Category: Opini

  • Panggilan Suci Ibadah Haji

    Kita sering mendengar kata-kata “Belum dapat panggilan” bagi orang yang mampu melaksanakan ibadah haji tapi belum juga menunaikannya. Esensinya adalah ibadah haji sejatinya sangat dianjurkan bagi ummat Islam yang mampu. Allah Swt berfirman:

    وَلِلّهِ عَلىَ النَّاسِ حِجُّ اْلبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعُ اِلَيْهِ سَبِيْلاً وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيُّ عَنِ اْلعَالَمِيْنَ

    Artinya:” mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah, barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. (QS. Ali Imran: 97)

    Ummat Islam dari seluruh dunia setiap tahun berkumpul di Makkah untuk satu tujuan, yaitu melaksanakan perintah Allah Swt. Mereka berkumpul tanpa membedakan suku, bahasa, dan warna kulit. Semua melebur dibawah satu nangungan yaitu Islam. Bersyukur merupakan kata yang paling tepat untuk mengungkapkan rasa bangga kepada Allah Swt yang telah mempersatukan ummat Islam dengan ibadah haji. Ibadah haji merupakan symbol persatuan Islam dimana kita harus menepis anggapan miring tentang Islam.

    Belum pernah terdengar jumlah jamaah haji berkurang, malah semakin bertambah disetiap tahunnya bahkan daftar tunggunya semakin panjang. Ini membuktikan bahwa animo ummat Islam untuk menunaikan ibadah haji sangat tinggi sekali. Sudah barang tentu berbagai macam kendala muncul dalam teknis pelaksanaannya. Mulai dari penginapan yang jauh dari masjidil Haram sampai pada penyajian catering yang terkadang kurang memuaskan. Hal-hal semacam ini yang harus diantisipasi penyelenggara. Pelayanan serta keamanan jamaah haji menjadi prioritas yang harus diperhatikan, sehingga niat yang suci tidak terkotori oleh hal-hal yang semestinya bisa kita atasi.

    Panggilan dari Allah Swt merupakan suatu yang special bagi ummat Islam dimana calon jamaah haji tidak hanya berkorban tenaga dan pikiran tetapi juga materi. Berkumpul dan melebur menjadi satu dengan tujuan yang sama ummat Islam dari seluruh penjuru dunia bersimpuh dan memanjatkan doa kepada-Nya. Ibadah haji merupakan bahasa pemersatu ummat Islam seluruh dunia sehingga tak menganggap dirinya atau kelompoknyalah yang paling benar. Sebab, banyak macam aliran dan ajaran dalam Islam yang semua merujuk kepada Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Kalaupun ada perbedaan tentang tata cara beribadah sepanjang itu tidak keluar dari esensi agama, wajar-wajar saja. Justru disinilah letak keberagaman serta keluwesan dalam berislam.

    عَنْ اَبِى هُرَيْرَة َقاَلَ خَطبَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقالَ: اَيُّهَا النَّاسَ قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُم الحَجَّ فَحَجُّوْا فَقَالَ رَجُلٌ اَكِلُ عَامٍ يَا رَسُوْل َاللهِ فَسَكتَ حَتىَّ قاَلهَاثلاَثاً فَقالَ رَسوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبْتُ وَلمَّا اسْتَطَعْتُمْ ثُمَّ قاَلَ ذَرُوْنِى مَاتَرَكْتُمْ فإَنَّمَا هَلكَ مَنْ كاَنَ قَبْلِكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلافِهِمْ عَلىَ اَنْبِيَا ئِهِمْ فَإِذَا اَمَرْتُكمْ بِشَيْءٍ فَاءْتُوا مِنْهُ مَااسْتطعْتُمْ وَاِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوْهُ.

    Artinya: “ Wahai manusia, telah diwajibkan atas kamu berhaji maka berhajilah. Kemudian ada seorang bertanya: “apakah setiap tahun ya Rasulullah?”, Nabi Muhammad tidak menjawab sampai tiga kali, barulah setelah itu beliau menjawab: “Jka Aku katakana Ia” maka niscaya akan diwajibkan setiap tahun belum tentu kalia sanggup, maka biarkanlah apa yang sudah aku tinggalkan untuk kalian, karena sesungguhnya telah binasa orang-orang sebelum kalian akibat banyaknya pertanyaan dan perselisihan mereka terhdapat nabi mereka. Maka jika aku perintahkan kalian dengan sesuatu kerjakanlah darinya sesuai dengan kemampuan kalian dan jika aku melarang kalian akan sesuatu maka tinggalkanlah.” (HR. Muslim)

    Ibadah haji selain sebagai bahasa pemersatu ummat Islam. Juga merupakan sebuah momen agama Islam bisa mengatakan kepada dunia bahwa Islam itu damai dan tidak mengajarkan kekerasan. Adanya anggapan miring dari kalangan orang-orang Barat tentang Islam yang membuat mereka Islamophobia tentunya harus kita luruskan. Juga harus ada yang memberikan pengertian dan pengarahan yang posistif tentang ajaran Islam yang benar.

    Sejak maraknya aksi terror menjadi citra negative dari kalangan Barat tentang Islam. Padahal bila dipahami dengan benar, anggapan itu tidak benar sama sekali. Malah sebaliknya, Islam mengajarkan perdamaian, bukan permusuhan serta mengajarkan betapa pentingnya menghormati perbedaan. Ini merupakan momentum penting bagi ummat Islam untuk bersatu dan membangun kembali citra positif dimata dunia internasional.

    Islam mengajarkan betapa pentingnya menghormati hubungan antarummat serta tidak memandang ras, suku, bahasa dan golongan. Mengangkat harkat martabat manusia pada jenjang yang lebih tinggi sehingga punya nilai yang sempurna dibandingkan mahluk Allah Swt yang lain. Hadits Rasulullah Saw berbunya:

    عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمْ اِنَّ اللهَ لاَيَنْطرُ اِلىَ اَجْسَامِكُمْ وَلاَاِلىَ صُوَارِكُمْ وَلَكِنَّ اللهَ يَنْظُرُ اِلىَ قُلُوْبِكُمْ.

    Artinya: “Dari Abi Hurairata RA berkata: bersabda Rasulullah Saw sesungguhnya Allah Swt tidak melihat kepada jasadmu dan tidak pula kepada warna kulitmu tetapi Allah Swt melihat kepada hatimu.” (HR. Muslim)

    Penulis perlu mengingatkan tentang peristiwa penciptaan Nabi Adam as. Ketika Nabi Adam as diciptakan, Allah Swt memerintahkan semua malaikat dan setan untuk bersujud kepada Adam as. Semua bersujud kecuali Iblis yan artinya manusia memiliki tempat yang mulia dan terpuji dibandingkan mahluk Allah Swt yang lain jika menggunakan akal pikiran dan dibimbing oleh ajaran agama.

    Sifat-sifat kekerasan memang sudah menjadi bagian dari unsure manusia. Tetapi pada tataran selanjutnya banyak aspek yang mempengaruhi kehidupan manusia, salah satu agamanya.

    Ajaran Islam yang peuh kasih sayang antarsesama mahluk merupakan yang terpenting. Sebab, derajat semua manusia itu sama di sisi Allah Swt kecuali yang berilmu dan bertaqwa.

    Wallahu Muwafiq Ila Aqwami Thoriq

    Ihdina Shirotol Mustaqim

    Nirwan Hamid, M.Pd.I

    Anggota MUI Kota Bandar Lampung

    Anggota GANAS AN NAR MUI Kota Bandar lampung

    Pengajar SD Kartika II-5 Bandar Lampung

  • Islam Melindungi Jiwa, Harta, dan Kehormatan

    Islam Melindungi Jiwa, Harta, dan Kehormatan

    Pada prinsipnya semua agama di dunia khususnya agama Samawi mempunyai tujuan  melindungi nilai-nilai kemanusiaan dan kemasyarakatan baik dia bersifat local maupun nasional. Jiwa, harta, dan kehormatan merupakan bagian yang sangat penting dan tidak terpisahkan dalam kehidupan ummat manusia dimana satu unsur saja yang hilang maka eksistensinya sebagai manusia yang utuh akan hilang. Islam sebagai salah satu agama Samawipun sangat melindungi tiga aspek diatas.

