Category: Opini

  • Opini: Keistimewaan Orang Yang Berilmu

    Keistimewaan Orang Yang Berilmu
    Oleh: Dr. H. A. Kumedi Ja’far, S.Ag., M.H.
    Dosen Fakultas Syarri’ah UIN Raden Intan
    Pengurus MUI Provinsi Lampung

    Setiap orang ingin hidup sukses, tidak ada seorang pun yang ingin gagal dalam kehidupannya. Dan semua itu hanya bisa wujudkan dengan ilmu. Artinya bahwa kesuksesan hanya dapat diraih dengan ilmu. Lantas apa keistimewaan ilmu bagi kehidupan manusia?

    Dalam hal ini Allah swt telah menjelaskan dalam al-Qur’an Surat al-Zumar Ayat 9, bahwa adakah sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu? Sesungguhnya hanya orang yang mempunyai pikiran (berilmu) lah yang dapat menerima pelajaran. Berdasarkan ayat ini jelas bahwa hanya orang yang berilmulah yang akan menuai kesuksesan. Ini artinya bahwa untuk menjadi orang yang sukses tentu harus memiliki ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum. Ingat hadis Rasulullah saw “ Barangsiapa yang menghendaki kesuksesan dunia, maka dapat diraih dengan ilmu, dan barangsiapa yang menghendaki kesuksesan akhirat, maka juga dapat diraih dengan ilmu, dan barangsiapa yang menghendaki keduanya, yakni dunia dan akhirat, maka juga dapat diraih dengan ilmu”. Dalam hadis yang lain Rasulullah saw menjelaskan bahwa sungguh sekiranya engkau melangkahkan kakinya di waktu pagi maupun petang untuk mempelajari satu ayat dari kitab Allah (menuntut ilmu), maka pahalanya lebih baik dari pada satu tahun. Bahkan dalam hadis yang lain Rasulullah menyatakan bahwa barangsiapa yang pergi untuk menuntut ilmu, maka ia termasuk golongan sabilillah (orang yang menegakkan agama Allah) hingga ia sampai pulang kembali.  Sementara dalam al-Qur’an Surat al-Mujadalah Ayat 11 Allah swt telah menjelaskan terkait dengan  keistimewaan orang yang berilmu, yakni bahwa Allah akan mengangkat/meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu dengan beberapa derajat.

    Berdasarkan ayat dan hadis ini jelas bahwa betapa pentingnya ilmu dalam kehidupan manusia, sebab dengan ilmu manusia dapat memperoleh segala kebaikan dan dengan ilmu manusia dapat memperoleh kedudukan derajat yang mulia. Dengan demikian jelas bahwa ilmu merupakan kunci kesuksesan dalam kehidupan manusia. Untuk itu jangan pernah berhenti menuntut ilmu (belajar). Tuntutlah ilmu walaupun ke negeri China, jangan pernah merasa puas dengan ilmu yang dimiliki, tetapi belajar dan belajarlah terus… Wallahu’alam Bishawab.

  • Opini: Ramadhan dan Keistimewaannya

     

    Ramadhan dan Keistimewaannya
    Oleh: Syeh Syarif Hudayatullah, MHI
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Bulan ramadhan adalah bulan mulia yang di muliakan oleh Allah swt., bulan yang penuh berkah, penuh kemuliaan dan segala amal ibadah dilipat gandakan, disetiap perbuatan, siangnya kita diwajibkan berpuasa, di malamnya disunahkan bershalat sunah, masyaallah. Ramadhan adalah bulan berkah, yang mana keberkahan itu terdapat dalam tiga fase di bulan ramadhan tersebut, pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah: “Dari Abu Hurairah ra., dimana Ia berkata bahwa Rasulullah saw., bersabda: “Awal bulan Ramadhan adalah Rahmah, pertengahannya Maghfirah dan akhirnya Itqun Minan Nar (dijauhkannya dari api neraka)”.
    1. Sepuluh hari pertama adalah rahmah
    Pada sepuluh hari pertama adalah banyaknya kesabaran dan keikhlasan, karena pada sepuluh hari pertama adalah dimana kita banyak berlatih berupa menahan lapar dan dahaga mulai dari terbitnya fajar samapi pada terbenamnya matahari, karena sepuluh hari pertama adalah permulaan puasa, sehingga terasa lebih berat, lebih terasa sulit, maka pada fase ini dibutuhkan kesabaran dan keihlasan, barang siapa yang mampu sabra dan ikhlas, maka Allah swt., akan memberikan rahmahnya. Allah swt., akan senantiasa membuka pintu rahmat selebar-lebarnya kepada hambanya yang sabra dan ikhlas.
    Diantara amalanamalan yang dapat kita lakukan adalah, sebagaiamana sabda Rasulullah saw., “Surga merindukan empat orang : pembaca Al-Qur’an, orang yang mengekang lisannya, orang yang gemar memberi makan orang yang lapar, dan orang yang berpuasa di bulan Ramadhan.”
    2. Sepuluh hari kedua adalah maghfirah
    Pada fase sepuluh hari kedua ini, adalah fase transisi dimana pada fase pertama biasanya masjid, mushala dipenuhi dengan jama’ah shalat tarawih, kemudian pada fase kedua ini biasanya mulai menurun, maka fase kedua ini disebut dengan fase maghfirah, maksudnya adalah barang siapa yang dapat melewati fase sepuluh hari kedua, maka Allah swt., senantiasa akan memberikan maghfirahnya kepadnya. Maka pada sepuluh hari pertama ini kita harus memperbanyak do’a, dzikir dan mohon ampunan atas dosa-dosa yang telah kita jalani.
    3. Sepuluh hari ketiga adalah itqu minannar
    Sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan adalah dikenal dengan adanya lailatul qadar, dimana pada malam lailatul qadar adalam sebaik-baiknya malam, barang siapa mendapatkannya, maka dia sepeti beribadah seribu bulan, adapun amalan yang harus diperbanyak adalah memperbanyak I’tikaf di masjid, berdzikir, memperbanyak membaca al-Qur’an, serta memperbanyak shadaqah.
    Demikianlah kemulian dan keberkahan yang terdapat di bulan Ramadhan, semoga pada bulan yang mulia ini kita dapat menyempurnakan keimanan dan ketaqwaan kita kepada sang Khaliq, sehingga tiga fase ini dapat tergapai, yaitu rahmah, maghfirah dan itqun minannar. Wallahua’lam.

