Category: Opini

  • Khutbah Idul Adha: Qurban yang Diterima

    Qurban yang Diterima
    Oleh: Dr. Abdul Syukur, M.Ag
    Ketua MUI Lampung
    Wakil Ketua PWNU Lampung

     

    Khutbah Pertama                                                             

    السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

      اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَر اَللهُ أَكْبَرُ.اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.اَللهُ أَكْبَرُاَللهُ أَكْبَرُاَللهُ أَكْبَرُ. لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.  اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ .

    اَلْحَمْدُ للهِ نحمده ونشكره على نعمة الله.أَشْهَدُ أَنْ لاإِلَهَ إِلاَّ اللهُ  وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى رَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ وسائرالأمة. أمَّا بعْدُ:

    فيَا أَيُّهَا المسلمون ! اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى سرا وعلانية ولعلكم تفلحون فى الدين والدنيا والأخرة. فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ .أعوذ بالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجيم بسم الله الرحمن الرحيم :

    إِنَّآ أَعۡطَيۡنَٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ)١( فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ )٢ (إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ ) ٣ (

    لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقۡوَىٰ مِنكُمۡۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمۡ لِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡۗ وَبَشِّرِ ٱلۡمُحۡسِنِينَ .(الحج :٣٧) ، صدق الله العظيم .

    Jama’ah Shalat Idul Adha rahimakumullah

    Mari kita selalu memuji dan bersyukur kepada Allah Swt, semoga Allah ‘Azza wa Jalla terus melimpahkan berbagai nikmat, inayah, hidayah, dan sa’adah, serta berkah kepada kita, amin.

    Salawat dan salam mari kta sanjung-agungkan kepada Nabi Muhammad Saw, beliau adalah Rasul Allah terakhir, dan penutup serta penyempurna syari’at para nabi dan rasul Allah.

    Mari kita tingkatkan iman dan taqwa kepada Alloh Swt, pada hari yang mulia ini, bulan yang dimuliakan oleh Allah Swt, yaitu bulan Dzulhijjah. Hari ini, tanggal 10 Dzulhijjah 1441 H adalah hari raya ‘Idul Adha, Idhul Nahr, bahkan dinamakan ‘Idul Hajj.

     

    Jama’ah Shalat Id yang berbahagia,

    Mari  kita menyimak materi khutbah yang berjudul “Kurban yang Diterima oleh Allah.” Semoga kita dapat mengambil hikmah, ibrah atau pelajaran dari isi khutbah ini. Khutbah Idul Adha ini masih merupakan rangkaian dari prosesi shalat Idul Adha.

    Pelaksanaan kurban di dunia, dapat ditelusuri dari aspek historisnya, yaitu peristiwan yang dialami oleh putra-putra Nabi Adam AS bernama Qabil dan Habil. Kedua putra Nabi Adam dan Siti Hawa diperintah oleh Alloh Swt untuk melaksanakan kurban.

    Qabil mempersembahkan kurbannya berupa buah-buahan yang tidak terbaik, yang tidak menjadi kesenangan utamanya. Kurban yang tidak didasarkan ikhlas dan tidak sesuai dengan yang diperintahkan oleh Alloh. Sebaliknya, Habil mempersembahkan kurban berupa hewan (kambing) yang terbaik, yang paling ia senangi, dan sesuai dengan perintah Allah kepadanya.

    Maka   persembahan kurban dari Habil yang diterima oleh Allah, sedangkan persembahan kurban Qabil ditolak dan tidak diterima oleh Allah. Keadaan demikian, yang membuat iri, dengki, hasud, dan dendam Qabil kepada Habil; bahkan pandemik hasud dan dengki it uterus meggerogoti dan menjalar ke seluruh pikiran dan perasaan Qabil, dan ia tidak mampu menemukan vaksinya. Hingga puncak pandemik hasud dan dendam itu membuat ia kalap dan tega membunuh saudara kandungnya sendiri, Habil.

    Perjalanan kurban juga terus dialami dan dilakukan oleh Nabi Ibrahin AS. Mimpi yang dialami oleh Nabi Ibrahim, sebagai jawaban atas nazarnya, yaitu beliau diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih putranya, Ismail untuk dijadikan kurban. Menterjemahkan arti mimpi itu, sebagai perintah Allah, kemudian Nabi Ibrahim menanyakan kepada putranya, Ismail, dan juga memintan pendapat dan persetujuan istrinya, Siti Hajar. Dengan berat hati, karena Ismail pada masa itu, adalah satu-satunya anak dan yang paling disayang oleh bapak dan ibunya, Nabi Ibrahim dan Siti Hajar. Mereka mendialogkan tentang “bagaimana kesdiaan dan kepatuhan anaknya, untuk dikurbankan demi memenuhi perintah dan ketaan kepada Allah?” Semabagi anak yang saleh dan taat beragama, maka Ismail pun setuju bahkan memperkuat permintaan bapaknya. Begitu juga, Siti Hajar sebagai istrei yang salehah dan taat ibadah juga memperteguh permintaan suaminya, Nabi Ibrahim. Mereka sepakat bulat, dengan rencana menjadikan Ismail sebagai persembahan kurban untuk memenuhi perintah Allah sekaligus menunjukkan ketaatan kepada-Nya dengan ikhlas, sabar, dan tawakkal kepada-Nya.