    Salah satu keutamaan hidup adalah apabila kita bisa memelihara jiwa atau diri dengan segala anggotanya sebab apabila salah satu anggota badan rusak menyebabkan tidak sempurnya diri manusia. Bahkan sudah menjadi tabiat manusia, mereka menyukai kebaikan dirinya, sehingga apabila keinginan tersebut telah tercapai maka prediket “baik” akan diperoleh. Sebaliknya manusia tidak menginginkan apabila dirinya mendapat sebutan “jelek” bahkan tidak mau disebut orang jahat meskipun memang benar ia orang jahat dan ini merupakan suatu bukti bahwa manusia mencintai dirinya lebih dari pada mencintai orang lain. Agama Islam tidak melarang ummatnya mencintai dirinya sendiri, bahkan menetapkan berbagai kewajiban yang harus diperbuat yang berhubungan degan hak pribadinya. Setelah manusia mengetahui hal itu, biasanya manusia baru mencintai dirinya. Bahkan terkdang manusia tidak akan mencintai dirinya apabila belum mengetahui bagaimana sebenarnya kedudukan harga dirinya dalam kehidupan.

    Al-Quran sebagai kitab suci benar-benar melindungi jiwa dan mengukuhkan kemuliaan dan kehormatan, agar supaya masyarakat menjadi tegak lurus, aman dan damai. Allah menggandeng penyerangan terhdapat jiwa dengan pelanggaran terhadap agama, maka digandengakanlah pembunuhan dengan kemusyrikan.

    وَالَّذِيْنَ لاَيَدْعُوْنَ مَعَ اللهِ اَخَرَ وَلاَيَقْتُلُوْنَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ اِلاَّ بِالْحَقّ وَلاَ يَزْنُوْنَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ اَثَامًا

    Artinya: “dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar  dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapatkan balasan (dosa).” (QS. al-furqon: 68)

    Islam melarang dan memberikan ancaman bagi siapa yang menghilangkan nyawa orang lain, ini menunjukkan betapa Islam sangat menghargai “nyawa” setiap manusia. Karena nyawa ini pemberian Allah Swt maka harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Fitrah manusia untuk bersyukur dan melakukan kebaikan diatas muka bumi. Karena agama sudah melindungi jiwa maka sebagai manusia wajib hukumnya mempertahankan jiwa dari ancaman apapun. Menjaga jiwa juga termasuk Dhoruriyatul Khomsah (keharusan menjaga lima perkara) dan agama tidak akan bisa tegak jika tidak ada jiwa-jiwa yang menegakkannya. Artinya jika kita ingin menegakkan agama maka kita harus menjaga jiwa-jiwa yang akan menegakkan agama tersebut.

    وَلَكُمْ فِى الْقِصَاصِ حَيَاة ٌياَ اُوْلىِ الاَلْباَبِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

    Artinya: “dan dalam qishos itu ada (jaminan kelansungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa.” (QS. al-Baqorah: 179)

    Dalam ayat ini Allah Swt menjadikan qishos sebagai salah satu sebab kelestarian hidup, padahal qishos itu merupakan suatu kematian, mengapa? Karena dengan keberadaan hukum qishos ini, para pelaku kriminal menjadi jera, kehidupanpun menjadi aman tentram, jadi qishos menjadi salah satu sebab terwujudnya kehidupan yang damai.

    Kedua, kewajiban ummat manusia menjaga harta benda. Manusia bekerja dari pagi, sore, dan malam untuk menafkahi keluarganya. Mencari harta suatu kewajiban bagi manusia demi keberlansungan hidup dan kehidupan ini. Harta yang kita cari tentunya ada aturan mainnya, tidak semua yang kita dapat walaupun dari hasil kerja keras kita sendiri merupakan hak kita pribadi, tetapi ada juga hak orang lain yaitu fakir miskin dalam harta kita. Setiap pribadi manusia berhak mendapatkan harta benda untuk bekal hidupnya, makan, minum, tempat tinggal, sawah, perhisasan mewah dll. Terhadap semua harta benda ini manusia dituntut  agar mengusahakan haknya dengan sungguh-sungguh melalui usaha dan bekerja disertai pecaya dan yakin pada dirinya sendiri yang telah dianugerahkan Allah Swt kepada dirinya. Agama Islam sudah menentukan beberapa jalan untuk mencari dan menghasilkan kekayaan yang diperlukan manusia. Siapa yang mengusahakan kekayaan atau harta benda dengan jalan yang halal, sebagaimana yang telah diatur dalam agama Islam maka akan mendapatkan pahala dari Allah Swt dan pandangan baik dari sesama manusia. Sebaliknya, siapa yang mengusahakan haknya dengan jalan haram, dilarang oleh agama maka akan mendapat siksa Allah Swt.

                Manusia termotivasi untuk mencari harta demi menjaga eksistensinya demi menambah kenikmatan materi dan relegi, namun semua motivasi ini dibatasi dengan tiga syarat, yaitu harta dikumpulkan dengan cara yang halal, dipergunakan untuk hal-hal yang halal, dan dikeluarka hak Allah Swt dan masyarakat tempat dia hidup. Dengan harta seseorang bisa merasa mudah dan tercukupi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan harta didalam kehidupan menurut Islam selain sebagai memenuhi kebutuhan ada juga sebagai sarana dan amal ibadah. Didalam harta yang kita miliki terdapat peritah mengeluarkan zakat, sodaqoh.

    وَلاَ تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ اَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقوْا هُمْ فِيْهَا وَاكْسُوْهُمْ وَقُوْلوْا لَهُمْ قَوْلاًمَعْرُوْفاً

    Artinya: “ dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.” (QS. An-nisa:4-5)

    Maksudnya, kemapanan keberadaan manusia ialah dengan harta. Untuk menjaga harta, maka Islam mengharamkan segala bentuk pencurian yaitu mengambil harta orang lain tanpa sepengetahuan dan kerelaannya. Ketiga, menjaga kehormatan . Seseorang yang memiliki harga diri akan lebih bersemangat, lebih mandiri, lebih mampu dan berdaya, sanggup menerima tantangan, tidak mudah menyerah dan putus asa, mudah memikul tanggungjawab dan merasa sejajar dengan orang lain.

    Ada beberapa hal yang dapat meningkatkan seseorang menjaga kehormatan:

    Pertama, mengenal diri sendiri dengan segala kekurangan dan kelebihan. Salah satu cara untuk mengenal diri sendiri adalah dengan cara bercermin, mana potensi-potensi yang bisa kita kembangkan dan mana yang harus kita tinggalkan. Kedua, menerima diri apa adanya. Orang yang menerima dirinya apa adanya ia tidak akan menyesali kenyataan, yang harus disadari kadang kita menganggap sesuatu yang ada pada diri kita jelek, tetapi orang lain tidak. Ketiga, memanfaatkan kelebihan yang kita miliki sehingga berguna bagi diri sendiri dan orang lain. Keempat, bertawakkal kepada Allah Swt serta selalu bersyukur terhadap segala nikmat yang telah diberikan kepada kita semua. Sebab jika kita bersyukur niscaya Allah Swt akan menambah nkmat tersebut tetapi  bila kita kufur maka azab-Nya sangat pedih.

