Category: Opini

  • Opini: Hakikat Rumah Tangga

    Hakikat Rumah Tangga
    Oleh: Dr. Agus Hermanto, MHI
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

     

    Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita dengan tujuan membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Pernikahan adalah wadah yang legal, dikatakan sebagai wadah yang legal adalah upacara sacral, dimana menghalalkan dua si joli yaitu laki-laki dan perempuan yang terbukti secara nyata bukan satu nasab, dan jika dilakukan sebuah hubungan biologis disebuh perzinaan dan bukan pernikahan.

    Membangun rumah tangga sejatinya seperti halnya membangun sebuah bangunan atau rumah yang kokoh dan teguh dalam ikatan yang kokoh (mitsaqan ghalidhan), mulai dari memilih pasangan yang ideal menurut syara’ agar tidak ada penyesalan di kemudia hari, jika sudah benar-benar cocok, maka melakukan khitbah sebagai tanda keseriusan, kemudian memastikan bahwa usia telah sampai pada batas ninimal dibolehkannya menikah sebagai tanda kedewasaan dan kematangan serta kemantapan dalam berfikir, setelah itu mempersiapkan mahar yang akan diberikan kepada calon pasangannya, lantas kemudian menyiapkan segala administrasi dalam sebuah pernikahan yang lehal secara legal, hal ini merupakan syarat awal masuknya sebuah pintu gerbang yang dijaga langsung secara legal olehKantor Pencatat Pernikahan (KUA), yang bertanggung jawab secara administrasi.

    Setelah semua syarat dan rukun terpenuhi, kemudian melakukan satu akad nikah yang disaksikan oleh dua saksi dan adanya wali, lantar masuk gerbang sebuah bangunan secara legal, disana harus menjalankan segala hak dan kewajibannya, seperti kepemimpinan, nafkah, dan perwalian, jika dalam ruang ini terpenuhi, maka terwujuad keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Sedangkan problem dalam rumah tangga adalah ketika tidak tercapainya sebuah hak dan kewajiban secara baik berdasarkan pada ketentuan syara’. Misalnya dalam hal kepemimpinan, suami sebagai kepala rumah tangga namun tidak menjalankan kewajibannya, maka akan merugikan haknya istri sebagai yang dipimpinnya. Hal lain suami berkewajiban memenuhi nafkah dalam rumah tangga lantas kewajiban tersebut tidak dipenuhi, maka akan merugikan haknya istri yang seharusnya diopeni dan terjamin kehidupannya. Begitu juga dalam hal perwalian, orang tua yang seharusnya berkewajiban sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap anaknya, lantas kemudian tidak dapat menjadi penanggungjawab dan tidak dapat menjadi uswatun hasanah bagi anak-anaknya, maka akan merugikan hak anak yang seharusnya dapat hak dari orang tuanya. Begitulah isi dalah sebuah bangunan yang harus terpenuhi, jika hal tersebut tidak ada problem, maka akan terwujudlah keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.

    Namun demikian, gedung yang dibangun sedemikian kokoh bangunan ini juga menyediakan pintu keluar yang disebuah perceraian walaupun jalan ini emergency exit (pintu darurat) yang tidak terbuka setiap saat dan tidak dianjurkan dalam Islam, bahkan merupakan perbuatan yang dibenci oleh Allah swt., untuk keluar pintu tersebut, haruslah mengajukan ke Pengadilan Agama yang sejatinya sangat ramah, karena pada saat itu ada sebuah mediasi (yang tujuannya adalah untuk mendamaikan agar tidak terjadi sebuah perceraian), jika tidak lulus dalam tahap ini, atau permasalahan problem yang diajukan tidak dapat diselesaikan secara mediasi, maka tetap akan dibuka pintu darurat (emergency exit) dan terpaksa Pengadilan Agama tidak segan untuk mengijinkan keluar dari pintu tersebut.

    Setelah ia keluar dari pintu yang disebut perceraian yaitu putusnya hubungan rumah tangga yang telah dibangun, maka lepaslah hak dan kewajiban suami istri, yang ada adalah hak waris baik bagi suami/istri ataupun kepada anak-anaknya, namun demikian, sebelum adanya pembagian hak waris jika suami meninggal atau pembagian harta bersama selama menikah, maka ada masa iddah, yaitu masa jenjang tidak dibolehkan bagi istri untuk menikah sebelum masa iddahnya terpenuhi, itulah sebuah bangunan yang digambarkan dalam sebuah bangunan rumah tangga.

    Ada bebderapa problematika rumah tangga di dalamya, misalnya adanya poligami, yaitu suami menikah dengan beberapa istri, sehingga harus membagi kasih sayangnya dengan cara yang adil, nikah mut’ah dengan cara menikah dengan kurun waktu tertentu dengan alasan tidak lagi mampu menahan hawa nafsu, nikah dini yaitu sebuah nikah yang belum mencapai batas minimal usia pernikahan, nikah sirri atau nikah di bawah tangan, yaitu sebuah pernikahan yang dialkukan dengan cara tidak melegalkan sebuah pernikahan di KUA, nikah misyar yaitu sebuah pernikahan yang dilakukan kebanyakan oleh para Saudagar Arab yang menikah di beberapa panca Negara dengan selalu memberikan nafkah Maliyah dan meninggalkan nafkah bathin selama ia belum kembali, poliandri yaitu sebuah pernikahan yang dilakukan oleh seorang perempuan dengan laki-laki yang lebih dari satu, Wallahua’lam

  • Opini: Keseimbangan (Keharmonisan) dalam Kehidupan Baru (New Normal)

    Keseimbangan (Keharmonisan) dalam Kehidupan Baru (New Normal)
    Oleh : Harto Wibowo, SE, MM
    Kabag TU Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan Lampung

    Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.[1]

    “Yang paling Nampak pada diri manusia adalah kelemahannya, maka barang siapa melihat kelemahan dirinya sendiri, ia akan menggapai keseimbangan terhadap perintah Allah”. (Imam Syafi’i)

     Al Hasan Al Bashri berkata, “Berpikir satu jam lebih baik dibandingkan ibadah satu tahun. Perkataan siapa saja yang tidak mengandung hikmah maka itu semua percuma, siapa yang diamnya tidak berfikir maka itu termasuk syahwat. Barang siapa yang tidak berfikir mengambil pelajaran maka itu termasuk permainan.”

    Berfikir (tafakur) memaknai keseimbangan (kerharmonisan) akan kehidupan baru (new normal); Terkadang untuk menjadi agar  kehidupan teratur diperlukan rasa seperti halnya  rasa cinta, rasa tegang, sedih, gelisah bahkan marah atau ketidak percayaan antara satu dengan lainya bahkan antara kelompok (komunitas) sekalipun, hal semacam ini menjadi sangat lumrah karena sifat-sifat kehidupan itu telah ada dalam setiap jiwa manusia, bahkan terjadinya kelompok-kelompok antara golongan satu dengan golongan yang lainya ini akibat perbedaan sifat-sifat kehidupan manusia.

    Kehidupan komunal amatlah penting bagi ras manusia. Sebab kalau tidak, tidak akan sempurna eksistensi mereka serta kehendak Allah agar manusia memakmurkan alam dan pilihan-Nya agar mereka menjadi khalifah (Ibnu Khaldun). Bermula dari sifat-sifat kehidupan individu manusia yang mencari keseimbangan (keharmonisan), timbul pula paham-paham aliran dan komunitas yang pada akhirnya mengukuhkan pandangan-pandangan yang berbeda antara satu kelompok dengan kelompok lainya, bahkan pertentangan-pertentangan demi kepentingan akan timbul juga dengan sendirinya, sehingga akan bermuara pada sebuah konflik sebagai sesuatu yang pasti terjadi.

    Tafakur (merenung) akan keseimbangan (keharmonisan) dalam kehidupan baru (new normal), dalam tulisan ini penulis mencoba untuk mengambil langkah bijak, yang perlu kita ketahui bahwa setiap orang selalu berhubungan atau interaksi sosial antara satu dengan yang lainya bahkan hubungan komunitas satu dengan komunitas lainya semata-mata untuk saling mengenal sesuai syari’at (bermuamalah) dalam artian umum, sehingganya Allah SWT berfirman;

    “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS; Al Hujurat : 13)

    Perlu disadari bahwa kehidupan dalam menerima kebenaran dan menemukan kebenaran adalah sesuatu yang berbeda, menerima kebenaran cukup mengikuti (bertaqlid), sedangkan menemukan kebenaran akan diperoleh melalui perenungan (tafakur), sedangkan keduanya saling mengisi dan melengkapi, sebagaimana Sayidina Ali bin Abi Thalib r.a berkata “Janganlah kamu mengenal dan mengikuti kebenaran karena tokohnya; tetapi kenalilah kebenaran itu sendiri, niscaya kamu akan mengetahui siapa tokohnya.”

