Category: Breaking News

Et ullamcorper sollicitudin elit odio consequat mauris, wisi velit tortor semper vel feugiat dui, ultricies lacus. Congue mattis luctus, quam orci mi semper

  • LDC Fakultas Syariah Sukses Gelar Pelantikan dan Raker

    Bandar Lampung: Law Debate Community Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung (LDC UINRIL) sukses gelar pelantikan dan Rapat Kerja (Raker) bagi pengurus periode 2021/2022. Kegiatan yang bertemakan “Mengoptimalkan Kualitas Kepemimpinan Agar Terwujudnya Kepengurusan Yang Progresif dan Berintegritas” dilaksanakan di Aula Masjid Assalam, Way Halim Permai, Bandar Lampung pada Sabtu, (26/2/2022)

    Rapat Kerja dan Pelantikan pada kali ini dihadiri oleh Dr. Abdul Qodir Zaelani, S.H.I, M.A, selaku Pembina Law Debate Community, Jajaran Demioner LDC UIN RIL, serta Panitia dan pengurus baru Law Debate Community yang berjumlah 30 orang.

    Adapun tujuan utama dalam kegiatan rapat kerja kali ini, diharapkan kader – kader serta anggota Law Debate Community mampu mengoptimalkan kualitas, baik dari segi kepengurusan maupun anggotanya, serta dapat menjadi kader yang berintegritas yang artinya dapat menjamin mutu, sehinga memiliki potensi dan kemampuan agar dapat bersaing di kancah nasional.

    Dr. Abdul Qodir Zaelani, S.H.I, M.A, selaku pembina LDC, berpesan kepada semua pengurus yang baru dilantik agar terus berprestasi di LDC, sehingga organisasi LDC menjadi organisasi kebanggaan bagi para anggotanya dan bagi fakultas khususnya dan UIN pada umumnya.

    “Jangan meminta apa yang ada di dalam sebuah organisasi, jika kamu meminta dan tidak diberi yang ada hanya rasa kecewa, tetapi berpikirlah apa yang akan saya berikan untuk organisasi saya, prestasi apa yang akan saya berikan kepada organisasi saya, sebab itu adalah sebuah kunci,” ucapnya.

    Sementara itu, Ketua Umum Law Debate Community Terpilih, Juliyana, menyampaikan harapannya agar kader Law Debate Community menjadi kader yang senantiasa berproses untuk terus membawa harum institusi.

    “Semoga dalam kepengurusan di tahun 2021/2022 ini dapat membawa nama Law Debate Community menjadi lebih baik,dan dapat mengharumkan nama UIN Raden Intan Lampung dengan prestasi- prestasi yang membanggakan,” ujar Juliana. (Risky).

  • Inilah Panduan Bermedia Sosial Sesuai Fatwa MUI Nomor 24 Tahun 2017

    Untuk memberikan panduan bagi umat Islam dalam bermuamalah (beraktivitas) di media sosial, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menerbitkan Fatwa MUI Nomor 24 tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial. Fatwa ini sangat bermanfaat bagi umat Islam untuk menjadi panduan dalam menyikapi derasnya informasi di era media sosial saat ini. Apalagi berbagai hal bisa dengan mudah viral di dunia maya dan diperlukan panduan untuk menyikapinya.

    Terkait fatwa ini, MUI Kabupaten Pringsewu melakukan Roadshow selama tiga bulan ke seluruh kecamatan di Kabupaten Pringsewu untuk mensosialisasikannya. Upaya ini dilakukan untuk menguatkan pemahaman tentang isi fatwa tersebut bagi umat Islam, khususnyaa para pengurus MUI dan tokoh masyarakat. Kegiatan ini dilakukan setiap pekan mulai dari 9 Februari 2022 sampai dengan 27 Maret 2022.

    Berikut beberapa poin penting dalam fatwa yang banyak masyarakat belum mengetahuinya:

    *1. Dalil Qur’an dan Hadits*
    Ada banyak dalil dalam Al-Qur’an dan hadits dan juga yang menjadi panduan dalam bermedia sosial. Di antaranya adalah firman Allah SWT yang memerintahkan pentingnya tabayyun (klarifikasi) ketika memperoleh informasi yakni surat Al-Hujurat: 6 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu

    Sementara hadits Nabi saw juga perlu dipegang dalam bermedia sosial yang memerintahkan untuk bertutur kata yang baik dan menjadikannya sebagai salah satu indikator keimanan kepada Allah. Hadits ini berasal dari Abi Hurairah ra yang artinya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

    *2. Hal yang Diharamkan*
    Dalam bermuamalah di media sosial setiap muslim wajib senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan, tidak mendorong kekufuran dan kemaksiatan, mempererat ukhuwwah, dan memperkokoh kerukunan, baik intern umat beragama, antar umat beragama, maupun antara umat beragama dengan Pemerintah.

    Setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan, melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar golongan, menyebarkan hoaks, pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar’i. setiap muslim juga diharamkan menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya, memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi yang tidak benar kepada masyarakat hukumnya haram.

    Selain itu diharamkan bagi setiap muslim memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi negatif serta mencari-carinya. Memproduksi dan/atau menyebarkan konten/informasi yang bertujuan untuk membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar, membangun opini agar seolah-olah berhasil dan sukses, dan tujuan menyembunyikan kebenaran serta menipu khalayak juga haram hukumnya.