    Wallahu Muwafiq

     

    Niwan Hamid, M.Pd.I

    Anggota MUI Kota Bandar Lampung Div. Hub. Antar Ummat Beragama

    Anggota Ganas Annar MUI Kota Bandar Lampung

    Pengajar Sekolah Dasar Kartika II-5 Bandar Lampung

  • Opini: Berdakwah Mencari Ridho Allah Swt

    Berdakwah Mencari Ridho Allah Swt

    Oleh: Nirwan Hamid, M.Pd.I

    Pengurus DP MUI Kota Bandar Lampung

    Kata dakwah berasal dari kata Bahasa Arab yaitu da’a ( دَعَا) yang artinya menyeru, memanggil, mengajak. Jadi berdakwah secara umum bisa diartikan dengan mengajak orang-orang disekeliling kita baik dengan cakupan yang luas atau yang kecil dengan cara yang baik tentunya. Mengedepan rasa tasamuh (tenggang rasa) dan tawazun (keseimbangan) tentunya. Dalam praktek berdakwah tentunya tidak semulus yang kita pikirkan, pasti ada tantangan, ketidak sepahaman bahkan penolakan. Lalu bagaimana strategi dakwah kita agar tidak terjadi pertentangan bahkan penolakan? Apakah perbedaan karakter juga menjadi penyebab dakwah kita tidak mengena pada masyarakat?

    Dalam surah An-nahl ayat 125 Allah Swt berfirman:

    اُدْعُوْااِلىَ سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ اَحْسَنُ اِنَّ رَبَّكَ هوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنِ

    Artinya: ajaklah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan tutur kata yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa saja yang tersesat dari Jalan-Nya. dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: 125)

           Ayat ini tidak menggunakan tema “ud’u ila robbika” tetapi menggunakan kata “ud’u ila sabiili rabbika” perbedaan yang mendasar jika kata “ud’u ila robbika” maka orientasi dakwah yang dimaksud adalah lansung kepada Rabb, Dzat Allah Swt dan lebih tegas lagi materi dakwahnya dan terfokus kepada ketuhanan Allah Swt. Sedangkan kata “ila sabiili robbika” maka orietasi dakwah lebih terfokus kepada jalan, media, sarana, metode yang bisa menghantarkan ummat bisa menemukan Rabbnya. Karena dakwah pada study ayat ini berorientasi pada “sabil” maka benar-benar selanjutnya di-breakdown dengan memaparkan metodenya: al-hikmah, al-mau’idhotil hasanah, dan al-jidal al-ihsan.

    Kata-kata al-hikmah bisa diartikan kebijakan, kearifan. Bahkan al-Quran sendiri menyebut al-hikmah sebagai kebaikan yang maksimal dan siapa yang dianugerahi hikmah maka sama hal nya dianugerahi kebaikan yang berlimpah ruah. Jika dilihat dari komparasi dari dua tehnik yang lain, rasanya dakwah bi al- hikmah lebih mengarah kepada perbuatan, termasuk kebaikan. Ilmuwan menyebutnya dakwah bi al hal. Setiap mukmin tentunya sangat menginginkan ridho dari Allah Swt sebab apabila seseorang sudah mendapta ridho Allah Swt maka pasti mendapatkan taufik, rahmat, dan kasih sayang-Nya. Nabi Muhammad Saw bersabda dalam sebuh hadits:

    مَامِنْ مُسْلِمٍ اَوْ ِانْسَانٍ اَوْ عَبْدٍ يَقُوْلُ حِيْنَ يَمْشِي وَحِيْنَ يُصْبِحُ رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا وَبِالإِسْلاَمِ دِيْنًا وَبمُِحَمَّدٍ نَّبِيَّا اِلاَّ كانَ حَقاًّ عَلىَ اللهِ اَنْ يُرْضِيَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواهُ ابنُ مَاجَه)

    Artinya: tidaklah seorang muslim atau manusia atau seorang hamba berkata ketika menjelang sore dan pagi hari; “ Aku ridho Allah sebagai Tuhanku, dan Islam sebagai agamaku dan Nabi Muhammad sebagai Nabiku” kecuali Allah berhak untuk meridhoinya pada hari kiamat (HR. Ibnu Majah). Ada tiga poin penting yang disampaikan pada hadits diatas . Pertama, pernyataan tentang kalimat “aku ridho Allah sebagai Tuhanku” sunggguh pernyataan ini mempunyai konsekuensi yang sangat besar dalam hidup ini. Berarti secara ekplisit harus mematuhi ketentuan-ketentuan yang Allah Swt berikan kepadanya. Termasuk dengan semua takdir yang ada dalam hidupnya baik senang ataupun yang susah. Karena ia yakin bahwa semua yang Allah Swt berikan pasti yang terbaik bagi dirinya. Karena ia yakin bahwa Allah tidak mungkin menzolimi dirinya.

    Ketika ia berkata “aku ridho Allah sebagai Tuhanku” berarti ia sudah siap untuk senantiasa Sami’na wa Ato’na kepada-Nya. Untuk senantiasa tunduk dan patuh kepada semua perintah-Nya dan siap menjauhi segala larangan-Nya. Kedua, ada kata “aku ridho Islam sebagai agamaku” islam sebagai agama yang paripurna dan mengangkat derajat manusia tanpa pandang bulu, dan meleburkan semua sistem kasta dan suku. siapa yang paling bertaqwa maka dialah yang paling mulia dihadapan Allah Swt. Inna Akramakum ‘Inda Allah at qo qum. Agama Islam datang sebagai rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi alam semesta) dengan wujud yang sempurna lembut dengan antar sesama dan sangat toleran dengan agama lain. Tidak ada paksaan dalam beragama, tetapi bukan bearti Islam lemah dan tidak berdaya, tetapi lebih mengutamakan perdamaian dan toleran dengan sesama. Ketiga, “ aku ridho Muhammad sebagai Nabiku” sebuah ungkapan yang mendalam ketika seseorang masuk Islam dengan mengucap dua kalimat syahadat dengan kesaksian Allah Swt sebagai Tuhan dan Muhammad sebagai utusan Allah. Adalah syarat mutlak iman dan amal seseorang diterima oleh Allah Swt tanpa adanya kedua key word tersebut maka amal dan perbuatan akan sia-sia.

    Kita tidak pernah bisa memastikan apakah amalan atau dakwah yang telah kita lakukan sudah sesuai dengan keridhoan Allah Swt. Kita hanya berusaha sesuai dengan tuntunan al-Quran dan sunnah Nabi-Nya. Namun demikian bukan bearti bahwa keridhoan Allah itu tidak bisa dicapai. Usaha kita mencapai keridhoan Allah bukanlah mencari kepastian tapi merupakan suatu proses yang berkesinambungan tanpa berkesudahan. Ada dua cara menjalani proses sebagai upaya kita mencari keridhoan Allah Swt. Pertama, mengerjakan hal-hal yang telah disebutkan al-Quran dan hadits sebagai suatu yang mendatangkan keridhaan Allah Swt. Ada beberapa petunjuk yang bisa kita ikuti dalam al-Quran diantaranya: takut kepada Allah Swt. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surah al-Bayyinah ayat 8 yang artinya: “ Balasan mereka disisi Tuhan mereka adalah surga ‘Adn yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Allah ridho terhadap mereka dan merekapun ridho kepada-Nya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya”. Takut kepada Allah hanya bisa dirasakan oleh mereka yang benar-benar mengetahui dan merasakan kehadiran Tuhan. Hal ini dijelaskan dalam al-Quran “sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Sungguh Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. al-Fatir:28).

    Kedua,bertaqwa kepada Allah Swt. Sebagai manusia yang penuh dengan unsur kelemahan manusia akan mempunyai nilai yang lebih disisi Allah Swt jika ia bertaqwa. Dengan cara mengerjakan yang diperitah Allah Swt dan menjauhi segala yang dilarangan Allah Swt. Maka dengan demikian metode atau materi dakwah kita akan lebih mengena dan meresap dihati sanubari manusia. Karena didasari dengan niat yang ikhlas.