    “Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)”. (QS; 2 : 269)

    Alam semesta ini secara taat mengikuti aturan tertentu yang disebut oleh Sang Maha Pencipta/Maha Pengatur. Ketaatan itulah (dalam bahasa Al-Qur’an disebut Sunnatullah) yang memungkinkan alam semesta ini dapat kokoh, rapi, dan seimbang. Bisa dibayangkan akibat bila bumi suatu ketika membangkang tidak mau mengikuti aturan yang sudah ditetapkan-Nya untuknya. Pastilah alam raya ini akan rusak binasa.[2]

    Jika langit dan bumi taat kepada aturan Sang Maha Pencipta, maka tentulah manusia akan sama halnya dengan alam semesta ini, karena manusia adalah juga ciptaan-Nya. Semestinyalah manusia wajib memiliki sifat ketaatan pada peraturan yang telah dibuat Allah untuknya (dalam bahasa Al-Qur’an disebut Taqwa), karena jika tidak maka manusia tidak akan dapat “kokoh, rapi , dan seimbang”, sehingga akhirnya menyebabkan jiwanya sakit. Ia akan dilanda oleh rasa khawatir dan gelisah (stress), tidak dapat ikhlas, tidak dapat khusuk, menghalangi sabar, dan lain sebagainya.[3]

    Kami berfirman: “Turunlah kamu semuanya dari surga itu! kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS; 2 : 38)

    Tafakur (merenung) bagian dari aktivitas kehidupan baru (new normal) ingin menertibkan, mengatur, dan berpikir logis yang dilakukan oleh seseorang, sebagaimana yang di instruksikan oleh protokol kesehatan terkait covid 19, adalah sesuatu yang baru bagian dari kehidupan masyarakat, sehingganya sesuatu yang baru akan tidak baru kalau kebiasaan itu menjadi budaya (kebiasaan) di lakukan oleh masyarakat, dia (masyarakat) mampu mengurutkan, menata, mengatur dan merapihkan hal-hal yang baru ada disekitarnya, mengetahui prioritas-prioritasnya, serta menjadikan hidupnya selalu selaras dan serasi dengan yang lainnya.

    “Dan Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, Yaitu: Nabi-nabi, Para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya”. (QS; 4 : 69)

    Ciri peradaban manusia atau eksistensi manusia dalam bermasyarakat ditandai dengaan keterlibatannya dalam suatu komunitas tertentu. Dalam setiap membicarakan  komunitas perlu pemahaman adanya teori organisasi yang selalu membahas tiga dimensi pokok, yaitu dimensi teknis, dimensi konsep, dan dimensi manusia. Dimensi teknis menekankan pada kecakapan yang dibutuhkan untuk menggerakan organisasi, berisi keahlian-keahlian manajer. Dimensi konsep merupakan motor penggerak dimensi teknis dan sangat erat hubungannya dengan dimensi manusia. Dimensi manusia, mempertaruhkan bahwa manusia dalam organisasi adalah suatu unsur yang kompleks, dan oleh karenanya perlu adanya suatu kebutuhan pemahaman teori yang didukung oleh riset yang empiris sangat diperlukan sebelum diterapkan dalam mengelola manusia itu secara efektif.[4]

    Hubungan sosial antara satu dengan yang lainya terkadang luput bahwa masing-masing kita mempunyai hati dan perasaan yang berbeda-beda oleh karena itu kesadaran ini tentunya kita miliki, (sense of belonging); agar hidup tidak melulu memikirkan diri sendiri karenanya kita butuh orang lain untuk berinteraksi. Rasa memiliki baik itu cinta terhadap pasangan yang di tandai dengan menjaga perasaannya dan lain sebagainya, atau semisal juga memiliki rumah tempat tinggal, rumah tempat ibadah, dan kantor yang tentunya juga akan menjaga kebersihan dan keindahan atau kenyaman serta keamanan serta lainya sebagainya. Contoh lainya seseorang karyawan yang merasa memiliki (sense of belonging) tempat dia bekerjanya di sebuah perusahaan atau kantor, tentunya dia akan melaksanakan pekerjaan dengan baik, bukan karena takut terhadap atasannya sehingga apabila di diawasi dia bekerja dengan baik, sedangkan kalau tidak diawasi dia tidak melaksanakan pekerjaannya, demikian besar rasa memiliki (cinta) akan sangat berdampak pada Performance (kinerja, hasil kerja atau prestasi kerja) dengan kata lain bentuk ketaqwaan seseorang kepada Allah SWT dan Rasululloh SAW adalah salah satu indikator seseorang yang mempunyai sense of belonging yang baik, kenapa dikatakan demikian karena sesuatu yang mustahil kalau seseorang itu sudah tertanam kecintaan terhadap Allah SWT dan Rasulullah SAW dia tidak terpancar dalam perbuatan atau tindakan kesehariannya, oleh karena itu kesadaran akan cinta terhadap sesuatu menandakan dia akan menjaga segala yang dia cintainya.

    “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu. (QS; Muhammad”. (47) : 33)

    Untuk mencari keseimbangan (keharmonisan) bentuk dari ikhtiar mencari suasana kondusif adalah kita harus tahu apa itu kesedihan, atau kegundahan, kekacauan atau kegelisahan tidak ada kata kermonisan, atau keseimbangan, ketenangan tanpa ada kata-kata yang membuat kontradiktif di atas, seperti kita tahu bahwa Allah SWT selalu menciptakan semua yang ada di dunia ini dengan berpasang-pasangan; ada laki-laki dan perempuan, ada siang dan malam, ada kesedihan ada kesenangan serta ada positif dan negatif seperti Allah SWT berfirman;

    Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita. (QS;     : 45)

    “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang

    terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”. (QS; 3 : 190)

    Sudah naluri manusia bahwa mencari keseimbangan (keharmonisan) hidup adalah hal yang lumrah, untuk mencari keharmonisan setidaknya kita perlu mensikapi gejolak-gejolak yang ada, sehingga kita harus memahami terlebih dahulu apa itu persoalan, sebuah keniscayaan kalau hidup ini tidak mempunyai gesekan-gesekan antara satu dengan lainnya, semisal gesekan dengan keluarga, teman, atasan dan bawahan serta banyak lagi yang lainya. Itu masalah antara orang dengan orang,  ada juga masalah antara kelompok sosial dengan kelompok sosial lainya.

    Semua itu wajar-wajar saja apa bila kita bersikap tenang dan sabar. Ada satu hal yang perlu dingat bahwa keseimbangan (keharmonisan) hidup memerlukan perjuangan dan pengorbanan itu pun tidak cukup, karena kita harus melakukan pendekatan-pendekatan Illahiyah (Do’a), terkadang kita lupa bahwa Iblis laknatullah ikut menggoda manusia, dia (iblis) tidak suka dengan jalan lurusnya manusia (keharmonisan, ke-taqwaan seseorang serta kerukunan antara satu dengan lainya dan lain sebaginya), dia (iblis) lebih suka dengan kekacauan antara satu dengan lainya, sehingga kita terkadang selalu luput untuk mewaspadainya, seperti firman Allah SWT berikut;

    iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus,

    kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).

    (QS ; Al-A’raf : 16-17)

    Nasehat Imam Ibnu Qayyim Al Jauzi; Do’a Disertai Kesabaran Abu Al Faraj berkata :

    “Seluruh ujian-ujian itu memiliki akhir, yang waktunya hanya diketahui oleh Allah SWT, oleh karena itu diharuskan bagi orang yang sedang diuji untuk terus bersabar sampai habisnya waktu ujian tersebut.

    Hanya saja orang berdo’a tidaklah selayaknya meminta untuk dipercepat hilangnya ujian, akan tetapi hendaklah dia beribadah dengan terus bersabar, berdoa dan memutus berbagai materi yang menjadi penyebab datangnya ujian itu, karena kebanyakan ujian itu datang sebagai akibat.

    “Telah Nampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (QS; Ar Rum : 41)

    Adapun orang yang meminta dipercepat (hilangnya ujian) maka dia menyaingi Sang Pencipta, dan ini bukanlah bentuk peribadatan. Sesungguhnya kedudukan yang paling tinggi adalah keridhaan, sementara kesabaran merupakan sebuah keharusan.

    “Jika hamba-Ku patuh dan menerima atas segala keputusan-Ku, maka AKU memberikan kemudahan atas segala urusannya dan mengukuhkan kekuatannya serta melapangkan dadanya.” (Hadits Qudsi)

    Siapa saja yang tidak rela terhadap ketetapan-Ku dan tidak berlaku sabar terhadap cobaan-Ku, dan tidak bersyukur terhadap nikmat-nikmat-Ku, maka carilah olehmu Tuhan selain Aku! (Hadits Qudsi)

    Terus meminta untuk dihentikannya ujian dengan banyak berdo’a adalah sebaik-baiknya sandaran. Sementara pembangkangan terhadap ujian merupakan hal haram dilakukan. Pada akhirnya pahamilah bebagai hal ini, karena ia dapat memudahkan setiap ujian. Wallahualam

    Refrensi:

    [1] Maksudnya: saya memulai membaca al-Fatihah ini dengan menyebut nama Allah. Setiap pekerjaan yang baik, hendaknya dimulai dengan menyebut asma Allah, seperti makan, minum, menyembelih hewan dan sebagainya. Allah ialah nama zat yang Maha Suci, yang berhak disembah dengan sebenar-benarnya, yang tidak membutuhkan makhluk-Nya, tapi makhluk yang membutuhkan-Nya. Ar Rahmaan (Maha Pemurah): salah satu nama Allah yang memberi pengertian bahwa Allah melimpahkan karunia-Nya kepada makhluk-Nya, sedang Ar Rahiim (Maha Penyayang) memberi pengertian bahwa Allah Senantiasa bersifat rahmah yang menyebabkan Dia selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada makhluk-Nya.

    [2] Ir.Permadi Alibasyah (Bahan Renungan Kalbu) Pengantar mencapai pencerahan Jiwa (penerbit Cahaya Makrifat Bandung 2005),h. 38

    [3] Ibit, h. 38

    [4]Muhammad Abdul Jawwad (Menjadi Manajer Sukses) (Penerbit Gema Insani, Jakarta 2004), h. 169

  • Program Sahabat UMI Gerakan Ekonomi Keluarga di Lampung

    Bandar Lampung: Menggerakan ekonomi keluarga merupakan salah satu cara yang tepat dalam mendampingi masyarakat Lampung menghadapi era new normal. Pasca Hari Raya Idul Fitri, ACT Lampung menggulirkan program Sahabat Usaha Mikro Indonesia (UMI) dengan memberikan bantuan modal untuk usaha mikro.