  • Opini: Islam dan Keadilan

     

    Islam dan Keadilan
    Oleh: Dr. Agus Hermanto, MHI
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Islam adalah selamat, selamt di dunia dan selamat di akhirat, Muslim laki laki adalah orang yang beragama Islam, sedang perempuan yang beragama Islam disebut muslimah. Islam mengajarkan tentang persaudaraan, kedamaian, keadilan, ketentraman dan seorang muslim adalah saudara terhadap muslim lainnya.
    Sebagaimana sabda rasulullah saw,
    المسلم أخو المسلم لا يظلمه ولا يخذله ولا يحقره. التقوى ها هنا (رواه مسلم)
    Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, janganlah saling mendhalimi, mengecewakan dan mencela, Taqwa adalah sesuatu yang diinginkan disini (HR. Muslim)
    Janganlah kita suka mendhalimi saudara kita, mencemooh saudara kita, menyakiti saudara kita mendendam saudara kita, karena semua itu akan menyakiti saudara kita, saudara ibarat tubuh yang jika salah satu dari organnya tersakiti, maka akan tersasa sakit sebagian yang lainnya, maka setidaknya kita saling menasehati, berbicara yang sopan santun, menjaga tali persaudaraan.
    Rasulullah saw bersabda,
    بحسب امرئ من الشرّ ان يحقر أخاه المسلم، كلّ المسلم على المسلم حرام دمه وماله وعرضه
    Cukuplah bagi seseorang dari keburukan, mencela saudaranya, setiap muslim terhadap muslim lainnya diharamkan tertumpah darah, dan bersengketa harta dan menjatuhkan kehormatan.
    Keburukan yang kita lakukan adalah sikap yang tidak baik, lebih lebih sampai menghina, membunuh, bersengketa harta, merampas, mencuri, mengambil hak orang lain atau bahkan menjatuhkan martabatnya, sebagai seorang muslim terhadap muslim lainnya adalah menjaga aibnya, saling menasehati dalam kebaikan dan keburukan.
    Sesungguhnya dari kesempurnaan iman seseorang adalah baik akhlaknya, dan lemah lembut terhadap sesamanya begitu juga keluarganya،.
    Sabda rasulullah saw,
    انّ من أكمل المؤمنين إيمانا احسنهم خلقا والطفهم بأهله.
    Diantara kebaikan yang dapat kita lakukan adalah menjaga tali persaudaraan, tali kekerabatan dan tali silaturrahmi,
    karena orang yang memutus tali silaturahmi tidak akan masuk surga,
    لا يدخل الجنة القاطع
    Menyakiti saudara berarti mendatangkan kemudharatan, sedangkan sesuatu yang akan menimbulkan kemudharatan di larang dalam agama,
    لا ضرر ولا ضرار
    Janganlah mendatangkan bahaya dan yang akan menimbulkan bahaya.
    Sesuatu yang mengancam pada saudara kita berarti telah mengancam pada diri kita, dan sesuatu yang menimbulkan keburukan bagi saudara kita berarti juga menimbulkan keburukan bagi kita
    Islam telah mengajari kita untuk bersikap ramah kepada sesama muslim, ketika berjumpa, siapa yang harus menyapa, yang muda ataukah yang tua, yang sedikit ataukah yang banyak, yang duduk ataukah yang berdiri, hal ini diajari oleh baginda Rasulullah saw,
    الصغير على الكبير
    Yang kecil kepada yang besar,
    القليل على الكثير
    Yang sedikit kepada yang besar dan seterusnya.
    Sesungguhnya orang yang tidak mau menyayangi orang lain Allah pun tidak akan menyayanginya,
    من لا يرحم لا يرحم
    Wallahualam.