    Wa allahu ‘alam bissho wab, ihdinas shiratol mustaqim. Wallahu muwafiq.

  • Orang-Orang yang Dirindukan Oleh Syurga (Opini)

    Orang-Orang yang Dirindukan Oleh Syurga

    Oleh: Nirwan Hamid, M.Pd.I

    Proses penciptaan manusia sebagaimana yang telah diterangkan Allah Swt dalam al-Quran dalam surah al-mukminun 12-14:

     وَلَقَدْ خَلَقْنَا  الإِنْسَانَ مِنْ سُلَلَةٍ مِنْ طِيْنٍ. ثُمَّ جَعَلْنَهُ نُطْفَة ًفِى قَرَارٍمَّكِيْنٍ. ثُمَّ خَلقْناَالنُّطْفَةَ عَلَقةً فَخَلقْناَالعَلَقَةَ مُضْغَة َفَخَلَقْنَااْلمُضْغَة َعِظَامًا فَكَسَوْناَالْعِظَامًا لَحْمًا ثُمَّ اَنْشَاءنَهُ خَلْقاً اَخَرَ.فَتَبَارَكَ اللهُ اَحْسَنُ الْخَالِقِيْنَ.

    Artinya: “Dan telah Kami ciptakan manusia dari setetes air mani yang hina. Kemudian air itu dirubah menjadi segumpal darah lalu menjadi segumpal daging, dan segumpal daging itu dijadikan tulang belulang kemudian tulang belulang itu ditutup lagi dengan daging kemudian Kami ciptakan manusia dengan bentuk sempurna. Maha Suci Allah yang telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik ciptaan” (QS. Al- Mukminun: 11-14).

    Manusia lahir kedunia dengan tangan kosong dan telah berjanji untuk tunduk terhadap perintah Allah Swt. Tetapi ketika lahir didunia lupa akan janji yang pernah dibuat dengan sang Maha Pencipta alam semesta yaitu Allah Swt.

    Siklus perjalanan ummat manusia dimuka bumi terbagi menjadi lima alam. Pertama adalah alam roh, dialam roh ini manusia belum mempunyai jasad seperti sekarang ini tapi berupa zat nya saja. Kedua alam rahim, dimana kita dikandung dalam perut ibu kita, dan dialam rahim ini roh kita diberi zasad ataupun wadah. Ketiga alam dunia, yang kita diami sekarang ini dimana dunia ini tempat kita berlomba-lomba mencari kebaikan dan mencari ridho Allah Swt. Karena perbutan kita dialam dunia inilah yang akan menjadi penentu posisi kita dihadapan Allah Swt. Sesuai dengan hadits Nabi Muhammad Saw:

    ِانَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ اِلىَ اَجْسَامِكُمْ وَلاَ اِلىَ صُوَارِكُمْ وَلَكِنَّ اللهَ يَنْظرُ اِلىَ قُلُوْبِكُمْ وَاَعْمَالِكُمْ (رَوَاهُ مُسْلِمْ) artinya: “sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasad-jasadmu dan tidak pula pada rupamu tetapi Allah melihat kepada hati dan perbuatan kalian”. (HR. Muslim)

    Orientasi penilaian kebaikan manusia bukan dari badan dan pakaian atau harta yang banyak dan jabatan yang tinggi tetapi penilaian adalah standar keikhlasan seseorang dalam beramal baik dalam keadaan susah maupun dalam keadaan senang. Allah Swt berfirman:

    الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَظِمِيْنَ اْلغَيْظَ وَاْلعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ

    Artinya: “yaitu orang-orang yang menginfakkan (hartanya) dalam keadaan senang dan susah dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (QS. Ali Imron: 134)

    Perintah untuk berinfaq merupakan sesuatu yang penting dalam meraih kebaikan di akherat nanti dan dalam keadaan senang maupun susah. Orang mudah mengeluarkan hartanya ketika dia dalam keadaan lapang dan hartanya banyak tetapi ketika dalam keadaan sempit/susah harta maka sulit bagi seseorang untuk berinfaq.

    Keempat alam kubur, alam yang mejadi perantara manusia dari hidup ke alam barzakh. Dimana manusia menunggu sampai datangnya hari kiamat besar terjadi. Dialam kubur inilah kita sudah diperiksa dan diberikan balasan sesuai dengan amal perbuatan kita. Kelima alam akhirat dimulai ketika kiamat besar terjadi sampai pada tahap kekal selama-lamanya tidak bertepi dan tidak pula berujung. Tidak ada satupun manusia, malaikat, maupun jin yang mengetahui sampai kapan itu t terjadi.

    Telah dijelaskan diatas mulai dari proses penciptaan manusia hinggs siklus perjalanan manusia dengan mengarung lima alam. Lalu pertanyaannya siapakah seseungguhnya manusia yang dirindukan oleh syurganya Allah Swt sebab ending dari perbuatan manusia didunia Cuma ada dua balasannya yaitu syurga atau neraka. Terkati dengan ini Nabi Muhammad Saw bersabda:

    الجَنَّةُ مُشْتَقَّة ٌاِلىَ اَرْبَعَةِ اَنْفَرٍ: تاَلىِ اْلقُرْاَنِ وَحَافِظُ الِّلسَانِ وَمُطْعِمُ الْجِيْعَانِ وَالصَّاءِمُ فِى شَهْرِ رَمَضَانِ

    Artinya:” syurga merindukan empat golongan manusia:  orang yang membaca al-Quran, orang yang menjaga perkataanya, memberi makan orang yang kelaparan, dan orang yang puasa pada bulan suci ramadhan”.

    Pertama, membaca al-Quran merupakan suatu keharusan bagi ummat Islam. Al-Quran sebagai kitab suci ummat Islam dan pegang hidup maka kita harus tahu membaca dan mengerti isi kandungan al-Quran. Didalamnya terdapat banyak kandung ilmu tentang alam semesta dan kisah-kisah nabi dan rasul serta masalah hukum. Balasan berupa pahala yang sangat besar juga telah disiapkan bagi orang yang gemar membaca al-Quran. Sebagaimana sebuah hadits Nabi Muhammad Saw yang artinya: “siapa yang membaca satu huruf dari al-Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut. Satu kebaikan dilipat gandakan menjadi sepuluh kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan Ali Lam Mim itu satu huruf tetapi Alif satu huruf Lam satu huruf dan Mim satu huruf”. (HR. Tirmizi)

     Kedua, orang yang mampu menjaga lisan. Lidah sebagai tempat berkata-kata, dari sinilah semuanya bisa jadi baik bisa juga jadi buruk. Lidah bisa menimbulkan masalah besar jika tidak mampu menjaganya dengan perkataan yang baik dan benar. Lidah bisa lebih tajam dari pedang, karena denga lidah, seseorang bisa menimbulkan fitnah kebencian dan berita hoax. Ketiga orang yang memberi makan kepada orang yang kelaparan. Kebiasan bersedekah dan membantu orang lain yang membutuhkan tentunya memiliki nilai yang lebih dihadapan Allah Swt merupakan perbuatan yang sangat mulia dan juga berpahala sangat besar. Keempat, orang yang berpusa pada bulan suci ramadhan. Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang ketiga. Dimana orang yang berpuasa dijanjikan akan ampunan dari dosa dan pembebasan dari siksa api neraka. Sebagaiman hadits Nabi Muhammad Saw: “siapa yang berpuasa dibulan Suci Ramadhan karena iman dan ikhlas maka ia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR. Bukhori Muslim).

    Semoga kita termasuk salah satu yang dirindukan oleh Surga Allah Swt. Aamiin

    Wallahu ‘alam Ihdina-sshiratol Mustaqim.

