Category: Opini

  • (Ramadhan) Manfaat Puasa Untuk Kesehatan

    (Ramadhan) Manfaat Puasa Untuk Kesehatan
    Rohmi Yuhani’ah, M.Pd.I
    Dosen Fakultas Tarbiyah dan Pengasuh Lembaga al-Faruq

    Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Berpuasalah, Maka kamu akan sehat”. Rasulullah mengajari kepada kita, cara hidup sehat. Sehat secara jasmani dan secara ruhani, jika dianalogikan bahwa tubuh kita ibarat mesin yang setiap hari digunakan untuk bekerja, yang tidak mengenal siang tidak mengenal malam terkadang tidak terkendalikan, maka ketika berpuasa, sesungguhnya mesin tersebut sedang berhenti sejenak untuk beristirahat yang kemudian bekerja lagi. Mesin yang dipake setiap saat, pastilah akan panas, letih, capek dan tentunya membutuhkan istirahat. Begitu juga pada tubuh kita yang digunakan setiap saat, maka ketika berpuasa sesungguhnya ia sedang beristirahat dengan cara tidak makan dan tidak minum sejenak, untuk beristirahat. Mesin yang tadinya panas akan menjadi dingin dan akan dapat bekerja lebih maksimal kembali, inilah gambaran sehat jasmanai.

    Sehat ruhini yaitu, dengan kita berpuasa sesungguhnya nafsu kita lebih terjaga dan terkendalikan, karena sesungguhnya syaithan juga dikutuk dan diikat dengan rantai yang sangat kuat, yang kekuatan itu sesungguhnya adalah kekuatan pada niat dan kemauan kita, keinginan rakus kita menjadi tertahan dan terkendalikan, sehingga lebih mudah untuk mendekatkan diri kepada sang Khaliq, pikiran kita menjadi jernih, dan hati kita menjadi suci.

    Ibadah puasa juga tanpa kita sadari, telah membangun dua dimensi, yaitu dimensi vertikah (hablu minallah) dan hubungan horizontal (hablu minannas). Selain hubungan vertikal kita kepada Allah dapat terjaga dengan baik, hubungan horizontal kita kepada sesame manusia juga tercapai, yaitu dengan kita berpuasa, sesunggunya di saat itu kita dapat merasakan bagaimana kehidupan orang yang serba kekurangan, fakir dan miskin yang selalu merasakan kelaparan disetiap saat dan waktu, tiada henti-hentinya suara perut berkata bahwa aku membutuhkan makanan, bahkan sering kali terasa sakit karena organ tubuh tidak dapat bekerja dengan baik, karena makannya tidak teratur.

    Maka sesungguhnya ketika kita berpuasa, tenaga kita menjadi lemah, syahwat kita menjadi terkendalikan, karena pada saat itu kita harus berlatih untuk menjaga pandangan yang tidak sedap, yaitu perkara yang dilarang oleh agama, telinga kita akan senantiasa terjaga dari pendengaran-pendengaran yang tidak nyaman didengar, yaitu suara yang akan mendatangkan kemudharatan atau kemaksiatan, mulut kita akan senantiasa terjaga dari pembicaraan yang tidak bermanfaat, karena ketika kita akan bertutur yang tidak baik, kita selalu sadar bahwa kita sedang berpuasa.

    Puasa sejatinya menguji, melatih, membina tubuh kita dengan cara-cara yang dianjurkan dalam agama, yaitu cara-cara yang sehat, dan melatih kita untuk hidup disiplin bahkan dikatan dalam sebuah hadis rasulullah saw., “Bersahurlah, sesungguhnya di saat kita bersahur terdapat keberkahan” berkah adalah ziyadatu al-khair, yaitu bertambahnya kebaikan. Maka pada saat itupun dianjurkan kepada kita untuk mengkonsumsi makanan yang akan memberikan kekuatan kepada kita selama dari terbitnya fajar, samapai pada terbenamnya matahari. Begitu juga Rasulullah saw., mengajari kepada kita agar menyegerakan untuk berbuka dengan dianjurkannya meminum atau memakan yang manis, agar kekuatan tubuh kita pulih kembali dan hadirnya kekuatan yang selama satu hari penuh menjalani puasa.

    Maka daripada itu, puasa membutuhkan kemauan yang kuat, niat yang ikhlas, serta persiapan yang mantap, karena puasa adalah salah satu ibadah yang hanya kita yang dapat mengerti hakikat puasa kita dan Allah swt., yang Maha Mengetahui segala yang dhahir dan yang batin. Wallahua’lam.