    Umat Islam haram menyebarkan konten yang bersifat pribadi ke khalayak, padahal konten tersebut diketahui tidak patut untuk disebarkan ke publik. Haram juga melakukan kktifitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoax, ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi. Demikian juga orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasi para buzzer.

    *3. Panduan*
    Hal yang harus diperhatikan dalam menyikapi konten/informasi di media sosial yakni konten/informasi yang berasal dari media sosial memiliki kemungkinan benar dan salah, yang baik belum tentu benar, yang benar belum tentu bermanfaat, yang bermanfaat belum tentu cocok untuk disampaikan ke ranah publik dan tidak semua konten/informasi yang benar itu boleh dan pantas disebar ke ranah publik.

    Umat Islam juga tidak boleh langsung menyebarkannya sebelum diverifikasi dan dilakukan proses tabayyun serta dipastikan kemanfaatannya. Proses tabayyun terhadap konten/informasi bisa dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

    • Dipastikan aspek sumber informasi (sanad)nya, yang meliputi kepribadian, reputasi, kelayakan dan keterpercayaannya.

    • Dipastikan aspek kebenaran konten (matan)nya, yang meliputi isi dan maksudnya.

    • Dipastikan konteks tempat dan waktu serta latar belakang saat informasi tersebut disampaikan.

    • Cara memastikan kebenaran informasi antara lain dengan langkah :

    • Bertanya kepada sumber informasi jika diketahui

    • Permintaan klarifikasi kepada pihak-pihak yang memiliki otoritas dan kompetensi.

    • Upaya tabayyun dilakukan secara tertutup kepada pihak yang terkait, tidak dilakukan secara terbuka di ranah publik (seperti melalui group media sosial), yang bisa menyebabkan konten/informasi yang belum jelas kebenarannya tersebut beredar luar ke publik.

    • Konten/informasi yang berisi pujian, sanjungan, dan atau hal-hal positif tentang seseorang atau kelompok belum tentu benar, karenanya juga harus dilakukan tabayyun.

    *4. Pedoman Pembuatan Konten Media Sosial*
    Pembuatan konten/informasi yang akan disampaikan ke ranah publik harus berpedoman pada hal-hal sebagai berikut:

    • menggunakan kalimat, grafis, gambar, suara dan/atau yang simpel, mudah difahami, tidak multitafsir, dan tidak menyakiti orang lain.

    • konten/informasi harus benar, sudah terverifikasi kebenarannya dengan merujuk pada pedoman verifikasi informasi sebagaimana bagian A pedoman bermuamalah dalam Fatwa ini.

    • konten yang dibuat menyajikan informasi yang bermanfaat.

    • Konten/informasi yang dibuat menjadi sarana amar ma’ruf nahi munkar dalam pengertian yang luas.

    • Konten/informasi yang dibuat berdampak baik bagi penerima dalam mewujudkan kemaslahatan serta menghindarkan diri dari kemafsadatan.

    • Memilih diksi yang tidak provokatif serta tidak membangkitkan kebencian dan permusuhan.

    • Kontennya tidak berisi hoax, fitnah, ghibah, namimah, bullying, gosip, ujaran kebencian, dan hal lain yang terlarang, baik secara agama maupun ketentuan peraturan perundang-undangan.

    • Kontennya tidak menyebabkan dorongan untuk berbuat hal-hal yang terlarang secara syar’i, seperti pornografi, visualisasi kekerasan yang terlarang, umpatan, dan provokasi.

    • Kontennya tidak berisi hal-hal pribadi yang tidak layak untuk disebarkan ke ranah publik.

    Adapun cara memastikan kemanfaatan konten/informasi antara lain dengan jalan sebagai berikut:

    • Bisa mendorong kepada kebaikan (al-birr) dan ketakwaan (al-taqwa).

    • Bisa mempererat persaudaraan (ukhuwwah) dan cinta kasih (mahabbah)

    • Bisa menambah ilmu pengetahuan

    • Bisa mendorong untuk melakukan ajaran Islam dengan menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

    • Tidak melahirkan kebencian (al-baghdla’) dan permusuhan (al-‘adawah).

    • Setiap muslim dilarang mencari-cari aib, kesalahan, dan atau hal yang tidak disukai oleh orang lain, baik individu maupun kelompok, kecuali untuk tujuan yang dibenarkan secara syar’y seperti untuk penegakan hukum atau mendamaikan orang yang bertikai (ishlah dzati al-bain).

    • Tidak boleh menjadikan penyediaan konten/informasi yang berisi tentang hoax, aib, ujaran kebencian, gosip, dan hal-hal lain sejenis terkait pribadi atau kelompok sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, seperti profesi buzzer yang mencari keutungan dari kegiatan terlarang tersebut.

    *5. Pedoman Penyebaran*
    Konten/informasi yang akan disebarkan kepada khalayak umum harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

    • Konten/informasi tersebut benar, baik dari sisi isi, sumber, waktu dan tempat, latar belakang serta konteks informasi disampaikan.

    • Bermanfaat, baik bagi diri penyebar maupun bagi orang atau kelompok yang akan menerima informasi tersebut.

