Breaking NewsHOMEOpini

Opini: Ulama sebagai Jembatan Dialog Antar Agama: Menciptakan Harmoni dalam Keagamaan

Ulama sebagai Jembatan Dialog Antar Agama: Menciptakan Harmoni dalam Keagamaan

Prof. Dr. KH. Sudarman, M.A.
(Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Provinsi Lampung)

Di era globalisasi yang semakin maju, interaksi antaragama menjadi semakin intensif. Dalam konteks ini, peran ulama sebagai jembatan dialog antar agama sangat penting. Ulama, yang tidak hanya dianggap sebagai pemimpin spiritual tetapi juga sebagai pembimbing moral, memiliki tanggung jawab besar untuk menciptakan harmoni di tengah keragaman keyakinan. Dengan mengedepankan nilai-nilai toleransi, saling pengertian, dan dialog yang konstruktif, ulama dapat menjadi agen perubahan (agent of change) yang membawa kedamaian dan kesejukan.

Ulama harus Berpengetahuan Komprehensif :
Seorang ulama harus memiliki Ilmu mendalam tentang ajaran agama mereka dan mampu menjelaskan prinsip-prinsip tersebut dalam konteks yang universal. Misalnya, banyak ajaran dalam berbagai tradisi agama yang menekankan nilai-nilai kemanusiaan (humanity) seperti kasih sayang, keadilan, dan saling menghormati. Ulama yang bijak dapat menemukan titik temu antara berbagai ajaran ini, sehingga mendorong umat untuk saling menghargai perbedaan. Melalui penafsiran yang inklusif, ulama dapat menunjukkan bahwa agama bukanlah sumber konflik, melainkan alat untuk membangun hubungan yang harmonis.

Kedudukan Ulama Dalam Masyarakat :
Dengan menggunakan posisi mereka untuk mempromosikan dialog antar agama, mereka dapat menginspirasi umat untuk mengesampingkan prasangka dan stereotip yang sering kali menjadi sumber perpecahan. Forum-forum dialog yang dipimpin oleh ulama dapat menjadi tempat bagi berbagai pemeluk agama untuk berbagi pandangan, pengalaman, dan bahkan tantangan yang dihadapi. Di sini, ulama dapat berperan sebagai mediator yang menjembatani perbedaan, menciptakan ruang aman bagi diskusi yang produktif.

Pendidikan dan Advokasi :
Ulama dapat membantu membentuk sikap toleransi di kalangan generasi muda. Dalam konteks pendidikan agama, ulama dapat menekankan pentingnya pemahaman lintas agama, sehingga generasi mendatang tumbuh dengan kesadaran akan nilai-nilai pluralisme. Dengan menyelenggarakan seminar, lokakarya, dan kegiatan sosial yang melibatkan berbagai komunitas agama, ulama dapat mengajarkan bahwa perbedaan bukanlah penghalang, melainkan kekayaan yang harus dirawat.

Ulama juga harus berani mengambil sikap tegas terhadap ekstremisme yang sering kali mengatasnamakan agama. Dalam situasi di mana kekerasan dan intoleransi mengancam, ulama memiliki tanggung jawab moral untuk bersuara. Dengan mengutuk tindakan yang merusak perdamaian dan mengajak umat untuk kembali kepada esensi ajaran agama yang damai, mereka dapat menjadi pelopor dalam perjuangan melawan radikalisasi. Dengan demikian, ulama tidak hanya berfungsi sebagai jembatan dialog, tetapi juga sebagai penegak kebenaran dan keadilan.

Muhammadiyah, yang didirikan pada tahun 1912, memiliki visi untuk menciptakan masyarakat yang berkemajuan melalui pendidikan dan pemahaman yang lebih baik tentang agama. Prinsip-prinsip toleransi dan keadilan sosial yang menjadi dasar ajaran Muhammadiyah sangat relevan dalam konteks dialog antaragama. Ulama Muhammadiyah sering kali mengajak umat untuk menghormati perbedaan, menyadari bahwa setiap agama memiliki nilai-nilai universal yang dapat dijadikan dasar untuk berkolaborasi dalam menciptakan kebaikan bersama.

Salah satu kontribusi signifikan ulama Muhammadiyah dalam dialog antaragama adalah melalui forum-forum dialog yang diadakan secara rutin. Forum ini menjadi sarana bagi para pemimpin agama untuk saling berbagi pandangan dan pengalaman, serta untuk mendiskusikan isu-isu yang relevan dalam kehidupan bersama. Dalam forum tersebut, ulama Muhammadiyah mengedepankan prinsip musyawarah, yang merupakan bagian integral dari ajaran Islam, untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.

Ulama Muhammadiyah juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial yang melibatkan lintas agama. Misalnya, mereka berpartisipasi dalam kegiatan kemanusiaan yang diorganisir oleh lembaga-lembaga interfaith, seperti aksi solidaritas untuk korban bencana alam. Kegiatan ini tidak hanya menunjukkan kepedulian sosial, tetapi juga memperkuat hubungan antarumat beragama, yang sering kali terjalin dalam suasana yang akrab dan penuh rasa persaudaraan.

Selain itu, melalui pendidikan, ulama Muhammadiyah berupaya menanamkan nilai-nilai toleransi kepada generasi muda. Melalui program-program pendidikan yang menyertakan kurikulum pendidikan agama yang inklusif, mereka mengajarkan pentingnya saling menghormati antaragama dan mendorong siswa untuk berpikir kritis tentang perbedaan. Dengan cara ini, Muhammadiyah berkomitmen untuk melahirkan generasi yang tidak hanya paham tentang ajaran agamanya, tetapi juga memahami dan menghargai keyakinan orang lain.

Tidak kalah pentingnya, ulama Muhammadiyah juga berperan aktif dalam mengatasi isu-isu intoleransi dan ekstremisme yang sering kali mengancam kerukunan antaragama. Dalam berbagai forum, mereka secara tegas menolak penggunaan agama sebagai alasan untuk melakukan kekerasan. Dengan mengedukasi umat tentang ajaran Islam yang damai dan menentang sikap radikal, ulama Muhammadiyah memberikan suara yang kuat dalam mempromosikan perdamaian dan dialog.

Akhirnya, untuk menciptakan harmoni dalam keagamaan, diperlukan komitmen bersama dari semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan lembaga-lembaga keagamaan. Ulama harus diikutsertakan dalam proses pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan kerukunan beragama, serta diberi dukungan dalam program-program dialog antar agama. Dengan kolaborasi yang kuat, kita dapat membangun masyarakat yang inklusif dan damai, dimana perbedaan dihargai dan semua agama dapat hidup berdampingan.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button