberikan keimanan yang kuat.

    Acara Safari Ramadhan ini berlangsung dengan penuh kehangatan dan kekhusyukan. Masyarakat Tulang Bawang menyambut baik kegiatan ini sebagai wujud kepedulian Pemprov Lampung dalam mendukung kesejahteraan dan mempererat ukhuwah Islamiyah di bulan suci Ramadhan.

    Acara tersebut diakhiri dengan do’a menjelang berbuka puasa bersama yang dipimpin oleh KH. Suryani M. Nur. Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan semakin banyak masyarakat yang mendapatkan manfaat, baik secara spiritual maupun sosial, serta semakin kuatnya hubungan antara pemerintah dan masyarakat dalam membangun daerah yang lebih maju dan sejahtera. (Rita Zaharah)

  • Analisis Nalar Al-Narajil Dalam Pembaruan Hukum Islam

    Analisis Nalar Al-Narajil Dalam Pembaruan Hukum Islam

    Analisis Nalar Al-Narajil Dalam Pembaruan Hukum Islam
    Dr. Agus Hermanto, MHI
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Nalar adalah kemampuan berpikir logis, ilmiah dan dapat diterima oleh akal pikiran. Sedangkan Al-Narajil adalah kata bahasa Arab yang berarti buah kelapa, dua kata ini jika digabungkan akan menjadi sebuah pemahaman bahwa kemampuan seseorang dalam berpikir secara logis terhadap lapisan-lapisan yang ada dalam Al-Narajil sebagai salah satu metode analis ilmiah terhadap penyelesaian Hukum Islam kontemporer. Lapisan-lapisan ini tersusun dengan baik dengan lima tahapan pada lapisan tersebut.Pertama adalah pertanyaan tentang bagaimana Hukum Islam dapat disebut komprehensif? Maka perlu dibuktikan bahwa Hukum Islam itu mencakup dua hal, yaitu yang tetap (tsubut), dan yang berubah (taghayyur). Adapun prinsip-prinsip Hukum Islam adalah memudahkan (taisir), berkeadilan (al-adl), ber kesetaraan (musawah), dan berdemokrasi (al-syura).

    Tahapan kedua adalah pertanyaan, apakah Hukum Islam dapat ditinjau dalam kajian multidisipliner? Perlu dipahami bahwa Hukum Islam itu syumul (komprehensif) sehingga dapat dikaji dalam berbagai pendekatan ilmiah, baik berupa intra doctrinal reform, yaitu pendekatan usul fikih dan teori-teori yang dapat digunakan untuk menganalisis. Kedua ekstra doctrinal reform, sebuah penelitian Hukum Islam dengan pendekatan teori Barat atau teori-teori luar usul fikih, semua pendekatan ini dapat dilakukan untuk menganalisis Hukum Islam.

    Lapisan ketiga, pertanyaan tentang maqasid, apakah tujuan yang hendak dicapai dalam Hukum Islam? Tujuan Hukum Islam adalah li jalbi al-mashaalihi wa li daf’i al-mafasid (mengambil kemaslahatan dan menolak kemudharatan). Sedangkan tujuan Hukum itu bersifat primer (dharuriyat), skunder (hajiat) dan tersier (tahsiniyat). Hal yang bersifat dharuriyat adalah untuk menjaga agama (Hifdzu al-din), menjaga jiwa (hifdzu al-nafs), menjaga akal (hifdzu al-ql), menjaga keturunan (hifdzu al-nasl) dan menjaga harta (hifdzu al-mal). Selain pertanyaan tujuan Hukum juga muncul pertanyaan kedua adalah apakah kompetensi mujtahid dalam berijtihad tentang Hukum Islam? Perlu diketahui syarat utama mujtahid adalah beriman, mampu berbahasa Arab, menguasai al-Quran dan tafsirnya serta ulumul Quran secara kaffah, begitu juga ilmu hadis baik dirayat dan riwayat serta hal yang berkaitan dengan pemahaman al-Sunah Nabi Muhammad SAW.

    Lapisan keempat, apakah kajian utama dari Hukum Islam kontemporer? Hukum Islam kontemporer kajiannya adalah Nash ( al-Quran dan al-Sunnah), sedangkan kajian kedua adalah konteks atau persoalan yang muncul pada persoalan yang sedang terjadi pada era kontemporer ini.

    Adapun pusar dalam konteks hukum Islam ini adalah tangkai yang dapat menyambungkan dari luar tembus pada 5 lapisan yang ada dalam Al-Narajil.