    • Bersifat umum, yaitu informasi tersebut cocok dan layak diketahui oleh masyarakat dari seluruh lapisan sesuai dengan keragaman orang/khalayak yang akan menjadi target sebaran informasi.

    • Tepat waktu dan tempat (muqtadlal hal), yaitu informasi yang akan disebar harus sesuai dengan waktu dan tempatnya karena informasi benar yang disampaikan pada waktu dan/atau tempat yang berbeda bisa memiliki perbedaan makna.

    • Tepat konteks, informasi yang terkait dengan konteks tertentu tidak boleh dilepaskan dari konteksnya, terlebih ditempatkan pada konteks yang berbeda yang memiliki kemungkinan pengertian yang berbeda.

    • Memiliki hak, orang tersebut memiliki hak untuk penyebaran, tidak melanggar hak seperti hak kekayaan intelektual dan tidak melanggar hak privacy.

    • Tidak boleh menyebarkan informasi yang berisi hoax, ghibah, fitnah, namimah, aib, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis yang tidak layak sebar kepada khalayak.

    • Tidak boleh menyebarkan informasi untuk menutupi kesalahan, membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar, membangun opini agar seolah-olah berhasil dan sukses, dan tujuan menyembunyikan kebenaran serta menipu khalayak.

    • Tidak boleh menyebarkan konten yang bersifat pribadi ke khalayak, padahal konten tersebut diketahui tidak patut untuk disebarkan ke ranah publik, seperti ciuman suami istri dan pose foto tanpa menutup aurat.

    • Setiap orang yang memperoleh informasi tentang aib, kesalahan, dan atau hal yang tidak disukai oleh orang lain tidak boleh menyebarkannya kepada khalayak, meski dengan alasan tabayyun.

    • Setiap orang yang mengetahui adanya penyebaran informasi tentang aib, kesalahan, dan atau hal yang tidak disukai oleh orang lain harus melakukan pencegahan.

    • Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam angka 7 dengan cara mengingatkan penyebar secara tertutup, menghapus informasi, serta mengingkari tindakan yang tidak benar tersebut.

    • Orang yang bersalah telah menyebarkan informasi hoax, ghibah, fitnah, namimah, aib, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis kepada khalayak, baik sengaja atau tidak tahu, harus bertaubat dengan meminta mapun kepada Allah (istighfar) serta; (i) meminta maaf kepada pihak yang dirugikan (ii) menyesali perbuatannya; (iii) dan komitmen tidak akan mengulangi. (Muhammad Faizin)

  • Gus Menteri Membumikan SDGs Desa di Indonesia

    Sejak dulu, desa memiliki peran strategis sebagai lokus pembangunan terkecil, atau dengan kata lain pembangunan nasional dimulai dari desa. Desa diidentikkan sebagai ibu kandung suatu Negara, yang berarti nuansa kehidupan masyarakat desa mencerminkan gambaran nyata kehidupan masyarakat pada suatu Negara. Pencerminan sebagai Negara yang berasaskan gotong royong dalam Pancasila merupakan cerminan perilaku dan juga modal sosial dari masyarakat desa, atau disebut dengan namalain, di horizon Indonesia.

    Hadirnya buku ini Sustainable Development Goals (SDGs) Desa atau SDGs Desa karya Gus Abdul Halim Iskandar atau biasa disapa Gus Menteri Desa PDTT RI menambah khazanah literasi dalam pemberdayaan dan pembangunan desa.

    Buku SDGs Desa ini karya Santri sekaligus keluarga besar Pesantren Denanyar, Jombang, Jawa Timur ini terdiri dari tujuh bagian besar yakni; Pertama, agenda pembangunan desa. Kedua, SDGs dalam pembangunan Desa. Ketiga, Urgensi SDGs Desa. Keempat, Melokalkan SDGs Desa sebagai SDGs Desa. Kelima, SDGs Desa. Keenam, SDGs Desa 18 : Kelembagaan Desa Dinamis dan Budaya Desa Adaptif. Ketujuh, Epilog : Desa Harapan, halaman xiv.

    Agenda pembangunan desa adalah rangkaian membedah respon masyarakat dunia, diawali pada bulan September 2000, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Millenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dihadiri oleh 189 negara anggota, momentum pertemuan dunia ini mengambil keputusan penting dalam sejarah pembangunan dunia, dengan pendekatan yang inklusif, demi pemenuhan hak-hak dasar manusia. KTT millennium ini menyepakati dan mendeklarasikan Millenium Development Goals (MDGs) atau tujuan pembangunan millennium, halaman 3.

    Millenium Development Goals (MDGs) memiliki 8 tujuan target, dan 48 indikator yang hendak dicapai sampai dengan tahun 2015.masing-masing tujuan memiliki satu atau beberapa target disertai beberapa indikator,yang disusun oleh konsensus ahli dari sekretariat PBB, Dana Moneter Internasional, Organisasi untuk pembangunan dan kerjasama ekonomi.

    Dalam sidang umum PBB yang ke 60 pada tanggal 14-16 September 2005 dilakukan evaluasi 5 tahun pelaksanaan MDGs. Dalam evaluasi tersebut dikatakan bahwa 50 negara gagal mencapai paling sedikit satu target MDGs. Sedangkan 65 negara lainnya beresiko untuk sama sekali gagal mencapai paling tidak 1 MDGs hingga 2040.

