Category: Opini

  • Opini: Corona Mengajarkan Kita Pentingnya Hablun Minannâs

    Corona Mengajarkan Kita Pentingnya Hablun Minannâs
    Oleh: Dr. H. Yusuf Baihaqi, M.A.
    Pengurus MUI Lampung
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Ibadah dalam Islam ada yang berupa interaksi antara hamba dengan penciptanya (Hablun Minallâh), seperti: shalat, haji dan puasa. Ada juga yang berupa interaksi antar sesama hamba (Hablun Minannâs), seperti: zakat, infak dan shadaqah.

    Islam tidak pernah membeda-bedakan antara ibadah yang berdimensi vertikal (Hablun Minallâh) dan ibadah yang berdimensi horizontal (Hablun Minannâs), keduanya sama penting, sebagaimana keduanya juga tidak bisa dipisahkan. Bisa dipastikan, seseorang bermasalah sisi Hablun Minallâh nya kalau sisi Hablun Minannâs nya bermasalah, demikian pula sebaliknya. Al Qur’an mengisyaratkan akan hal itu, ketika ia menginformasikan kepada kita bahwasannya diantara ciri orang yang bermasalah dengan ibadah shalatnya, adalah orang yang tidak mau berbagi dengan sesama manusia dalam hal sepele (Q.S. Al Mâ‘ûn: 7).

    Musibah Corona yang menimpa negeri kita dan berdampak sangat luar biasa dari sisi perekonomian, seperti: tidak menentunya bahkan hilangnya pemasukan harian dari banyak kalangan pekerja informal, pemutusan hubungan yang dialami oleh sejumlah karyawan perusahaan dan tersendatnya bahkan tertutupnya akses untuk mencari rezeki, menyadarkan kita betapa pentingnya dalam kondisi seperti ini untuk lebih diintensifkan Ibadah yang masuk dalam ranah Hablun Minannâs, seperti: zakat, infak dan shadaqah, guna mengentaskan dan meringankan beban sebagian kita yang terdampak dengan musibah Corona ini.

    Berbicara tentang pentingnya Hablun Minannâs, Islam memang tidak mengajarkan manusia untuk berbagi dengan semua apa yang telah Allah swt karuniakan kepadanya (Q.S. Al Hadîd: 27), cukup dengan sebagiannya saja (Q.S. Al Baqarah: 3), akan tetapi ketika ini dilakukan secara bersama-sama dan berkesinambungan, maka bisa dipastikan tidak akan terjadi fenomena kelaparan di muka bumi ini.

    Diantara prilaku buruk yang diingatkan oleh Al Qur’an untuk dihindari oleh setiap manusia adalah sikap bakhil (Q.S. Al Isrâʼ: 29), bahkan Al Qur’an menggambarkan bahwasannya manusia ketika dia bersikap bakhil, sejatinya dia sendiri yang akan menanggung akibat buruk dari kebakhilannya di dunia ini (Q.S. Muhammad: 38), sebagaimana ancaman yang mengerikan di akherat pun akan mengintainya, dimana emas dan perak yang dulu ia simpan sewaktu di dunia akan dipanaskan, lalu di taruh di dahi, lambung dan punggungnya sambil ia disetrika denganya (Q.S. At Taubah: 35).

    Disaat Hablun Minallâh hanya bisa dilakukan diantara orang yang seiman, tidak dengan Hablun Minannâs. Sebagaimana kemurahan Allah swt di dunia ini diperuntukkan untuk semua umat manusia, baik yang beriman atau yang tidak beriman (Q.S. Al Baqarah: 126), demikian pula dimungkinkan orang yang tidak seiman mendapatkan manfaat dari Hablun Minannâs, sebagaimana yang dilakukan oleh rasululullah saw terhadap Shafwan bin Umayyah, dimana beliau memberikan kepadanya sebagian dari harta rampasan perang Hunain, disaat dia masih dalam kekafirannya.

    Sebegitu seringnya rasulullah saw berbuat baik kepada Shafwan bin Umayyah, sebuah riwayat mengabadikan perkataan Shafwan seputar sosok rasulullah saw: Innahû Laʼabghadul Khalqi Ilayya Famâ Zâla Yu‘thînî Hattâ Innahû Laʼahabbul Khalqi Ilayya (sesungguhnya dia (Muhammad saw) sosok manusia yang paling tidak aku senangi, (akan tetapi) dia terus memberiku, sampai dia menjadi sosok manusia yang paling aku senangi) (At Tirmidzi, Sunan At Tirmidzi, No Hadits. 668).

    Muhammad Sayyid Thanthawi bahkan mengatakan, bahwasannya yang dimaksud dengan kelompok keempat yang berhak menerima zakat (Al Muʼallafah Qulûbuhum): bukan saja sebatas para Muallaf guna meneguhkan keimanan mereka, akan tetapi juga orang yang masih dalam kekafiran, ketika ada kemaslahatan dan diharapkan keimanan mereka di kemudian hari (At Tafsîr Al Wasîth, Juz 6, Hal. 331).

    Kalau saja sedemikian peduli, ajaran Islam terkait Hablun Minannâs dengan sesama umat manusia, walaupun mereka berbeda dalam hal keimanan, tentunya lebih lagi dengan sesama saudara yang seiman. Sebagaimana Kalau saja sedemikian penting Islam memandang Hablun Minannâs, walaupun bukan dalam kondisi bencana, apalagi disaat kita berada dalam kondisi bencana.

    Memberi makan dalam kondisi bencana memang sesuatu yang berat dilakukan dan membutuhkan pengorbanan (Al ‘Aqabah), akan tetapi bagi yang sanggup melakukannya, Allah swt sejajarkan ganjarannya, seperti: ganjaran seseorang yang dengan niatan tulus dan ikhlas membebaskan seseorang dari belenggu perbudakan (Q.S. Al Balad: 12-14), dimana karenanya Allah swt akan membebaskan setiap dari anggota tubuhnya dari siksaan api neraka (Al Bukhari, Shahîh Al Bukhârî, No Hadits. 6337).