    Nirwan Hamid, M.Pd.I

    Pengjar Sd Kartika II-5 Bdl

    Anggota MUI Kota Bandar Lampung

    (Komisi Hubungan Antar Ummat Beragama)

  • (Ramadhan) Dengan Ramadhan, Tergapailah Derajat Iman dan Taqwa

    Dengan Ramadhan, Tergapailah Derajat Iman dan Taqwa

    Dr. Agus Hermanto, M.H.I 

    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Allah swt., firmannya: “Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan kepada kalian berpuasa sebagaimana puasa itu telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (al-Baqarah: 183). Ayat ini tergolong sebagai ayat Madaniyah, yang mana ayat ini diturunkan di Madinah dengan ciri khas yaitu diawali dengan lafadz “Ya, ayyuhalladzi na aamanu” wahai orang-orang yang beriman.

    Disebut orang yang beriman, yaitu untuk meneguhkan keimanan seseorang adapun kreteria orang yang beriman salah satunya adalah percaya kepada kitab-kitab sebelum al-Qur’an, yaitu Zabur, Taurat dan Injil. Lafadz tersebut dengan sengaja karena sangat berkaitan erat dengan lafadz setelahnya yang menggunakan istilah “kutiba ‘alaikum al-shiyam” lafadz ini menggunkan kutiba dan bukan aujaba atau faradha, karena ayat setelahnya menjelaskan “kama kutiba ‘alaikum al-shiyam” sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian. Bahwa perintah puasa sejatinya sudah diwajibkan kepada umat-umat sebelum umatnya Muhammad saw., sehingga tidak akan dimengerti atau dipercayai kecuali oleh orang-orang yang beriman.

    Kemudian danjutkan dengan kalimat ,”la’allakum tattaquun” mengandung tiga makna, yaitu; Pertama, adalah agar kita terjaga dari perbuatan-perbuatan yang diharamkan oleh Allah swt., karena apa yang diharamkan mengandung kemudharatan yang nyata. Kedua, agar kita menjadi lemah, karena dengan kita menjalankan puasa, fisik kita sangat berbeda dengan disaat kita tidak puasa, terasa lemah dan kurang berdaya sehingga kita mudah membimbing diri kita untuk menjadi orang yang bertaqwa. Sebab, ketika kita sedikit makan, maka syahwatnya juga akan lemah, ketika syahwatnya melemah maka makshiyyatnya juga akan sedikit dan mudah dikendalikan. Ketiga, adalah agar kita terjaga dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang sebelum kita, yaitu Yahudi dan Nashrani.

    Maka sesungguhnya harapan puasa adalah tercapainya tingkat ketaqwaan kepada Allah dengan mengaplikasikannya apa-apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi apa yang dilaranya-Nya, baik ketika sedang berpuasa maupun setelahnya. Maka sesungguhnya taqwa bukanlah menjadi jaminan bagi orang yang berpuasa kecuali ia berpuasa dengan sungguh-sungguh, karena puasa yang benar akan terpenuhinya target, yaitu terjaga dari kemaksiatan, menjadi lemah syahwatnya, serta dapat terhindar perbuatan yang dilakukan oleh umat-umat sebelum kita, karena sesungguhnya ibadah puasa merupakan ibadah yang telah disyari’atkan kepada umat-umat terdahulu, dan kemudian disyari’atkan kembali kepada kita umat Muhammad saw. Semoga kita selalu mendapatkan bimbingan Allah dan dapat tercapai ketaqwaan di bulan suci Ramadhan ini. Amin.

  • (Ramadhan) Tarawih Adalah Ajang Berlomba

    Tarawih Adalah Ajang Berlomba

    Dr. Agus Hermanto, M.H.I 

    Dosen UIN Raden Intan Lampung

     

    Rasulullah saw., bersabda: “Barang siapa mendirikan ibadah shalat pada bulan Ramadhan karena iman dan rasa berharap (ridha Allah), maka niscaya diampuni oleh Allah swt., dosa-dosa yang telah lalu” (HR. Bukhari Muslim). Shalat tarawih merupakan salah satu ibadah sunah di malam hari bulan ramadhan, hal ini merupakan bagian dari mengharap ridha Allah swt., agar mendapatkan barakah bulan Ramadhan.

    Tarawih adalah jama’ dari tarwih, yang berarti jalsah, disebut demikian, karena di setiap empat rakaat biasanya duduk untuk beristirahat. Untuk menambah semaraknya shalat tarawih, biasanya dipandu dengan bilal yang setiap dua rakaat atau empat rakaat memandu jalannya shalat tarawih, dengan diiringi shalawat dan mebaca nama-nama shahabat yang empat, yaitu Abu Bakar al-Siddiq, Umat bin Khattab, Utsman bi Affan, Ali bin Abi Thalib, hal ini (panduan bilal) bukanlah syari’ah yang diajarkan Rsul, melainkan hanya memandu jalannya serta khitmatnya shalat, itu semua adalah bagian dari pelajaran bagi kita.

    Hal ini tentunya berawal dari niat yang tulus, karena segala sesuatu perkara tergantung pada niatnya sebagaimana diterangkan dalam salah satu qaidah “al-umuuru bi maqashidiha”, yang dipertegas dengan hadits Rasulullah saw., “Sesungguhnya amalan itu tergantung kepada niatnya”. Begitu juga dengan ibadah shalat tarawih, yang kita jalani di malam bulan Ramadhan, apakah jumlah rakaat kita delapan atau dua puluh, bahwa semua itu tidak menjadi masalah, asalkan niatnya lurus, tulus, ikhlas mengharap ridha Allah swt.

    Secara praktik di masyarakat kita, ada yang menjalankannya dengan delapan rakaat, ada juga yang dua puluh rakaat. Adapun yang menjalankan delapan rakaat adalah berdalil pada riwayat Aisyah ra., Rasulullah menjalankan shalat tarawih dengan empat rakaat dan dua kali salam, dan disetiap empar rakaat beliau duduk sebagaimana diriwayatkan Aisyah ra., “Adalah Rasulullah melakukan shalat pada waktu setelah selesainya shalat isya, hingga waktu fajar selama 11  rakaat mengucapkan salam pada setiap dua rakaat dan melakukan witir dengan satu rakaat”. Idalam riwayat lain, Aisyah ra., ditanya “bagaimana sahalat Rasulullah saw., pada bulan Ramadhan? Dia menjawab; “Beliau tidak pernah menambah di rakaat atau di luarnya lebih dari 11 rakaat, maka jangan ditanya btentang bagusnya dan lamanya, kemudian beliau shalat 3 rakaat” (HR. Bukhari).

    Adapun yang berpendapat 20 rakaat adalah sebagaimana telah diceritakan kepada kami Ali, bahwa Ibnu Abi Dzi’ib dari yazid bin Khosifah dari as-Saib bin Yazid, ia berkata: “ Mereka melaksanakan qiyam lail di masa Umar di bulan Ramadhan sebanyak 20 Rakaat ketika itu mereka membaca 200 ayat al-Quir’an” (HR. Ali bin al-Dza’id dalam Musnadnya).

    Sebenarnya Rasulullah saw., melaksanakan shalat malam tersebut sendiri, dengan mengajari dan memberikan contoh kepada para shahabat, baru kemudian shalat tarawih tersebut dilakukan berjama’ah pada masa Umat bih Khatab ra., atas usulnya, karena beliau beranggapan bahwa shalat berjamaah lebih mulia daripada harus dilaksanakan sendiri, adapun Rasulullah melaksanakan shalat tarawih sendiri, karena beliau tidak mau menganggap bahwa shalat tarawih wajib hukumnya.