    Tepat pada 2 Agustus 2015 bertempat di markas PBB, New York, sebanyak 193 negara, secara mufakat menyepakati dokumen pembangunan global yang baru yang berjudul Transforming Our World: The 2030 Agenda For Sustainable Development.

    Masih pada tahun yang sama, pada 25-27 September, perwakilan 193 negara anggota PBB menindaklanjuti dengan melakukan pertemuan yang dikenal dengan Sustainable Development Summit. Pertemuan tersebut kemudian menyepakati dan mengesahkan sebuah dokumen yang disebut Sustainable Development Goals (SDGs), sebuah agenda pembangunan global yang membuat 17 tujuan dan terbagi dalam 169 target, dengan jangka waktu pencapaian hingga tahun 2030. SDGs merupakan komitmen masyarakat internasional, tonggak baru pembangunan Negara-negara, meneruskan tujuan Millenium Development Goals (MDGs), untuk kehidupan manusia yang lebih baik, halaman 8.

    Sebagai Negara yang turut menandatangi Sustainable Development Goals (SDGs), Indonesia telah mengambil langkah – langkah strategis, kebijakan, serta berbagai kegiatan untuk pencapaian tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) hingga tahun 2030.

    Maka lahirlah, Peraturan Presiden nomor 59 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan sebagai paying hukum, sekaligus memberi arah bangsa Indonesia, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta kalangan filantropi, dan swasta, untuk berpadu menyatukan langkah mencapai target Sustainable Development Goals (SDGs), halaman 99.

    SDGs Desa yang menitik beratkan pada : Pertama, SDGs Desa adalah pembangunan total atas Desa. Kedua, seluruh aspek pembangunan harus di rasakan manfaatnya oleh warga desa tanpa ada yang terlewat. Ketiga, generasi mendatang tetap menjadi bagian dari pelaksanaan dan pemanfaatan pembangunan, dan keempat, pembangunan desa mengarah pada 18 tujuan pembangunan berkelanjutan, meliputi; desa tanpa kemiskinan, desa tanpa kelaparan, desa sehat dan sejahtera, pendidikan desa berkualitas, keterlibatan perempuan desa, desa layak air bersih dan sanitasi, desa berenergi bersih dan terbarukan, pertumbuhan ekonomi desa merata, infrastruktur dan inovasi desa sesuai kebutuhan, desa tanpa kesenjangan, kawasan pamukiman desa aman dan nyaman, konsumsi dan produksi desa sadar lingkungan, desa tanggap perubahan iklim, desa peduli lingkungan laut, desa peduli lingkungan darat, desa damai berkeadilan, kemitraan untuk pembangunan desa dan kelembagaan desa dinamis dan budaya kampung adaptif, halaman 109.

    Buku sederhana nan istimewa ini karya Santri sekaligus keluarga besar Pesantren Denanyar, Jombang, Jawa Timur ini sangat dibutuhkan, dijadikan rujukan bagi aktivis, akademisi, Kepala Desa (Kades), bahkan pemerhati pemberdayaan atau semua kalangan latar belakang sosial apapun di Indonesia, juga bisa dijadikan sumber arah atau kompas pembangunan pemberdayaan desa.

    IDENTITAS BUKU :

    Judul : SDGs Desa Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Nasional
    Berkelanjutan
    Penulis : Abdul Halim Iskandar
    Penerbit : Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta
    Terbit : November, 2020.
    Tebal : xviii + 179 Halaman
    Nomor ISBN : 978-602-433-982-1
    Peresensi : Akhmad Syarief Kurniawan, Warga NU tinggal di Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung

  • Ketum MUI Lampung Ingatkan Umat Islam Belajar Agama pada Guru Bersanad

    Bandar Lampung: Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menyajikan berbagai kemudahan dalam kehidupan. Tak terkecuali kemudahan yang bisa dirasakan dalam mengakses informasi dan berbagai ilmu termasuk ilmu agama. Semua ada dalam genggaman tangan untuk dapat mengakses berbagai konten keagamaan baik dalam bentuk tulisan, gambar, maupun video.

    Namun perlu disadari, bahwa belajar ilmu agama, dan juga ilmu-ilmu lainnya, membutuhkan guru atau ulama. Ulama yang menjadi pembimbing pun harus jelas sanad atau silsilah keilmuannya serta rekam jejak prilakunya.

    Perlu juga disadari saat ini, orang yang berbicara agama di internet bukan hanya para ulama yang sudah belajar sesuai dengan ketentuannya saja. Namun marak juga orang yang baru belajar agama ataupun sama sekali tak paham agama ikut-ikut berbicara tentang agama di internet khususnya di media sosial. Mereka tahu bahwa apapun yang dibungkus dengan nama agama akan mendapatkan perhatian.

    Terkait hal ini, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung Prof KH Mohammad Mukri mengingatkan umat Islam bahwa belajar agama harus pada guru. Kemudahan dari teknologi yang ada saat ini hanya digunakan untuk media memudahkan, bukan jadi sumber pembelajaran. “Berbicara tentang agama wajib pakai sanad (silsilah),” tegas sosok yang juga Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung ini.