    Maka dari sinilah akan terlihat sebuah fenomena yang terjadi pada putusan hukum atau fatwa akan sangat mudah menelusuri nya, seperti misalnya bagaimanakah hukum childfree dalam kacamata Islam? Maka pertama harus ditelusuri bahwa hukum keluarga itu syumul (komprehensif) luas, utuh dan shaleh ngak ekslusif. Kedua perlu ada analis tentang pendekatan apa yang digunakan sehingga menimbulkan hukum baru pada childfree. Baru kemudian dapat kita lihat tujuan hukum berkeluarga, dan dapat dilihat kompetensi mujtahid, apakah ia orang beriman dan punya kemampuan secara baik dalam berijtihad. Sedangkan objek dalam kajian childfree ini dapat dilihat pada statement yang terjadi pada masyarakat, dan penelusuran Nash yang terkait.

  • Generasi Muda dan Tantangan Kebangsaan: DPRD Dorong Penguatan Nilai Pancasila

    Generasi Muda dan Tantangan Kebangsaan: DPRD Dorong Penguatan Nilai Pancasila

    Bandar Lampung, MUI Lampung Digital

    Anggota DPRD Kota Bandar Lampung, Hj. Wiwik Anggraini SH menggelar acara Pembinaan Ideologi Pancasila dan Wawasan Kebangsaan di Kelurahan Jagabaya II, Kecamatan Way Halim pada Minggu (09/03/2025).

    Kegiatan ini menghadirkan dua akademisi sebagai narasumber, yaitu H. Suryani M. Nur dari FISIP Universitas Tulang Bawang, Bandar Lampung, dan Widya Rizky Eka Putri dari Universitas Lampung, dengan moderator Ratna Wilis. Acara ini diikuti oleh sekitar 150 peserta dari berbagai kalangan masyarakat.

    Dalam sambutannya, Hj. Wiwik Anggraini menegaskan pentingnya kegiatan ini dalam memperkuat rasa kebangsaan dan pemahaman masyarakat terhadap Pancasila. “Sebagai warga negara, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Ideologi Pancasila adalah pedoman utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat agar tidak mudah terpengaruh oleh ideologi yang bertentangan dengan Pancasila,” ujarnya.

    Sesi pertama diisi oleh Widya Rizky Eka Putri menyampaikan materi tentang Wawasan Kebangsaan. Ia menyoroti pentingnya menjaga semangat persatuan di tengah keberagaman suku, agama, dan budaya di Indonesia. “Wawasan kebangsaan merupakan fondasi bagi ketahanan nasional. Dengan memahami dan menerapkan wawasan kebangsaan, kita dapat mencegah perpecahan serta memperkuat persatuan dan kesatuan,” jelasnya. Ia juga mengingatkan bahwa generasi muda memiliki peran strategis dalam menjaga keutuhan bangsa dan menghadapi tantangan globalisasi.

    Masih menurut Widya bahwa berbeda dengan negara yang menganut ideologi komunis atau liberalis, Indonesia menempatkan Pancasila sebagai dasar negara yang menyeimbangkan hak dan kewajiban individu dengan kepentingan bersama. Dalam ideologi komunis, negara mengendalikan hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk kepemilikan sumber daya, sehingga kebebasan individu sangat dibatasi. Sementara itu, dalam sistem liberal, kebebasan individu sangat diutamakan, bahkan sering kali mengabaikan nilai-nilai sosial dan kebersamaan. Indonesia, dengan Pancasila, mengambil jalan tengah dengan menekankan keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab sosial, sehingga tetap menghargai hak individu tanpa mengesampingkan kepentingan bangsa dan negara, ujar Widya.

    Selanjutnya narasumber H. Suryani M. Nur yang membahas tentang Ideologi Pancasila. Dalam pemaparannya, ia menjelaskan bahwa Pancasila bukan sekadar dasar negara, tetapi juga falsafah hidup bangsa Indonesia. “Pancasila adalah hasil perenungan mendalam para pendiri bangsa yang mencerminkan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal. Setiap sila memiliki makna yang mendalam dan saling berkaitan untuk menciptakan kehidupan yang adil, makmur, dan sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia,” paparnya.

    Lebih lanjut Suryani M Nur memaparkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara, ideologi, dan pandangan hidup bangsa Indonesia mengandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, serta keadilan sosial yang harus diimplementasikan dalam berbagai aspek kehidupan. Melalui pembinaan ini, masyarakat diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga persatuan, toleransi, serta menolak paham-paham yang bertentangan dengan Pancasila, seperti radikalisme dan ekstremisme, ujarnya.