  • Opini: Kunci kesuksesan Anak

    Kunci kesuksesan Anak
    Oleh Dr. H. A. Kumedi Ja’far, S.Ag., M.H.
    Dosen Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan Lampung
    Pengurus MUI Provinsi Lampung

    Setiap orang tua, baik orang tua kandung, orang tua didik,  maupun orang tua asuh pasti menginginkan anak-anaknya menjadi anak-anak yang sukses. Dengan kata lain,  tidak ada orang tua yang menghendaki anak keturunanannya menjadi anak-anak yang gagal, apalagi tidak lama lagi akan memasuki tahun ajaran baru, tentuanya setiap orang tua sangat selektif dalam menentukan pilihan pendidikan bagi anak-anaknya.. Lantas bagaimana cara mengantarkan anak-anak menjadi sukses? Apa yang dapat dilakukan?

    Mengenai  hal ini Allah swt telah menjelaskan dalam al-Qur’an Surat. al-Nisa’ Ayat 9, yang artinya “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang apabila dibelakang mereka meninggalkan anak keturunan yang lemah, di mana mereka khawatir akan kesejahteraannya, maka bertakwalah kepada Allah dan hendaklah mengucapkan dengan ucapan yang benar”.

    Berdasarkan ayat ini jelas bahwa setiap orang tua hendaklah selalu takut/khawatir manakala anak keturunannya nanti menjadi anak-anak yang lemah, baik lemah dalam bidang ilmu pengetahuan, lemah dalam bidang ekonomi, lemah dalam bidang fisik, lemah dalam bidang iman, lemah dalam bidang moral, maupun lemah dalam bidang-bidang lainnya. Ini artinya bahwa Islam tidak menghendaki umatnya menjadi umat-umat yang bodoh, umat yang miskin, umat yang sakit-sakitan, umat yang tidak bermoral, dan umat yang tidak beriman. Namun  Islam menghendaki umatnya menjadi umat-umat yang berilmu pengetahuan (cerdas), umat yang kaya, umat yang sehat, umat yang bermoral, dan umat yang beriman. Sehingga dengan kecerdasan, kekayaan, kesehatan, ketakwaan dan keimanan, kejayaan dapat diraih, kebahagiaan dapat diperoleh, kesejahteraan dapat dirasakan, dan kemuliaan dapat diwujudkan.

    Mengacu pada ayat tersebut di atas, berarti orang tua merupakan salah satu faktor (agen) yang sangat utama dalam menentukan kesuksesan anak, artinya sukses tidaknya anak ada di tangan orang tua, hal ini sebagaimana hadis Rasulullah saw yang artinya “ Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan suci, selanjutnya tergantung kepada orang tuanya, mau dijadikan sebagai orang Yahudi, mau dijadikan sebagai orang Nasrani, mau dijadikan sebagai orang  Majusi, semua terserah orang tuanya”. Ini artinya bahwa orang tua memiliki kedudukan yang sangat utama dalam menentukan kesuksesan anak. Anak mau dijadikan menjadi anak yang sholeh, cerdas, dan sukses atau sebaliknya menjadi anak yang toleh, bodoh dan gagal semuanya tergantung kepada orang tuanya.

    Oleh sebab itu sudah seharusnya orang tua memberikan pendidikan atau pengetahuan yang tinggi, tauladan yang baik, pengawasan yang maksimal, dan perhatian yang cukup kepada anak-anak penerus bangsa. Sehingga setiap orang tua harus bekerja keras untuk menjadikan anak-anaknya menjadi anak-anak yang sukses dan berguna. Ingat, anak merupakan aset bagi orang tua dan negara, penerus perjuangan orang tua, dan penyelamat kejayaan suatu bangsa. Dengan demikian jelas bahwa  suksesnya anak berarti suksesnya orang tua dan gagalnya anak berarti gagalnya orang tua. Untuk itu selamatkan kehidupan mereka, gelorakan perjuangan mereka, dan wujudkan cita-cita mereka.. Wallahu’alam Bishawab.

  • Opini: Kelembutan Nabi Adalah Uswah

    Kelembutan Nabi Adalah Uswah
    Dr. Agus Hermanto, MHI
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Ketika Nabi Muhammad saw., kedatangan tamu dari segerombolan Yahudi, dan mereka mengatakan (السام يا محمد) kalimat ini sekilas terkesan seperti assalamualaikum ya Muhammad, tapi sesungguhnya bukan, melainkan artinya adalah racun bagimu ya Muhammad bukan leselamatan bagimu ya Muhammad.