    Ia pun mengingatkan akibat seseorang belajar tidak pada guru dengan mengutip sebuah maqalah ulama: “Man laisa lahu syaikhun fasyaikhuhu syaithon. Siapa yang (belajar ilmu) tanpa guru, maka gurunya adalah setan.” Orang yang belajar tanpa guru maka akan banyak menggunakan pemikiran dan penafsiran sendiri sehingga apa yang disimpulkan jauh dari kaidah-kaidah yang dituntunkan oleh agama. Jika ini terjadi maka yang akan keluar adalah hanya sebuah ilusi.

    Belajar agama dengan cara yang baik menurutnya merupakan ikhtiar untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Ikhtiar yang baik untuk mendekatkan diri pada Allah harus terus dilakukan dan setelah itu kita serahkan hasil dan takdirnya pada Allah swt. “Takdir itu di ujung ikhtiar,” katanya di Kantor MUI Lampung, Sabtu (26/2/2022).

    Umat Islam lanjutnya, juga harus menyadari bahwa semua yang ada di dunia ini merupakan kehendak dari-Nya. Termasuk takdir mulia yang telah Allah berikan kepada umat Islam karena bisa berpegang teguh pada agama yang diridhoi oleh Allah. “Araftu rabbi bi rabbi walau la rabbi lamma araftu rabbi. Aku mengetahui Tuhanku karena Tuhanku, dan sekiranya tidak karena Tuhanku, niscaya aku tidak akan mengetahui Tuhanku,” pungkasnya. (Muhammad Faizin)

  • Prof. Mukri Tegaskan MUI Lampung dengan Pemerintah Akan Terus Bersinergi

    Bandar Lampung: Pada 2022 ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah berumur 47 tahun sejak pertama didirikannya pada 26 Juli 1975. Sesuai dengan hasil Musyawarah Nasional MUI tahun 2015, platform pergerakan MUI adalah sebagai khadimul ummah (pelayan umat) dalam bentuk himayatuddin (menjaga agama), khimayatul ummat (menjaga umat), dan khimayatuddaulah (menjaga negara). Selain itu MUI juga merupakan lembaga shadiqul hukumah (mitra pemerintah) untuk kepentingan dan kemaslahatan umat.

    Terkait dengan MUI sebagai mitra pemerintah, Ketua Umum MUI Provinsi Lampung Prof. Moh. Mukri menegaskan bahwa MUI akan senantiasa bersinergi dengan pemerintah untuk membangun Provinsi Lampung. Pembangunan jelasnya, bukan hanya bersifat fisik, namun pembangunan kualitas sumberdaya manusia juga harus menjadi perhatian penting dari pemerintah.

    “Kalaupun toh kita harus memberikan kritik, memberikan masukan, tentu komitmen kami juga memberikan kritik dan masukan dengan cara yang santun. Dengan cara yang baik,” katanya saat pengukuhan Pengurus MUI Lampung beberapa waktu lalu.

    Komitmen dan posisi MUI dengan pemerintah ini ditegaskan kembali oleh Prof Mukri dalam koordinasi pengurus harian dan ketua komisi MUI Lampung yang dilaksanakan di Kantor MUI Lampung di Komplek Islamic Center Bandarlampung, Sabtu (26/2/2022).

    MUI Lampung berkomitmen bersama pemerintah untuk mewujudkan Lampung yang sejuk dan damai dengan merespon berbagai permasalahan yang muncul di masyarakat. Sebagai organisasi yang diisi oleh banyak pengurus, maka MUI akan dengan bijak memberikan pernyataan solutif berdasarkan kebijakan kolektif organisasi.

    Namun untuk menyikapi hal-hal yang perlu disikapi secara cepat, maka MUI memiliki satu pernyataan dari ketua umum yang merupakan representasi organisasi.

    Artinya, tidak semua pernyataan dari pengurus MUI mewakili organisasi. Masyarakat pun diharapkan bisa membedakan dan memahami mana pernyataan yang mewakili organisasi dan mana pernyataan pribadi dari pengurus MUI. Oleh karenanya Prof Mukri minta pengurus MUI yang telah dikukuhkan langsung oleh Ketua Umum MUI Pusat KH Miftachul Akhyar untuk merajut kebersamaan.

    Mengutip surat Al-Imran ayat 103, Profesor Ilmu Ushul Fiqih ini menegaskan bahwa kebersamaan akan mampu mewujdukan visi, misi, dan mimpi organisasi. Apalagi MUI merupakan tenda besar ormas Islam dengan berbagai macam ragam karakter dan paham keagamaan.

    “Wa’ Tashimu Bihablillahi Jami’an Walaa Tafarraqu. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai,” katanya mengutip ayat tersebut.

    “Kalau kita punya mimpi indah, kemudian kamu dikelilingi oleh orang-orang yang memiliki komitmen, maka mimpi indah akan menjadi nyata. Kenyataan itu hanya persoalan waktu. Karena itu kita perlu kerja nyata, kerja yang bisa dilihat oleh mata dan bisa dirasa,” terang sosok yang juga Ketua PWNU Lampung ini.

    Pada kesempatan tersebut juga dibahas terkait rencana renovasi Kantor MUI Lampung agar menjadi kantor yang representatif dan bisa menjadi pusat munculnya kemaslahatan dan kesejukan religi di Provinsi Lampung.(Muhammad Faizin)

  • Prof Mukri: MUI Jadi Jubir Kebaikan

    Bandar Lampung: Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lampung, Prof. Dr. Moh. Mukri, M.Ag., mengajak jajarannya untuk menjadi juru bicara kebaikan.