    Yang perlu dievaluasi bukan jumlah delapan atau dua puluh rakaatnya, karena telah jelas bahwa keduanya memiliki landasan yang kuat, tapi yang lebih memprihatinkan adalah perjalanan shalat tarawih di masjid-masjid selalu pasang surut seperti turnamen sepak bola, 10 hari pertama sebagai babak penyisihan, pesertanya banyak, bahkan sampai membludak, sepuluh hari kedua bulan ramadhan seperti semi final, jamaah mulai mengurang dan bahkan pada 10 ketiga adalah final, jumlah jamaah tinggal bertahan satu atau dua baris. Maka daripada itu, marilah kita tingkatkan keistiqamahan kita dan keikhlasan kita demi ridha Ilahi, sehingga mampu menjalankan dan menghidupkan malam bulan Ramadhan khususnya shalat tarawih, karena berlomba dalam beribadah itu diharuskan, “fastabuqul khairat”, demikianlah firman-Nya. Wallahu A’lam.

  • Kisah Kharismatik Tokoh Thariqah di Lampung

    Kisah Kharismatik Tokoh Thariqah di Lampung

    Peresensi :

    Akhmad Syarief Kurniawan

    (Wakil Ketua PC GP Ansor Kabupaten Lampung Tengah)

    Sosok nama Kiai Bustham, sudah tidak asing lagi bagi kalangan masyarakat muslim umumnya, khususnya warga nahdliyyin di Propinsi Lampung. Beliau adalah salah satu tokoh kharismatik Thariqah di Bumi Ruwa Jurai ini.

    Sebagaimana kita mafhum bersama, sudah ada beberapa tokoh – tokoh penyebar agama Islam di Propinsi Lampung yang telah terdokumentasikan dalam bentuk buku, ataupun serakan – serakan file di website – website, seperti; KH Sulaiman Rasjid dan KH Gholib, dalam 100 Tokoh Terkemuka Lampung, penulis Heri Wardoyo, dkk, diterbitkan Lampung Post Press, 2008, Jagad Spiritualitas KH Raden Rahmad Djoyo Ulomo, penulis Saifur Rijal, diterbitkan Lentera Kreasindo, Yogyakarta, 2014, dan Napak Tilas Jejak Islam Lampung, penulis M. Candra Syahputra, diterbitkan Global Press, Yogyakarta, 2017, dan lain – lain.

    Dan hadirnya buku ini yang ditulis Kiai Muslihudin menambah khazanah literasi sejarah, peradaban Islam sekaligus tokoh – tokoh pesantren yang ada di seantero Nusantara umumnya dan di Propinsi Lampung khususnya.

    Beliau lahir di Lengkong Wonoresik Wonosari Kebumen Jawa Tengah pada tahun 1890. Ayahnya bernama Sandikrama bin Dulah Siroj, sedang ibunya bernama Syartiyah. Masa kecil Bustham dihabiskan di kampung halaman tempat kelahirannya sampai menginjak remaja. Perjalanan intelektual keilmuannya semasa remaja hingga beranjak dewasa menempa pendalaman ilmu keagamaan (tafaqquh fiddiin) di beberapa Pondok Pesantren di Jawa Tengah, seperti; Pesantren Kemanggungan Kroya Cilacap, Pesantren Bogangin Sumpiyuh Banyumas, Pesantren Parakan Canggah Purbalingga, hingga berguru pada Kiai Busyro Banjarnegara.

    Puncak keilmuan dan spiritualitas Bustham muda ketika ia berguru kepada guru sufi kharismatik yang bernama KH Husein Zamakhsyari dari desa Parid Kawunganten Cilacap, beliau adalah Kiai Mursyid Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah. KH Husein Zamakhsyari inilah yang memberikan keteladanan sekaligus membentuk totalitas karakter laku sufi pada pribadi Bustham muda.

    Keistimewaan – keistimewaan Bustham sudah mulai nampak sejak remaja, ia sosok yang tampan rupawan dilengkapi pula dengan suara yang merdu, sehingga banyak gadis – gadis yang terpesona, terpikat dengan Bustham muda.

    Kiai Muslihudin mengulas buku ini cukup lugas, dalam tulisannya ini, ia juga menguraikan perjalanan Kiai Bustham dari Kebumen Jawa Tengah hingga ke Propinsi Lampung. Kiai Bustham muda memasuki Lampung pada tahun 1952, tanah pertama kali yang ia singgahi di Lambau Gisting Lampung Selatan (sekarang Tanggamus). Dan daerah tambatan terakhirnya adalah Way Lunik, atau saat ini lebih populer dengan Kampung Purwosari Padangratu Kabupaten Lampung Tengah. Pada tahun 1971 Kiai Bustham serta dibantu para putra – putranya mendirikan lembaga pendidikan Pondok Pesantren bernama Raudlatus Sholihin, dan pada tahun ini beliau Kiai Bustham menunaikan ibadah haji di tanah suci, dan sepulang dari tanah suci ini dengan anugerah nama baru oleh Syaikhulhajj Makkah menjadi KH Nur Muhammad Abdurrahim Busthamil Karim.

    Sejumlah tokoh – tokoh Thariqah dan alumni dari Pondok Pesantren Raudlatush Sholihin Purwosari Padangratu Lampung Tengah antara lain; KH Zainudin Belitang OKU Timur Sumatera Selatan, Kiai Mundzir Kalirejo Lampung Tengah, Kiai Baidlowi Metro Lampung, Kiai Abdul Basyir Batanghari Lampung Timur, Kiai Abdullah Ahmad Parerejo Pringsewu, Kiai Abu Syuja Sendang Mulyo Kalirejo Lampung Tengah, KH Misbahul Munir Ciamis Jawa Barat, KH Sudasi Cilacap Jawa Tengah, KH Zaenal Arifin Pacitan Jawa Timur, KH Sholeh Ponorogo Jawa Timur, Kiai Junaidi Tanggamus, dan Kiai Mansur Lampung Selatan.

    KH Busthamil Karim wafat pada tanggal 3 November 1979 atau 11 Dzulhijah 1399 H. Selama hidupnya KH Nur Muhammad Abdurrahim Busthamil Karim menikah tiga kali, nama – nama istri beliau adalah ; Nyai Muthi’ah,  Nyai Salbiyah / Nyai Memunah dan Nyai Munt’iah. Dan dikaruniai 17 Putra dan Putri, yaitu 1) Kiai Asmungi, 2) Kiai Zarqoni, 3) KH Asyiq, 4) Nyai Ruqoyah, 5) Nyai Taslimah, 6) Nyai Jurumiyah, 7) Nyai Chomsiyah, 8) Kiai Harunur Rasyid, 9) Kiai Ridwan, 10) KH Jamaludin, 11) Kiai Jumrotul Mu’minin, 12) Nyai Surotul Jusmaniyah, 13) Kiai Juli Khofi, 14) Kiai Albadji, 15) Kiai Muhajir, 16) KH Miftahudin, dan 17) Nyai Siti Asiyah.

    Dengan hadirnya buku ini dapat menggugah hati kita tergerak untuk mengetahui, memahami, dan meneladani tokoh, dan selanjutnya memuliakan mereka.  Sebagaimana pepatah Arab menyatakan, “Tirulah mereka, meskipun tidak mencapai seperti mereka. Karena meniru orang – orang besar itu saja sudah suatu kemenangan”.

    Dan Louis Cattschallk mengatakan, “ Masa lampau manusia itu tidak mungkin ditampilkan secara utuh, tak dapat direkonstruksi oleh data ingatan sejarah apapun.”

  • (Opini) Pendidikan Keluarga, Sekolah, Dan Lingkungan

    Pendidikan Keluarga, Sekolah, Dan Lingkungan

    Oleh : Moh Abdul Ghofur, M.Pd.

    CPNS Guru Kementerian Agama Kanwil Lampung

    Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku serta kasihanilah mereka sebagaimana mereka mengasihani aku diwaktu kecil.Do’a itu sering diucapkan terlebih lagi setelah beribadah, do’a seorang anak untuk kedua orang tua. Orang tua mana yang tidak sukan didoakan oleh anaknya. Tapi apakah sebenarnya benar do’a tersebut sampai kepada orang tuanya. Ada faktor syarat pada do’a itu yaitu sebagaimana mereka menyayangiku diwaktu kecil. Apakah kita sudah menyayangi anak-anak kita?