  • Opini: Warga NU dan Religio-Social Care

    Warga NU dan Religio-Social Care
    Oleh Miftahus Surur
    Wakil Ketua Lazisnu Provinsi Lampung

     

    Pagi ini 15 April 2020, ketika membuka situs NU Online tersisip berita yang memprihatinkan. Dikisahkan seorang penjual bakso keliling yang mengalami penurunan penghasilan karena sepinya pembeli, tentu saja efek dari merebaknya Covid-19.

    Nasib yang dialami oleh Joni –demikian tokoh yang dikisahkan- pastinya menimpa banyak “Joni-Joni” yang lain di negeri ini. Joni si tukang bakso itu tidaklah sendirian, di ragam tempat dan wilayah, tidak sedikit dari kelompok warga masyarakat yang menjerit dan mengeluh karena semakin sulit untuk mempertahankan hidup.

    Kita semua mengerti bahwa ‘kelompok terdampak’ secara ekonomi dan sosial dari Covid-19 ini adalah warga yang tidak mampu. Dan jika merujuk pada data masyarakat muslim di Indonesia, maka yang paling besar adalah warga Nahdlatul Ulama (NU).

    Dan jika ditelisik lebih jauh, dari sekian banyak jumlah warga NU, mayoritas berada pada posisi yang tidak mampu. Jikalaupun terdapat warga NU yang kaya, maka itu sangatlah sedikit. Pendeknya, warga NU merupakan pihak yang paling rentan atas dampak penyebaran Covid-19 ini.

    NU sendiri memang memiliki banyak Badan atau Lembaga yang memfokuskan diri pada pemberdayaan masyarakat. Diantara Lembaga yang bergerak dibidang pengelolaan keuangan secara syar’i dan mandiri adalah NU-Care Lazisnu.

    Lembaga ini dibentuk dari tingkat pusat hingga tingkat daerah (Kabupaten) bertujuan untuk menggalang zakat, infaq dan shadaqah dari warga masyarakat –khususnya warga NU- untuk meningkatkan level dan martabat keberdayaan masyarakat.

    Dengan pengertian lain, Lazisnu diupayakan menjadi satu-satunya lembaga pengelola zakat di tubuh NU. Sehingga Lembaga atau Badan lainnya lebih difokuskan pada penguatan kualitas sumberdaya manusianya. Saya membayangkan, jika Lazisnu menjadi bengkel kesejahteraan (fisik) warga NU, maka Lembaga NU yang lain mengisi ruang ‘hati’ dan ‘fikiran’ warganya.

    Pemilahan seperti ini penting agar fokus kinerjanya tertata dan rapi. Dari sekian Lembaga yang ada, Lazisnu mungkin belum begitu popular dibandingkan dengan nama GP Ansor, Muslimat, Fatayat, atau juga PMII. Tetapi keberadaan Lazisnu kini harus diperhitungkan secara khusus mengingat lembaga inilah yang mendapat amanat untuk mensejahterakan warga NU khususnya, dan masyarakat lain pada umumnya.

    Itulah mengapa, dan sangat maklum jika sekiranya akhir-akhir ini Lazisnu di semua tingkatan bergerak turut membantu meringankan beban masyarakat yang terdampak Covid-19 ini.

    Dari mulai Probolinggo, Malang, hingga Bawean semuanya bergerak. Di Lampung, yang tahun 2020 ini direncanakan sebagai tempat berlangsungnya Muktamar ke-34 NU, juga tidak kalah bergerak aktif membagi-bagikan sembako, APD, atau juga masker kepada masyarakat.

    Apa yang menarik dari ragam gerakan sosial ini adalah kuatnya keyakinan keagamaan yang menggerakkan setiap individu atau kelompok untuk aktif membantu yang lain. Dalil dan doktrin agama –yang shahih- mengajarkan bahwa; “manusia memiliki kewajiban terhadap lain”, “tangan diatas lebih baik daripada di bawah”, “jangan pendam hartamu tapi sisihkan untuk yang lain” merupakan deret postulat yang harus diwujudkan dalam aksi nyata. Itulah makna sebuah ke-shaleh-an.

    Kepedulian sosial seperti ini kerapkali muncul dan mengemuka justru dari orang-orang yang selama ini akrab dan identik dengan keterpinggiran. Orang-orang terpinggir inilah yang sudah hafal betul bagaimana pahitnya mengarungi hidup dan kehidupan.

    Memang, saat ini harta benda sangatlah penting. Tetapi terkadang, kepedulian antar-sesama juga tidak kalah penting dari sekedar uang.

    Kita harus memaknai bahwa gerakan membantu yang lemah di tengah pandemi Covid-19 ini bukan semata-mata bagi-bagi uang atau sembako. Tetapi ada makna yang lebih penting dari itu, bahwa ketika kita berada pada posisi lemah dan tersudut, ternyata masih banyak sahabat yang berada di samping kita.

    Allah swt tidak mungkin dijangkau dengan nalar untung-rugi, melainkan dengan kasih-sayang antar sesama. Disitulah agama dan sosial bertemu pada satu ruang dan waktu yang sama.

  • Opini: Jejak Dakwah Islam Syekh KH Abdur Rohim Al kholidi  Komering Agung Lampung Tengah

    Jejak Dakwah Islam Syekh KH Abdur Rohim Al kholidi  Komering Agung Lampung Tengah
    Oleh : Saifur Rijal, S.H.I
    Ketua PC Lakpesdam NU Lampung Tengah

    Kelurahan Komering Agung merupakan salah satu Kampung tua yang ada di wilayah Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi Lampung.

    Kampung tua yang dimaksud adalah Kampung yang sejak awal telah ada, alih-alih sejak zaman nenek moyang, perkampungan penduduk Lampung asli dan bukan kampung asal transmigran.