  • (Ramadhan) Waktu Mengeluarkan Zakat Fitrah

    Waktu Mengeluarkan Zakat Fitrah

    Dr. Agus Hermanto, M.H.I

    Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung

    Secara lughawi, zakat berasal dari kata zakâ-yazkī-zakâtan yang berarti; 1) al-Thaharu, yaitu membersihkan atau mensucikan, 2) al-Barakatu, yaitu barokah, 3) al-Nuwuw, yaitu tumbuh dan berkembang, 4) al-Shalahu, yaitu beres. Secara syar’i, adalah kadar makanan pokok yang wajib ditkeluarkan oleh setiap orang Islam pada malam Idul Fitri, atau dapat juga diartikan harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya.
    Adapun syarat-syarat wajib zakat fitrah adalah; 1) Islam dan Merdeka, 2) Menemui dua waktu yaitu di antara bulan Ramadhan dan Syawal walaupun hanya sesaat, 3) Mempunyai harta yang lebih dari pada kebutuhannya sehari-hari untuk dirinya dan orang-orang di bawah tanggungan pada hari raya dan malamnya. Adapun syarat tidak wajib zakat fitrah yaitu; 1) Orang yang meninggal sebelum terbenam matahari pada akhir Ramadhan, 2) Anak yang lahir selepas terbenam matahari pada akhir Ramadhan, 3) Orang yang baru memeluk agama Islam sesudah matahari terbenam pada akhir Ramadhan, 4) Tanggungan istri yang baru saja dinikahi selepas matahari terbenam pada akhir Ramadhan.
    Zakat merupakan salah satu dari lima Rukun Islam yang wajib dilaksanakan. Kewajiban mengeluarkan zakat adalah bagi kaum muslim yang sudah memenuhi syarat-syarat tertentu seperti telah mencapai nisab dan haul. Zakat adalah salah satu kewajiban yang harus dikeluarkan baik laki-laki maupun perempuan. Maka dari pada itu, Alllah swt., memerintahkan kepada setiap muslim untuk mengeluarkan zakat pada waktunya.
    Waktu mengeluarkan zakat adalah; 1) waktu wajib, apabila berjumpa sebagian waktu Ramadhan dan sebagian bulan Syawal. Maka, orang yang meninggal setelah magrib di malam pertama bulan Syawal, maka wajib dizakati, 2) waktu jawaz, dimulai sejak awal Ramadhan. Sehingga kita boleh mengeluarkan zakat fitri di awal Ramadhan atau di pertengahannya, 3) waktu paling utama, yaitu membayar zakat fitri sesaat sebelum shalat Idul Fitri dilaksanakan, 4) waktu makruh, yaitu membayar zakat setelah setelah shalat Idul Fitri dilaksanakan sampai terbenamnya matahari pada hari pertama bulan Syawal, 4) waktu haram, yaitu membayar zakat setelah terbenamnya matahari di hari pertama bulan Syawal.
    Para ulama berselisih pendapat, terkait kapan waktu yang tepat mengeluarkan zakat. Pertama, pendapat Abu Hanifah, dibolehkannya membayar zakat fitri sejak awal tahun (bulan Muharram) karena hukum zakat fitri sebagaimana zakat harta yang boleh disegerakan sebelum genap satu tahun. Kedua, pendapat al-Syafi’i, pembayaran zakat fitri boleh didahulukan sejak awal bulan Ramadan karena penyebab adanya zakat adalah puasa dan berbuka puasa (hari raya), sehingga jika sudah ada salah satu dari sebab tersebut (yaitu puasa) maka zakat boleh dibayarkan. Sebagaimana zakat harta yang sudah sampai batas nishab namun belum genap disimpan selama satu tahun, boleh didahulukan pembayarannya. Ketiga, sebagian besar mazhab Hanabilah berpendapat bahwa penunaian zakat fitri boleh disegerakan setelah pertengahan Ramadan, sebagaimana bolehnya mendahulukan azan subuh sebelum waktu subuh, atau sebagaimana bolehnya meninggalkan Muzdalifah ketika haji setelah melewati tengah malam sebelum subuh. Keempat, pendapat Imam Ahmad, bolehnya menyegerakan pembayaran zakat, sehari atau dua hari sebelum waktu wajib (waktu fitri), dan tidak boleh (disegerakan) lebih dari itu. Wallahu A’lam.

  • (Ramadhan) Kejadian-kejadian Unik Bulan Ramadhan

    Kejadian-kejadian Unik Bulan Ramadhan

    Dr. Agus Hermanto, M.H.I

    Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung

    Ramadhan merupakan bulan yang diberkahi keistimewaan tersendiri. Hari-hari di bulan tersebut dipenuhi dengan rahmat yang Allah swt., peruntukkan kepada Nabi Muhammad saw., beserta umatnya. Terbukti banyaknya peristiwa-peristiwa penting bersejarah yang bisa diambil pelajarannya, di antaranya adalah:

    Pada bulan Ramadhan diturunkannya al-Qur’an
    Ketika Nabi Muhammad saw., berusia 40 tahun, Allah swt., mengutusnya untuk alam semesta, yang menerangi dan menuntun jagat raya alam semesta. Tepatnya pada tanggal 17 Ramadhan 13 tahun sebelum Hijriyah Nabi menerima wahyu pertama. bertepatan dengan awal Februari tahun 610 Masehi.

    Pada bulan Ramadhan Suhuf Ibrahim diturunkan, Taurat, Zabur dan Injil
    Selain al-Qur’an al-Karim, juga turunnya kitab-kitab suci sebelum Al-Qur’an yaitu Shuhuf Ibrahim pada 1 Ramadhan. Taurat diturunkan pada 6 Ramadhan, Zabur pada 24 Ramadhan, dan Injil pada 13 Ramadan.

    Pada bulan Ramadhan kemenangan Islam di Perang Badar dan Fathul Makkah
    Perang Badar terjadi pada 17 Ramadhan 2 H/624 M. Inilah peperangan pertama yang dilakukan kaum Muslim melawan kaum kafir Quraisy dari Mekkah setelah hijrah ke Madinah. Pertempuran itu berakhir dengan kemenangan pihak Muslim. Sedangkan Fathul Makkah atau pembebasan Kota Mekkah terjadi pada tahun Ramadhan 8 Hijriah/ 630 M.Perang Badar atau biasa disebut Ghazwah Badr al-Kubra adalah perang yang menjadi pembeda, menandai awal kejayaan kaum Muslimin. Dengannya Allah memuliakan Islam, meninggikan menaranya, dan mengikis berhala-berhala.

    Pada Bulan Ramadhan Terbebasnya Kota Andalusia
    Andalus adalah nama Arab yang diberikan kepada wilayah-wilayah di semenanjung Iberia yang diperintah oleh orang Islam selama beberapa waktu mulai tahun 711 sampai 1492 Masehi. Pada 28 Ramadhan tahun ke-92 Hijrah, panglima Islam Tariq bin Ziyad dikirim pemerintaan Bani Umayyah untuk menawan Andalus.

    Pada Bulan ramadhan Islam sampai di Yaman
    Yaman terletak di selatan semenanjung tanah arab. Nabi Muhammad mengutus Ali bin Abi Thalib dengan membawa surat beliau untuk penduduk Yaman khususnya Suku Hamdan. Dalam periode satu hari, semua mereka memeluk agama Islam secara aman. Peristiwa bersejarah itu terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke-10 hijrah

    Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
    Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilakukan pada tanggal 9 Ramadhan 1364 Hijriah atau 17 Agustus 1945.
    Demikianlah kemulian bulan Ramadhan yang kini kita jalani, banyak barokah, kenikmatan, kemenangan yang menjadi bukti sejarah yang tidak terlupakan. Maka dari pada itu, kita harus pandai-pandai mengambil I’tibar dan pelajaran dari kejadian ini. Wallahu’a’lam