    Penyaluran bantuan usaha mikro mulai dilaksanakan pada Rabu (27/05) di RT 005 Kampung Harapan Jaya Lingkungan II Kelurahan Panjang Selatan Kecamatan Panjang. Keluarga Ibu Sriatun merupakan keluarga pertama yang mendapatkan bantuan Sahabat UMI. Setiap ikan hasil tangkapan suaminya diolah menjadi ikan asin untuk kemudian dijual kepengepul.

    Dengan kondisi laut yang sedang tidak menentu, hasil tangkapan yang didapat tidak terlalu banyak sehingga olahan ikan asin sangat terbatas. Dengan adanya Bantuan modal, Sriatun berharap dapat membeli bahan baku dari nelayan lain sehingga produksi ikan asin bisa bertambah. Tentunya hasil penjualan ikan asin akan mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari keluarga.

    “Ya suami yang nangkap dilaut, dapatnya nggak banyak paling dapat satu dua nampan, ikan dibersihin, dicuci ditambah garam, dijemur bisa sehari sampai tiga hari. Kalau modalnya ada bisa banyak produksinya, beli bahan dari nelayan lain kan bisa bantu tetangga hasil tangkapanya jadi laku,” ucapnya.

    Kepala Cabang ACT Lampung Dian Eka Darma Wahyuni mengatakan peluncuran program Sahabat UMI menjadi cara untuk mendampingi para Ibu berjuang untuk perekonomian keluarga ditengah Pandemi Corona. Saat gelombang PHK maupun karyawan dirumahkan, kebangkitan perekonomian dimulai dari usaha mikro yang dimotori para Ibu dengan berjualan kuliner dan kebutuhan pokok.

    Untuk itu, ACT Lampung bersama dermawan akan turut mendampingi mereka dalam memulai maupun mempertahankan usaha yang dijalankan dengan bantuan berupa modal dana dan teknis. Pihaknya mendorong para Ibu memulai usaha dari apa yang menjadi kebiasaan sehari-hari. Misalnya sering membuat cemilan untuk anak-anaknya bisa inovasi lagi sehingga layak untuk ditawarkan kepada warga sekitar.

    Konsep yang diusung dalam program Sahabat UMI adalah satu bantu satu dimana setiap dermawan akan membantu satu usaha mikro. Sehingga selain ada rasa persaudaraan, support yang diberikan tidak terbatas pada pendanaan, namun bisa dalam bentuk bantuan peralatan, ilmu, teknologi, jaringan pemasaran dan lainnya.

    “Kami mulai luncurkan program ini dengan menggandeng berbagai pihak termasuk para UKM yang sudah mulai bertumbuh sehingga akan ada pergerakan ekonomi dari para keluarga yang terdampak Pandemi Corona,” tutupnya.

  • Opini: Manajemen Diri Di Tengah Pandemi Covid-19

    Manajemen Diri Di Tengah Pandemi Covid-19
    Oleh : Harto Wibowo, SE, MM
    Kabag TU Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan Lampung

    Silih bergantinya waktu siang dan malam menandakan bahwa kehidupan inipun masih terus berjalan seiring dengan silih bergantinya umur di kehidupan manusia, sadar atau tidak sadar kita semua akan menuju di kehidupan abadi (akherat) dengan segala persolan yang di bawa oleh individu masing-masing, apakah perbuatan baik (amal) yang kita lakukan atau segala pelanggaran (dosa) yang kita perbuat dengan segala konsekuensinya.

    Maka Apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami? (QS; Al Mu’minuun {23} : 115)

    Kesadaran penuh seyogyanya disadari oleh setiap individu, bahwa kehidupan ini perlu penangan yang serius dalam artian manajemen diri menjadi hal yang penting untuk dilakukan pada setiap individu kita masing-masing karena kita semua tanpa kecuali akan dimintakan pertanggung jawaban semua yang telah kita lakukan waktu hidup didunia, sebagaimana Firman Allah SWT ;

    Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)? (QS; 75 : 36)

    Imam masjid Al Haram asy-yaikhsu’ud asy-syuraim dalam sebuah khutbah jum’at beliau berkata “Adakah dari yang tidak melihat perubahan dalam kehidupan setelah masuknya whatsapp, facebook, instragram dan yang lainya dalam kehidupannya?”

    Keterbuaian kita dalam hal teknologi informasi (TI) seperti yang di sampaikan oleh Imam Masjid Al haram Asy-yaikhsu’ud asy-syuraim nampaknya terbukti bahwa perubahan pola kehidupan telah terjadi, karena IT mengusai seluruh sendi kehidupan, membuat kita semua tersadar bahwa sosmed dan lain sebagai telah ikut juga merubah pola pikir sekaligus tatanan kehidupan pada setiap individu, semua bisa serba cepat dan informasi secara online pun semakin cepat kita terima, sehingga diperlukan sikap mawas diri dengan langkah-langkah kongkrit seperti setiap kita (individu) bisa mengelola (memanajemen diri) agar bisa memfilter segala informasi yang masuk, tentunya hal ini tidaklah gampang bagi anak-anak remaja apalagi anak-anak kecil, sebagai contoh semenjak internet telah merasuk keruma-rumah kenyataan yang ada sekarang anak-anak remaja dan anak-anak kecil sebahagian dari mereka telah membentuk karekter (prilaku) anak, bisa kita lihat pada kenyataan dirumah kita masing-masing, betapa antara orang tua dan anak terkadang tidak lagi komunikatif tapi justru kita telah asik dengan dunianya masing-masing, sangat miris melihat kenyataan ini semakin egois kah kita? Gejala hodonisme tersebut telah merasuk kerelung sendi kehidupan pada setiap individu, ini diperlukan langkah-langkah kongkrit bagi kita semua khususnya para orang tua untuk mengambil inisiatif mengontrol anak-anak remajanya pada setiap individu.

    Korelasinya antara kemajuan teknologi informasi yang telah merubah tatanan hidup manusia dengan momentum covid 19 sangatlah terkait, sehingganya persoalan apakah manajemen diri di tengah pandemi covid 19 merupakan momentum yang efektif untuk mengatur tatanan hidup manusia? jawabanya sangat tergantung sejauh mana setiap individu mampu mengolahnya karena semua kita diberi waktu yang sama untuk menjalankan rutinitas kehidupan ini, terlebih dengan intruksi Pemerintah melalui (Kemenkes) protokol kesehatan salah satunya menghimbau dirumah saja adalah momentum tepat untuk kita sama-sama berbenah diri (muhasabah).  Kembali Allah SWT mengingatkan kepada umatnya ;

    Dan Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. dan Sesungguhnya akhirat Itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui. (QS; Al-Ankabut (29) : 64)

    “Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. (QS; Al-Kahfi (18) : 7)

    Kehidupan dengan keteraturan adalah bagian syariat Islam, karena Islam mengajarkan kepada seluruhnya umat untuk senantiasa menggunkan waktu seefektif mungkin, seperti Rasulullah SAW, bersabda dalam sebuah hadits yang diriwatkan Imam Thabrani, “Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan, dilakukan secara Itqan (tepat, terarah, jelas dan tuntas).” (HR. Thabrani), semisal bagaimana islam memerintahkan sholat wajib 5 waktu sehari semalam dengan waktu-waktu yang ditentukan serta diwajibkan bagi laki-laki yang tidak mempunyai ujur (syar’i) untuk bisa melaksanakan sholat 5 waktu di masjid, ini menandakan Islam sejak 14 abad yang lalu telah mengajarkan umatnya untuk hidup teratur.

    Kebersihan adalah sebagian dari iman

    “Dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: Sesungguhnya Allah SWT itu suci yang menyukai hal-hal yang suci, Dia Maha Bersih yang menyukai kebersihan, Dia Maha Mulia yang menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah yang menyukai keindahan, karena itu bersihkanlah tempat-tempatmu.” (HR. Tirmizi).

    Ungkapan Hadits diatas telah jelas betapa umat Islam telah lama (14 abad) yang lalu memeraktekkan seperti bersuci dari hadas besar dan hadas kecil sebelum kita melaksanakan sholat 5 waktu, serta masih banyak hal-hal yang terkait dengan kebersihan yang di ajarkan oleh Islam. Seiring dengan segala upaya-upaya umat dalam melaksankan perintah-perintah-Nya tidak luput juga Do’a menyertai setiap perbuatan baiknya Masya Allah ajaran Islam yang kompleksitas ini telah mampu merubah tanan kehidupan umat Islam, yang sehingganya sampe dengan sekarang Islam terus berkembang pesat.