    Acara diakhiri dengan sesi tanya jawab, di mana para peserta antusias mengajukan berbagai pertanyaan seputar implementasi nilai-nilai Pancasila dan tantangan kebangsaan di era digital.

    Hj. Wiwik Anggraini berharap kegiatan ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat serta mendorong mereka untuk lebih aktif dalam menjaga keutuhan bangsa. “Semoga dengan adanya kegiatan ini, kita semua semakin sadar akan pentingnya nilai-nilai Pancasila dan wawasan kebangsaan dalam kehidupan sehari-hari,” tutupnya. (Rita Zaharah)

  • Puasa Lahirkan Keikhlasan

    Puasa Lahirkan Keikhlasan

    Puasa Lahirkan Keikhlasan
    Prof. Dr. H. A. Kumedi Ja’far, S.Ag., M.H.
    Ketua LP2M UIN Raden Intan Lampung
    Ketua Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI Provinsi Lampung

    Allah berfirman yang artinya “ Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya semata-mata untuk Allah SWT ”. Ini artinya bahwa semua aktifitas termasuk ibadah puasa yang kita lakukan tentunya semata-mata hanya untuk Allah SWT. Dalam firman Allah yang lain, yakni Surat al-Bayyinah Ayat 5 dijelaskan bahwa kita hanya diperintahkan untuk beribadah kepada Allah dengan ikhlas  dan mentaatinya semata-mata karena (menjalankan) agama, bukan karena yang lain. Berdasarkan  kedua ayat  ini jelas bahwa semua ibadah termasuk puasa yang kita lakukan harus berdasarkan keikhlasan karena Allah SWT, sebab ibadah apapun tanpa didasari dengan keikhlasan, maka semuanya akan sia-sia, bahkan akan ditolak oleh Allah SWT dan tidak bermakna, hal ini sebagaimana Hadis Rasulullah SAW yang artinya tidak akan diterima amal ibadah seseorang kecuali dilakukan dengan penuh keikhlasan.

    Lantas apa itu ikhlas? Dan bagaimana puasa mampu melahirkan keikhlasan? Ikhlas itu ketika meniatkan seluruh ibadah tentu hanya untuk Allah SWT, sehingga tidak bangga akan pujian dan sanjungan orang lain. Ikhlas itu ketika mampu berbagi rezeki meskipun kita dalam keadaan terhimpit. Ikhlas itu ketika tersenyum melihat orang lain bahagia walaupun kita sedang berduka. Ikhlas itu ketika harus melepaskan sesuatu demi kebaikan bersama sekalipun kita yang terluka. Ikhlas itu ketika dihujani kata-kata yang menyakitkan tetapi kita  tetap bersikap baik dan mendo’akannya. Ikhlas itu seperti surat al-Ikhlas, tidak ada kata ikhlas pada ayatnya, tidak terlihat, tidak tergambarkan, tidak terdefinisikan, tetapi ikhlas hanya dapat dirasakan dalam lubuk hati seseorang yang mampu memahaminya.

    Oleh karena itu puasa bukan hanya sekedar menahan diri dari haus dan lapar, melainkan puasa mampu menjadikan pondasi keimanan seseorang dalam membebaskan diri dari keserakahan dunia. Ingat puasa termasuk ibadah rahasia (Sir), karena puasa merupakan ibadah yang terhubung langsung antara seseorang dengan Allah SWT. Boleh jadi di hadapan orang lain seseorang mengaku berpuasa, padahal di belakang ia makan dan minum (tidak puasa). Sehingga puasa itu memerlukan keikhlasan, puasa bukan karena malu sama orang, puasa bukan karena ingin dilihat orang lain, puasa bukan karena ingin dipuji orang lain, tetapi puasa semata-mata karena ketaatan kepada Allah SWT.

    Untuk itu belajarlah menjadi orang ikhlas, karena dengan keikhlasan kita akan mampu menerima segala sesuatu dengan berlapang dada dan berjiwa besar. Mudah-mudahan kita termasuk hamba-hamba Allah yang selalu ikhlas dalam beribadah dan beramal, sehingga seluruh ibadah dan amal kita senantiasa diterima oleh Allah SWT. Wallahua’lam Bishawab.