    “MUI harus menjadi jubir kebaikan. Semua pengurus harus bersinergi dalam memviralkan kebaikan,” ujarnya saat rapat terbatas pimpinan dan ketua komisi pada Sabtu, 26/02/2022.

    “Kita menginginkan MUI menjadi Mazhab yang selalu memviralkan kebaikan. Kita ingin yang dominan di Lampung adalah ajaran Tuhan. Ajaran kebaikan. Jangan sampai narasi-narasi yang berkembang di Lampung lebih dominan narasi kejelekan,” tambah Prof Mukri.

    Ia juga menginginkan semua pengurus bersinergi menjaga marwah MUI dengan cara menjaga kebersamaan dan bersinergi dalam kebaikan.

    “Kita menginginkan, MUI memiliki Marwah organisasi. MUI menjadi rujukan ketika terjadi persoalan kemasyarakatan. Ketika terjadi persoalan dan diminta respon cepat, kita harus memiliki standarisasi pernyataan. Pernyataan yang merukunkan, menyejukkan dan menenangkan. Qul Khairan au liyashmut. Berkata yang baik, atau lebih baik diam ,” imbuh prof Mukri yang juga ketua PWNU Lampung.

    Ia berharap, semua kepengurusan MUI yang baru beberapa hari dilantik, dapat mewujudkan peran dan fungsi MUI di tengah masyarakat.

    “Kalau kamu punya mimpi indah, kemudian kamu dikelilingi oleh orang-orang yang memiliki komitmen, maka mimpi indah kamu akan menjadi nyata. Kenyataan itu hanya persoalan waktu. Karena itu kita perlu kerja nyata. Kerja yang dapat dilihat dan dirasa,” jelasnya sambil mengutip pernyataan Ibnu Arabi.

    “Mari kita berkhidmat di MUI. Mari saling menghargai. Mari saling menguatkan. Yasyuddu ba’dukum ba’dhan. Bersinergi dalam kebaikan,” ajak prof Mukri. (Abdul Qodir Zaelani)

  • Prof. Wan : Menteri Agama Berupaya Menjaga Toleransi Beragama

    Menteri Agama Berupaya Menjaga Toleransi Beragama
    Oleh: Prof. Wan Jamaluddin, M.Ag., Ph.D
    (Rektor UIN Raden Intan Lampung)

    Maraknya pemberitaan miring yang beredar dimasyarakat tentang pengaturan pemakaian pengeras suara di masjid oleh Menteri Agama perlu kiranya disikapi dengan bijak, pasalnya dasar dari semuanya adalah menjunjung tinggi sikap tenggang rasa, menjaga toleransi umat beragama terhadap seluruh anak bangsa. Pengaturan pengeras suara sesungguhnya tidak hanya di negara Indonesia, namun negara negara muslim lain seperti di Malaysia mapun di Arab Saudi sendiri pengaturan tentang pengeras suara di masjid termasuk ketika Azan itu diatur dengan tepat dan tertib. Maka dalam hal pemberitaan miring  yang menukil vidio Gus Menteri yang diwawancara para awak wartawan Menteri Agama sama sekali tiidak membandingkan suara azan dengan suara anjing, tetapi sedang mencontohkan tentang pentingnya pengaturan kebisingan pengeras suara agar semangat toleransi beragama tetap terjaga. Ketika melihat vidio wawancara Gus Menteri secara utuh saya sama sekali tidak menangkap pesan dan kesan bahwa Menag “membandingkan” antara suara Adzan dengan suara anjing. Beliau santri dan dari keluarga pesantren. Inilah pentingnya mengedukasi masyarakat agar tidak terpengaruh berita-berita yang tidak jelas rimbanya. sebetulnya tidak susah membedakan antara mencontohkan dan membandingkan, kenapa anjing yang dicontohkan? itu yang paling mudah dan banyak ditemukan dan dikeluhkan di lingkungan perumahan. Tetapi ya kalau dasarnya sudah tidak suka, butiran nasi juga dibayangkanbelatung namun kalau dasarnya cinta nalar positiflah pasti yang bekerja. Dengan kata lain dari rentetan kalimat  yang digunakan Gusmen tidak terdapat  kecenderungan dan maksud merendahkan, bahkan terlihat secara kentara ingin menunjukkan  kemuliaan Islam, dan dengan demikian juga sebagai pengayoman terhadap  yang lain.

           Memang, upaya-upaya memunculkan kesadaran baru yang kerap  dikedepankan Gusmen sering menyentakkan kita akan sesuatu yang menjadi  kebiasaan, sehingga kita sering lupa mengevaluasinya. Sebagai pengayoman terhadap  umat beragama di negeri besar ini, akan sangat indah bila kita menghargai upaya-upaya Gusmen dalam memajukan negeri ini dari sudut kehidupan brragama. Hal tersebut menjadi sesuatu yang kita hargai dan apresiasi karena seringkali kita mengurus kemajuan agama ini tidak selalu total karena faktor-faktor kehidupan domestik kita. Tapi Gusmen, telah mendedikasikan segala kemampuan beliau untuk memajukan Indonesia dari sudut keberagamaan sesuai amanat yang diembannya. Semoga Allah terus menjaga Indonesia dan memurahkan rezeki penduduknya. Salah satu fokus perhatian Menteri Agama RI (Gusmen) adalah menjaga kemuliaan umat  dalam posisinya yang mayoritas di negeri ini.