    Dalam do’a itu ada kalimat menyayangiku diwaktu kecil. Ada beberapa pendapat sebenarnya terjemah tersebut kurang tepat, lebih tepatnya adalah “mendidikku diwaktu kecil”. Sudahkah kita ikut berpartisipasi mendidik anak?. Kalau kita belum ikut mendidik anak berarti do’a tersebut akan tertuju pada guru-gurunya. Lalu apa yang kita peroleh.

    Ki Hajar Dewantara membagi pendidikan menjadi 3 jenis. Ketiga jenis tersebut adalah pendidikan keluarga, pendidikan formal, pendidikan lingkungan. Pertama pendidikan keluarga, ranah ini adalah pendidikan pertama dan pondasi dasar bagi anak. Sejak lahir keluarga lah yang memegang kendali pendidikan. Minimal usia 0-3 tahun orang tua 100% mendidik anak. usia tersebut merupakan usia emas untuk menanamkan karakter bagi anak. orang tualah yang menjadi sosok panutan pertama bagi anak. sosok yang menjadi contoh bagi perilaku anak, teladan yang ditiru kelakuan dan kebiasaannya. Pada usia ini anak akan dengan sangat mudah menerima informasi, karena daya tolaknya masih rendah. Anak akan menerima informasi dan pelajaran apa adanya. Jika seorang anak sering melihat orang tuanya beribadah dengan rajin, maka hal tersebut yang akan melekat dalam diri anak.

    Kedua adalah pendidikan sekolah. Ranah ini memegang peran pendidikan saat anak berusia 5 tahun keatas, atau paling cepat 3 tahun. Banyak sekolah yang mempunyai berbagi macam slogan “mencetak generasi unggul dan berakhlaqul karimah”. Sekolah punya mimpi untuk mendidik anak-anaknya menjadi seperti yang diharapkan. Berbagai macam program disiapkan dan dilaksanakan untuk mencapai target tersebut. Tetapi apakah semua siswa akan merata tercapai target tersebut. Kecerdasan mungkin sangat bisa diciptakan dengan sekolah, tapi mental dan akhlaq, ternyata sekolah hanya memegang sedikit peran saja dalam membentuk mental dan akhlaq anak. Hal yang paling mendasar dalam pembentukan akhlaq anak adalah pendidikan keluarga dan pendidikan lingkungan. Walaupun beberapa sekolah menerapkan full day school yang telah menyita 7-8 jam anak berada di sekolah, namun peran orang tua sebagai pembentuk karakter masih sangat dominan. Karakter yang dikembangkan pada pendidikan keluarga akan dapat merasuk walaupun tanpa bicara. Sebagai contoh, sebuah keluarga dengan ayah-ibu bekerja ketika pulang dengan kondisi capek, sementara anaknya juga setelah seharian beraktivitas di sekolah dan mungkin tempat les yang hanya ditemani oleh seorang supir ketika sedang bersama si orang tua yang merasa capek langsung pergi istirahat dan agar anaknya tidak mengganggu istirahatnya, lalu si anak dibiarkan main game, atau menonton TV. Mental dan akhlaq apa yang kira-kira kita dapatkan dan contoh ini. Rasa acuh dan cuek, pendidikan rumah yang seharusnya dilakukan orang tua tergantikan oleh televise dan game.

    Ranah selanjutnya adalah lingkungan. Banyak dari kita selalu berkata anakku jadi begini karena bergaul sama anaknya bapak itu. lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan mental anak. di lingkungan yang tidak kondusif anak akan cenderung merubah ke arah negatif. Tapi apakah kita harus selalu berpindah lingkungan jika kita tidak menemukan lingkungan yang ideal menerut kita, yang disana hanya dihuni oleh orang-orang baik? Tentu tidak. Lalu bagaimana kita menjadikan lingkungan yang tidak ideal menjadi area mendidik anak yang ideal. Kembali lagi kuncinya adalah pada pendidikan keluarga. Diluar rumah pasti seorang anak akan menemukan berbagi hal baru. Kita lihatan atau tidak kita lihatkan mereka pasti akan lihat, kita beritahu atau tidak mereka akan tahu. Pendidikan keluarga juga menjadi benteng dalam menghadapi berbagia hal positif dan negatif pada lingkungan. Jika suasana keluarga sangat nyaman untuk saling bertukar informasi, maka anak akan menjadi nyaman mengatakan segala hal kepada orang tua. Saat anak kita menginjak remaja, mungkin kita kaget atau marah-marah ketika mengetahui anak sedang ada ketertarikan pada lawan jenis. Kekagetan dan kemarahan kita tersebut sejatinya yang menjadikan benteng pelindung bagi anak runtuh. Dia menjadi tidak nyaman lagi berada dalam benteng, dan akhirnya ia keluar untuk mencari benteng-benteng yang lain. Dan mulai saai itulah kekuatan pendidikan lingkungan akan mengambil alih pendidikan keluarga.

    Keluarga merupakan pondasi pertama dan utama dalam membentengi berbagai pengaruh negatif bagi anak serta bekal untuk mempersiapkan anak kita. Sekolah dan lingkungan sebagai faktor pendukung suksesnya pendidikan anak. Bukankah dalam kitab suci disebutkan “jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. Maka mari kita memperkuat pendidikan dikeluarga, sehingga kita dapat mendidik anak-anak kita menjadi anak yang berkualitas secara intelektual, emosional, dan spiritual.

  • Jejak Islam Nusantara di Lampung

    Jejak Islam Nusantara di Lampung

    Peresensi :

    Akhmad Syarief Kurniawan

    Sejarah Islam di Propinsi Lampung mempunyai jejaring erat dengan Islam di Banten, Aceh, Minangkabau, dan Palembang. Ketika Islam berkembang di Lampung, maka selangkah lebih maju, membuat peradaban dan kebudayaan semakin berkembang, serta jiwa patriotik yang menggelora dalam melawan penjajah seperti kepahlawanan Raden Intan II.

    Buku karya salah satu intelektual muda NU Lampung, Muhammad Candra Syahputra (MCS), alumni Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung ini, memberikan bongkahan informasi yang penting bagi perkembangan peradaban Islam Nusantara di Propinsi Lampung yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kebesaran Islam di Indonesia.

    Buku setebal 107 halaman itu memuat enam bab, dengan masing – masing pokok bahasan. Bab I, Letak Propinsi Lampung (halaman 5) menguraikan tentang letak secara geografis dan sosiologis Propinsi Lampung. Bab II, membahas tema Sejarah Masuknya Islam ke Lampung (halaman 7) menguraikan tentang alur / proses masuknya Islamisasi di Propinsi Lampung dengan tiga jalur, yakni; jalur Barat (Minangkabau), jalur Utara (Palembang) dan jalur Selatan (Banten), sekaligus dalam bab ini menjelaskan tiga pendekatan dalam dakwah Islamisasi di Lampung yaitu; pendekatan budaya (culture), pendekatan perdagangan dan pendekatan perkawinan.

    Bab III berisi tentang Kerajaan Islam di Lampung (halaman 29), MCS penulis buku ini menguraikan ada dua kerajaan besar di Propinsi Lampung pada kisaran tahun 1347, yakni Kerajaan Islam Sekala Brak dan Kerajaan Tulang Bawang. Kerajaan Islam Skala Brak terletak di wilayah Kabupaten Lampung Barat. Sedangkan Kerajaan Tulang Bawang berada di wilayah Pagardewa Kabupaten Tulang Bawang.

