Breaking NewsOpini

Politik Kotor Tidak Mencerdaskan

Politik Kotor Tidak Mencerdaskan

Oleh

Een Riansah (Koordinator Front Muda Nahdliyin)

Indonesia telah memasuki babak baru kehidupan yang lebih demokratis, ketika gerakan reformasi melanda ditahun 1998 ditandai dengan runtuhnya rezim orde baru di bawah kekuasaan Soeharto. Tuntutan luas masyarakat, mahasiswa dan tokoh-tokoh reformasi mendorong terjadinya perubahan sosial politik. buah hasil perjuangan panjang ini adalah di amandemen-nya UUD 1945 serta dikeluarkannya berbagai produk undang-undang yang mendukung kebijakan demokratisasi dan desentralisasi.

Proses demokratisasi pasca runtuhnya rezim orde baru diiharapkan mampu membawa indonesia pada kehidupan sosial politik yang lebih baik, salah satunya dengan dilakukannya desentralisasi yang mendororng  proses demokratisasi di tingkat daerah yang selama rezim orde baru merupakan bagian kontrol pusat yang dikooptasi oleh pusat. Karena proses desentralisasi dipahami sebagai pemindahan kekuasaan adminstratif, fiskal, dan politik dari tingat pusat pada tingkat yang lebih bawah dalam hierarki kewilayahan dan adminstratif. Maka proses desentralisasi memang telah mendorong terjadinya proses demokratisasi di tingkat lokal.

Demokrasi pasca runtuhnya rezim orde beru memang telah membuahkan perubahan yang menumbuhkan kekuataan lokalitas, terbukanya akses warga dan kelompok masyarakat terhadap kebijakan pemerintah, serta pujian dunia international. Namun perkembangan ini tidak luput dari situasi problematik yang serba kompleks. Situasi problematik tersebut menunjukkan adanya paradoks dalam prinsip-prinsip demokrasi itu sendiri. Dua puluh tahun pasca terjadinya reformasi, reformasi kelembagaan politik menghadirkan problematika baru. Pencegahan penyimpangan kekuasaan tampak kurang optimal. Fenomena korupsi hadir secara terang benderang, bukan hanya dipusat melainkan menyebar hingga tingkat lokal di berbagai daerah.

Berbagai penyimpangan ini terjadi disebabkan karena praktik-praktik poltik politisi yang tidak memberikan pencerdasan politik bagi masyarakat, alih-alih membawa semangat reformasi untuk menuju situasi sosial-politik yang lebih baik, para politisi justru mempraktikan politik “kotor” dengan kampanya hitam bermuatan sara, dan politik uang. Hal ini dilakukan semata-mata hanya untuk merebut kekuasaan semata yang tak jarang didanai oleh korporasi. Apabila hal ini terus-menerus dibiarkan maka penyimpangan kekuasaan akan terus terjadi, tindakan korupsi akan semakin menjad-jadi dan rakyat akan tetap jauh dari kesejahteraan.

Menjelang kontestasi pilkada serentak di tahun 27 Juni 2018 ini, khususnya di provinsi Lampung. Front Muda Nahdliyin (FMN) mengingatkan kepada seluruh kondidat kontestasi politik dari mulai calon gubernur dan wakil gubernur dan para calon kepala daerah  di setiap kabupaten kota di provinsi Lampung untuk tidak mempraktikkan politik kotor yang tidak mencerdaskan. Baik, kampanye hitam yang bermuatan sara terlebih politik uang yang diintervensi oleh korporasi. Karena hal ini tidak sesuai dengan kaidah Tasharraful imam ala-r-ra’iyyah manuthun bil-mashlahah (kebijakan seorang penguasa kepada rakyatnya ditujukan untuk memenuhi kemashlahatan dan kesejahteraan rakyat) apabila cara meraih kekuasaan saja sudah dilakukan dengan cara yang kotor maka yang timbul bukanlah kemashlahatan namun kemudharatan.

Front Muda Nahdliyin (FMN) juga mengajak masyarakat untuk secara cerdas memilih pemimpin dan menolak segala bentuk praktik-pratik politik kotor, demi terwujudnya pilkada yang demokratis sekaligus mencerdaskan bukan malah sebaliknya seperti selama ini diperlihatkan oleh para politisi. Karena demokrasi bukan pasar, yang dapat dijual-belikan.  Demokrasi mencakupi makna kehendak rakyat dan kebaikan umum sebagai tujuan.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button