           Disinilah pentingnya menjaga kemuliaan umat tersebut merupakan bagian tak terpisahkan dari dedikasi dan perjuangan keumatan yang beliau tekuni sejak aktif sebagai agamawan dan  cendekiaean Muslim. Salah satu cobaan bagi kemuliaan umat  yang mayoritas  ini adalah, apakah mereka dapat menegakkan sikap adil dan mengayomi bagi semua umat di negeri yang pluralis bernama Indonesia. Wilayah yang sering menjadi ujian adalah bagaimana umat bersifat elegan, mulia, dan mengayomi dalam pelaksanaan ibadah. Sebab sejatinya ibadah adalah memuliakan Tuhan, dan memuliakan Tuhan memiliki konsekuensi memuliakan ciptaan-Nya, terutma manusia, apa pun bentuk agama dan kepercayaannya.

    Kita ambil nukilan Ayat Al-Quran sebagai penguat:

    وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْواتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ (لقمان: ١٩

    Artinya, “Dan biasalah dalam berjalanmu (tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat dan kurangilah volume suaramu (tidak memaksakan diri untuk terlalu keras, namun sesuai kebutuhannya). Sungguh suara yang paling diingkari (paling jelek) adalah suara keledai (yang terlalu keras),” (Surat Luqman: ayat 19).

    Saat menafsirkan ayat ini, Imam Al-Qurthubi menafsirkan bahwa:

     لَا تَتَكَلَّفْ رَفْعَ الصَّوْتِ وَخُذْ مِنْهُ مَا تَحْتَاجُ إِلَيْهِ. فَإِنَّ الْجَهْرَ بِأَكْثَرَ مِنَ الْحَاجَةِ تَكَلُّفٌ يُؤْذِي.

    Artinya, “Janganlah memaksakan diri mengeraskan suara dan ambillah suara sesuai kebutuhan. Sebab, mengeraskan suara melebihi kebutuhan itu merupakan usaha memaksakan diri yang menyakitkan.”

    Masih dalam Tafsir al-Qurthubi, dikisahkan, Khalifah Umar bin al Khatthab RA, pernah menegur Muazin kala itu, yaitu Abu Mahdzurah Samurah bin Mi’yar RA, yang adzan dengan memaksakan suara sekeras-kerasnya.  (Lihat Muhammad bin Muhammad Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, (Kairo, Darul Kutub Al-Mishriyyah: 1384 H/1964 M], juz XIV, halaman 71).

    Maka dalam hal ini menurut hemat saya yang menjadi nilai penting semangat berbangsa sesungguhnya sesama anak bangsa agar lebih mengedepankan narasi-narasi positif dalam mengaikan pemberitaan aturan pengeras suara, menjaga hidup rukun damai, menjunjung tinggi kebhinekaan yang sudah sejak dulukala diamanahkan oleh para pendiri bangsa. Wa Allahu A’lamu bi al- Shawab.

  • Gubernur akan Perbaiki Kantor MUI Lampung Agar Representatif

    Bandar Lampung: Saat menghadiri pengukuhan Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung, Gubernur Lampung H Arinal Djunaidi menyatakan akan segera memperbaiki kantor MUI Lampung. Hal itu merespon pernyataan Ketua Umum MUI Provinsi Lampung dalam sambutan pengukuhan yang menyebut kantor MUI Lampung perlu untuk dibangun agar lebih representatif.

    “Oleh karena itu, apa yang disampaikan tadi oleh ketua MUI, saya catat dan segera kita lakukan,” tegasnya pada acara yang dilaksanakan di Ballroom Universitas islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung, Rabu (23/2/2022).

    Lebih lanjut Gubernur menyatakan optimismenya terhadap MUI di bawah kepemimpinan Prof Mukri akan semakin eksis dan konstributif dengan terus bekerjasama dengan lembaga-lembaga pemerintah, perguruan tinggi, dan lembaga-lembaga sosial keagamaan lainnya. Dengan hal ini, maka keberadaan MUI akan bisa lebih dirasakan oleh umat dan masyarakat Lampung secara umum.

    “Semoga pengurus yang baru ini senantiasa diberikan taufik dan hidayah Allah swt dalam menjalankan peran dan fungsi sebagai khadimul ummah (pelayan ummat) dan shadiqul hukumah (mitra pemerintah) di Provinsi Lampung yang sama-sama kita cintai,” ucapnya.

    Sebelumnya Ketua Umum MUI Lampung mengatakan bahwa dirinya sudah berkomunikasi dengan gubernur terkait kondisi kantor MUI yang akan segera dibenahi. “Ini saya sampaikan (di forum pengukuhan) karena ini adalah bentuk komitmen beliau untuk menjaga suasana religiusitas,” ungkap Prof Mukri.

    Menurutnya dukungan pemerintah Provinsi Lampung untuk mewujudkan kantor MUI yang layak perlu disampaikan ke publik karena komitmen gubernur ini merupakan sebuah kebaikan. Dan kebaikan menurut prof Mukri harus disampaikan kepada khalayak ramai.