  • (Ramadhan) Ramadhan Bulan yang Mulia

    (Opini) Ramadhan Bulan yang Mulia

    Dr. Agus Hermanto, M.H.I

    Dosen Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan Lampung

                Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang ketiga, sebuah kewajian yang ada di antara ibadah-ibadah yang di wajibkan oleh Allah swt., dalam Islam. Puasa merupakan bentuk ibadah kepada Allah, untuk melatih jiwa dan menahan diri dari hawa nafsu, sebuah amaliyah yang nyata, yang membutuhkan kemauan kuat (azimah). Maka dari pada itu, Allah swt., telah mewajibkan kepada umat Islam dan kepada umat-umat yang terdahulu, sebagaimana firman Allah swt., yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183)

                Rasulullah saw., selalau melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan selama satu bulan penuh, sebagai bentuk aplikasi dari perintah Allah swt., dan kemudian diajarkan kepada para sahabat tentang tata cara melaksanakan puasa dan hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Seandainya manusia mengerti tentang apa yang terkandung di bulan Ramadhan dari bentuk kemulyaan-kemulyaan, maka umatku pasti akan berharap bahwa bulan Ramadhan ada selama satu tahun penuh, kalau seandainya Allah mengijinkan langit dan bumi berbicara, maka ia pasti menjadi saksi bagi orang-orang yang menjalankan puasa, karena  jaminannya adalah surga”.

    Hal ini merupakan kemuliaan yang terkandung dibulan Ramadhan, sebagaimana Rasulullah saw., bersabda “Sesungguhnya zakatnya badan adalah puasa, sebagaimana zakat yang mensucikan jiwa”. Rasulullah saw., bersabda; “Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (ridha Allah), maka diampuni dosa-dosanya yang terdahulu” (HR. Bukhari). Adapun hal-hal yang  berkenaan dengan puasa, sebagaimana dijelaskan  oleh rasulullah saw., “Sesungguhnya seorang yang berpuasa pada siang hari dan menghidupkan malam hari, sedangkan ia tidak akrab dengan tetangganya, maka sesungguhnya tidak ada kebaiakan puasa dan shalat malamnya dan dia adalah ahli neraka”.

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang tidak mau meninggalkan kata-kata dusta dan beramal dengannya, maka Allah tidak lagi butuh ia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Bukhari). Maka puasa itu dibagi pada puasanya orang umum, khusus dan, khususul khusus. 1) Puasanya orang awam  (umum) adalah hanya mampu menahan makan dan minum serta mampu mengendalikan syahwat, 2) Puasanya orang khusus adalah mampu menjaga telinga (pendengaran), mata (penglihatan) dan lisan (perkataan), tangan, kaki dari hal-hal yang akan mendatangkan kepada kemaksiatan, 3) Ppuasa khawasul khawas adalah menahan hati dari kecintaan pada duniawiyah dan hanya mengharapkan ridha dari Allah swt.

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Allah berfirman: “Semua amal anak Adam untuknya selain puasa, puasa itu untuk-Ku dan Aku-lah yang akan membalasnya.” (sampai di sinilah hadits qudsinya). Puasa itu perisai, maka jika kamu sedang berpuasa, janganlah berkata kotor dan berteriak-teriak. Jika ada yang memaki atau mengajak bertengkar, katakanlah, “Saya sedang puasa”, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi (Allah) yang nyawa Muhammad di Tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada wangi kesturi. Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan; kegembiraan ketika berbuka dan kegembiraan ketika bertemu Tuhannya dengan puasanya itu.” (HR. Bukhari dan Muslim). Sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud ra., “Sesungguhnya barang siapa yang berpuasa sehari di bulan Ramadhan maka akan dikeluarkan dosa-dosanya sebagaimana bayi yang baru dilahirkanoleh ibunya”. Wallahu A’lam.

  • Islam Nusantara dan Spirit Toleransi

    ISLAM NUSANTARA DAN SPIRIT TOLERANSI
    Oleh: Imam Mustofa
    (Dosen Fakultas Syariah IAIN Metro)

    Perdebatan dan kajian mengenai Islam Nusantara sampai saat ini masih hangat. Ada kelompok yang mempermasalahkannya dengan dalih Islam ya Islam saja, tidak perlu dibingkai dalam satu wilayah geografis tertentu atau konteks budaya tertentu. Ada yang menolak istilah Islam nusantara, namun pada dasarnya mereka mendukung substansi dan spirit Islam Nusantara.

    Perdebatan mengenai istilah Islam Nusantara yang dicetuskan dan dikibarkan oleh NU setelah menjadi tema Muktamar NU ke-33 di Jombang pada awal Agustus 2015. Pihak-pihak yang tidak setuju dengan jargon dan istilah Islam Nusantara pada umumnya yang selama ini berseberangan dalam paham dan amaliyah keberagamaan dengan jamaah NU. Kelompok yang selama ini selalu apriori dengan pemahaman, langkah dan amalan yang dilakukan oleh NU sebagai organisasi (jam’iyyah) maupun sebagai komunitas atau warga (jamaah) yang mengamalkan agama sebagaimana dipegangi dan diarahkan oleh ulama kalangan NU.

    Memaham Islami Nusantara
    Paham Islam nusantara bukan berarti paham yang mengesampingkan wahyu dan mensakralkan dan mendewakan adat istiadat. Paham Islam nusantara merupakan paham yang berusaha mendialogkan, mengharmoniskan wahyu (text) dengan realitas sosio-kultural masyarakat (context). Kontekstualisasi teks suci dengan kultur masyarakat nusantara, membumikan spirit teks dengan adat nusantara tanpa label dan wadah formal, atau nama-nama dan simbol Arab atau Islam, akan tetapi lebih mengedepankan spirit dan substansi Islam. Nusantara dalam konteks negara kepualauan yang terdiri dari berbagai suku, bangsa, dan adat istiadat (multiculture). Tentunya kontekstualisasi ini dilakukan tanpa mereduksi tujuan dan maksud wahyu (text) sedikitpun.
    Kebudayaan lokal dalam Islam, termasuk dalam konstruk dalil dalam hukum Islam mempunyai eksistensi yang cukup strategis. Adat istiadat (‘urf) menurut sementara ulama merupakan salah satu dalil hukum dalam Islam. Berkaitan dengn masalah ini, dalam ushul fiqih (metodologi hukum Islam) ada kaidah yang cukup terkenal “al-‘Adah Muhakkamah” (adat istiadat dapat dijadikan dalil hukum), selama tidak bertentangan dengan syara’.

