Mempelajari Kitab Pengurang Kesulitan Batin
Bandar Lampung: “Sebanyak apapun ibadah, jika tidak berilmu maka tidak dinilai sebagai ibadah. Bahkan tidurnya orang berillmu lebih baik daripada ibadah orang bodoh,” kata Abdul Qadir Zaelani, MA.
Kali ini komunitas Mata Pena dan komunitas Pengkaji Kitab Kuning mengadakan pertemuan dikediaman Abdul Qadir Zaelani, MA. Dosen Fakultas Syari’ah yang beralamat di Swadaya Sembilan Gunung Terang Raja Basa, pada Minggu, (18/02/2018).
Pak Ajay yang akrabnya selaku Pembina kedua komunitas aktif Fakultas Syariah UIN Raden Intan tersebut, mengaku bahwa sengaja mengundang kedua komunitas binaannya itu berkumpul dikediamannya untuk meghidupkan keramaian didalam rumahnya.
”Saya ingin menyelenggarakan kegiatan positif dirumah dan mudah-mudahan dapat terselenggara setiap bulan untuk menghindari kesunyian rumah. Disamping terjalin silahturahmi yang baik antar individu dalam komunitas,” terang Pak Ajay.
Kelahiran Pengkaji Kitab Kuning menuai harapan tinggi untuk melanjutkan tradisi pesantren di Fakultas Syariah, hal seperti ini merupakan kekuatan tersendiri karena menurut Pak Ajay, kitab kuning adalah kitab gundul (tidak berharokat), sehingga tidak semua muslim dapat membaca dan memahaminya. Padahal menurutnya, manfaat yang diperoleh dari memahaman kitab kuning sangat banyak jika dilihat dari perspektif spiritualitas. Menurutnya, ketika datang kesulitan lalu membaca kitab kuning, secara batiniah dapat mengurangi kesulitan dalam diri kita, disamping tetap melakukan amalan-amalan sholeh, ikhtiar serta terus berdo’a.
”Didalam kitab kuning terdapat bacaan-bacaan khusus yang dapat menenangkan kita dari kemelut kesulitan, seperti sulit mendapat jodoh, sulit memperoleh rezeki, atau masalah keduniaan lainnya,” Ujar Bapak beranak dua itu.
Dalam pertemuan terencana tersebut, Pak Ajay bersama kedua komunitas mengkaji kitab Maudzotul Mukminin yang di tulis oleh Syekh Jamaludin bin Muhammad Qosim. Materi yang dibahas yaitu tentang warisan para nabi dan mengkerucut kepada bab ilmu.
Sesuai isi kitab tersebut, menerangkan bahwa Nabi mewariskan pada kita mengenai kewajiban menuntut ilmu. Karena diletakkan dimanapun orang yang memiliki ilmu, ia akan tetap hidup, sebab ilmu akan menjaganya. Serta ilmu akan bertambah saat dibagikan.
”Dengan ilmu, harta dapat dijaga sehingga tidak ada kesia-siaan. Ilmu juga mengantarkan seseorang menjadi tawakkal. Semakin banyak ilmunya, semakin merasa bodoh dirinya,” jelas mahasiswa doktoral Hukum Keluarga UIN Raden Intan tersebut.
Lebih lanjut, Pak Ajay mengatakan bahwa orang yang menuntut ilmu mendapatkan doa yang baik dari binatang-binatang disekelilingnya. Sesungguhnya ilmu itu dapat merubah nasab dan nasib seseorang.
”Kemudian dengan ilmu kita dapat menilai atau memutuskan sesuatu secara objektiv, sehingga terminimalisir tingkat ketidakadilan. Bahkan, Allah bersaksi pada diri-Nya sendiri, pada malaikat dan pada orang yang berilmu, bahwa orang yang berilmu ada kemuliaan dan keutamaan, sehingga Allah mengangkat orang yang berilmu lebih dari satu derajat (beberapa derajat),” pungkasnya.
Dosen tetap Fakultas Syariah tersebut berharap, dengan terselenggaranya pengkajian kitab kuning, nantinya dapat berguna di kehidupan masyarakat terutama persiapan diri secara individual yang mudah-mudahan berperan ketika menyalurkan ilmu didalam lingkaran masyarakat. (Ela Novita Sari)