    Di Kelurahan Komering Agung zaman awal telah memiliki berperadaban tinggi, perihal ini dapat terlihat dari jejak bahasa serta adat yang sampai hari ini masih mengakar kuat dimasyarakat Kampung Komering Agung. Namun ditengah peradaban yang telah ada dizaman awal nilai-nilai perilaku yang mencerminkan keagamaan kurang diterapkan dalam keseharian.

    Kurun waktu yang tidak sebentar, masa ini pun berjalan, sampai akhirnya datanglah seorang pendatang penyebar agama Islam yang kemudian dikenal dengan Syekh KH Abdur Rohim Al Kholidi.

    Berdasar penuturan salah seorang warga setempat yang juga merupakan kerabat dari keturunan Syekh KH Abdur Rohim Al Kholidi yakni Bapak Herman pada 4 April 2020 lalu, ia pun menjelaskan kisah legendaris tersebut.

    Syekh KH Abdur Rohim Al Kholidi merupakan pendatang dari tanah Arab (tanpa menyebut Negara) masuk ke Kampung Komering Agung dengan tujuan untuk melakukan syiar ke-Islaman. Sebelum menetap dan akhirnya wafat di Kelurahan Komering Agung beliau sempat singgah di Aceh dan Padang Sumatera Barat untuk maksud dan tujuan yang sama, yakni dakwah menyebarkan agama Islam.

    Syekh KH Abdur Rohim Al Kholidi dikenal sebagai sosok yang sangat berwibawa serta punya kharisma tinggi, berpengetahuan ke-Islaman sangat luas, menguasai dan memahami Alqur’anul Karim serta keilmuan lainnya yang berhubungan dengan agama Islam.

    Adapun cara dakwah yang dilakukan di Kelurahan Komering Agung yakni dengan menggelar pengajian atau pengajaran penerapan langsung dalam perilaku keseharian. Sebagai contoh, banyak masyarakat yang datang kepada beliau untuk memperoleh solusi kendala atau permasalahan yang dihadapi.dan disinilah beliau memasukkan nilai ke-Islaman dalam kehidupan bermasyarakat, melalui solusi do’a, wirid-wirid, tirakat dan sejenisnya. Dan Semasa hayat di Kelurahan Komering Agung kelebihan sudah terlihat, terutama dari sisi maqbulnya do’a beliau, khususnya bagi masyarakat sekitar yang memintanya.

    Sejak kedatangan Syekh KH Abdur Rohim Al Kholidi di Kelurahan Komering Agung, peradaban yang telah ada namun kurang mencerminkan nilai keagamaan dizaman itu berangsur-angsur berubah, menjadi masyarakat yang lebih baik dalam sisi prilaku bernilai ke-Islaman, tanpa menghilangkan tradisi dan adat yang telah mengakar kuat di Kelurahan Komering Agung.

    Dituturkan Bapak Herman, Syekh KH Abdur Rohim Al Kholidi wafat dalam usia ratusan tahun, tepatnya tanggal 2 April 1964 dan dimakamkan di samping masjid Ar Rohim Kelurahan Komering Agung Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah. Adapun salah satu peninggalan beliau yang menjadi bukti sejarah adalah sebuah tombak yang terawat apik pada keluarga.

    Lampung Tengah, 17 April 2020.

  • Opini: Dosen Moderat Anti Corona

    Dosen Moderat Anti Corona
    Dr. Agus Hermanto, MHI
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

     

    Di tengah kegalauan setiap manusia pada saat ini, wabah corona belum juga berujung pada informasi yang menggembirakan lenyapnya dari bumi pertiwi, setiap jiwa terancam tanpa memandang bulu, baik maayarakat biasa, pejabat bahkan tenaga medis pun banyak berguguran, baik dokter dan perawat.
    Sebagai dosen yang moderat, tentunya tidak kurang akal untuk mengendalikan situasi corona dengan solusi tepat guna. Ada tiga syarat seorang dosen dikatakan mampu berfikir moderat, pertama adalah dapat menjaga keseimbangan antara kebutuhan duniawi dan ukhrawi, dosen adalah orang yang memiliki tanggung jawab menyalurkan ilmunya dalam waktu yang terbatas yaitu 16 kali tatap muka, hal ini merupakan bagian dari tugas pokoh, salah satu dari tugas tri dharma, sebagai tugas pokok, maka dosen harus mampu bertatap muka dengan media lain jika tidak diperkenankan untuk bertatap muka di kelas, harus atau at home namun mampu mengendalikan kelas, maka seorang dosen harus memiliki pola pikir yang dinamis, kondisional dan tanpa berfikir yang fatal yaitu memaksakan perkuliahan di kelas atau justru tidak melakukan tugasnya sebagai dosen, naudzubillah. Karena selain mengajar sebagai tugas dan tanggung jawab juga merupakan ibadah kepada Allah yang akan mendapatkan nilai pahala jika diniati dengan benar.
    Kedua, adanya keseimbangan antara akal dan akhlak, walaupun harus memberi tugas di rumah, seorang dosen haruslah berakhlak, yaitu mampu menjagar tepat waktu sesuai jadwal yang berlaku, walaupun akal kita tetap bisa melakukan sesuai dengan takaran akal kita masing masing, dosen harus mengajar dengan cara yang arif, artinya tidak lantas memberikan tugas di luar kapasitas yang seharusnya dilakukan, ia juga harus berakhlak dengan tidak mengajar atau membuka google room terlalu larut malam.
    Ketiga adanya keseimbangan dalam menyikapi dunia modern, dalam artian dosen harus mampu menggunakan IPTEK, dengan cara mengajar secara online dari rumah, tanpa harus mengurangi rasa khawatir dari wabah corona, karena ia telah memenuhi syarat, sebagaimana anjuran pemerintahan, stay at home sebagai media dan ikhtiar untuk dapat terhindar dari wabah corona, yaitu memutus mata rantai penyaluran virus covid 19 yang dapat mengancam setiap jiwa.
    درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
    Menghilangkan kemafsadatan lebih diutamakan daripada mengambil kemaslahatan. Menghindari tatap muka di kelas dalam musim corona lebih diutamakan daripada harus memaksakan diri demi tercapainya perkuliahan tapi terkena wabah.Wallahu A’lah.