  • Ulama Palestina, Prof. Dr. Mahmoud Anbar Kunjungi MUI Lampung

    Ulama Palestina, Prof. Dr. Mahmoud Anbar Kunjungi MUI Lampung

    Bandar Lampung, MUI Lampung Online

    Ulama Palestina, Prof. Dr. Mahmoud Anbar, mengunjungi berkunjung ke Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung, Rabu (5/3/2025). Kehadirannya disambut Ketua Umum MUI Provinsi Lampung Prof. Moh. Mukri beserta jajaran pengurus. Kunjungan ini merupakan agenda ulama Palestina tersebut dalam rangka Safari Ramadhan 1446 H di Indonesia.

    Kunjungan ini difasilitasi oleh Aqsa Working Group (AWG) Wilayah Lampung, sebuah lembaga yang berkomitmen mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina dan pembebasan Masjid Al-Aqsa. Ketua AWG Wilayah Lampung, Yusron Darojat mengatakan bahwa kunjungan ini bertujuan untuk mempererat sinergi antara AWG dan MUI Lampung dalam mendukung perjuangan umat Islam, khususnya terkait Palestina.

    Safari Ramadhan Prof. Dr. Mahmoud Anbar ini dikemas dengan berbagai kegiatan di Kota Bandar Lampung dan sekitarnya. Dalam audiensi dengan MUI Lampung, ia menyampaikan perkembangan terkini di Palestina serta kondisi Masjid Al-Aqsa. Perkembangan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mendukung perjuangan Palestina serta memperkuat ukhuwah Islamiyah dalam menyambut bulan suci Ramadhan.

    Sementara Wakil Ketua Umum MUI Lampung, Dr. KH Ihya Ulumuddin menyampaikan apresiasi dan dukungannya pada agenda Safari Ramadhan tersebut.

    “Kami menyambut baik kedatangan Prof. Dr. Mahmoud Anbar ke Lampung, khususnya ke MUI Provinsi Lampung. Kehadiran beliau menjadi momentum yang sangat berharga bagi kita untuk mempererat ukhuwah Islamiyah dan semakin memahami perjuangan saudara-saudara kita di Palestina,” ujar Kiai Ihya.

    Ia juga menegaskan bahwa MUI Lampung selalu mendukung berbagai upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kepedulian umat Islam terhadap kondisi Palestina, termasuk melalui forum-forum ilmiah, dakwah, dan gerakan solidaritas.

    “Safari ini bukan hanya sekadar agenda keagamaan, tetapi juga bagian dari bentuk kepedulian kita terhadap sesama Muslim. Kami berharap kegiatan ini dapat memperkuat semangat kebersamaan dalam membela hak-hak rakyat Palestina serta mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga Masjid Al-Aqsa,” katanya.

    Ia mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya umat Islam di Lampung, untuk turut hadir dan mengambil manfaat dari pertemuan dengan Prof. Dr. Mahmoud Anbar. Ia berharap acara ini dapat memberikan wawasan baru dan meningkatkan kesadaran umat tentang isu-isu kemanusiaan yang terjadi di Palestina.

    Hadir pada kesempatan tersebut sejumlah pengurus MUI Lampung di antaranya Ketua KH Suryani M Nur, H Syamsul Hilal, H Didi Mawardi, Sekreraris H Muhammad Faizin, Ujang Tomy, dan Ketua Komisi Fatwa Dr. H Ahmad Ikhwani.

  • Opini: Tadarus Ramadhan Menguji Bacaan al-Qur’an

    Opini: Tadarus Ramadhan Menguji Bacaan al-Qur’an

    Tadarus Ramadhan Menguji Bacaan al-Qur’an
    Dr. Agus Hermanto, MHI
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Tadarus Ramadhan adalah kesempatan mulia dan amalan meraih pahala yang berlipat ganda. Waktu yang ada hanya pada bulan penuh keberkahan yaitu Ramadhan. Tadarus dapat dilakukan kapan saja, pagi, siang, sore bahkan malam selagi waktu kita ada, namun pada umumnya tadarus malam yang kerap kali dilantunkan oleh para generasi muda hingga orang dewasa di masjid-masjid dan surau. Hal ini sudah menjadi tradisi lama, dan tidak ada suatu problem yang penting untuk dipersoalkan apalagi diperselisihkan oleh kita. Namun yang perlu di garis bawahi bahwa tadarus ini memiliki nilai pelajaran yang sangat berharga dan mulia, selain tadarus adalah bacaan ayat-ayat suci al-Quran yang setiap hurufnya bernilai pahala, juga bernilai pendidikan yang mengajarkan kepada kita dan generasi muda untuk cinta pada kitabnya, yaitu panduan hidup dan sumber hukum utama.