    Manajemen diri di tengah pandemi Covid 19 sebagaimana yang dimasud dalam judul diatas adalah, upaya-upaya setiap individu khususnya Umat Islam untuk bisa melakukan pembenahan diri (manajemen diri) seperti kata istilah manajemen diri yang semua kita mampu untuk melakukannya sebagaimana yang telah dicontohkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW, dalam persolan kehidupan keseharian Beliau sejak bangun tidur sampe tidur kembali, yang kita semua telah tahu bahwa sepanjang sejarah hidup Nabi Muhammad SAW, Beliau tetap sehat walau ujian-ujian menerpa kehidupanya. Demikian semoga segala upaya-upaya kita dengan berpedoman kepada ajaran islam yang universal ini bisa senantiasa terus dipertahankan hinggga akhir hayat yang pada akhirnya hanya ke Ridhoan Allah SWT lah kita sama-sama harapkan. Wallahualam

  • Opini: Tiga Tantangan Orang Tua

    Tiga Tantangan Orang Tua
    Oleh: Dr. Agus Hermanto, MHI
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Sebagai orang tua, anak merupakan sebuah harapan dalam hidupnya. Ada tiga masa dimana orang tua dikatakan berhasil mendidik anak, adapun tiga masa itu adalah; 1) Masa dimana anak masih kecil sampai masuk ke sekolah, 2) Masa dimana anak sedang mulai sekolah sampai selesai sekolah, 3) Masa dimana anak mulai memilih pasangan samapai ia membangun rumah tangga.
    Pertama, masa anak masih kecil sampai ia sekolah, di mana masa ini adalah masa yang paling dekat dengan orang tuanya, atau keluarga orang tuanya, sanak famili dan keluarga dekat. Keberhasilan orang tua pada masa pertama ini sangat menentukan pada kematangan masa berikutnya, maka sebagai orang tua hendaklah pandai menyiapkan kurikulum pada anaknya. Bahkan dikatakan,
    الأمّ مدرسة من مدارس الأولى
    Ibu adalah sekolahan pertama dari sekolahan yang dienyam oleh anaknya. Maka pada saat itu, orang tua harus ekstra membimbing dan mengarahkan serta menuntun anaknya. Maka hal baik yang dapat dilakukan adalah mengajarinya ilmu tauhid yang kuat, sebelum ia masuk ke Sekolahan,
    علّموا أولادكم التوحيد قبل أن تعلّموا الكونية
    Ajarilah anak anakmu ilmu Tauhid sebelum engkau ajari ilmu pengetahuan.
    Perkenalkanlah pada Tuhan tentang ketauhidan, agar imannya kuat, sehingga ia memiliki pondasi agama yang mapan. Karena pada masa itu awal diberi data pada jiwa anak, seperti kain putih atau kertas tanpa noda, sehingga dikatakan dalam hadis Nabi,
    كلّ مولود يولد على الفطرة فابواه ان يهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه.
    Setiap anak dilahirkan dalam kondisi fitrah, dan tergantung pada orang tua nya yang akan menjadikan ia Yahudi, Nasroni, atau Majusi agama ketakinannya.
    Kendala yang terjadi pada tahap pertama adalah, misalnya pada saat itu ekonomi susah sehingga rumah tangga menjadi kurang sejahtera, yang terkadang anak menjadi kurban, baik dari sisi pendidikan berupa keteladanan, kurangnya kesabaran, kurangnya gizi sehingga anak mengalir tumbuh dewasa masuk sekolah dengan masa kecil kurang bahagia.
    Kedua, masa dimana anak memulai sekolah, maka pikirkanlah dengan baik, pilihlah sekolahan yang baik, pilihlah guru yang baik, karena guru adalah Abu Ruh, sedangkan orang tua adalah Abu Jasad yang keduanya sangat penting dan berperan dalam kesuksesan anak, selain guru juga pada saat itu pergaulan dan bacaan dapat merubah paradigma anak, tindakan, pemikiran. Maka pada saat itu orang tua harus pandai menjaga anaknya, agar kelak menjadi hebat,
    شبان اليوم رجال الغذ
    Pemuda hari ini adalah generasi masa depan
    Orang tua njuga harus faham dengan masa baligh anak, karena pada saat itulah anak memiliki tugas menjalankan ajaran agama dengan benar, yang disebut mukallaf. Baligh adalah merupakan basasan dimana seseorang sudah dianggap cakap terhadap hukum, sehingga ia dapat disebut orang yang mukallaf, yaitu orang yang sudah dibebani hukum Allah, maksudnya adalah bahwa amal ibadahnya sudah dijadikan tanggung jawabnya. Berkenaan dengan penentuan balighnya seseorang baik laki-laki atau perempuan, dapat dilihat dari dua hal, yaitu bi al-sin (dengan tahun), dan bi al-alamah (dengan tanda-tanda).
    Menurut Hanafī, batas bāligh seorang anak dapat dilihat dari usia, dapat juga ditandai dengan mimpi bagi laki-laki dan haid bagi wanita, namun jika tidak ada tanda-tanda bagi keduanya maka ditandai dengan tahun yaitu 18 tahun bagi laki-laki dan 17 tahun bagi perempuan.
    Menurut Imām Mālik, bāligh ditandai dengan beberapa tumbuhnya rambut dianggota tubuh. Sedangkan menurut Imām Shāfī’i, usia baligh adalah 15 tahun bagi laki-laki dan 9 tahun bagi perempuan. Adapun menurut Hanbalī, bagi laki-laki 15 tahun, sedangkan bagi perempuan ditandai dengan haid.
    Kedewasaan pada dasarnya dapat ditentukan dengan umur, dan dapat pula dengan tanda, hadits Rasulullah saw:
    عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: رُفِعَ القَلَمُ عَنْ ثَلاَثٍ عَنِ النَّائِمِ حّتَّى اِسْتَيْقَظَ وَعَنِ الصَّغِيْرِ يُكِرَ وَعَنِ المَجْنُوْنِ حَتَّى يَعْقِلَ أَوْ يُفِيْقَ (رواه أحمد).
    Artinya: “Dari Aisyah r.a., dari Nabi saw bersabda: terangkat (pertanggungjawaban) dari tiga hal; orang yang tidur hingga ia terbangun, dari anak kecil hingga ia mimpi, dari orang gila hingga ia siuman, dan sadar”. (HR. Ahmad).
    Hadīth ini tidak mengisyaratkan tentang batasan bāligh, hanya menjelaskan tentang tanda-tanda bāligh. Secara historis, batasan perkawinan dicontohkan oleh pernikahan Nabi saw., dengan Aisyah yang berusia 9 tahun dan 15 tahun. Batasan usia 9 tahun bagi perempuan sebagaimana hadīth:
    عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: تَزَوَّجَهَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهِىَ بِنْتُ سِتِّ وَبَنَى بِهَا بِنْتُ تِسْعِ وَمَاتَ وَعَنْهَاوَهِىَ بِنْتُ ثَمَانَ عَشْرَةَ (رواه مسلم).
    Artinya: “Rasulullah saw menikah dengan dia (Aisyah) dalam usia enam tahun, dan beliau memboyongnya ketika ia berusia 9 tahun, dan beliau wafat pada usia delapan belas tahun”. (HR. Muslim).
    Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Rasulullah saw., yang bersabda.:
    عَنْ هِشَامٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : تَزَوَّجَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا بِنْتُ سِتِّ سِنِينَ فَقَدِمْنَا الْمَدِينَةَ فَنَزَلْنَا فِي بَنِي الْحَارِثِ بْنِ خَزْرَجٍ فَوُعِكْتُ فَتَمَرَّقَ شَعَرِي فَوَفَى جُمَيْمَةً فَأَتَتْنِي أُمِّي أُمُّ رُومَانَ وَإِنِّي لَفِي أُرْجُوحَةٍ وَمَعِي صَوَاحِبُ لِي فَصَرَخَتْ بِي فَأَتَيْتُهَا لَا أَدْرِي مَا تُرِيدُ بِي فَأَخَذَتْ بِيَدِي حَتَّى أَوْقَفَتْنِي عَلَى بَابِ الدَّارِ وَإِنِّي لَأُنْهِجُ حَتَّى سَكَنَ بَعْضُ نَفَسِي ثُمَّ أَخَذَتْ شَيْئًا مِنْ مَاءٍ فَمَسَحَتْ بِهِ وَجْهِي وَرَأْسِي ثُمَّ أَدْخَلَتْنِي الدَّارَ فَإِذَا نِسْوَةٌ مِنْ الْأَنْصَارِ فِي الْبَيْتِ فَقُلْنَ عَلَى الْخَيْرِ وَالْبَرَكَةِ وَعَلَى خَيْرِ طَائِرٍ فَأَسْلَمَتْنِي إِلَيْهِنَّ فَأَصْلَحْنَ مِنْ شَأْنِي فَلَمْ يَرُعْنِي إِلَّا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضُحًى فَأَسْلَمَتْنِي إِلَيْهِ وَأَنَا يَوْمَئِذٍ بِنْتُ تِسْعِ سِنِينَ )رواه البخارى(
    Artinya: “Dari Hisyam bin Urwah dari ‘Aisyah ra berkata: “Nabi saw menikahiku ketika aku masih berusia enam tahun. Kami berangkat ke Madinah dan tinggal di tempat Bani Haris bin Khazraj. Kemudian aku terserang penyakit demam panas dan membuat rambutku banyak yang rontok. Kemudian ibuku, Ummu Ruman, datang ketika aku sedang bermain-main dengan beberapa orang temanku. Dia memanggilku, dan aku memenuhi panggilannya, sementara aku belum tahu apa kehendaknya. Dia menggandeng tanganku hingga sampai ke pintu sebuah rumah. Aku merasa bingung dan hatiku berdebar-debar. Setelah perasaanku agak tenang, ibuku mengambil sedikit air, lalu menyeka muka dan kepalaku dengan air tersebut, kemudian ibuku membawaku masuk ke dalam rumah itu. Ternyata di dalam rumah itu sudah menunggu beberapa orang wanita Anshar. Mereka menyambutku dan berkata: Selamat, semoga engkau mendapat berkah dan keberuntungan besar.’ Lalu ibuku menyerahkanku kepada mereka. Mereka lantas merapikan dan mendandani diriku. Tidak ada yang membuatku kaget selain kedatangan Rasulullah saw. Ibuku langsung menyerahkanku kepada beliau, sedangkan aku ketika itu baru berusia sembilan tahun.” (HR Bukhari)
    Sedangkan Batasan 15 tahun bagi laki-laki, riwayat Ibnu Umar yang berbunyi:
    عَرَضْتُ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ أَحَدٍ وَأَنَا ابْنُ أَرْبَعَ عَشْرَةَ سَنَةً فَلَمْ يَجْزِبِى وَعَرَضَتْ عَلَيْهِ يَوْمَ الحَنْدَقِ وَأَنَا ابْنَ عَشْرَةَ سَنَةً فَأَجَازَنِى.
    Artinya: “Saya telah mengajukan kepada Rasulullah saw untuk ikut perang Uhud yang waktu itu saya berusia 14 tahun, beliau tidak mengijinkan aku. Dan aku mengajukan kembali kepada beliau ketika perang Khandaq, waktu itu umurku 15 tahun, dan beliau membolehkan aku (untuk mengikuti perang)”.
    Maka dapat dipahami bahwa batas baligh adalah 15 tahun yang di dasarkan kepada riwayat Ibnu Umar, 9 tahun didasarkan kepada pernikahan Rasulullah saw dengan Aisyah. Pendapat Hanafī dalam usia bāligh diatas adalah batas maksimal, sedangkan usia minimalnya adalah dua belas tahun untuk anak laki-laki dan sembilan tahun untuk anak perempuan. Sebab pada usia tersebut seorang anak laki-laki dapat mimpi mengeluarkan sepirma, menghamili atau mengeluarkan mani (diluar mimpi), sedang pada anak perempuan dapat mimpi keluar sepirma, hamil, atau haid.
    Kendala pada periode kedua ini acap kali terjadi karena faktor enonomi yang menentukan semangat belajar anak, mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tertinggi.
    Ketiga, di mana masa anak telah selesai sekolah dan mulai menentukan jalan hidupnya, yaitu berumah tangga. Pilihkanlah pasangan yang baik, agar kelak ia dapat hidup dengan baik, sejahtera.
    Sesungguhnya memilih calon pasangan adalah kegiatan yang dilakukan sebelum dilakukan sebuah perkawinan, sedangkan harapan sebuah perkawinan adalah sebagai wadah yang legal untuk dapat membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, karena perkawinan merupakan ikatan yang kuat mitsaqan ghalidhan. Maka dari pada itu, sebelum kita melakukan sebuah pelaminan, seyogyanya kita selektif dalam memilih pasangan, karena itu adalah bagian dari ikhtiar dalam kebaikan, karena tentunya semua orang tidak menginginkan rumah tangganya hancur dikarenakan kesalahan kita di awal melangkah, yaitu menentukan pilihan calon suami atau istri.
    Sejatinya ada lima perkara yang perjalanan hidup manusia tidak dapat diabaikan, yaitu; pesthi (kematian yang tidak dapat kita tahu kapan giliran kita), jodho (pasangan hidup, yang tidak tahu siapa pasangan kita yang sebenarnya), wahyu (anugrah yang Allah berikan kepada kita tidak pernah kita dapat ukur), kodrat (kepastian dan ketentuan sang Khaliq sangatlah rahasia dan tidak diketahui), dan bandha (harta atau rizki yang menjadi jatah kita).
    Dalam filosofi Jawa dikatakan, jika memilih jodoh carilah yang “bobot, bibit, bebet”. Kata-kata ini sangat sederhana, simple, namun mengandung makna yang sangat dalam dan bermaslahat. Pada masyarakat adat pada umumnya, tiga kreteria ini menjadi sebuah standar dalam menentukan pilihan, jika dalam sebuah perkawinan telah terpenuhinya tiga syarat ini, maka dianggap akan menjadikan keluarganya sejahtera, tentram, dan dapat melakukan regenerasi dan menghasilkan keturunan yang baik.
    Bobot adalah sebuah ukuran dalam menentukan beratnya sesuatu, namun bobot disini adalah sebuah kreteria secara batin dan dhahir, secara batin adalah tetapnya keimanan dalam hati calon pasangan yang kita pilih, kelengkapan dalam bobot ini adalah mencakup; 1) Jangkeping warni (warna yang sempurna), maksudnya ketika kita memilih pasangan harus sempurna secara fisik, tidak cacat, tuli, butalumpuh, apalagi impoten, 2) Rahayu ing mana, (baik hati) dan inilah yang disebut inner beauty (cantik secara batin dalam hati seorang perempuan), 3) wasis, (ulet), calon menantu yang baik adalah ketika ia ulet dan mampu mempersiapkan diri dan berusaha untuk masa depannya dan keluarganya serta generasinya kedepan agar menjadi keluarga yang sejahtera).
    Bibit adalah melihat calon pasangan kita dengan cara mengetahui nasab keturunannya, bukan berarti harus berdarah biru, namun kita harus juga melihat pendidikannya dan termasuk lingkungan dimana ia tinggal, karena dengan factor inilah kita akan dapat memahami dan mengetahui kelayakannya, karena kita akan mengetahui karakter dan moral yang dimiliki serta asal-usulnya..
    Bebet adalah dilihat dari sisi kekayaan yang dimilikinya, sejatinya bukan hanya kekayaan semata, namun lebih kepada gaya hidup yang ia jalani, karena dengan kita mengetahuinya dengan mudah kita akan dapat mengukur kemampuan kita dalam mengendalikan dan memanaj rumah tangga.
    Jika kita lihat dalam kajian keislaman, sejatinya filosofi Jawa ini sangat relevan dengan kreteria hadits Rasulullah saw., tentang kreteria memilih calon pasangan hidup.