  • Opini: Kasiat Empon-Empon dan Gentong Tradisi Lokal yang Terlupakan

    Kasiat Empon-Empon dan Gentong Tradisi Lokal yang Terlupakan
    Dr. Agus Hermanto, MHI
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

     

    Sebuah pepatah mengatakan (العقل السليم في الجسم السليم) akal yang sehat terdapat dalam tubuh yang kuat. Menjaga jiwa merupakan hal yang wajib bagi setiap orang, karena dengan menjaga jiwa berarti ia berusaha menjaga tujuan dari syari’ah, yaitu (حفظ الدين) menjaga jiwa.
    Dalam konteks yang mengancam setiap jiwa, haruslah dicegah, dalam hal ini misalnya kita sedang dihadapkan dengan wabah corona covid-19, yang dapat mengancam setiap jiwa manusia.
    Banyak usaha atau cara untuk dapat mencegahnya, diantaranya menggunakan masker, membiasakan hidup sehat dengan cara sering mencuci tangan, berolah raga, dan yang lebih penting lagi adalah mengkonsumsi gizi seimbang, baik makanan, minuman, buah buahan maupun madu, yang merupakan vitamin c sebagai sarana untuk dapat memperkebal tubuh kita, sehingga tidak mudah terjangkit penyakit, termasuk virus corona.
    Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah hukum meminum suplemen pada musim.corona?
    Suplemen sangat membantu kita dalam pertahanan body agar tetap terjaga imunitasnya, suplemen bisa dengan mengkonsumsi vitamin C atau mengkonsumsi buah-buahan dan makanan atau minuman yang mengandung vitamin C, agar tubuh kita tetap terjaga dengan baik.
    Selain itu, ternyata tumbuh tumbuhan atau obat obatan herbal dan alami sangat cocok untuk pertahanan tubuh, seperti halnya empon-empon yang merupakan kearifan lokal dan memasyarakat serta ramah lingkungan.
    Empon empon adalah tanaman obat obatan tradisional yang dapat dijadikan bahan obat untuk menjaga kekebalan tubuh, misalnya kunyit, lengkuas, jahe, temu lawak, temu hitam dan sejenisnya. Terbukti Pada saat ini masyarakat kita sedang berburu empon empon demi menjaga daya tubuhnya agar terhindar dari sengatan wabah corona.

    Pada zaman dahulu, masyarakat kita ketika pulang dari takziyah langsung mandi dan mencuci baju sebelum berkumpul dengan keluarga, mengapa begitu? Tentu ada sebuah filosofis yang penting untuk kita gali, karena ini merupakan bagian dari kearifan lokal, bukan hanya sekedar mitos atau tahayyul. Sejatinya hal ini adalah hasil dari kehati-hatian orang dahulu, atau dering disebut “niteni” niteni dalam bahasa kontemporer disebut penelitian, para pendahulu kita yang menemukan hasil “niten-nya” (reseach) dalam penemuannya mengatakan bahwa, ketika pulang takziyah anaknya panas, keesokannya ketika pulang anaknya panas, kemudian dititeni, dianalisa, berarti ada sesuatu, kemudian menghasilkan penemuan, setelah pulang takziyah langsung cuci tangan, mandi dan cuci baju demi kejati-hatian para pendahulu kita. Terbukti kehati-hatian itu dilakukan oleh masyarakat kita yang selalu cuci tangan, setelah pulang dari luar rumah demi menjaga kebersihan dan kesehatan, bahkan pada saat musim corona, setelah pulang takziyah, kitapun langsung cuci tangan, mandi dan bahkan dianjurkan untuk mencuci baju kita agar tidak tersalur wabah, kalau dulu disebut sawan.
    Bahkan pada masyarakat kuno dahulu, setiap depan rumah disediakan gentong untuk mencuci tangan, sekarang terbukti dalam masa sekarang, kita lihat masyarakat kita telah sibuk menyediakan wadah untuk cuci tangan, sabun di depan rumah, demi menjaga kebersihan, dan demi menjaga kesehatan, hal itulah sejatinya yang diaharkan dalam agama kita,
    النظافة من الايمان
    Kebersihan adalah sebagian dari iman.
    Jaga kebersihan, demi keluarganya dan menjaga jiwa kita. Wallahualam.