    Maka Aisyah marah dan menjawab dengan suara nyaring, (وعليكم السام واللعنة) dan bagimu racun dan laknat, maka mendengar itu kemudian Rasulullah mengatakan pada Aisyah,

    (مهلا يا عائشة إن الله يحبّ الرفق فى الأمر كله)

    Nabi mencoba untuk menenangkan Aisyah ra., santai ya Aisyah, sesungguhnya Allah mencintai sopan santun (perdamaian) pada setiap perkara. Kemudian Aisyah mengatakan kepada Nabi, apakah engkau tidak mendengar atas ucapan yang dilontarkan mereka? Dengan penuh kebencian, kemudian Nabi mengatakan,

    (قد قلت وعليكم)

    Merupakan jawaban yang dilontarkan oleh para Yahudi, yang artinya dan untukmu juga racun. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al Bulhari.

    Dari kejadian ini sesungguhnya ada hal yang unik yang dapat kita jadikan pelajaran bagi kita dalam beragama, dalam bermuamalah kepada sesama manusia, bahkan orang yang berlainan agama yang dalam hal ini adalah Yahudi.

    Muamalat yang diajarkan oleh Rasulullah saw adalah dengan cara kedamaian dan bukan kebencian, prinsip ini adalah prinsip wasathiyah, berfikir moderat, karena pergaulan tiada batas, dan tugas kita sesungguhnya adalah sebagai khalifah yang memakmurkan bumi, maka menebarkan kebaikan, kedamaian, ketentraman, senyuman, sapa, silaturahmi merupakan hal positif yang layak untuk kita tanamkan. Karena kebencian akan berakibat pada kebencian, kekerasan akan terbalas pada kekerasan.

    Yang terpenting adalah kearifan dalam menyikapi setiap perkara lebih diutamakan dan lebih bermanfaat dan barokah. Wallahuala

  • Opini: 10 Hari Akhir Ramadhan Sebagai Sarana Evaluasi dan Motivasi Diri

    10 Hari Akhir Ramadhan Sebagai Sarana Evaluasi dan Motivasi Diri
    Oleh: Dr. H. A. Kumedi Ja’far, S.Ag., M.H.
    Dosen Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan
    Pengurus MUI Provinsi Lampung

    Kita telah memasuki  10 (Sepuluh) hari terakhir dari bulan suci Ramadhan, tentunya kita tidak ingin seluruh rangkaian ibadah Ramadhan yang telah kita lakukan akan sia-sia tidak bermakna, alias menjadi rusak. Pertanyaannya, apakah kita  sudah menjalankan serangkaian ibadah Ramadahan dengan benar? Dan sudah maksimalkah kita menjalankan ibadah Ramadhan?  Untuk menjawab hal itu, tentunya kita masing-masing yang bisa menjawabnya.

    Rasulullah saw telah mengingatkan kepada kita melalui sabda-Nya, bahwa ada 6 (Enam) hal yang dapat merusak bahkan menghancurkan amal kebaikan, termasuk ibadah Ramadhan kita: Pertama, sibuk membuka aib/mencari kesalahan orang lain. Ini artinya bahwa perbuatan suka membuka aib dan mencari-cari kesalahan orang lain dapat menyebabkan rusaknya amal ibadah seseorang, oleh karenanya harus dihindari, sebab hal itu bukan saja dapat merusak dan menghancurkan ibadah, tetapi juga dapat mengancam ukhuwah Islamiyah di antara kita. Kedua, hati yang keras. Ini artinya bahwa sikap keras hati seperti tidak mau menerima masukan orang lain dan marah ketika ditegur harus dihindari dari kehidupan kita, sebab hal itu bukan saja dapat merusak ibadah, tetapi juga dapat menghambat kemajuan seseorang. Ketiga, terlalu cinta dunia. Ini artinya bahwa dunia adalah segalanya, sehingga ukuran dalam hidupnya hanyalah dunia/materi, maka hal ini harus dihindari, sebab kalau tidak bisa jadi kita yang akan diperbudak oleh dunia. Sehingga akhirat akan terabaikan, bahkan akan terlupakan. Ingat, Allah swt berfirman bahwa kehidupan dunia hanyalah permainan belaka, maka wasapadalah, jangan sampai kita terperdaya oleh dunia. Keempat, sedikit malu. Ini artinya bahwa rasa malunya sedikit, sehingga apabila berbuat salah dan berbuat dosa itu hal yang sudah biasa, seolah-olah tidak merasa bersalah dan berdosa. Sementara malu itu sebagian dari iman, maka apabila seseorang itu tidak punya rasa malu, berarti seseorang itu tidak punya iman. Kelima, panjang angan-angan. Ini artinya bahwa orang yang suka berkhayal/banyak angan-angan, bukan saja dapat merusak ibadah, tetapi juga dapat merusak pikran dan hati, sebab hal itu merupakan perbuatan syetan. Ingat, lebih baik berkarya nyata dari pada berangan-angan. Keenam, berbuat dhalim tiada henti. Ini artinya bahwa orang yang suka berbuat dhalim seperti menghina, memaki, meremehkan dan menyakiti yang lain bukan saja dapat merusak ibadah, tetapi juga dapat membahayakan persaudaraan, bahkan mengancam persatuan dan kesatuan.