    Suara tadarus yang bersahut menyahut antara satu masjid dengan masjid lainnya hingga surau-surau mengumandangkan bacaan ayat suci al-Quran menunjukkan adanya syiar Islam yang hidup dan dihidupkan. Hidup karena al-Quran dilantunkan dan hidup karena para generasi muda cinta pada al-Quran yang mulia. Namun demikian pula sejatinya tadarus adalah implementasi dari mengaji pada TPQ sekitar kita, artinya bahwa mereka anak-anak hingga remaja yang mampu mengaji (tadarus) menggunakan mic di masjid -masjid adalah mereka yang memiliki bekal mengaji dan mampu membacanya. Semakin banyak generasi kita yang masih silih berganti membaca ayat-ayat suci, berarti estafet generasi ke garasi yang Qur’ani dan Islami masih terus ada.

    Begitu bahagianya kedua orang tua yang telah menjadikan anak-anak shalehnya terus berpacu untuk melantunkan kalam Ilahi, sebuah keberhasilan nyata yang dialaminya dengan penuh kegembiraan yang tiada terkira. Sebaliknya, masih banyak masjid-masjid yang sepi, sunyi tanpa ada suara syiar yang menggema, bukan karena menjaga nilai toleransi untuk hidup saling menghargai antar umat beragama, namun lebih pada adanya lantunan Ilahi berarti disana ada harapan dan masa depan generasi kita.

    Dalam suatu kalimat mulia dikatakan (لم أرى خليلا قدر خليله كالقرآن فتوبى لمن اتّخد القرآن خليلا) saya belum melihat seorang sahabat yang memuliakan sahabatnya seperti halnya al-Quran, maka beruntunglah orang-orang yang menjadikan al-Quran sebagai sahabatnya.

  • Opini: Ramadhan Mendidik Mental

    Opini: Ramadhan Mendidik Mental

    Ramadhan Mendidik Mental
    Dr. Agus Hermanto, MHI
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Bulan Ramadhan yang kerap juga disebut Syahr al-Tarbuyah (bulan pendidikan). Berbicara tentang pendidikan berarti bermuara pada bagaimana manusia mendapatkan pelajaran hikmah bahkan keberkahan dari bulan yang suci ini. Secara religi, bahwa ibadah puasa bukan hanya menahan diri dari lapar dan dahaga dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari, melainkan juga menahan keinginan-keinginan duniawi dengan mengorientasikan diri untuk mengabdi kepada Ilahi Rabbi. Pada bulan Ramadhan ini, setiap jiwa manusia akan mendapatkan pelajaran masing-masing. Kita yang biasanya bekerja keras pada hari-hari biasanya, pada saat ini kita berpuasa, apakah fisik kita sekuat biasanya? Tentunya beda, hal inilah yang kemudian juga mengingatkan kepada kita untuk tidak sombong, karena hidup jasad kita senantiasa kuat karena adanya asupan makanan yang merupakan rizki dari Allah Ta’ala. Lalu apa yang mau kita banggakan dari diri kita, kecuali kita mencari rizki yang halal hingga mendatangkan kesehatan pada fisik kita, karena kesehatan itulah yang benar-benar akan menghantarkan diri kita untuk khusu’ beribadah kepada-Nya.

    Pada saat puasa kita juga mendapatkan pelajaran mulia, betapa sederhananya kehidupan ini, bahkan mungkin masih banyak saudara-saudara kita yang kurang jarang makan karena keterbatasan makanan, sehingga ia kerap merasakan lapar dan dahaga, pada saat seperti inilah kita diberi pelajaran, sejauh mana kepekaan kita, kedermawanan kita, hingga loyalitas kita kepada sesama manusia. Untuk itu, Allah mensyariatkan ibadah zakat, shadaqah dan bentuk lainnya dengan dilimpahkan pahala yang berlipat ganda, sehingga kita harus senantiasa berbagi dan memberikan kebahagiaan kepada sesama.

    Pelajaran itu tidak hanya untuk kita, tapi untuk keluarga kita, istri dan anak-anak kita, mereka kita ajak untuk berlatih menjalankan syariah puasa, agar kita bisa satu suara satu frekuensi mendidik keluarga kita hingga terjaga dari siksa api neraka. Sebagai firman Allah Ta’ala, tentang menjaga keluarga dari api neraka adalah surat At-Tahrim ayat 6. Ayat ini berbunyi, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”.