  • Opini: Manfaat Olahraga Pada Musim Corona

    Manfaat Olahraga Pada Musim Corona
    Dr. Agus Hermanto, MHI
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Ditengah-tengah wabah penyakit yang melanda kita, sehingga menganjurkan bagi diri untuk tetap stay at home, namun demikian janganlah membuat kita lupa akan segalanya, ada hal yang lebih penting untuk dapat kita lakukan di rumah kita selain aktivitas yang kita lakukan sehari-hari yaitu menjaga tubuh kita agar tetap sehat, karena sesungguhnya tujuan stay at home hanyalah ikhtiar agar penyaluran covid-19 tidak berlarut-larut dan mengancam setiap jiwa, maka dengan kita beraktifitas di rumah sesungguhnya kita telah berusaha memutus mata rantai berkembangnya virus corona.
    الوهم نصف الداء، و الاطمئنان نصف الدواء، والصبر بداية الشفاء.
    Kekhawatiran setengah dari penyakit, dan ketenangan setengah dari obat, dan kesabaran adalah awal dari kesembuhan.
    Secara realita, covid 19 benar adanya dan kita harus tetap waspada dengan cara yang arif, di antaranya adalah; 1) tetap berdiam diri di rumah, dan tidak banyak keluar, jika harus keluar, gunakan masker, 2) hindari keramaian atau komunikasi berhadapan secara langsung, 3) sering cuci tangan, karena tangan merupakan alat utama menuju kepintu gerbang masukkan makanan, 4) keseimbangan gizi, perbanyak konsumsi vitamin c, baik buah, madu dan yang lain nya, 5) perbanyak olahraga dan berjemur.
    Olar raga sangatlah penting dalam usaha mempertahankan kesehatan kita, sebagaimana kita ketahui bahwa,
    العقل السليم في الجسم السليم
    Di dalam akal yang sehat terdapat tubuh yang kuat.
    Olahraga dalam bahasa Arab disebut al-riyadhah, olahraga tidak hanya sebagai olah tubuh saja, namun juga olah jiwa, sehingga jika tubuh kita sehat sangat mempengaruhi pada kesehatan jiwa, riyadhah memiliki banyak manfaat dan maslahatnya dalam diri kita, seperti halnya memperkuat dan membentuk imunitas tubuh kita, sejatinya olahraga tidak hanya untuk tubuh, namun dalam Islam juga dianjurkan, karena akan menambah kuatnya ibadah shalat misalnya atau haji.
    Dengan kita berolahraga, akan membantu pendengaran kita, penglihatan kita, kecakapan kita dan bahkan membantu kepekaan kita dalam proses menulis dan membaca, menganalisa dan observasi, bergerak, begitu juga dalam pengolahan dan pengendalian emosi kita, seperti rasa marah, sedih, bahagia dan sebagainya. Gak ini sebagaimana diajarkan oleh rasulullah saw, seperti berenang, memanah, berlari, bergulat. Walaupun hanya bersifat basyariyah dan tidak disyariatkan.
    Secara rinci, ada beberapa manfaat dari riadhah (olahraga), yaitu:
    1. Memperkuat kebugaran secara jasmani dan rahani secara umum, karena Allah swt menyukai orang yang kuat fisiknya, karena dengan kuatnya fisik akan menjadikan nya kuat dalam beribadah.
    2. Menjunjung tinggi nilai kejujuran dan sportivitas, apapun bentuk olah raga, kejujuran dan sportivitas menjadi modal utama nya, karena setiap olah raga ada aturan mainnya, maka sangat penting nilai kejujuran dan sportivitas ditanamkan.
    3. Melatih konsentrasi dan ketahanan, hal ini haruslah dilakukan seperti memanah, bulutangkis dan sebagainya. Selain konsentrasi juga menjaga ketahanan misalnya berfulat.
    4. Memperpanjang usia dan menambah rizki, dengan kita olah raga kita akan sehat dan tidak gampang sakit, ketika sehat akan banyak aktivitas yang bisa kita lakukan. Dengan berolahraga juga akan melibatkan banyak orang dan dari situlah akan berinteraksi yang mungkin dapat menuju kebisnis, atau ketika kita berinteraksi mungkin akan ada informasi tentang jalan rizki.
    5. Meningkatkan prestasi dan produktivitas, dengan berolahraga yang rajin kemungkinan akan menang dalam perlombaan dan akan dapat menghasilkan presentasi atau semakin produktif, karena dengan olahraga maka kita akan tetap ingin tahu dan bisa, sehingga kita bisa produktif.
    6. Menjaga etika dan estetika, ketika kita berolahraga ada aturan dan etika yang harus dijaga dan dipatuhi. Selamat berolahraga.

  • Opini: Pemakaian Masker Pada Musim Corona

     