    تنكح المرأة لأربع لمالها، لحسبها، ولجمالها ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك
    Nikahilah wanita dari empat hal, karena hartanya, keturunan nya, dan dari agamanya itulah yang terbaik.
    Sebenarnya hadis ini meluruskan pandangan dan kacamata manusia pada umumnya cinta pada harta, keindahan perempuan dan kemuliaan nasab, kemudian agama islam meluruskan bahwa agama merupakan faktor penting dan paling utama selain semuanya itu.
    Jika kita cinta karena harta, bisa jadi setelah miskin akan luntur, jika kita cinta karena keelokannya, setelah tua, akan luntur cintanya, meskipun dianjurkan,
    اذا نظرت إليها سرتها
    Apabila memandangnya, membuat suami senang,
    ketika cinta karena kemuliaan nasab, maka akan luntur ketika jatuh kemuliaan nya, namun agama senantiasa memberikan yang terbaik bagi kita. Dan memberikan pentunjuk dalam menyikapi dalam urusan rumah tangga.
    Allah swt., juga menganjurkan kepada kita untuk menikahi wanita yang banyak keturunannya atau subur, sebagaimana sabda rasulullah saw,
    تزوجوا الودود الولود فانى مكاثر بكم الأمم
    Nikahilah wanita yang penyayang dan subur, sesungguhnya saya berbangga dengan banyaknya umatku,
    Dalam hadits yang lain juga disebutkan,
    تناكحوا تكاثروا فانى مكثّر بكم الأمم يوم القيامة
    Nilahilah dan perbanyaklah keturunan karena sesungguhnya saya bangga kepada umatku yang banyak nanti pada hari kiamat.
    Keturunan merupakan regenerasi dan merupakan tujuan dari setiap pernikahan, karena anak merupakan anugrah yang sangat berharga pada setiap pernikahan.
    Banyak orang tua yang berhasil pada tiga tahapan, ada yang hanya berhasil pada dua tahapan dan adapula yang berhasil hanya pada satu tahapan, bahkan ada yang tidak berhasil sama sekali.
    Kendala pada masa ketiga adalah kestabilan dan kedewasaan orang tua, saat memilihkan pasangan hingga bersanding dengan menantu atau melihat anak sudah berumah tangga sendiri.
    Jika kita telah mampu mengatasi semua mas itu dan dapat melaluinya dengan baik, maka ia termasuk orang yang berhasil, karena tidak sedikit orang yang menjadikan anak sebagai korban kekerasan akibat konflik rumah tangga, tidak sedikit juga orang tua yang gagal menyekolahkan anaknya karena minimnya pengetahuan orang tua, minimnya ekonomi maupun rendahnya paradigma bahwa sekolah bukan untuk bekerja, namun untuk mencari ilmu, jika paradigma masih tertanam bahwa sekolah untuk bekerja, sehingga ia lemah untuk termotivasi menyekolahkan anak
    Tidak sedikit juga orang tua yang salah memilihkan calon untuk anaknya sehingga anaknya tidak sejahtera, atau justru ia belum rela anaknya menikah yang selama ini menjadi haknya secara mutlak, atau karena unsur ketidak kerelaan itu sehingga sering terjadi kurang harmonis antara orang tua dan menantu. Wallahualam

  • Opini: New Normal, Pondok Pesantren, dan Survival of the Fittest

    New Normal, Pondok Pesantren, dan Survival of the Fittest
    Miftahus Surur
    Pengurus PW Lazisnu Lampung

     

    Tidak lama lagi, pemerintah akan menerapkan kebijakan ‘New Normal’. Istilah ini merujuk pada suatu kondisi sosial yang tetap berjalan atau terpaksa dijalankan untuk menopang kehidupan masyarakat – terutama pada aspek ekonomi – sehingga kehidupan ini tampak seperti biasa (normal). Berhadapan atau berdampingan dengan Covid-19 yang entah kapan berakhir, kebijakan ‘New Normal’ mengajak kita berdamai dengan virus yang satu ini.

    Entah ada hubungannya dengan istilah New Left, New Age, New Populism, atau tidak, istilah New Normal mulai bergaung dimana-mana. Praktiknya, dalam kehidupan sehari-hari, kita tetap dituntut untuk bekerja dan beraktifitas dengan berbagai pembatasan dan pengendalian. Protokoler kesehatan – istilah yang juga kini populer di masyarakat – menjadi kata kunci dari penerapan kebijakan ini.

    Masyarakat boleh bekerja, tetapi harus memakai masker, tempat duduk berjarak, satu ruangan kerja hanya dua orang, pekerja tua harus di rumah saja, dan segala macam peradatan penanganan Covid-19 lainnya.