    Spirit Mengedepankan Toleransi
    Beberapa kebijakan atau kejadian yang sedikit banyak terkait dengan ketegangan antar kelompok atau penganut agama tertentu direspon secara beragam oleh umat Islam Indonesia. Masalah pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid, atau kejadian di luar negeri seperti isu Uighur atau isu konflik “abadi” di Palestina ditanggapi beragam. Tanggapan secara bertubi-tubi muncul di media sosial. Ada kelompok yang menanggapi secara emosional dengan mengecam, mengutuk bahkan sampai menyerukan jihad fisik. Ada kelompok yang menanggapinya dengan kepala dingin dan menekankan solusi terbaik tanpa kekerasan.
    Kelompok yang menanggapinya dengan kepala dingin dan semangat toleransi yang tinggi sering dicap sebagai kelompok yang tidak punya empati terhadap berbagai kejadian yang dialami umat Islam. Kelompok semacam ini biasa diinventarisir sebagai Islam Nusantara dan bahkan dicap sebagai Islam liberal. Mereka dicap sebagai kelompok yang lebih membela dan mengedepankan kepentingan nasrani yang dianggap sebagai the others daripada kepentingan umat Islam. Bahkan mereka disalahkan karena bila perayaan hari raya umat lain mereka menjaga dengan ketat tempat ibadah umat lain tersebut. Sementara saat idul fitri atau hari raya umat Islam mereka malah lengah dan tidak mau berjaga sehingga terjadi penyerangan seperti yang terjadi di Tolikara, Papua sekitar satu setengah tahun yang lalu.
    Mengapa kalangan yang dicap sebagai jamaah Islam nusantara terkesan “santai” menanggapi berbagai kejadian terkait hubungan antar agama? Mengapa mereka tidak menanggapi secara frontal kejadian tersebut? Bagi yang paham konsep, epistemologi, metode dan kerangka berpikir kelompok Islam nusantara maka tidak sulit untuk menjawab pertanyan tersebut.
    Kalangan Islam nusantara sangat mengedepankan toleransi, persatuan, persaudaraan dan perdamaian (konsep al-tasamuh wal ukhuwwah) umat manusia tanpa memandang adanya sekat-sekat sosial, suku, agama dan kekyakinan. Namun demikian bukan berarti mereka mempermainkan aqidah Islam, justeru mereka mengimplementasikannya dengan pandangan bahwa semua manusia adalah makhluk ciptaan Allah, membunuh satu saja dari mereka berarti membunuh semua.
    Lalu, bukankah umat Islam tidak boleh menyerah bila ada umat Islam diserang umat lain? Bila dilihat dalam konteks isu Uighur, maka hal itu tidak lepas dari masalah geo-politik internasional dan juga terkait dengan kedaulatan Republik Rakyat Tiongkok. Dalam konteks keindonesiaan, toleransi yang dibangun kalangan Islam Nusantara pada dasarnya melihat konteks saudara satu bangsa dan satu tanah air. Toleransi yang dibangun tersebut diletakkan di atas landasan mashlahat yang tidak hanya berhenti pada hifzhud-diin, namun juga mashalat lain, seperti hifzhul wathon, hifzhul mal dan kemaslahatan lainnya. Sementara maslahat tersebut merupakan tujuan pokok dari syariat Islam.
    Patron semacam ini sudah menjadi kesepakatan hampir semua teoritisi hukum Islam. Ibnul Qoyyim, dalam kitabnya I’lam al-Muwaqqi’iin (2005: III/14) mengatakan bahwa sesungguhnya syariat itu berlandaskan atas asas hikmah dan kemashlahatan manusia di dunia dan akhirat. Kemashlahatan ini antara lain berupa nilai-nilai universal syariat seperti keadilan, kasih sayang, persatuan, toleransi, perdamaian dan sebagainya. Sulthan al-‘Ulama’ Izzuddin Ibn Abd al-Salam (2005: II/296) juga menyetakan bahwa pembebanan hukum dalam Islam adalah dalam rangka mencptakan kemaslahatan manusia. Ilmuan muslim kontemporer seperti Hasan Hanafi, Kholid Mas’ud, Jasser Auda dan lainnya, juga berpegang pada patron di atas.
    Bersikap toleran namun tetap mencari solusi dan menyelesaikan masalah hubungan antar agama akan mendatangkan kemaslahatan lebih besar dibanding bereaksi frontal dan melakukan jihad fisik atau membuat masalah baru yang mengancam kepentingan yang lebih besar, seperti stabilitas dan keamanan negara. Sikap ini akan lebih baik daripada menebarkan kebencian, menyerang balik dengan kekerasan serupa. Keutuhan persaudaraan sesama anak bangsa atau stabilitas keamanan global harus lebih diutamakan daripada ego sektoral yang berlandas status primordial atau tindakan-tindakan emosional yang destruktif.
    Kemaslahatan harus dijadikan tolok ukur dalam pemikiran dan tindakan, sehingga langkah dan sikap tidak bertentangan dengan tujuan syariat Islam. Bersikap toleran bukan berarti menerima dan mendiamkan begitu saja berbagai kejadian yang menyangkut kehidupan umat Islam di Indonesia dan di negara lain. Kalangan Islam nusantara juga melakukan langkah-langkah strategis dalam menyikapi isu-isu hubungan Islam dengan umat lainnya, seperti pendekatan diplomatik dalam penyelesaian hubungan Palestina dengan Israel.
    Spirit toleransi Islam nusantara bukan berarti mengabaikan dan menciderai perasaan umat Islam dengan tidak bersikap keras terhadap umat lain. Spirit toleransi ini dibangun atas landasan untuk menciptakan kemaslahatan yang lebih besar. Kemaslahatan untuk mengindarkan kerusakan atau kekacauan yang lebih besar yang akan menjatuhkan umat Islam dan anak bangsa Indonesia pada lembah permusuhan dan pertikaian. Spirit untuk menciptakan kemaslahatan stabilitas dan keamanan global. Dalamkonteks Indonesia spirit untuk menjaga persatuan Indonesia, kemaslahatan persaudaraan dan perdamaian di antara anak bangsa Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika. Bukankah bersikap toleran juga diajarkan oleh Nabi Muhammad sejak masa awal Islam?[]

  • Meneguhkan Spirit Toleransi

    MENEGUHKAN SPIRIT TOLERANSI
    Oleh: Imam Mustofa
    (Kader NU Kultural, Alumnus Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia)

    Indonesia adalah negara plural, bukan hanya dari aspek ras, suku, budaya dan bahasa, namun juga dari aspek keyakinan, agama dan aliran serta paham keagamaan. Pluralitas inilah yang menjadikan bangsa Indonesia lebih indah dengan berbagai corak warna, dinamika dan dialektika yang ada. Namun demikian, apabila pluralitas ini tidak dapat dijaga dan dimenej dengan baik, tidak menutup kemungkinan akan mengoyak keindahan “lukisan” Indonesia yang penuh warna tersebut. Oleh karena itu, spirit toleransi harus terus dibangun dan diteguhkan agar ada sikap menghargai terhadap perbedaan yang ada.