    Pemakaian Masker Pada Musim Corona
    Dr. Agus Hermanto, MHI
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Masker adalah alat yang berfungsi untuk dapat menutup anggota wajah yang dapat menjadi gerbang masuknya virus, lebih lagi saat ini kita sedang dihadapkan dengan wabah covid-19 atau sering disebut virus corona, sehingga peran masker sejatinya adalah untk melindungi diri kita dari masuknya virus (corona) khususnya yang sedang mengancam setiap jiwa.
    Dalam beberapa kurun waktu ini, kita dianjurkan untuk stay at home (beraktivitas di rumah, sesuai dengan profesi kita masing-masing), selain beraktivitas di rumah juga dihimbau untuk mengurangi bergerumul dengan banyak jumlah orang karena dikhawatirkan akan menjadi fasilitas penyebaran korona, selain itu juga diajurkan untuk banyak olah raga agar tubuh kita menjadi sehat, berkeringat, dan tetap sehat, dala hal ini juga agar kita banyak mengkonsumsi gizi seimbang, baik makanan yang sehat, minuman atau jenis buah buahan, khususnya yang mengandung vitamin C, baik dalam bentuk vitamin maupun madu, sebagaimana yang dianjurkan Rasulullah saw.
    Masker yang kita kenal selama ini banyak sekali jenisnya, baik masker yang pake oleh tenaga kesehatan, perawat, apoteker maupun dokter dan bidan, dan beberapa jenis masker lainnya, pada saat ini masker sangat penting untuk setiap individu dalam rangka melindungi jiwanya, karena dengan masker itulah kita akan dapat menjaga dan mencegah segala virus yang akan masuk pada tubuh kita.
    Karena masker saat ini menjadi kebutuhan pokok bagi kita semua, sehingga keberadaan masker semakin menipis, baik dalam kondisi yang memang banyak yang membutuhkan dan stock semakin menipis, maupun dalam kondisi banyaknya para penyimpan masker yang kemudian mampu ia jual dengan harga dua kali sampai tiga kali lipat dari harga pada umumnya, maka dari dialah akan muncul sebuah pertanyaan.
    1. Apakah masker yang dapat dipake hanya yang biasa terjual diapotek yang berbahan bisa atau sejenisnya, apakah juga boleh menggunakan masker berbahan kain?
    2. Apakah hukum menggunakan masker pada musim corona?
    3. Apakah hukum menimbun masker pada musim corona?
    4. Bagaimanakah hukum menggunakan masker saat sholat atau ibadah lainnya?
    Masker pada fungsinya adalah untuk melindungi hidung dan mulut agar tidak mudah tertular virus, karena mulut dan hidung menjadi gerbang masuknya makanan dan minuman ke dalam tubuh kita, maka sesungguhnya segala masker dapat digunakan, bahkan hanya sekedar kain atau jilbab pun jika terpaksa dapat juga digunakan.
    Hukum menimbun masker hukumnya haram, karena masker merupakan hal primer untuk dapat menjaga jiwa manusia, karena dengan masker manusia akan terlindungi dari virus yang dapat mengancam setiap jiwa, maka bentuk tindakan yang menyulitkan jiwa menjadi haram, apalagi dengan sengaja menimbun dan menjualnya dengan harga yang mahal.
    Hukum menggunakan penutup mulut ketika shalat hukumnya adalah makruh, sebagaimana hadis Rasulullah saw,
    نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُغَطِّيَ الرَّجُلُ فَاهُ فِي الصَّلَاةِ
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang menutup mulutnya ketika shalat. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).
    Apakah masker juga merupakan bagian dari penutup wajah? Jika hukum menutup wajah adalah makruh, maka secara analogi, bahwa masker merupakan bagian dari penutup wajah, maka hukum menggunakan masker pada saat shalat jga hukumnya makruh, dan tidak sampai pada titik haram.
    Lantas bagaimakah hukum menggunakan masker pada musim mabah covid-19, apakah juga berhukum makruh? Tentunya hal ini menjadi berbeda, hukum makruh menggunakan masker adalah pada saat hari biasa yang tidak mengancam jiwa, sedangkan menggunakan masker adalah bertujuan untuk melindungi jiwa maka hukumnya menjadi mubah (boleh), jika masker tersebut tidak terkena najis, bagaimana dengan kondisi anggota tubuh yang seharusnya menempel alas lantai saat shalat, hal ini sebagaimana dikatakan dalam kaidah bahwa (الضرر يزال), kemudharatan harus dihilangkan.
    Sesungguhnya dianjurkan jita menggunakan masker adalah demi menjaga jiwa kita, dan ini merupakan kondisi yang mendesak dan akan menimbulkan bahaya atau kemudharatan jika sebaliknya justru kita membiarkan diri kita tanpa menggunakan masker, dalam kondisi darurat, sesuatu yang makruh bahkan haram pun dapat menjadi mubah, termasuk menggunakan masker pada waktu shalat.
    Dalam konsep sadd al zari’ah, bahwa mencegah sesuatu yang akan menimbulkan kemudharatan haruslah dihilangkan, dalam hal ini adalah bahwa virus corona atau covid-19 adalah sangat berbahaya dan mematikan, dan tentunya mengancam setiap jiwa, sedangkan jiwa haruslah dilindungi, maka salah satu penanggulangan nya yaitu menggunakan masker agar tidak mudah tertular, menggunakan masker adalah maslahat demi menjaga jiwa, sebagaimana tujuan syariah adalah (لجلب المصالح والدفع المفاسد) mengambil kemaslahatan dan menghilangkan kemudharatan.
    Demi tercapainya suatu tujuan yaitu menjaga jiwa seseorang, karena jiwa haruslah dilindungi agar senantiasa sehat, karena jiwa adalah perangkat untuk beribadah kepada Allah, berarti menjaga jiwa manusia adalah menjaga agama Allah.
    Dalam kaidah lain dijelaskan درء المفاسد مقدم على جلب المصالح Menghindarkan kemudharatan lebih diutamakan daripada mengambil kemaslahatan. Menggunakan masker merupakan perilaku pencegahan agar kita tdk menularkan atau tertular Covid 19. Agar jamaah di samping kanan kiri dan sekeliling kita lebih nyaman beribadah. Wallahu ‘A’lam.

  • Opini: Sinergisitas Hukum Pajak dan Zakat Dalam Mewujudkan Indonesia Maju

    Sinergisitas Hukum Pajak dan Zakat Dalam Mewujudkan Indonesia Maju
    Oleh: Fathul Mu’in, MHI
    Pengurus MUI Lampung
    Dosen UIN Raden Intan Lampung
    Mahasiswa Program Doktor UIN Raden Intan Lampung

    Kemiskinan masih menjadi masalah yang tak kunjung tuntas di berbagai negara, bahkan dari generasi ke generasi problem itu tak juga mampu diselesaikan. Sejumlah pihak menganggap bahwa kemiskinan merupakan bukti dari ketidakadilan dan ketimpangan ekonomi. Hukum pasar menyebabkan distribusi ekonomi tak merata.

    Namun, jika dilihat dari sudut pandang lain, keberadaan Si Miskin dan Si Kaya ibarat dua sisi mata uang yang (harusnya) saling melengkapi. Keduanya hadir dalam kondisi ekonomi yang bertolak jauh, tetapi ada semacam magnet yang saling menarik satu sama lain agar saling berinteraksi. Adalah Pajak dan Zakat yang antara lain menjadi instrumen perekat hubungan Si Kaya dan Si Miskin dalam konteks bernegara sekaligus beragama (Islam). Meskipun landasannya berbeda, tetapi masing-masing memiliki tujuan mulia yang hampir sama, yakni fokus pada pengentasan kemiskinan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.

    Zakat dan pajak memiliki peranan penting dalam pembangunan di Indonesia. Jika zakat mampu dioptimalkan dengan baik akan menjadikan umat sejahtera. Zakat menjadi salah satu kewajiban umat muslim yang harus ditunaika. Pengertian zakat menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.

    Berdasarkan Data Badan Amil Zakat Nasional, potensi zakat di Indonesia mencapai Rp.230 Triliun. Namun, dari potensi tersebut baru mampu terkumpul Rp8 triliun (3,5 persen). yang terkumpul. Sedangkan pajak juga menjadi sumber penerimaan terbesar negara Indonesia, namun terkadang baik zakat maupun pajak mengalami pasang surut penerimaan. Padahal, jika disadari baik zakat maupun pajak merupakan sumber pembiayaan pembangunan nasional.