    Bab IV menguraikan Tokoh – tokoh Penyebar dan Pejuang Islam (halaman 71), setidaknya kurang lebih ada tujuh belas tokoh strategis yang telah berjasa dalam syiar Islamisasi di Bumi Ruwa Jurai (julukan Propinsi Lampung), beliau – beliau adalah sebagai berikut; 1) Sunan Gunung Jati. 2) Sayyid Maulana Malik Abdullah. 3) Syaikh Aminullah Ibrahim. 4) Ratu Menangsi. 5) Ratu Darah Putih. 6) Raden Intan II. 7) Al Habib Ali bin Alwi bin Abdurrahman Alaydrus. 8) Tubagus Mahdum. 9) Tubagus Yahya. 10) Wali Samin bin Muhammad. 11) Tubagus Buang Gunung Kunyit. 12) Tubagus Ali Faqih. 13) Tubagus Sangkrah. 14) Syaikh Muhammad Nambihi. 15) KH Gholib. 16) KH Ahmad Hanafiah. Dan, 17) Pamutokh Agung.

    Bab V buku ini menyampaikan pesan tentang Gerakan Perjuangan Rakyat Lampung Melawan Penjajah (halaman 149). MCS menguraikan tentang peran Laskar Hizbullah, seperti halnya di pulau Jawa, perlawanan dalam mengusir Belanda, juga datang dari berbagai penjuru Nusantara, termasuk Propinsi Lampung seperti yang dikumandangkan oleh KH. Gholib, beserta beberapa muridnya, seperti KH. Ali Thasim Tanjung Karang dan KH. Ahmad Hanafiah Sukadana yang menjadi komandan Laskar Hizbullah dan Sabilillah di Lampung. KH. Gholib melakukan perlawanan dengan cara gerilya. Beliau bersama santri – santrinya siap berjihad di medan perang melawan penjajah yang merampas semua hak – hak bangsa.

    Bab VI menguraikan tentang Peninggalan Islam Lampung (halaman 153). Ada dua peninggalan istimewa nan bersejarah dalam proses Islamisasi di Propinsi Lampung, yakni simbol syiar agama Islam berupa dua masjid, yakni; Masjid Al Anwar dan Masjid Al Yaqin. Masjid Al Anwar yang terletak di Teluk Betung Bandar Lampung ini berdiri pada abad ke – 18 ini  oleh Pemerintah Propinsi Lampung melalui Kantor Wilayah Departemen Agama (sekarang Kanwil Kemenag) ditetapkan sebagai masjid tertua dan bersejarah di Kota Bandar Lampung, penetapannya tertuang dalam SK No: Wh/2/SK/147/1997. Asal mula berdirinya Masjid Al Yaqin didirikan para perantauan masyarakat dari Propinsi Bengkulu yang tinggal di Tanjung Karang (sekarang Bandar Lampung) pada tahun 1883. KH Ali Thasim adalah sosok yang berpengaruh dalam perkembangan syiar agama Islam dan perjuangan di Masjid Al Yaqin dan masyarakat setempat. Ia menjadi Panglima Hizbullah Tanjung Karang pada masa agresi Belanda I tahun 1946.

    Buku ini sangat layak dibaca bagi santri, mahasiswa, dosen, peneliti, pengamat sejarah peradaban Islam di Indonesia, menambah cakrawala jejak – jejak Islam Nusantara di Lampung. Bagi yang berminat bisa menghubungi ke no handphone : 0895 – 2624 – 5998.

  • (Ramadhan) Puasa, Tazkiyah dan Hakikat Takwa

    Puasa, Tazkiyah dan Hakikat Takwa

    M. Luqmanul hakim H SQ M.Pd.I
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Puasa ialah ibadah yang paling mulia yang telah Allah perintahkan kepada umat manusia. Hal ini nampak dari pelafalan kalimat “Kutiba Alaikumus shiyam” (QS 02:183). Berbeda dg ibadah-ibadah lain Allah menyebut kalimat wajibnya tersirat dalam sebuah kalimat amar (perintah) misalkan Shalat Zakat dan Haji dan lainnya. Bentuk Pelafalan secara Jahr memiki arti penting bagi sang pemilik Perintah yaitu Allah azza wa jall terlebih bagi umatnya yg menerima perintah itu.
    M Allah Swt ingin menegaskan dg memberikan warning bahwa Puasa ialah bagian dr Perintah Allah yg perlu diperhatikan oleh umat manusia.

    Puasa mengandung berbagai macam proses Tazqiyah (Pembersihan).

    1. Tazqiyatun Nafs (pembersihan jiwa) ialah proses membersihkan jiwa dari hal- hal yang dapat menyebabkan batalnya puasa, dari hal-hal yang tak ada manfaatnya serta semua hal kemaksiatan yg dapat mengurangi afdholiyatus Shiyam (keutaman berpuasa).

    2. Tazqiyatul Amal
    (Pembersih amal) ialah Proses membersihkan dari amaliyah yang selama ini nampaknya Ukhrowi ternyata hnya duniawi. Menjauhkan dari amal yang sia-sia. Menghindarkan diri dari amal yang nampaknya Saleh padahal hakekatnya Salah, Dan amal yang kelak akan lenyap tak tersisa.. dalam konteks ini hendaknya puasa mampu memproteksi diri manusia dari amal-amal yan lacur..

    3. Tazqiyatul Qalbi (membersihkan hati). Puasa ialah Proses pembersihan hati yg paling mujarab. Dalam puasa diajarkan langsung kepada Allah bagaimana membersihkan dan memproteksi hati dg benar. Proses Tazqiyatul qalbi akan bervariasi dan bermacam-macam jenisnya dan ini akan mampu dimengerti oleh mereka yang memiliki kelembutan- kepekaan hati.

    4. Tazqiyatul Aql (Pembersihan akal). Puasa yang baik mampu meminimalisir dan mengekang akal yg liar dan durjana. Memaksimalkan potensi akal hanya untuk kepentingan yg positif produktif dan konstruktif. Merubah mindset dan paradigma yg selama ini jauh dari Islamic values yang berorientasi ukhrowi..

    5. Tazqiyatul Bathni (Pembersihan Perut-Lambung) Proses ini jika ditinjau dari sisi medis bahwa puasa mampu membersihkan lambung dan organ tubuh bagian dalam manusia dengan sangat maksimal. Orang berpuasa akan selalu diberikan kesehatan jasmani maupun Rohani.

    Dan masih banyak Proses Tazqiyah – Tazqiyah lainnya. Sehingga pantas saja jika Allah memberikan kenikmatan Buah nya Puasa kepada manusia yaitu *TAQWA تقوى*
    Taqwa merupakan derajat tertinggi dari muslim kebanggaan Allah Azza wa jall..
    1. *TA ت* artinya Tawadhu’ . Mereka yg sukses dalam puasa nya pasti akan rendah hati dan jauh dari sifat congkak..

    2. *Q ق* artinya Qanaah. Hendaknya jadilah manusia yang menerima segala macam ketentuan Allah swt maslahah mafsadat baik dan buruknya. Manusia yang Qanaah selalu nerimo ing pandum sak dermo sak madyo. Hidup bersahaja sederhana dalam bingkai Islam Kaffah.

    3. *Wa و* artinya Wirai. Manusia yg mampu menjauhkan dari hal duniawi, nafsu, dan segala macam kemaksiatan. Manusia yang hanya fokus kepada dua Hal yaitu Allah dan Ridha Allah..

    4. *Y ي* artinya Yaqin. Yakin ialah tujuan tertinggi tentang ketauhidan kepada Allah swt. Jika sudah melalui beberapa fase di atas percayalah yaqinlah kelak akan mendpatkan sebuah kenikmatan.

    Sehingga buah dr PUASA dan dr segala macam proses tazqiyah tadi akan menjadikan manusia yang Tawadhu’ Qanaah Wirai dan yakin terhadap Qudrah dan Iradah Allah Swt.

    Wallahu A’lam