    Dari rencana penerapan kebijakan ini, Pondok Pesantren atau lembaga pendidikan berbasis asrama tampaknya perlu dilirik secara khusus. Para praktisi dan pemerhati Pondok Pesantren sangat mafhum bahwa ‘situs’ belajar mengajar keilmu-agamaan Islam ini memiliki kondisi yang khusus dan khas.

    Dalam kesehariannya, para santri hidup secara berkerumun, satu kamar bisa terdiri dari puluhan orang, satu bak mandi bisa digunakan beramai-ramai, juga baju dan handuk silih berganti dipakai secara berjama’ah, dan ketika mengaji pun dilakukan secara berkumpul dan berdesak-desakan. Secara fisik, kondisi Pondok Pesantren hampir pasti berseberangan dengan kebijakan New Normal.

    Tentu, kita tidak bisa abai dan membiarkan Pondok Pesantren luluh lantak. New Normal seolah-olah ingin menegaskan bahwa “pada akhirnya, yang memiliki kekuatan tubuh dan kemampuan hebatlah yang akan bertahan,” merujuk pada teori sosio(bio)logi lama yang dikenal dengan sebutan Survival of the Fittest. Sederhananya, kita sedang bertarung dan dipertarungkan antar sesama, siapa diantara kita yang terbaik dan terkuat menghadapi Covid-19 ini, dialah yang akan selamat. Jika perlu, tanpa karantina juga tanpa obat.

    Santri bisa jadi tidak peduli dengan itu semua. Mereka bukan tidak ingin mengerti tentang New Normal atau bagaimana strategi Survival of the Fittest itu, tetapi yang ada dalam benak mereka adalah bagaimana setiap saat dapat mencium telapak tangan para Kyai mereka, atau mulut-mulut mereka melafalkan nadham (kumpulan bait-bait serta syair) yang tertera dalam kitab-kitab tanpa harakat itu sembari memukul kaleng rombeng atau botol bekas minuman mineral. Ketidakpedulian mereka itu lebih disebabkan adanya proses tempaan untuk salah satunya menjadi sosok yang teguh dan yakin bahwa ‘Kekuatan Langit’ melebihi segalanya.

    Dalam konteks Pondok Pesantren, Survival of the Fittest itu justru dilatih melalui proses dan tahap hidup yang penuh keprihatinan, mengubah galau menjadi tawa, serta memelihara penyakit kulit sebagai pesona. Bahkan dalam konteks yang lebih ekstrem, maut bukanlah sesuatu yang menyeramkan bagi para santri karena mereka yakin bahwa ketentuan yang satu itu sudah melekat pada diri mereka sebagai takdir yang ditulis saat ruh ditiupkan ke jasad dan hanya tinggal menunggu kapan ia datang menjemput.

    Kini, pemerintah dan kita semualah yang harus peduli. Pondok Pesantren harus diajak berdiskusi mengenai keinginan dan kebutuhan mereka sendiri terkait dengan kebijakan New Normal. Jangan terlalu mudah meneriakkan kalimat “jaga jarak” atau “gunakan masker” tetapi masker tidak tersediakan dan sarana-prasarana Pondok Pesantren tidak diperhitungkan.

    Bagaimanapun, Pondok Pesantren memegang peranan penting dalam penguatan negeri ini dari berbagai hantaman dan hentakan. Juga, ketika wabah ini merebak, para santri Pondok Pesantren lah yang setia “mengetuk” ‘Pintu Langit’ agar seluruh penduduk negeri ini – tanpa pandang beda suku dan agama – juga seluruh bangsa-bangsa dunia diselamatkan.

    Demikian halnya ketika kehidupan kita hendak dicabik-cabik oleh agenda-agenda eksterimisme keagamaan, radikalisme dan upaya-upaya penghancuran NKRI, dari mulut para santri lah keluar teriakan “NKRI Harga Mati.”

    Jika sudah demikian, akankah kita biarkan Pondok Pesantren menjemput kematiannya sendiri?

  • Opini: Membangun Bi’ah Baru Di Tengah Pandemi Covid-19

    Membangun Bi’ah Baru Di Tengah Pandemi Covid-19
    Oleh : H. Harto Wibowo, SE., MM
    Kabag TU Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan Lampung

     

    Hidup dan Kehidupan dua makna yg berbeda hidup mengandung makna luas, bahwa seluruh makluk hidup butuh makan, minum dan lain sebagainya untuk mempertahankan kelangsungan hidup, sedang kehidupan lebih terfokus pada manusia untuk berkembang biak dengan segala pola tingkah (prilaku) atau lebih dikenal dengan istilah prilaku yg lebih condong kepada sebuah tindakan yang aneh (nyeleneh) untuk mempertahankan kehidupanya agar tetap eksis. Allah SWT berfirman “Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan bagi manusia, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatanya.” (QS: Al-Kahfi : 7)

    Tersadar atau tidak momentum covid 19 ini adalah ujian besar bagi para pemimpin, tanpa terkecuali dari pemimpin yg kecil sampai kepada pemimpin yang besar, seberapa cerdasnya EQ, SQ, dan IQ ini sangat di tentukan oleh sikap bijak, terlebih momentum yg sedang hangat covid 19 adalah fenomena alam yg membuat kita semua terkaget tanpa kita sadari telah merubah tatanan hidup baru.

    “Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)”. (QS: Al-Qiyamah : 36)

    Kembali kepada persoalan kita semua adalah pemimpin yg harus mengurus atau pemelihara masyarakatnya baik yg terkecil (RT) atau yg besar (Negara). Berikut sebuah hadist berbunyi “Amir atau pemimpin masyarakat adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad)

    Terlepas dari persolan hidup dan kehidupan, serta fenomena covid 19, kegalauan ini kapan ber akhir kita semua tidak tahu pasti, yg pasti kita semua tahu bakal mati, tapi mati dimana dan sedang apa kita juga tidak tahu. Yg pasti pilihan ada di kita bukan di orang lain. Kasus covid 19 ini membuat kita semua harus instrospeksi, sadar atau tidak sadar waktu terus berjalan dengan seiring berkurangnya umur.

    Covid 19 sudah menjadi bagian dari kehidupan kita, ini hanya momentum saja, bukan sebuah kebetulan tapi ini sudah skanio Allah terlepas siapa yg memulai.

    Tidak cukup dengan istilah kehidupan baru, dengan segala yang di instruksikan protokol kesehatan tapi Kelakuan (prilaku) Baru yg seyogyanya di kedepankan, karena kaitanya dg mental manusia, karena rusaknya dunia ini di akibatkan dengan kelakuan manusia seperti kata Khalifah Umar “Wahai masyarakat, tidaklah gempa ini terjadi kecuali karena ada sesuatu yg kalian lakukan. Alangkah cepatnya kalian melakukan dosa. Demi yg jiwaku ada di tangan-Nya, jika terjadi gempa susulan, aku tidak akan mau tinggal bersama kalian selamanya! “

    Ini mengisyaratkan betapa kelakuan lama perlu kita perbaharui. Musibah apapun yg menimpah hambaNya itu baik bagi hambaNya karena teguran adalah salah satu penghapus dosa agar kelakuan yg lama (jelek) segera kembali ke jalan Allah (jalan yg lurus)

    Allah berfirman “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yg benar (QS: Ar Rum : 41)

    Prilaku baru dg muhasabah diri dan peringatan Allah SWT adalah sebuah keniscayaan. Berikut dlm Al-Qur’an Allah berfirman “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (QS: Al A’raf: 96)

    “…Dia menciptakan manusia, mengajarkan pandai bicara, mata hari dan bulan beredar menurut perhitungan, dan tetumbuhan dan pepohonan, keduanya tunduk (kepada -Nya). Dan langit telah di tinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan, agar kamu jangan merusak keseimbangan itu dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan jangan kamu mengurangi keseimbangan itu, … dan biji bijian yg berkulit dan bunga-bunga yg harum baunya. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”. (QS: Ar Rahman : 3 – 13)

    Demikian semoga bisa membawa perubahan prilaku baru. Wallahualam

  • Opini: Halal Bihalal Di Tengah Pandemi Covid-19

    Halal Bihalal Di Tengah Pandemi Covid-19
    Oleh: Dr. H. A. Kumedi Ja’far, S.Ag., M.H.
    Dosen Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan
    Pengurus MUI Provinsi Lampung

    Halal bihalal 1441 H ini  tentunya berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, sebab halal bihalal tahun ini berbarengan dengan mewabahnya virus corona atau covid 19, di mana hampir semua ruang dan gerak kita sangat dibatasi, baik dalam bergaul, bekerja, berkomunikasi, bahkan dalam beribadah. Sehingga kita tidak bisa leluasa atau bebas melakukan segala aktivitas sebagaimana biasanya. Semua serba terbatas, bekerja dari rumah, tidak boleh berkumpul di tempat keramaian, selalu cuci tangan, tidak boleh berjabat tangan, menggunakan masker dan lain-lain. Bahkan saat ini kondisi kita juga sedang sakit (sulit), terutama dalam bidang ekonomi dan pendidikan.

    Namun semua itu tentunya tidak mengurangi semangat kita dalam menyelenggarakan halal bihalal,  dan yakinlah bahwa semua itu merupakan ujian dari Allah swt, yang apabila kita sikapi dengan positif insya Allah akan mendatangkan kebaikan untuk kita semua. Ingat Allah swt berfirman dalam Surat al-Insyirah Ayat 6 yang artinya “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan”, itu artinya apabila Allah menurunkan suatu kesulitan, niscaya Allah juga yang akan memberikan jalan keluarnya.