    Sebaliknya, iblis dan syaitan itulah yang tidak rela Ismail dipersambahkan kepada Allah. Iblis tidak mau Ismail dikurbankan untuk memenuhi perintah Allah. Berbagai upaya dan tipu daya dan rayuan, Iblis merusaha merayu dan syaitan menggoda Nabi Ibtahim, Ismail, dan Siti Hajar. Namun karena mereka ikhlas, niat karena Allah, sabar dan tawakkal untuk tetap menjaga iman dan taqwa kepada Allah, maka berbagai rayuan iblis  tidak menggoyahkan prinsip dan pendirian Nabi Ibrahim, Ismail, dan Siti Hajar. Bahkan iblis-iblis yang selalu menggodanya, dengan tidak kapok-kapok terus merayu Nabi Ibrahim dan keluarganya. Tetapi justeru iblis-iblis itu  diusir, dilempar dengan batu, dan peristiwa ini ditradisikan dalam prosesi ibadah haji yang dikenl dengan lontar jumrah (jamarat) bagi para jama’ah haji.

    Peristiwa historis di atas menginspirasi kepada kita, umat Islam, khusunya bagi orang yang akan melaksanakan kurban, setelah shalat Idul Adha, dan selama hari tasyrik, untuk dapat mengambil makna sejarah dari peristiwa masa lalu yang dialami oleh Habil dan Keluarga Nabi Ibrahim.

    Hal demikian dijelaskan dalam Al-Qur’an Surah Al-Hajj ayat 37 berbunyi:

    لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقۡوَىٰ مِنكُمۡۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمۡ لِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡۗ وَبَشِّرِ ٱلۡمُحۡسِنِينَ ٣٧

    Artinya:

    “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. Al-Hajj:37)

    Ayat 37 surah Al-Hajja menurut penafsiran Imam Ibn Katsir dapat dipahami, bahwa:

    • Orang yang berkurban didasai niat (ikhlas) karena Allah. Di jaman Jahliyah, orang yang berkurban di mana hewan kurbannya dieprsembahkan untuk berhala, dan darahnya dipercikkan untuk berhala.
    • Hewan yang dikurban, hewan yang memenuhi syarat dan rukun kurban, hewan yang sehat, dengan tetap didasari ikhlas, karena Allah. Bukan riya, bukan pula ujub, dan cari pencitraan atau pujian, supaya hewan kurban itu sampai kepada Allah. Hewan yang dikurban (daging dan darahnya) didasari taqwa kepada Allah, yaitu menyebut nama Allah, mengagungkan-Nya, dan mengharap ridha-Nya, maka  hewan itu mencapai ridha Allah dan mendapatkan kebaikan (mashlahat).
    • Seseorang yang berkurban atas dasar iman dan taqwa kepada Allah, maka panggilan Allah datang kepadanya, dan dirinya bersama orang-orang yang menyembelih dan menyaksikan penyembelihan hewan kurban dengan menyebut nama Allah, mengagungkan-Nya, maka berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik (muhsinin).

    Menurut Ibnu Katsir,  Ibnu Abi Haitam menerangkan dari  Ibnu Juraij yang mengatakan bahwa orang-orang Jahiliah di masa silam memuncrat­kan darah hewan kurban mereka ke Baitullah, juga daging hewan kurban mereka. Dari pengalaman ini, agar kita berkurban atas dasar taqwallah supaya hewan kurbannya diterima oleh Allah dan bermaanfaat bernilai kebaikan (maslahat dan ihsan).  Rasulullah  SAW bersabda:

    إِنَّ الصَّدَقَةَ تَقَعُ فِي يَدِ الرَّحْمَنِ قَبْلَ أَنْ تَقَعَ فِي يَدِ السَّائِلِ، وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ

    “Sesungguhnya sedekah itu benar-benar diterima di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah sebelum sedekah itu diterima oleh tangan pemintanya. Dan sesungguhnya darah (hewan kurban) itu benar-benar diterima di sisi Allah sebelum darah itu menyentuh tanah.”

    (H.R: Ibnu Majjah dan Turmuzi).

    Hadits ini hasan, diriwiyatkan melalui Siti Aisyah secara  marfu’. Makna nas ini menunjukkan pernyataan diterimanya kurban di sisi Allah bagi orang yang ikhlas dalam amalnya.