    Dinamika Relasi Intra Umat Beragama
    Hubungan yang terkait dengan ideologis, merupakan sosial yang paling kompleks. Hal ini terjadi karena ideologi atau agama tertentu di satu sisi bisa menyatukan, mempersatukan dan mempersaudarakan, namun di satu sisi tidak jarang malah menjadi pemicu ketegangan, bahkan memicu konflik dan perpecahan. Terlebih bila ideologi agama tersebut telah terkontaminasi dengan tendensi politik tertentu.
    Seandainya seluruh umat manusia di muka bumi ini memeluk satu agama, maka ketegangan dan bahkan konflik berlatar belakang idoelogi agama akan tetap ada, bila tidak ada kedewasaan dalam menghadapi isu-isu tertentu dan tanpa adanya sikap toleransi terhadap perbedaan pemikiran dan interpretasi. Oleh karena itu, yang dibutuhkan bukanlah persamaan idoelogi dan pemahaman, akan tetapi sikap menghargai dan menghormati berbagai perbedaan.
    Sikap intoleran sering muncul di kalangan umat Islam, umat yang diklaim sebagai umat yang terbaik, (khoiru mmah), umat cinta damai, persatuan dan persaudaraan. Sikap intoleran ini berakibat pada tindakan radikal dan kekerasan.
    Hubungan internal umat Islam memang rentan akan ketegangan dan konflik, hal ini secara garis besar disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, perbedaan memahami dan interpretasi teks-teks sumber Islam. Ayat-ayat dalam al-Quran dan al-Sunnah umumnya masih sangat global, sehingga menimbulkan interpretasi berbeda di kalangan umat Islam. Perbedaan interpretasi inilah yang berakibat pada praktik agama tertentu, baik yang bersifat ritual murni, maupun sikap dalam kehidupan sosial bermasyarakat.
    Kedua, tidak adanya pemegang otoritas tunggal dalam penyebaran paham agama pasca Nabi Muhammad SAW. Semua paham agama Islam deikembangkan oleh kalangan tertentu yang tidak lepas dari unsur subyektifitas interpretasi mereka terhadap teks. Memang ada lembaga tertentu, seperti majelis ulama, namun hal tersebut tidak merepresentasikan pemegang otoritas dalam Islam.
    Ketiga, adanya isu-isu tertentu yang memang sengaja atau tidak, yang muncul dan menyulut ketegangan sesama umat Islam. Isu-isu mengenai aliran atau madzhab tertentu, seperti Syi’ah, Ahmadiyah dan lainnya, wacana pemikiran Islam liberal dan isu-isu lain yang menimbulkan perbedaan di kalangan umat Islam.
    Keempat, adanya kekurangdewasaan dalam menyikapi perbedaan pemikiran di kalangan tokoh agama, sehingga menimbulkan sikap dan tindakan kontraproduktif dengan nilai Islam sendiri. Misalnya dalam menyikapi wacana pemikiran Islam liberal dan relasi Suni-Syi’ah. Bila sikap yang dipegang adalah sikap kebenaran mutlak sebuah interpretasi tokoh atau kelompok terntentu, maka akan memunculkan pandangan menyalahkan dan menyesatkan kelompok lain.

    Peran Tokoh Agama dalam Meneguhkan Toleransi
    Para tokoh agama, Kiyai, Ustadz dan para d’ai mempunyai peran signifikan dalam membangun dan meneguhkan toleransi umat beragama. Dakwah yang mereka lakukan harus berorientasi mengajak kepada kebaikan dan dilakukan dengan cara yang baik. Tidak menggunakan bahasa-bahasa yang provokatif yang kontraproduktif dengan esensi dakwah sebagai wahana untuk mengajak kebaikan.
    Tokoh agama dalam berdakwah harus mengedepankan spirit toleransi, persatuan, persaudaraan dan perdamaian (al-tasamuh wal ukhuwwah) umat manusia tanpa memandang adanya sekat-sekat sosial, suku, agama dan kekyakinan. Namun demikian, bukan berarti mempermainkan aqidah Islam, akan tetapi mengimplementasikannya dengan pandangan bahwa semua manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang harus dihargai dan dihormati. Menistakan atau membenci makhluq berarti menistakan dan membenci kholiqnya.
    Para tokoh agama harus membangun toleransi dengan melihat nilai agama dan kebangsaan Indonesia. Toleransi yang dibangun harus melihat konteks saudara satu bangsa dan satu tanah air. Toleransi yang dibangun tersebut diletakkan di atas landasan mashlahat yang menjadi tujuan pokok dari syariat Islam. Bersikap toleran akan mendatangkan kemaslahatan lebih besar dibanding bereaksikap provokatif dan intoleran terhadap saudara sesama umat seagama. Sikap ini akan lebih baik daripada menebarkan kebencian, menyerang balik dengan kekerasan serupa. Keutuhan persaudaraan sesama anak bangsa, sudara setanah air satu agama, satu Tuhan, satu Nabi harus lebih diutamakan daripada ego sektoral dan tindakan-tindakan emosional lainnya.
    Spirit dan sikap toleran harus diteguhkan. Para tokoh agama harus berperan aktif dalam menjaga persatuan umat dan bangsa. Bersikap toleran dalam rangka menciptakan kemaslahatan persatuan Indonesia, kemaslahatan persaudaraan satu agama, sesama umat beragama dan mempertahankan perdamaian di antara anak bangsa Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika. Bersikap toleran sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad sejak masa awal Islam.

  • Ikhlas Menerima Takdir

    Ikhlas Menerima Takdir

    Oleh: KH. Ahmad Ishomuddin, M.Ag

    Syuriah PBNU

    Tiada kesedihan hati yang lebih berat dari pada harus berpisah dari orang yang dicintai. Semua orang pasti pernah atau akan berpisah dari orang-orang yang terdekatnya. Takdir “kematian” yang pasti adanya, tak diketahui kapan saatnya, tak disukainya, yang tak seorangpun mampu menghindarinya itu telah memisahkan seseorang dari orang-orang yang dicintai dan mencintainya.