    “Yang baik-baik harus ditampakkan termasuk niat pak Gubernur. Nanti kalau tidak, ya saya tagih,” jelasnya disambut senyum dan tepuk tangan yang hadir memenuhi ruangan.

    Terkait dengan hal ini, Ketua Umum MUI Pusat KH Miftahul Akhyar menilai Gubernur Lampung memiliki komitmen yang kuat dalam membangun Lampung. Komitmen ini dibuktikan di antaranya dengan kesuksesan Provinsi Lampung menjadi tuan rumah kegiatan akbar Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama di tengah pandemi dengan tidak meninggalkan masalah besar.

    Kiai Miftah juga memberikan apresiasi kepada Gubernur Lampung yang berkomitmen akan membantu memperbaiki kantor MUI. Komitmen ini semakin menunjukkan sinergisitas pemerintah dengan berbagai elemen untuk membangun Lampung.

    “Termasuk janji yang telah dicatat dan akan dilaksanakan, tadi sudah disampaikan. Jadi ilmu yang amaliah di samping itu juga amal yang ilmiah. Bukan sekedar ilmu saja (tapi) pakai amaliah. Dicatat dan nanti dibuktikan,” ungkap Kiai Miftah.

    Untuk menjalin sinergi elemn di Lampung, dalam acara pengukuhan tersebut juga dilakukan Sarasehan  Ulama dan Umara dengan menghadirkan nara sumber dari akademisi dan juga dihadiri oleh para bupati dan walikota di Provinsi Lampung. (Muhammad Faizin)

  • Prof. Dr. H. Marzuki Noor., M.A : Peran MUI Mewujudkan Ummatan Wasatho

    Bandar Lampung: Dewan Pertimbangan MUI Provinsi Lampung, Prof. Dr. H. Marzuki Noor., M.A menjadi pemateri dalam acara Sarasehan Ulama Dan Umara yang termasuk dalam rangkaian kegiatan Pengukuhan Dewan Pimpinan MUI Provinsi Lampung di Ballroom UIN Raden Intan Lampung pada Rabu (23/2/2022).

    Dalam materinya Marzuki menjelaskan empat peran majelis ulama, empat peran ulama diantaranya peran yang diharapkan, peran yang melekat, peran yang dicapai juga peran yang dimandatkan.

    Ia menyampaikan peran tersebut mampu menjadikan ummat wasatiyah dikelompokkan menjadi empat parameter indikator.

    “Pertama kuat akidahnya masing-masing, kedua tertib ibadahnya bukan hanya tertib dalam shafnya tetapi tertib dalam berhikmahnya maka dari solat tersebut dapat bermuara pada Innas sholata tanha ‘anil fahsya’i wal munkar, ketiga berakhlak yang toleran yang titik toleransi makro pada muamalah dan akhlak, dan ke empat adalah harmoni dalam ber muamalah dalam tiga bentuk serasi, selaras, seimbang,” sambungnya.

    “Hal ini jika di break dalam indikator yang menurun maka akan menjadi parameter seberapa besar derajat wasatiyah nya, ummat wasatiyah dapat terbentuk hanya jika MUI dapat meneguhkan empat peran seperti telah disebutkan sebelumnya,” tambahnya.

    Marzuki juga menambahkan lima konsep peneguhan dalam Al-Qur’an diantaranya yaitu bagaimana meneguhkan agama (An-Nur: 55), hati (An-Nahl: 102, Al-kahf: 14, Fusshilat: 30), keimanan (Ibrahim: 27), janji/sumpah (An-Nahl : 91) dan kedudukan ( Muhammad: 7).

    “Struktur masyarakat yang ada konsep spiritualnya turun dal filosofis kerjanya turun dalam etika ilmiahnya turun dalam moral kehidupan sehari-hari insyaallah akan mendorong mendukung Ummatan Wasatho,” tutupnya. (Sintami/Chelsea/Abdul Qodir Zaelani)

  • Dr. KH. Abdul Syukur, M.A: Saya Harap MUI Menjadi Penengah Kepentingan Antara Masyarakat Dan Pemerintah

    Bandar Lampung: Penutupan acara Sarasehan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung, bertempat di Ballroom Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung pada Rabu (23/2/2022).

    Acara sarasehan ditutup oleh pemateri terkahir Dr. KH. Abdul Syukur, M.A., ahli studi keislaman di bidang dakwah, dengan menyampaikan materi secara luas dengan tema “Meneguhkan Peran MUI Dalam Mewujudkan Islam Wasathiyah di Bumi Lampung”.

    Dr. KH. Abdul Syukur, M.A., mengatakan bahwa seorang ulama harus memiliki sifat illiyin (tinggi).

    “Seorang ulama harus memiliki sifat illiyin (tinggi) sehingga dapat berakhlakul karimah baik ucapan, sikap, dan perbuatan, serta latifun (lembut) dan ma’rifah (mangetahui),” ujarnya.

    Dr. KH. Abdul Syukur, M.A., menyampaikan harapannya Majelis Ulama Indonesia (MUI) dapat menjadi penengah kepentingan antara masyarakat dan pemerintah. (Riska/Sintami)