    Problem Penarikan Zakat dan Pajak

    Potensi zakat dan pajak yang begitu besar itu masih mengalami sejumlah kendala. Seperti zakat misalnya, yang terjadi saat ini masih banyak umat Islam yang masih enggan membayar zakat. Padahal harta yang dimilikinya sudah mencapai nishab. Mengatasi permasalahan tersebut maka penting bagi para tokoh agama untuk memberikan pemahaman mengenai urgensi kewajiban dalam berzakat agar mampu mensyiarkan dan mengajak orang lain untuk segera menunaikan kewajibannya. Ketika umat Islam merasa bahwa dirinya memiliki sebuah kewajiban membayar zakat dan kewajiban itu disegerakan maka secara tidak langsung hal ini mampu untuk memperbaiki kesenjangan perekonomian yang tengah terjadi di lingkungan masyarakat. Dikatakan demikian karena ketika semua umat Islam menunaikan kewajibannya dalam membayar zakat hal ini sangat membatu kaum dhuafa dalam memenuhi kebutuhannya, artinya tidak akan ada saudara – saudara kita yang kelaparan sampai mengemis–ngemis dipinggiran jalan bahkan sampai melakukan tindak kejahatan hanya untuk mendapatkan sesuap nasi. Begitu juga dengan pajak, masih banyak masyarakat Indonesia yang enggan mengeluarkan kewajiban pajaknya. Tidak sedikit yang melakukan pengemplangan pajak.
    Padahal, pajak adalah salah satu sumber penerimaan negara, dan itu telah menjadi kesepakatan bersa ma. Bahkan pajak saat ini menjadi satu-satunya sumber penerimaan terbesar pembangunan bangsa, untuk kesejahteraan, bangsa. Seandainya negeri ini tidak ada pengemplang pajak, secara tidak langsung mau tidak mau kesejahteraan masyarakat miskin akan meningkat, atau jumlah penduduk miskin akan berkurang.

    Pasal 34 Ayat (1) UUD 45 secara tegas menyebutkan bahwa negara wajib melindungi fakir miskin dan orang telantar. Nah, untuk melindungifakir miskin dan anak telantar supaya mereka bisa hidup lebih baik, mereka harus sekolah serta mendapat makan atau pekerjaan yang baik. Secara sadar sebenarnya para pengemplang pajak sudah menggerogoti atau menggagalkan upaya negara untuk menyejahterakan rakyat. Bahkan secara ekstrem, pengemplang pajak punya andil dalam memiskinkan masyarakat. Penambahan jumlah penduduk miskin juga bisa dikatakan seakan diciptakan oleh pengemplang pajak. Kalau begitu, para pengemplang pajak harus disadarkan.

    Dalam konteks hidup bermasyarakat, pengemplang pajak se-benarnya tidak layak untuk tinggal bersama. Mereka bisa digolongkan penduduk gelap yang hanya ingin menikmati fasilitas umum negara, tetapi tidak mau turut berkontribusi dalam membayar pajak. Pengemplang pajak harus menyadari bahwa penghasilan yang diperolehnya bisa terwujud karena adanya fasilitas umum yang disediakan negara. Jika tidak demikian, setiap orang tidak akan mampu menyediakan fasilitas umum untuk kebutuhan atau keperluannya sendiri-sendiri Kesadaran dan kepatuhan sudah saatnya menjadi budaya dan karakteri setiap orang (wajib pajak). Bila itu terjadi, keyakinan terhapusnya kemiskinan di negeri ini pasti terjadi. Instrumen pajak menjadi hal sangat penting untuk disadari. Pengemplang pajak yang terus-menerus melakukan pembayaran pajak tidak benar, harus ditindak bila benar terbukti bersalah.Tindakan hukum berupa pemeriksaan, penyidikan, dan penyanderaan merupakan instrumen lain dari hukum pajak yang bisa digunakan untuk menindak pengemplang pajak.

    Integrasi Zakat dan Pajak

    Lahirnya gagasan integrasi pajak dan zakat tidak terlepas dari kondisi penduduk Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam. Gagasann ini dapat dikatakan menjadi salah satu perwujudan transformasi hukum Islam sebagaimana dicita-citakan kan oleh Abdurrahman Wahid, dimana hukum Islam harus mampu mengembangkan watak dinamis dengan menjadikan penunjang dalam transformasi hukum nasional di dalam pembangunan nasional.

    Hukum Islam yang telah lama hidup dan berkembang dalam tatanan hukum nasional sebagaimana diketahui bahwa mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam. Pada prinsipnya jika dikaji lebih mendalam terdapat persamaan dan perbedaan dari pajak dan zakat. Persamaan keduanya yakni kekuatan memaksa yang dimiliki serta melekat pada harta, pajak dan zakat juga memiliki kesamaan tujuan yakni dalam penyelesaian masalah ekonomi yang telah diatur agar dapat dikelola menurut cara yang dianggap tepat untuk mencapai tujuan, yaitu dengan menyetorkan pembayarannya ke lembaga resmi yang sudah disahkan pemerintah. Semuanya dikembalikan kepada batas minimum untuk dapat dikenakan kewajiban wajib bayar pajak dan zakat. Menunaikan kewajiban berzakat dan membayar pajak memberikan dampak positif bagi kemajuan Indonesia. Baik dari sisi perekonomian Imasyarakat, pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.

  • Lazisnu Lampung Terima Donasi Beras dan Sayur Anggota DPD RI, dr. Jihan

    Bandar Lampung: Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dr. Jihan beberapa waktu lalu, Jumat, (10/4/2020) mendonasikan 50 Paket beras dan sayur kepada Lembaga Amil Zakat, Infak dan Sedekah Nahdlatul Ulama (Lazisnu) Lampung.
    Ia mendonasikan beras dan sayur dengan beberapa alasan. “Pertama, saya mendonasikan dalam bentuk beras dan sayur, agar beras dan sayur yang telah didistribusikan bisa langsung dimasak oleh abang becak, ojek online (ojol), sopir angkot dan pemulung,” katanya.