    Terhadap takdir “kematian” atau semacamnya yang kedatangannya tak pernah diharapkan itu kita “terpaksa” menerima. Setiap makhluk berjiwa tak pernah mampu lari menjauh sejauh-jauhnya darinya. Takdir Tuhan itu harus diterima dengan rasa ikhlas dan hati yang penuh kesabaran. Sebab jika tidak, yang ada hanyalah kekecewaan, kesedihan yang berlarut-larut, muram durja berkepanjangan, atau memprotes keadilan Tuhan yang membuat-Nya murka. Semua itu pasti menganiaya diri sendiri dengan cara mengguncang ketenangan jiwanya dan merusak kesehatan raganya.

    Apa dan siapa yang selama ini kita merasa memilikinya, pada hakikatnya bukanlah milik kita, tetapi milik Tuhan yang “dititipkan” kepada kita. Saat barang titipan itu diambil kembali oleh Sang Pemilik Yang Maha Kuasa, maka tiada kuasa sedikitpun menolaknya. Sungguh tak pantas bagi kita kecuali dengan rasa ikhlas dan suka rela melepaskannya. Meski tentu terbersit kesedihan saat perpisahan yang tak terhindarkan, namun kesedihan itu tidak perlu berlebihan dengan terus diperturutkan. Tak ada gunanya hidup berlama-lama tenggelam dalam kesedihan. Begitulah siklus perjalanan kehidupan dan kematian yang terus berlangsung dipergilirkan.

    Dengan sepenuh keyakinan kita percaya bahwa semua serba teratur sebagai siklus kehidupan yang tak terhindarkan. Kita adalah milik Allah dan hanya kepada-Nya kita semua pasti kembali. Kita hanya perlu selalu memperbaiki diri dan hati, mempersiapkan bekal kembali kepada-Nya dengan hati yang bersih, kembali dengan jiwa yang tenang, mendapatkan rida-Nya, dan dengan bahagia masuk ke dalam surga-Nya.

  • DERADIKALISASI KONTEN MEDIA SOSIAL

    DERADIKALISASI KONTEN MEDIA SOSIAL
    Oleh: Imam Mustofa
    (Alumni Pondok Pesantren UII)

    Media sosial di satu sisi bisa menjadi perekat persatuan dan kesatuan, penguat pilar-pilar perdamaian peneguh ikatan persaudaraan, bahkan ia merupakan sarana yang sangat efektif untuk menjalin dialog masyarakat jagad maya. Namun, di sisi lain ia dapat menjadi sarana untuk mengobarkan api kebencian, bisa menjadi pemacu hembusan angin permusuhan yang sewaktu-waktu bisa menjadi badai perselisihan dan bahkan konflik sosial. Hal ini tergantung konten apa yang ditapilkan di media sosial oleh penggunanya.

    Konflik sosial yang sangat rentan adalah konflik yang berlatar belakang sentimen agama, termasuk paham keagamaan. Teks dan ajaran agama yang dinterpretasikan secara tekstual, atomistik tidak jarang akan menimbulkan pemahaman yang radikal, bahkan akan bermetemoforsa menjadi aksi teror. Pemahaman radikal ini akan mudah menyebar bila disebarkan melalui media sosial.

    Berbagai konten radikalisasi teks dan pemahaman agama di media sosial menjadi ancaman bagi keharmonisan kehidupan sosial masyarakat di jagad nyata. Kecenderngan ini lah yang akhir-akhir ini terjadi, sampai-sampai pemerintah melakukan pemblokiran terhadap situs-situs yang dianggap menebar kebencian berlatar belakang sentimen agama.

    Video ceramah agama dan dakwah dengan model menebar kebencian dan cacian, konten berita provokatif, opini-opini liar yang mengedepankan agama sebagai sarana untuk memukul daripada sarana untuk merangkul terasa sesak menjejali media sosial. Teks agama dijadikan justifikasi untuk membenci daripada untuk mencintai, teks agama lebih dijadikan jubah untuk memecah umat daripada menyatukan.

    Agama lebih dijadikan wahana untuk menunjukkan perbedaan daripada menutupi perbedaan dengan ajaran yang mengedepankan kesamaan cita-cita dan perjuangan menegakkan nilai-nilai universal, seperti perdamaian, keadilan, kesejahteraan dalam bingkai kebersamaan. Agama dijadikan sebagi pisau yang mencabik kerekatan kain persaudaraan daripada sebagi jarum yang merajut dan menutup lubang-lubang kesalah pahaman dan perbedaan. Inilah sebenarnya bagian dari radikalisasi pemahaman agama.
    Berdasarkan pemikiran di atas, maka perlu deradikalisasi konten media sosial. Perlu tindakan pencegahan provokasi penyebaran kebencian dan permusuhan antar umat beragama di media sosial. Selain itu, media sosial harus lebih banyak diisi konten-konten yang moderat. Konten opini dan wacana yang menghargai perbedaan, mengedepankan persaudaraan, persatuan. Konten-konten yang tidak provokatif dan menimbulkan kecurigaan, keresahan dan kebencian.

    Deradikalisasi pada dasarnya merupakan proses untuk meninggalkan pandangan dunia radikal-ekstrimis dan menyimpulkan bahwa ekstrimisme dan tindak kekerasan tidak bisa digunakan untuk mempengaruhi perubahan sosial (Rabasa: 2010). Deradikalisasi ini bertujuan untk menetralisir ideologi radikal para fundamentalis yang menyebarkan paham radikal dan melakukan aksi teror (Saba Noor: 2009). Namun demikian, dalam konteks deradikalisasi media sosial, deradikalisasi dimaknai sebagai upaya untuk meminimalisir konten-konten provokatif dalam media sosial, ksusunya konten yang menggunakan isu-isu agama yang berbasis paham keagamaan.
    Deradikalisasi media sosial bisa menjadi formula baru dalam rangka menciptakan harmoni dalam kehidupan sosial. Hal ini tidak lepas dari semakin menguatya peran media sosial dalam kehidupan sosial masyarakat. Upaya deradikalisasi perlu merambah media sosial online karena bisa menjadi sarana efektif dalam menyebarkan wacana dan opini. Bahkan, diantara langkah Kementerian Luar Negeri Algeria dalam melakukan deradikalisasi adalah dengan cara melakukan pencegahan penggunaan media elektronik, dan terutama media yang terkait dengan teknologi baru, untuk memuji terorisme.
    Pendekatan yang perlu digunakan untuk deradikalisasi ini antara lain adalah pendekatan agama. Pemahaman Agama sebagai perangkat untuk mempersaudarakan, menyatukan dan mendamaikan. Pemahaman agama diletakkan pada jalur yang tepat, sebagai “perangkat ilahiyah” untuk menciptakan kemaslahatan bagi kehidupan manusia.