    Lantas bagaimana cara kita membangun ketahanan hidup dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara di tengah pandemi covid 19 ini, tentunya dengan senantiasa saling bekerjasama, saling meringankan beban, saling memahami, saling menyadari, saling memberikan dukungan dan saling menjaga diri.

    Untuk itu marilah kita selenggarakan halal bihal ini dengan suka dan cita, yakni dengan senantiasa menjaga persatuan dan kesatuan, serta menjaga hubungan persaudaraan di antara kita. Ingat firman Allah dalam surat al-Hujurat ayat 10 yang artinya “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang bersalah)”. Ingat juga hadis Rasulullah yang artinya “Janganlah kalian saling iri dengki, saling memutus hubungan silaturrahmi, saling membenci dan saling membelakangi, tetapi jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersudara. Bahkan dalam hadis yang lain dinyatakan “Sesungguhnya orang mukmin yang satu dengan mukmin yang lain itu bagaikan sebuah bangunan yang saling menguatkan antara bagian yang satu  dengan bagian yang lainnya.

    Berdasarkan ayat dan hadis ini jelas bahwa meskipun kita sedang di tengah pandemi covid 19, tetapi hubungan persaudaraan di antara kita harus tetap terbangun, komunikasi di antara kita harus tetap berjalan dan silaturrahmi di antara kita harus tetap terjaga, walaupun hanya sebatas melalui telepon, WA, SMS, Instagram, zoom cloude meeting, google meet dan lain-lain.

    Selanjutnya melalui acara halal bihalal ini mari kita manfaatkan untuk saling memaafkan di antara kita, sebab sebaik-baik orang yang bersalah adalah orang yang mau meminta maaf dan orang yang dimintai maaf tentunya harus memberi maaf. Ingat hadis Rasulullah yang artinya “Setiap anak Adam (Manusia) itu bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang mau meminta maaf”. Hal ini juga dijelaskan dalam surat al-Imron ayat 133-134 yang artinya “Dan bersegeralah kalian mencari ampunan dari tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, yaitu orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang menahan amarahnya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain.

    Akhirnya, mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang pandai bersyukur, pandai menjaga persaudaraan dan pandai memaafkan orang lain. Wallahua’lam Bishawab.

  • Khutbah Idul Fitri 1441 H: Halal Bi Halal Pada Musim Pandemi Covid-19

    Khutbah Idul Fitri 1441 H: Halal Bi Halal Pada Musim Pandemi Covid-19
    Oleh: Dr. Agus Hermanto, M.H.I
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

     (الخطبة الأولى)

    السّلام عليكم ورحمة الله وبركاته

    الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر,

    الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر

    الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر

    الحمد لله الذى جعل شهر رمضان، صياما في النهار, وقياما في الليل، وأنزل الله القرآن، ووقع ليلة القدر. الحمدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ يومَ عيدِ الفطرِ يَومَ السُرورِ, أحلّ اللهُ الطعامَ وحرّمَ الصيمِ, . أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه. الَّذِى خَصَّ عِبَادَهُ بِخَيْرِ كِتَابٍ أُنْزِلَ وَأَكْرَمَهُمْ بِخَيْرٍ نَبِىٍّ أُرْسِلَ وَجَعَلَهُمْ بِالإِسْلاَمِ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ وَأَتَمَّ عَلَيْهِمُ النِّعْمَةَ بِأَعْظَمِ دِيْنٍ شَرَعَهُ اللهُ لِعِبَادِهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الِّذِى أَدَّى الأَمَانَةَ وَنَصَحَ الأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِى اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ وَتَرَكَهُمْ عَلَى المِلَّةِ الحَنِيْفَةِ السَّمْحَةِ وَعَلَى الطَّرِيْقَةِ الوَاضِحَةِ الغَرَّاءِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّ يْنِ. أما بعدُ

    فَيَا عِبَادَ اللهِ!  أُوْصِى نَفْسِى وَأَنْتُمْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ, إِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

    قال الله تعالى فى كتابه الكريم:

    يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا. وقال أيضا: يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

    Jama’ah shalat Idul Fitri yang dimulyakan Allah!

    Mulai dari tadi malam, sampai pada pagi hari ini, suara kumandang takbir semakin menggema, kalimat takbir, tahmid, tahlil terdengar begitu nyaring untuk mensucikan, memulyakan, membesarkan  Allah subhanahu wa ta’ala. Allahu Akbar Walillahilham.

    Bulan ramadhan adalah bulan yang mulia dan dimuliakan oleh Allah swt., yang mana pada bulan ramadhan Allah swt., menguji keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah swt. Sehingga dikatakan dalam sabda rasulullah saw,

    الصوم على ثلاثة أوجه صوم الروح بقصر الأمل، وصوم العقل بخلاف الهوى، صوم النفس الإمساك عن الطعام والمحارم. (رواه البخاري)

    Puasa terbagi pada tiga macam, puasa ruh yaitu memendekkan harapan, puasa akal yaitu menahan hawa nafsu, puasa jiwa yaitu menjaga dari makanan dan sesuatu yang diharamkan (HR. Bukhari).

    Pada bulan ini juga Allah memberikan musibah kepada kita untuk menguji keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah, maka dalam hal ini Allah mengajarkan kepada kita untuk bersabar, karena sabar akan dapat menolong segala amal kita,

    الصبر يعين على كل عمل

    Sabar akan dapat menolong setiap pekerjaan.

    Dan sesungguhnya orang orang yang sabar adalah orang yang beruntung, من صبر ظفر

    Barang siapa yang bersabar maka beruntunglah ia.

    Allah swt., berfirman dalam surat al Baqarah ayat 153,

    ياايّها الذين آمنوا استعينوا بالصبر والصلاة إن الله مع الصابرين (البقرة :153)

    Hai orang orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang orang yang sabar (QS. Al baqarah: 153)

    Hal ini seirama dengan nasehat Ibnu Sinna,

    الوهم نصف الداء، والاطمئنان نصف الدواء ، والصبر بداية الشفاء

    Kecemasan setengah dari penyakit, ketenangan setengah dari obat, sabar awal mula kesehatan.

    Maka dalam hal ini Ali bin Abi Thalib ra., berkata yang dikutib dalam kitab Daqoiqul Akbar dalam bab tentang sabar,

    Sabar itu dibagi menjadi tiga, (الصبر على الطاعة) sabar dengan tetap bertaat kepada Allah swt., contohnya pada saat ini sedang diuji untuk berpuasa, yang merupakan perintah Allan, maka kita menjalaninya dengan khusuk dan ikhlas karena Allah swt., yang merupakan bentuk ketaqwaan kita kepada Allah (الصبر عن المعصية) sabar dalam menjaga diri dengan menghindari kemaksiatan, pada saat kita sedang puasa, maka kita berusaha untuk menjaga dari segala kemaksiatan, baik kemaksiatan telinga, mata maupun mulut, bahkan seseorang yang sudah bersuami istri dilarang berhubungan badan pada siang hari bulan ramadhan (الصبر على الصيبة) sabar dari segala musibah, ditengah tengah kita sedang diuji oleh Allah swt., yaitu menjalankan puasa, kita sedang mendapatkan musibah, yaitu adanya wabah corona.

    Maka dari pada itu, marilah sabar kita jadikan sebagai penolong kita, sehingga kita mendapatkan keteguhan iman, dan taqwa kepada Nya.

    وبالصبر واليقين تنال الأمانة في الدين

    Dan hanya dengan kesabaran dan keyakinan kepada Allah, akan dapat amanah dalam menjalankan agama.

    Karena sesungguhnya ujian dan musibah merupakan evaluasi untuk meneguhkan iman dan taqwa kepada Nya.

    وبالامتحان يكرم المرء أو يهان

    Dan dengan ujian, Allah akan menjadikan dirimu terhormat atau menjadikan, Allahu Akbar Walillahilham.

    Hadirin, hadhirat yang berbahagia,

    Idul Fitri adalah hari kemenangan umat Islam, karena pada saat ini kita telah melaksanakan ibadah puasa selama satu bulan penuh lamanya, sebagai salah satu ujian dari Allah kepada kita, untuk meneguhkan keimana, dan ketawaan kita kepa allah swt., agar kita semakin sabra, istiqomah dan senantiasa qonaah serta tha’ah menerima  dan menjalani perintah Allah dengan khusu’, ikhlas dan tawadhu’ kepa-Nya, Allahu Akbar walillahilham

    Idul fitri sering disebut dengan istilah lebaran yang berarti lebar, lebur, labur. Lebaran artinya melepaskan dosa-dosa kita di hari yang suci nan mulia ini yaitu hari Idul fitri, fitri yang berarti bersih, suci dari segala kesalahan dan dosa.

    Ketika Idul Fitri tiba, umat Islam mengadakan acara yang sangat unik, yaitu silaturahim, yang istilah ini dalam bahasa Jawa sidebut Sungkem kepada kedua orang tua yang masih ada, maupun kepada sanak family yang lainnya, namun ketika sudah tiada, mereka menyempatkan waktunya untuk berziarah ke Kuburan dan berdoa bersama atau dilaksanakan dengan sendiri-sendiri.

    Istilah silaturahim pada awal masuknya Islam ke Indonesia agak begitu sulit di ucapkan, kemudian KH. Wahab Chasbullah diberi nama halal bi halal yang kemudia istilah ini popular sampai hari ini. Halal bi halal adalah sebuah tradisi di masyarakat kita yang merupakan media untuk bersilaturahmi, halal bi halal berasal dari kata halal yang artinya lepas dari dosa, sehingga istilah ini digunakan untuk menyambung tali silaturahim sering juga disebut bersal dari kalimat thalabul halal bi thariqi al- halal, yaitu meminta mencari penyelesaian masalah atau mencari keharmonisan  hubungan dengan cara mengampuni kesalahan. Sehingga istilah halal bi halal sebagai sarana untuk saling bermaafan.