    Demikian juga setiap memasuki  10 (Sepuluh) hari terakhir dari bulan suci Ramadhan  Rasulullah saw senantiasa menganjurkan kepada kita agar  selalu mengencangkan tali pinggangnya, artinya agar kita selalu meningkatkan ibadah Ramadhan, yakni dengan cara memperbanyak tilawah, qiyamul lail, sholat sunnah, zikir, infak, do’a, i’tikaf dan lain sebagainya. Oleh karena itu Rasulullah saw selalu mengingatkan kepada kita agar 10 (Sepuluh) hari terakhir dari bulan suci Ramadhan dijadikan sebagai sarana evaluasi dan motivasi diri. Sehingga serangkaian kualitas ibadah Ramadhan yang akan kita jalankan di 10 (Sepuluh) hari terakhir ini akan lebih baik dari hari-hari (20 hari) sebelumnya. Wallahua’lam Bishawab.

  • Opini: Sisi Spiritualitas Lailatul Qadr

     

    Sisi Spiritualitas Lailatul Qadr
    Oleh: Ahmad Muttaqin
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Lailatul Qadr adalah salah satu malam penting yang terjadi pada bulan Ramadhan, yang dalam al-Qur’an digambarkan sebagai malam yang lebih baik dari nseribu bulan. Deskripsi tentang keistimewaan mala mini dapat dijumpai pada Surat al-Qadr, surat ke 97 dalam al-Qur’an.

    “Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.

    Lailatul Qadr, secara bahasa, terdiri dari dua kata, Lail atau malam, dan qadr,berarti penetapan atau kemuliaan.  H.M Quraish Shihab, seorang Mufassir Indonesia, dalam bukunya Membumikan al-Qur’an, menjelaskan tiga makna yang terkait lailatul Qadr. a. Penetapan, adr dalam arti penetapan atau  pengaturan adalah penetapan Allah terhadap perjalanan hidup manusia. Pada malam tersebut Allah mengatur dan menetapkan strategi bagi Nabi Muhammad agar memberi petunjuk agama yang benar kepada manusia. Rujukannya adalah surat Ad-Dukhan; 3, “Sesungguhnya Kami menurunkan (al-Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang member peringatan”. b. Kemuliaan, maksudnya, lailatul qadr merupakan malam mulia yang tidak memiliki bandingan. Disebut tidak berbanding, karena malam itu dipilih sebagai waktunya turun al-Qur’an. Kata qadar yang berarti mulia, dapat ditemukan dalam surat al-an’am ; 91, “ mereka tidak memuliakan Allah dengan kemuliaan yang semestinya, ketika mereka berkata, “Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia”. c. Sempit, lailatul qadr diartikan sebagai malam yang sempit, lantaran banyaknya malaikat yang diturunkan kebumi untuk mengatur segala urusan. Ini merujuk pada surat al-qadr; 4, “ pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat jibril dengan izin Tuhan-Nya untuk mengatur segala urusan.

    Ketika disebut lailatul qadr yang sering muncul dibenak kalangan kaum muslim secara umum adalah, suatu malam dibulan ramadhan yang penuh keajaiban, banyaknya keanehan yang terjadi pada malam tersebut. Seperti, malam yang sunyi, tenang, pepohonan yang tunduk ataupun munculnya cahaya yang terang benderang, dan kisah keajaiban lainnya. Kisah-kisah orang-orang yang mendapatkan pengalaman subyektif keajaiban seperti ini kerap juga kita dengar melalui penuturan dari lisan ke lisan. Tanpa bermaksud menafikkan ataupun menolak kisah-kisah keajaiban tersebut, lailatul qadr, sejatinya juga mengandung dimensi spiritualitas, dimensi rohani seorang muslim sehingga ia bertolak menuju perubahan yang lebih baik.

    Dalam al-Qur’an tidak ditemukan keterangan pasti kapan turunnya Lailatul qadr, Nabi Muhammad sendiri menganjurkan umat Islam untuk mencari malam kemuliaan ini pada 10 hari terakhir, baik dalam redaksi ‘ Sembilan atau sepuluh hari terakhir ramadhan” (HR. Muslim) atau “ tanggal-tanggal ganjil dari sepuluh hari teraklhir Ramadhan” (HR. Bukhari). Isyarat rasulullah pada hari-hari terakhir ramadhan ini menunjukkan bahwa lailatul qadr merupakan puncak pencapaian ruhani dari berbagai latihan ruhani yang dilakukan oleh seorang muslim selama melaksanakan ibadah puasa. Dengan demikian turunnya Lailatul qadr pada seseorang tidaklah bersifat ‘Ujug-ujug’ atau dadakan, melainkan melalui serangkaian ibadah-ibadah yang yang telah dilakukan seorang muslim sejak awal puasa dan terus menerus hingga pada puncaknya ia memperoleh keberkahan Lailatul Qadr. Jika diibaratkan, Ramadhan sebagai kawah candridimuka dalam latihan ruhani seorang muslim, maka Lailatulqadr merupakan pencapaian puncak seorang muslim.setelah rangkaian latihan-latihan tersebut dilakukannya secara sungguh-sungguh dan keimanan,” Barangsiapa beribadah pada malam lailatulqadr dengan penuh keimanan  dan ketulusan, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu’” demikian sabda nabi, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