    Pendekatan agama ini sangat penting untuk memberikan pemahaman agama yang tepat, kontekstual dan menjujung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dalam beragama kepada masyarakat. Pemahaman kontekstual dan pembumian nilai humanitas agama akan melahirkan aksi atau implementasi beragama yang jauh dari aksi-aksi kekerasan, radikalisme dan terorisme (Mustofa: 2014).

    Sejujurnya, deradikalisasi lebih susah dilaksanakan dan memakan waktu yang lebih lama dari pada proses radikalisasi (Striegher: 2013), terlebih deradikalisasi konten media sosial. Namun demikian, mengingat massifnya konten-konten yang “membahayakan” persatuan bangsa dan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mau tidak mau deradikalisasi harus tetap dilakukan. Semua komponen bangsa yang masih menginginkan kehidupan sosial beragama, berbangsa dan bernegara tidak luluh lantah karena kebencian dan tindakan redikal, maka mereka bertanggung jawab untuk melakukan deradikalisasi konten media sosial.

  • Peringatan 90 Tahun SUMPAH PEMUDA : “Mengapa harus pemuda?”

    Sumpah Pemuda adalah satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Ikrar ini dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia yang bersatu melawan penjajahan.

    Keputusan Kongres Pemuda Kedua yang diselenggarakan dua hari, 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta) menjadi babak baru bagi semangat persatuan bangsa Indonesia yang merupakan keputusan serta pemikiran kolektif Pemuda 90 tahun yang silam. Usaha yang tentu dengan semangat persatuan tersebut tidaklah sia-sia, bahkan menjadi darah dan nadi bagi perjuangan-perjuangan setelahnya yang tentunya juga untuk diwariskan bagi generasi saat ini.

    Bangsa indonesia adalah bangsa yang besar pendiri bangsa menegaskan Pemudalah yang mampu mengguncang dunia, tentu semangat yang diwariskan pendiri bangsa ini tidak boleh hilang begitu saja oleh zaman. Pengaruh globalisasi tentunya menjadi tantangan besar bagi generasi muda penerus dan pelurus bangsa saat ini yang akan selalu menghadirkan pertanyaan besar bagi bangsa Indonesia MENGAPA HARUS PEMUDA?

    Seperti darah yang mengalir dalam nadi Indonesia pemuda haruslah selalu hadir dalam setiap permasalahan bangsa yang tidak pernah habis-habisnya. Sumpah pemuda cukuplah menjadi roh bagi pergerakan pemuda, namun dalam tindakan dan dibutuhkan usaha keras bagi pemuda dalam menangkap dan tanggap terhadap setiap persoalan bangsa. Nyata masih banyak nya permaslahan bangsa tidak lepas dari pentingnya peran pemuda dan seluruh lapisaan masyarakat, bukan saja hanya peran pemerintah. Saat ini Ada 259.150 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2016, yang terdiri dari 245.548 kasus bersumber pada data kasus/perkara yang ditangani oleh 359 Pengadilan Agama.

    Untuk kekerasan di ranah rumah tangga/relasi personal. Kekerasan terhadap istri (KTI) menempati peringkat pertama 5.784 kasus (56%), disusul kekerasan dalam pacaran 2.171 kasus (21%), kekerasan terhadap anak perempuan 1.799 kasus (17%) dan sisanya kekerasan mantan suami, kekerasan mantan pacar, serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.

    Masih banyak juga permasalahan – permasalahan dari sisi agraria antara lain reorientasi land reform, okupasi dan kriminalisasi lahan, program pendaftaran tanah sistematis dan juga ada permaslahan terkait ruang terbuka hijau.

    Mewujudkan pemilu yang demokratis tentu bukan perkara yang sederhana. Dibutuhkan tidak saja seperangkat instrumen regulasi yang tepat agar dapat mendukung terselenggaranya pemilu yang demokratis. Namun perilaku peserta dan peyeenggara pemilupun juga merupakan hal yang tidak kalah penting untuk mewujudkan hal tersebut. Permasalahan para calon legislatif dari mantan koruptor dan caleg dari kalangan artis juga menunjukan ketidak sanggupan partai politik untuk mengkader anggotanya.

    Belum lama ini kita disuguhkan oleh kebohongan yang secara nyata dan sadar dilakukan oleh individu ataupun beberapa kelompok orang yang secara masif menjadi konsumsi publik yang pada dasarnya jelas melanggar aturan dan membuat polemik yang besar bagi beberapa kalangan dan membuat jarak atau adanya suatu pemisahan bagi kelompok-kelompok tertentu sehingga tercipta kubu kubu pro dan contra.

    Jaminan perlindungan terhadap kelompok minoritas di Indonesia masih menjadi pekerjaan yang belum terselesaikan hngga saat ini.Diskriminasi terhadap kelompok minoritas berjalan cukup konsisten dari tahun ke tahun. Jika dilihat dari sisi yang lain, yaitu sisi pelaku, pemerintahan masih toleran terhadap organisasi masyarakat yang tidak beradab yang melakukan kekerasan dan kebencian terhadap kelompok minoritas.

    Dengan hal ini GMKI Cabang Bandar Lampung menyampaikan Himbauan dan Tuntutan:

    Himbauan :
    Mendorong semua elemen masyarakat untuk turut serta dalam mengedukasi dan melawan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak.

    Pemerintah terlibat secara langsung dalam penyelesaian konflik dan permasalahan sengketa lahan, mengigat masih banyaknya konflik yang terjadi dalam permasalahan regulasi dan kebijakan-kebijakan terhadap pemanfaatan lahan.