    Istilah halal bi halal memang hanya sebuah tradisi baik dan mulia di Indonesia, yang tidak ada dasarnya dalam al-Qur’an dan al-Sunah dan tidak ada pelaksanaannya di Negara-negara lain, unik memang hal ini, dan inilah merupakan sebuah tradisi Islam yang ada di Indonesia. Jika kehidupan ini ibarat benang yang selama ini tidak jelas ujungnya karena saking banyaknya alur kemudian menjadi kusut, maka sejatinya halal bi halal adalah merajut kembali benang yang sudah kusut dan nyaris sulit diselesaikan. Jika ada kesalahan yang terjadi dan belum termaafkan karena sebuah kesalahan atau khilaf, maka saat itulah bertemu, duduk bersama untuk bemaafan, bercerita dan saling tabayyun.

    Hadirin, hadirat yang berbahagia,

    Tradisi mudik merupakan merupakan salah satu tradisi unik yang ada di Indonesia menjelang datangnya lebaran, tradisi mudik sangat erat kaitannya dengan halal bi halal, karena salah satu tujuan mudik adalah bersilaturahim dengan orang tua, keluarga, sanak family dan sahabat yang lama tidak berjumpa, dengan tujuan yaitu halal bihalal atau melepaskan dosa, salim memaafkan antara yang satu dengan yang lainnya. Pada saat musim pandemic covid 19, kita di lockdown dan tidak diperkenankan mudik, stay at home yaitu mengerjakan segala aktifitas di rumah dan distancy yaitu dilarang berkerumul, dalam artian juga dilarang mudik dan dilarang melakukan silaturahim dengan tatap muka.

    Teknologi yang menjadi olah pikir manusia mampu mewujudkan bi’ah baru dalam menyikapi kearifan likal di Indonesia yaitu mudik dan halal bi halal, jika maqasid al-syari’ah dari halal bihalal adalah melepaskan dosa, meminta maaf antara yang satu dan yang lainnya, maka pada kali ini tidak dapat kita lakukan dengan cara mudik, bergerumul dengan keluarga, namun bisa menggunakan media lain yaitu WA, FB dan media Zoom. Hal ini merupakan bi’ah baru yang dapat kita bangun secara arif pada musim pandemic, tapa haru melanggar aturan pemerintah dan tanpa harus menghilangkan budaya lokal yaitu halal bi halal.

    Hadirin, hadhirat yang berbahagia, untuk itu, marilah kita selalu bersabar dalam mengahadi segala musibah dan ujian dari Allah subhanahu wata’ala, agar kita diteguhkan keimanan dan ketaqwaan kita, lebih-lebih di hari yang fitri ini, kita jalin tali silaturahmi diantara kita dengan cara-cara yang arif dan bijak, sehingga Allah senantiasa memberkahi langkah kita Amin ya rabbal Alamin.

    بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ


     

    (الخطبة الثانية)

    الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر,

    الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر

    الحَمْدُ ِللهِ الَّذِى تَتِمُّ الصَّالِحَاتِ , وَأَشْهَدُ أَنْ لا إِلهَ إِلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ , اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ,

    فَيَا عِبَادَ اللهِ!  أُوْصِى نَفْسِى وَأَنْتُمْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ, إِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

    وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ ، وَثَنَّى بِمَلاَئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ ، فَقَالَ تَعَالَى وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا ، تَنْبِيْهًا لَنَا وَتَعْلِيْمًا ، وَتَشْرِيْفًا لِنَبِيِّهِ وَتَعْلِيْمًا “إِنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَااَّلذِيْنَ آمَنُوْ ا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا”

    اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وعلى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ الأحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَقَاضِيْ الحَاجَاتِ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ , اللّهُمَّ لا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لايَخَافُكَ وَلا يَرْحَمُنَا , اللّهُمَّ انْصُرِ المُجَاهِدِيْنَ الَّذِيْنَ يُجَاهِدُوْنَ فِي سَبِيْلِكَ فِي كُلِّ زَمَانٍ وَمَكَانٍ, اللّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ دِيْنَكَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ دِيْنَكَ , اللّهُمَّ أَعِزَّ الإسْلامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِّلَّ الشِّرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَانْصُرْ عِبَادَكَ المُؤْمِنِيْنَ, اللّهُمَّ اجْعَلْنَا فِى هَذَا الشَّهْرِ المُبَارَكِ مِنَ السُّعَدَاءِ المَقْبُوْلِيْنَ وَ لاَ تَجْعَلْنَا اللّهُمَّ مِنَ الأَشْقِيَاءِ المَرْدُوْدِيْنَ, اللَّهُمَّ إِنِّا نعُوذُبِكَ مِنْ البَرَصِ، وَالجُنُونِ، وَالجُذَامِ، وَمِنْ سَيِّءِ الأَسْقَامِ تَحَصَّنَا بِذِى الْعزَّةِ وَالْجَبَرُوْتِ وَاعَتَصَمْنَا بِرَبِّ الْمَلَكُوْتِ وَتَوَكَّلْنَا عَلَى الْحَيِّ الَّذِى لاَ يَمُوْتُ اللّهُمَّ اصْرِفْ عَنَّا هَذا الْوَبَاءَ وَقِنَا شَرَّ الرَّدَى وَنَجِّنَا مِنَ الطَّعْنِ والطَّاعُوْنِ وَالْبَلاَءِ بِلُطْفِكَ يَا لَطِيفُ يَا خَبِيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ رَبَّنَا لاتُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّاب رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

    عِبَادَ اللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالإحْسَانِ وَاِيْتَآءِ ذِيْ القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ فَاذْكُرُوْا اللهَ العَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكَمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

    والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

    Silahkan Klik Untuk Download Materi

    Khutbah Idul Fitri 1441 H 

  • Opini: Buah Puasa Ramadhan

    Buah Puasa Ramadhan
    Oleh: Dr. H. A. Kumedi Ja’far, S.Ag., M.H.
    Dosen UIN Raden Intan Lampung
    Pengurus MUI Provinsi Lampung

    Tidak lama lagi Ramadhan 1439 H akan meninggalkan kita semua, apa yang telah kita dapatkan, dan apa yang dapat kita rasakan? Yang jelas setiap pekerjaan pasti mengharapkan hasil, dan setiap amalan (ibadah) pasti mengharapkan pahala (ridha) Allah. Demikian juga puasa Ramadhan, pasti akan membuahkan hasil. Buah dari puasa Ramadhan itu tentunya adalah taqwa, karena sesungguhnya tujuan dari puasa itu sendiri adalah untuk menjadi orang yang bertaqwa. Hal ini sebagaimana firman Allah swt dalam surat al-Baqarah ayat 183, yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa”. Berdasarkan ayat ini jelas bahwa kita diwajibkan melaksanakan puasa (Ramadhan) dengan tujuan menjadi orang-orang yang bertaqwa. Ini artinya bahwa dengan berpuasa kita akan menjadi orang yang bertaqwa.  Lantas apa itu taqwa? Dan Apa keistimewaannya bagi kehidupan manusia?

    Taqwa tidak hanya berupa  menjalankan seluruh perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya, tetapi lebih dari itu. Dalam hal ini Allah swt telah menjelaskan dalam surat al-Imran ayat 134, bahwa orang yang bertaqwa adalah: Pertama,  orang yang mau menafkahkan sebagian hartanya di jalan Allah, baik dalam keadan lapang maupun dalam keadaan sempit. Kedua, orang yang mampu menahan amarah/emosinya. Ketiga, orang yang mau memaafkan kesalahan orang lain. Ini artinya bahwa orang yang bertaqwa adalah orang yang mau menafkahkan sebagian hartanya, orang yang mampu menahan amarahnya, dan orang yang mau memaafkan kesalahan orang lain.

    Adapun keistimewaannya bagi kehidupan manusia adalah: Pertama, menjadikan orang  termulia. Artinya bahwa orang yang bertaqwa akan digolongkan sebagai orang yang mulia, hal ini sebagaimana firman Allah swt  dalam surat al-Hujurat ayat 13, yang artinya “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertaqwa”. Kedua, mendapatkan kemudahan dan jalan keluar. Artinya dengan bertaqwa kepada Allah, niscaya akan diberikan jalan keluar dan  kemudahan rezeki, hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat al-Thalaq ayat 2-3, yang artinya “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia (Allah) akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka”. Ketiga, hidupnya akan menjadi berkah. Artinya orang yang bertaqwa kepada Allah, niscaya akan dijadikan hidupnya penuh dengan keberkahan, yakni Allah  akan senantiasa mencukupkan kebutuhan hidupnya.  Keempat, mendapatkan keselamatan. Artinya orang yang bertaqwa kepada Allah, niscaya ia akan diberikan keselamatan, hal ini sebagaimana firman Allah swt surat al-Zumar ayat 61, yang artinya “Allah akan menyelamatkan orang-orang yang bertaqwa, mereka tidak akan tersentuh azhab/siksa dan tidak pula berduka cita”. Kelima, terjaga lidahnya. Artinya orang yang bertaqwa kepada Allah, niscaya ia akan terjaga lidahnya dari perbuatan dusta, menggunjing, mengadu domba, dan lain sebagainya. Bahkan menurut Abu Laits bahwa orang yang bertaqwa tidak hanya terjaga lidah/ucapannya, tetapi juga akan terjaga akan pandangan, pendengaran, tangan, kaki dan hatinya. Wallahua’lam Bishawab.