Bandar Lampung: Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antar Agama dan Peradaban (UKP-DKAAP) menggelar Musyawarah Besar Pemuka Agama untuk Kerukunan Bangsa. di di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta selama 3 hari mulai 8 sampai dengan 10 Februari 2018.
Beberapa hal penting dihasilkan dari Musyawarah yang diikuti oleh 450 pemuka agama dari seluruh Indonesia ini. Poin-poin penting hasil Musyawarah tersebut terkait pandangan dan sikap umat beragama tentang NKRI yang berdasarkan Pancasila.
Ketua Umum MUI Lampung KH Khairuddin Tahmid yang menjadi wakil dari Provinsi Lampung pada kegiatan tersebut mengatakan bahwa ada 3 poin peting yang lahir dari forum tersebut.
Pertama, pemuka agama di Indonesia meneguhkan kesepakatan pendiri bangsa bahwa NKRI yang berdasarkan Pancasila adalah bentuk terbaik dan final bagi bangsa indonesia dan oleh karena itu harus dipertahankan keutuhannya.
Kedua, pemuka agama di Indonesia meyakini bahwa Pancasila yang menjadi dasar NKRI merupakan kenyataan historis, sosiologis, antropologis, pengakuan teologis dan kristalisasi nilai-nilai agama.
“Indonesia adalah rumah bersama bagi semua elemen bangsa Indonesoa yang majemuk. Oleh karena itu, umat beragama harus berkomitmen mempertahakan NKRI melalui pengamalan sila-sila dalam pancasila secara sungguh-sungguh dan konsisten,” tegasnya.
Ketiga, pemuka agama di Indonesia memandang bahwa semua upaya mengubah NKRI yang berdasarkan Pancasila merupakan ancaman serius bagi eksistensi bangsa dan negara Indonesia.
“Terhadap yang ingin melakukan hal demikian perlu dilakukan pendekatan dialogis dan persuasif melalui pendidikan dan penyadaran untuk memahami dan menerima NKRI berdasarkan Pancasila,” tambahnya.
Upaya-upaya ini menurutnya penting dilakukan salah satunya dengan menggelar Musyawarah Besar Pemuka Agama untuk Kerukunan Bangsa. Mengutip penjelasan dari Din Syamsuddin selaku Utusan khusus Presiden untuk dialog antar agama dan peradaban, Ketum MUI lampung menyebutkan 4 hal yang mendasari urgennya pertemuan tersebut.
Yang pertama adalah kemajemukan Indonesia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa dan harus dipelihara sebagai kekuatan untuk kemajuan bangsa. Kedua, agama-agama di Indonesia telah berfungsi sebagai perekat kemajemukan dan telah menciptakan derajat kerukunan yang cukup tinggi, sejak dulu hingga sekarang.
Ketiga, wawasan kemajemukan dan kerukunan mengkristal dalam falsafah Pancasila dan motto bhinneka tunggal ika yang pada gilirannya memperkuat kerukunan dan persatuan bangsa. Dan yang keempat, masih terdapat pemahaman yang sempit tentang agama serta masih ada pengaruh dari luar negeri dan pengaruh faktor politik, ekonomi, sosial budaya yang sedikit banyak mempengaruhi dan menggoyahkan sendi-sendi kerukunan.
“Pemahaman sempit yang dipengaruhi banyak faktor ini terwujud dalam bentuk intoleransi, eksklusifisme, radikalisme, dan terorisme yang di anut oleh segilintir warga bangsa sehingga kerukunan di tingkat internal dan antar umat beragama menjadi terganggu,” jelasnya.
Kiai Khairuddin menambahkan pula bahwa poin-poin hasil Musyawarah tersebut selanjutnya disampaikan kepada Presiden Jokowi saat peserta musyawarah besar pemuka agama untuk kerukunan bangsa melakukan audiensi di Bogor. Turut hadir pada Audiensi dengan Presiden tersebut beberapa Menteri diantaranya Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin dan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto.
Setelah kegiatan Musyawarah Besar Pemuka Agama untuk Kerukunan Bangsa dan Audiensi dengan Presiden ini, Peserta Musyawarah mengikuti puncak acara Perayaan Agen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam World Interfaith Harmony Week yang dilaksanakan pada 11 February 2018 di Plenary Hall Jakarta Convention Centre. (Muhammad Faizin)
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.