    Kedua, lanjutnya, dengan membeli sayuran ke pedagang sayur juga sebagai bentuk apresiasi ke petani. Barang dagangan petani bisa langsung terjual karena jerih payahnya selama menanam dibeli oleh masyarakat.

    Ia juga menjelaskan, saat seperti ini, tentu banyak masyarakat yang terdampak akibat covid-19. “Karenanya, kita harus turun membantu mereka, agar tetap survive di tengah kondisi pandemik seperti ini. Agar dapur mereka tetap ngebul. Karenanya saya memilih Lazisnu Lampung yang selama ini sudah terbiasa mendistribusikan donasi dari para donatur,” ujar dr. Jihan.

    Hasan Erreza, Ketua Lazisnu Lampung menyatakan berterimakasih kepada dr. Jihan yang telah mempercayakan berdonasi kepada Lazisnu Lampung. “Hari ini juga akan kami distribusikan paket beras dan sayur ini kepada mereka yang terdampak secara ekonomi seperti abang becak, ojol, supir angkot dan pemulung,” ujar Hasan didampingi Wakil Ketua Lazisnu Abdul Qodir Zaelani, Sekretaris Tajuddin Nur, beberapa direksi Sugeng dan Baihaqi.

    Sementara itu, Wakil Ketua sekaligus Kordintor Aksi, Abdul Qodir Zaelani menyatakan Lazisnu Lampung beserta relawan yang terdiri dari beberapa anggota IPNU, IPPNU, KMNU dan PMII akan membagikan paket tersebut di beberapa titik. “Kita mulai susuri arah transmart, Way Halim, Pahoman, sampai ke pangkalan angkot arah Antasari Sukarame,” katanya. (AQZ)

  • Opini: Fleksibilitas Ajaran Islam Dibalik Musibah Corona

    Fleksibilitas Ajaran Islam Dibalik Musibah Corona
    Oleh: Dr. H. Yusuf Baihaqi, M.A.
    Pengurus MUI Lampung
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Ajaran Islam merupakan ajaran yang tidak kaku dan tidak pula hitam putih, dia bersifat fleksibel. Sebuah ajaran dalam Islam bisa tidak berlaku ketika dia berpotensi melahirkan sebuah kemudharatan, Karena pada prinsipnya, ajaran Islam dibangun dalam rangka menjaga keselamatan agama, jiwa, akal, kehormatan dan harta.

    Al Qur’an dalam banyak ayatnya mengingatkan kita dengan beragam redaksinya akan fleksibilitas ajaran Islam. Dalam surah Al Baqarah: 185, Allah swt menegaskan bahwasannya Dia menginginkan kemudahan bukan kesulitan atas hamba-Nya dalam menjalankan syariat-Nya. Dalam surah Al Hajj: 78, Allah swt mengingatkan bahwasannya dalam beragama, Dia tidak menginginkan kesempitan dan kesukaran. Dalam surah Al Baqarah: 286, Allah swt menyampaikan bahwasannya Dia tidaklah membebani hamba-Nya diluar batas kesanggupannya.

    Dan dalam surah Ath Thalaq: 7, Allah swt juga menyampaikan bahwasannya Dia tidaklah mungkin menyamaratakan kewajiban diantara hamba-hamba-Nya, sebagaimana Dia atas hak preogratif yang dimilikinya membedakan hamba-Nya dalam urusan rezeki, maka demikian pula Dia hanya mewajibkan hamba-Nya sesuai dengan rezeki yang diberikan kepadanya.

    Sebagaimana dalam surah Asy Syarh: 5-6, Allah swt sampai mengulang kalimat Ma`a Al `Usri Yusran sebanyak dua kali sebagai penegasan dari-Nya, bahkan membedakan antara redaksi Al `Usri (kesukaran) dalam bentuk Ma`rifah (definitif) dan redaksi Yusran (kemudahan) dalam bentuk Nakirah (indefinitif), hal ini mengisyaratkan kepada kita bahwasannya ada kemudahan dibalik kesukaran, bahkan kemudahan yang Allah swt berikan kepada hamba-Nya jauh lebih luas dan jauh lebih banyak dibandingkan dengan kesukaran yang dihadapinya.

    Ayat-ayat diatas menegaskan akan fleksibilitas ajaran Islam, dimana Islam tidak menginginkan sebuah kemudharatan dialami oleh manusia, disebabkan dia memaksakan diri melakukan satu amalan, dimana Islam sejatinya telah mentolerirnya untuk tidak melakukannya dan telah memberikan kemudahan kepadanya.

    Para Fuqaha bersepakat merujuk kepada firman Allah swt dalam surah Al Jumu`ah: 9, bahwasannya hukum shalat jum`at adalah Fardhu `Ain, bagi seorang muslim yang merdeka, berakal, baligh, bermukim dan berkemampuan. Pandangan para Fuqaha ini, dengan catatan apabila tidak ada halangan yang membolehkannya untuk tidak melaksanakan shalat jum`at (As Sayyid Sabiq, Fiqh As Sunnah).

    Wabah Corona yang melanda satu kawasan, apalagi merujuk kepada pendapat para ahli yang kredibel dan berkompeten, bahwasannya pelaksanaan shalat jum`at di kawasan tersebut harus ditiadakan karena berpotensi menjadi sumber penyebaran virus corona, dalam hemat kami jauh lebih kuat dan diterima oleh nalar untuk dijadikan alasan dari sekedar alasan hujan lebat, yang karenanya dulu pada masa rasulullah saw pelaksanaan ibadah shalat jum`at ditiadakan, dan sebagai gantinya para sahabat diperintahkan untuk melaksanakan shalat zhuhur sebagaimana biasa (H.R. Abu Dawud. No Hadits. 1061).

    Itulah satu contoh kongkrit dari fleksibilitas ajaran Islam, sebuah ajaran yang bersumber dari Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan bersyukurlah kita sebagai umat Islam, dimana ajarannya bersifat fleksibel dan penuh dengan nilai-nilai kemudahan.