    Tanda-tanda bahwa pada malam tersebut langit sangat bersih, hawanya tidak dingin dan tidak panas, yang diisyaratkan oleh Hadits Nabi, menunjukkan kondisi jiwa yang telah tersucikan, bersih dari kotoran-kotoran jiwa, dan kedamaian spiritual yang dicapainya, tunduknya pepohonan atau makhluk-makhluk dimuka bumi, mengisyaratkan telah ditundukkannya nafsu-nafsu duniawi dan ego pribadi yang selama ini melekat pada dirinya. Pendek kata secara ruhani, Lailailatul Qadr, merupakan suatu pencerahan, yang membawa kedamaian dan kelembutan pada jiwa.

    Lailatul Qadr, suatu malam dimana segala kebaikan diturunkan, malaikat turun membawa rahmat dan keberkahan. Allah membuka pintu ampunan, syaitan dibelenggu dan ditutupnya pintu neraka. Saat itu orang-orang yang beriman yang memperolehnya menjadi tenang dan damai. Merasakan manisnya dan indahnya mendekatkan diri kepada Sang Maha pencipta. Suatu perubahan menuju kearah yang lebih baik, penetapan Qadr baru, yang tentu saja perubahan ini ditunjukkannya juga pada hari-hari setelah ramadhan. Wallahul Muwafieq ila aqwamith thariq. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

  • Opini: Nabi dan Kedamaian

    Nabi dan Kedamaian
    Dr. Agus Hermanto, MHI
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

     

    Nabi Besar Muhammad saw., diutus oleh Allah untuk sekalian alam, sebagaimana firman Allah dalam surat al Anbiya ayat 107, mengatakan,
    وماارسلناك إلا رحمة للعالمين
    “Tidaklah aku urus engkau (Muhammad) kecuali untuk sekalian alam.”
    Tugas Nabi diantaranya adalah mengajarkan kedamain, dan kemanfaatan, kemaslahatan kepada umat, dari hadis Rasulullah saw., memberikan inspirasi bagi kita,
    إنما بعثت لاتمم مكارم الأخلاق
    “Sesungguhnya aku di utus untuk menyempurnakan akhlak.
    Dalam hadis lain juga nabi bersabda, ”
    ياايهالذين آمنوا إنما أنا رحمة مهاة
    “Wahai orang orang yang beriman, sesungguhnya aku diutus sebagai hadiah (berupa rahmat). (HR. Hakim)
    Dengan cara apa baginda Rasulullah saw mengajarkan kedamaian? Dari hal yang sederhana, dalam hadis beliau mengajari kita untuk memudahkan setiap urusan, sebagaiamana hadis Rasulullah saw,
    يسروا ولا تعسروا وبشروا ولا تنفروا (رواه البخاري)
    “Mudahkanlah dan jangan dipersulit, tebarkanlah kegembiraan dan jangan tenar kebencian.”
    Hal hal sederhana yang dapat kita lakukan adalah mencontoh kepribadian rasul, agar kita juga dapat menjadi pendamai dunia, hal sederhana yang dapat kita lakukan adalah sapa, silaturahmi, dengan ucapan, dan tindakan.
    Hal sederhana dari ucapan adalah, menebar salam,
    أفشوا السلام بينكم
    “Sedangkan dari tindakan adalah dengan cara berbagi rizki,”
    تطعم الطعام
    Sederhana dan mudah kita lakukan, memudahkan dan tidak menyulitkan, bahkan baginda Rasulullah saw., mengajari kita, ketika ditanya oleh sahabat, ايّ الإسلام خير
    Apakah diantara kebaikan dalam Islam? Kemudian Nabi Muhammad saw., menjawab,
    تطعم الطعام وتقرأ السلام على من عرفت ومن لم تعرف (رواه البخارى)
    Bahkan Nabi mengajari kepada kita dan memberikan teguran dan peringatan,
    لا تدخل الجنة حتى تؤمنوا ولا تؤمنوا حتى تحابّوا (رواه مسلم)
    Rasulullah bersabda, tidak akan pernah masuk surga orang orang yang tidak beriman, dan tidak akan dikatakan orang beriman kecuali saling mencintai.
    Karena sesungguhnya seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, bahkan orang yang tidak memiliki rasa cinta kepada sesama tidak akan dianggap sebagai orang yang baik dan tidak dianggap sebagai umatnya Nabi Muhammad saw,
    Dalam hadisnya,
    ليس منّا من لم يوقّر كبيرنا ويرحم صغيرنا (رواه أحمد)
    Bukanlah dari umatku orang yang tidak menghormati kepada yang lebih tua dan menyayangi kepada yang lebih muda.
    Untuk itu, mari kita tanamkan sifat tawadhu, rendah hati, dan bukan rendah diri, apalagi merendahkan diri kita pada orang lain, sebagaimana diajarkan Hasan al Bisyri,
    قال الحسن رحمه الله، هل ترون والتواضع؟ أن تخرج من منزلك فلا تلتقي مسلما الاّ رأيت عليه فضل
    Apakah anda tahu apa itu tawadhu? Tawadhu adalah ketika anda keluar dari kediaman anda kemudian berjumpa dengan seorang muslim, maka tidak ada hal yang anda fikirkan, yang terdetik pada benak anda, kecuali anda melihatnya memiliki fadhilah.
    Mari kita teruskan ajaran Nabi Muhammad yang penuh rahmat dan kedamaian. Wallahualam