    Menghimbau Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam penyediaan hutan kota yang sejatinya diatur dalam Perda Kota Bandar Lampung No. 10 Tahun 2011, yang dalam ketentuannya memiliki hutan kota sebesar 30%, yang sejatinya pada saat ini kurang dari 30%.

    Menghimbau Stop penyebaran berita hoax dan pemberitaan hate speech (sasaran pemerintah dan masyarakat )dan segera menindak pelaku berita HOAX dan ujaran kebencian.

    Menghimbau pemerintah turut serta dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemilu yang dilaksanakan pemerintah.

    Menghimbau kepada semua kandidat yang bersaing dalam pemilu agar menciptakan persaingan pemilu yang adil, jujur dan bersih.

    Menghimbau mengkaji kembali apa yang disebut MoU antara POLRI dan TNI No. B/2/I/2018 dan No. Kerma /2/I/2018 tentang perbantuan TNI kepada POLRI dalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat karena dapat menjadi pintu bagi tindakan represif aparat pada masyarakat.

    Menghimbau seluruh lapisan masyarakat untuk menjaga rasa toleransi dalam permasalahan kehidupan sosial dan agama.

    Menghimbau partai politik dalam menciptakan kader yang bersih dan berintegritas.

    Menghimbau tempat ibadah untuk mengurus hal hal perizinan yang ada kepada pihak yang bersangkutan guna mengurangi potensi konflik di masyarakat.

    Tuntutan :
    Mendesak dengan segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi Undang – undang.

    Mengutuk dan menolak keras calon legislatif yang pernah menjadi mantan koruptor dan atau sedang menjadi tersangka kasus korupsi.

    Menuntut KPU dan BAWASLU untuk menindak tegas yang melakukan politik praktis di sarana pendidikan dan tempat peribadatan (sesuai dengan UU Pemilu Pasal 7 tahun 2017).

    Menuntut pemerintah kota bandar lampung yang melakukan penyalahgunaan hak guna lahan dan pemanfaatan lahan yang diluar ketetapan yang ada pada RT/RW Kota Bandar Lampung.

    Permasalahan tidak meratanya distribusi pemanfaatan dari sumberdaya agraria yang ada. Menuntut pemerintah untuk pro kepada rakyat untuk reforma agraria bukan tunduk kepada kepentingan-kepentingan korporasi/swasta.

    Menuntut pemerintah Pusat dan daerah menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia dalam kebebasan beragama dan menuntut untuk segera menyelesaikan konflik, konflik pelarangan ibadah dan penyegelan rumah ibadat.

    Menuntut untuk mencabut SKB 2 Menteri dan mendesak pemerintah serius dalam memfasilitasi hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat dalam menjalani aktifitas keagamaan.

    Tertanda
    Ketua Cabang dan Sekertaris Cabang GMKI Bandarlampung.

  • Santri Indonesia Menghadapi Era Milenial

    Santri Indonesia Menghadapi Era Milenial

    Cholid Bachri
    Ketua Tim Kaderisasi PC PMII Lampung Tengah

    Kaum milenial adalah mereka yang lahir antara tahun 1980an sampai 2000. Kaum ini lahir di mana dunia modern dan teknologi canggih diperkenalkan publik seperti Smartphone yang bisa terhubung dengan jaringan internet di manapun dan kapanpun berada. Kemudahan mengakses internet menimbulkan perubahan pola pikir masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat dunia bisa mendapatkan informasi masyarakat di belahan dunia lainnya dengan mudah sehingga di bidang ekonomi, sosial, politik dan budaya juga mengalami perubahan yang sangat cepat.

    Informasi yang berubah di setiap detiknya, tidak saja melanda masyarakat elit dunia saja. Akan tetapi hal ini juga melanda kaum sarungan yang dulu dianggap kaum pelajar kelas bawah. Di pesantren yang ada di tanah air, mayoritas menggunakan pola klasik atau hanya sekedar mengaji dan bergulat di ranah teoritik keagamaan mulai diimbangi dengan kegiatan-kegiatan praktik yang menunjang skill. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pesantren di Indonesia yang memberdayakan santrinya dalam dunia hard skill.

    Kaum santri di tanah air sebelum era milenial ini belum sadar bahwasannya untuk memuluskan kegiatan-kegiatan keagamaan membutuhkan pengetahuan ekonomi yang baik untuk menunjang kehidupan dunia. Era milenial ini membuat sebagian besar kaum santri sadar akan hal tersebut. Individu yang miskin informasi dan pengetahuan membawa dampak psikis yang kurang baik seperti malu mengaku dirinya seorang santri karena Kudet (kurang update). Selain itu asumsi masyarakat tentang kaum santri juga negatif karena lembaga pesantren tidak peka terhadap perubahan zaman. Pertama, di ranah sosial kaum santri akan dikucilkan dari masyarakat karena tidak mampu mensikapi perubahan sosial dengan bijak. Kedua, di ranah politik, santri tidak mampu berpolitik karena pendidikan politik di pesantren. Ketiga, di ranah ekonomi santri tidak mampu mengembangkan kemampuan enterpreneur.

    Pemerintah dalam hal ini tidak tinggal diam. Melalui Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan, pemerintah berupaya memberikan landasan hukum yang jelas untuk mengembangkan serta penguatan bagi pesantren dan pendidikan agama. Dengan hadirnya RUU ini diharapkan dapat membangun sumber daya manusia di Indonesia terutama di kalangan santri.

    Sejatinya dengan dukungan pemerintah, pelaku dalam ranah pesantren yang ada di tanah air mampu memanfaatkan dukungan pemerintah sebaik-baiknya dalam upaya memberdayakan santri-santrinya dalam menyikapi cepatnya perubahan ekonomi, sosial, politik dan budaya dengan cara pengembangan dalam hal hard skill maupun soft skill. Artinya, jika santri memiliki berbagai keahlian, asumsi-asumsi di masyarakat bahwasannya alumnus pesantren yang tidak update, tidak mampu bekerja, tidak mampu berpolitik dan lain sebagainya mampu dipatahkan. Padahal jika kita telaah, tanggung jawab santri di era milenial ini tidak hanya bertanggung jawab di bidang agama, akan tetapi bertanggung jawab di dunia. Artinya, tidak boleh kudet, harus progresif, inovatif, kreatif dan aktif dalam upaya membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sehingga santri mampu menjawab tantangan zaman di era milenial semakin maju ini.

    Selamat hari santri nasional 2018.