  • Opini: Ikhtiar “Memperbaiki” Jalan dan Kualitas Hidup Pada Lailatul Qadar

    Ikhtiar “Memperbaiki” Jalan dan Kualitas Hidup Pada Lailatul Qadar
    Oleh : Rudy Irawan, S.Pd.I, M.S.I.
    Pengurus MUI Lampung
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Kehadiran malam lailatul qadar yang menurut para Ulama pasti akan datang, sangat ditunggu-tunggu oleh para hamba-hamba yang “berburu” kemuliaan di malam itu. Kata lail artinya sebagian malam, dan al-qadar artinya penentuan baik. Lailatul Qadar atau Lail al-Qadar (bahasa Arab: لَيْلَةِ الْقَدْرِ, malam ketetapan) adalah satu malam penting yang terjadi pada bulan Ramadan, yang dalam Al Qur’an digambarkan sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. Dan juga diperingati sebagai malam diturunkannya Al Qur’an. Jika demikian maka malam lailatul qadar itu, bisa saja diawali pada tengah malam, atau bisa juga sejak dari awal terbenamnya matahari.

    Pada malam yang penuh berkah itu, dipastikan semua urusan manusia atau hamba-hamba yang “berjuang” dan “berburu” keberkahan malam lailatul qadar untuk merubah dan memperbaiki “taqdir” jalan dan kualitas hidup yang lebih baik lagi. Pada malam lailatul qadar, di antara kemuliaan malam tersebut adalah Allah mensifatinya dengan malam yang penuh keberkahan.

    Allah Ta’ala berfirman dalam QS Ad Dukhan:3-4

    Artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. Dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah”.

    “Malam yang diberkahi” atau malam lailatul qadar sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :

    Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar”.

    Soal kapan Lailatul Qadar itu terjadi, ada beberapa riwayat yang perlu dicermati. Di antaranya, pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi saw :

    تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

    “Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan” (HR. Bukhari)

    Turunnya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi saw :

    تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

    “Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)

    Turunnya lailatul qadar di tujuh malam terakhir bulan Ramadhan itu ditekankan lagi dalam hadits dari Ibnu Umar bahwa Nabi saw bersabda:

    الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ – يَعْنِى لَيْلَةَ الْقَدْرِ – فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِى

    “Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir, namun jika ia lemah atau letih, maka janganlah ia dikalahkan pada tujuh malam yang tersisa” (HR. Muslim).

    Tampaknya tidak ada yang pasti, atau memang ini menjadi rahasia Yang Maha Kuasa. Ada yang memilih pendapat bahwa lailatul qadar adalah malam kedua puluh tujuh sebagaimana ditegaskan oleh Ubay bin Ka’ab ra. Ada yang mengatakan, karena diambil dari jumlah huruf ليلة القدر sebanyak 9 huruf, dan disebut tiga kali dalam QS. Al-Qadar. Jadinya, 9×3 = 27 kali. Berarti malam lailatul qadar jatuh pada tanggal 27 Ramadhan.

    Pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat tersebut adalah pendapat Ibnu Hajar dalam Fathul Bari bahwa lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima tergantung kehendak Allah Ta’ala. Rasulullah saw bersabda:

    الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِى خَامِسَةٍ تَبْقَى

    “Carilah ia (lailatul qadar) di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada malam ke sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa”  (HR. Bukhari).

    Tampaknya Allah menyembunyikan tentang kapan terjadinya malam lailatul qadar secara pasti. Sebab jika diinformasikan secara pasti, seseorang tidak lagi semangat beribadah di hari lain.  Karena orang yang benar-benar ingin mendapatkan sesuatu tentu akan bersungguh-sungguh dalam mencari dan berburu malam kemuliaan tersebut. Berburu dan mencari malam lailatul qadar adalah  bentuk kesyukuran hamba terhadap  rahmat Allah dengan memperbanyak amalan di hari-hari tersebut. Semoga Allah memudahkan kita memperoleh malam yang penuh keberkahan ini. Akan halnya tentang indikasi lahiriyah tentang malam lailatul qadar, menurut sabda Rasulullah saw:

    pertama, udara dan angin terasa tenang. Riwayat dari Ibnu Abbas, Rasulullah saw. bersabda,

    لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء

    “Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar lemah dan nampak kemerah-merahan” (HR. Ath-Thayalisi).  Haitami mengatakan periwayatnya tsiqah atau terpercaya).

    Kedua, Malaikat turun membawa ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan dan merasakan kelezatan dalam beribadah, yang tidak didapatkan pada hari-hari lain.

    Ketiga, manusia tertentu dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.

    Keempat, matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih dan sejuk. Riwayat Ubay bin Ka’ab bahwa Rasulullah saw bersabda : ”Shubuh dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana hingga matahari itu naik” (HR. Muslim).

    Akhirnya, di sisa sepuluh hari-hari terakhir ini, mari kita ikhtiarkan untuk bisa berburu dan mencari malam lailatul qadar, semoga Allah Yang Maha Mengatur alam ini, mengijinkan dan menghendaki kita sebagai hamba-hamba yang mendapatkan kemuliaan makam lailatul qadar. Semoga Allah merubah hidup kita menjadi lebih baik dan lebih berkualitas. Hanya kepada Allah lah kita menuju dan menggapai keridhaan-Nya. Wallahua’lam.

  • Opini: Hukum Jima’ di Bulan Ramadhan

    Hukum Jima’ di Bulan Ramadhan
    Oleh: Syeh Sarip Hadaiyatullah, MHI
    Dosen UIN Raden Intan Lampung
    Pengurus Ganas Annar MUI Lampung

     

    Pada awal Islam, jima’ di malam bulan Ramadhan hanya di bolehkan bagi orang yang belum tidur baik di awal malam atau sebelum fajar. Namun kemudian Islam memberikan kebolehan untuk melakukan jima’ di malam bulan Ramadhan dengan tidak ada ketentuan sebelum atau setelah tidur. Sebagaimana firman Allah swt., “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagi kamu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasannya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu” (QS. al-Baqarah: 187).

    Hal ini sebagaiman diterangkan dalam hadits Bukhari: “Ketika diturunkan (kewajiban) puasa Ramadhan. Dahulu mereka tidak mendekati istri-istri sebulan penuh. Sementara para suami tidak dapat menahan nafsu, maka Allah turunkan ayat: “Allah mengetahui bahwasannyakamu tidak dapat menahan nafsumu, maka kemudian Allah mengampunimu dengan memberikan maaf kepadamu”.

    Adapun berkaiatan dengan jima’ di siang hari pada bulan Ramadhan para ulama’ sepakat mengharamkannya, karena hal ini dapat merusak puasanya. Para ulama juga tidak ada perbedaan berkaitan dengan jima’ dengan memasukkan kemaluan kepada kemaluan istri dengan cara mengeluarkan mani di luar kemaluan istri ataukah tanpa dimasukkan kepada kemaluan istri, jika itu dilakukan dengan sengaja tetap akan dapat membatalkan puasa. Hal tersebut berdasarkan hadits Rasulullah saw., yang berbunyi: “Seorang datang kepada Rasulullah saw., dan berkata: “Wahai rasulullah, celakalah saya!” Beliau bertanya, ada apa dengan anda? “Dia menjawab, “Saya telah berhubungan intim dengan istri sementara saya dalam kondisi berpuasa (Di bulan Ramadan),” Maka Rasulullah sallallahu alaihi wa sallalm bertanya, “Apakah anda dapatkan budak (untuk dimerdekakan)?” Dia menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya, “Apakah anda mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Dia menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya, “Apakah anda dapatkan makanan unttuk memberi makan kepada enampuluh orang miskin?” Dia menjawab, “Tidak.” Kemudian ada orang Anshar datang dengan membawa tempat besar di dalamnya ada kurmanya. Beliau bersabda, “Pergilah dan bershadaqahlah dengannya.” Orang tadi berkata, “Apakah ada yang lebih miskin dari diriku wahai Rasulullah? Demi Allah yang mengutus anda dengan kebenaran, tidak ada yang lebih membutuhkan diantara dua desa dibandingkan dengan keluargaku.” Kemudian beliau mengatakan, “Pergilah dan beri makanan keluarga anda.”

    Hadits inilah yang menjadi landasan diharamkannya jima’ di siang hari bulan Ramadhan. Semoga kita selalu terjaga secara dhahir dan batin kita selama menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Karena jika hal ini terjadi, maka akan menjadi fatal ibadah puasa kita, dan hukuman yang berat akan menimpa pada diri kita. Wallahu A’lam.