                Demikian, semoga isi khutbah menginspirasi kita dan menambah wawasan dan amal kebaikan, Allahumma, amin.

    بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبِّلَ الله مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَّه هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْم .

     

    Khutbah Kedua

    الله أَكْبَرُ الله أَكْبَرُ الله أَكْبَرُ ، الله أَكْبَرُ الله أَكْبَرُ الله أَكْبَرُ الله أَكْبَرُ .

    لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

    اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وبه نستعين على أمور الدنيا والدين . أَشْهَدُ أَنْ لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ هو العليم الحكيم ،  وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ النبي الكريم، أَرْسَلَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ،  أما بعد:

    يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.قَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَلَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ .

    اَللهُمَّ اغْفِرْلنا وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ ،

    اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.     وصل الله على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه أجمعين.

    عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر ولله الحمد.

    والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

    Untuk mendapatkan teks silahkan Klik Link berikut, semoga bermanfaat:

    2. Kurban Yang Diterima (khutbah Idul adha)

    Dukung Perjuangan Dakwah MUI Lampung dengan Like, Commet, Share and Subscribe 🛎 Youtube MUI Lampung

  • Khutbah Idul Adha: Uji Ketauhidan (Pada Era New Normal)

    Uji Ketauhidan (Pada Era New Normal)
    Oleh: Dr. Abdul Syukur, M.Ag
    Ketua MUI Lampung
    Wakil Ketua PWNU Lampung

     

    Khutbah Pertama

    السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

      اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَر اَللهُ أَكْبَرُ.اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.اَللهُ أَكْبَرُاَللهُ أَكْبَرُاَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ

    وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

    اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ .

    فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ .أعوذ بالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجيم

    قُلۡ إِنَّنِي هَدَىٰنِي رَبِّيٓ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ دِينٗا قِيَمٗا مِّلَّةَ إِبۡرَٰهِيمَ حَنِيفاۚ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ . (الانعام : ١٦١) صدق الله العظيم .

    Jama’ah Shalat Idul Adha rahimakumullah,

    Mari kita senantiasa memuji dan bersyukur kepada Allah, sebagai Tuhan (rabb) dan pencipta (al-khaliq) bagi kita dan semesta alam. Semoga Allah Swt senantiasa melimpahkan berbagai nikmat kepada kita, dan kita pun senantiasa beribadah dan memohon hanya kepada-Nya, agar kita selamat di dunia dan akhera.

                Salawat dan salam semoga tercurahkan kepada nabi panutan kita, nabi teladan bagi kita, yaitu Nabi Muhammad Saw, dan semoga kita senantiasa mendapatkan syafa’atnya di dunia dan akherat kelak.

                Selanjutnya, khatib berwasiat dan mengajak kepada kita, marilah tingkatkan iman dan takwa kepada Allah, dengan senantiasa menjaga ketauhidan kita kepada-Nya, kita hanya menyembah dan beribadah kepada-Nya, dan kita berakhalkul karimah sebagai buah keimanan dan ketauhidan kita kepada-Nya yang memancar pada diri kita dalam sikap dan akhlak yang mulia, agar kita bahagia dalam menapaki hidup di dunia dan  di yaumil akhir sebagai ahlul jannah.

    Jama’ah rahimakumullah,

    Kita baru saja telah melaksanakan shalat Idul Adha berjama’ah dan selanjutnya mari kita simak isi khutbah yang singkat ini dengan judul Uji Ketauhidan.

    Agama Islam yang kaffah mengandng ajaran tauhid (iman), ibadah dan mu’amalah (syari’ah) dan akhlakul karimah (ihsan). Iman merupakan akar dan fondasi bagi seorang mukmin, dan iman diwujudkan menjadi amal saleh (ibadah dan mu’amalah) serta puncak ibadah dan mu’amalah adalah akhlakul karimah. Ketiga kompnen ajaran Islam ini merupakan satu-kesatuan yang integral.

    Karena iman merupakan fondasi dalam amalan ibadah, maka penting bagi kita untuk meneguhkan keimana kita dalam rangka membangun persaudaraan (ukhuwah), kerukunan (musawah), dan mengimplementasikan nilai-nilai kemanusiaan (mashlahah) sebagai buah dari ketauhidan kita kepada Alloh Swt.

    Kita mengenal, bapak moyang ketauhidan dan kakek moyang kemanusiaan adalah Nabi Ibrahim AS. Perjuangan Nabi Ibrahim dalam rangka mendapatkan hakekat ketauhidan, dengan pencarian dan menjelajahi seluruh kehidupannya hanyalah untuk mendapat dan menemukan ‘siapakah Tuhan yang sebenarnya wajib disembah?”

    Pencarian Tuhan, beliau lakukan dengan kelana dan jelajah kosmologis (kauniyah) dengan mengamati fenomena alam, peristiwa yang terjadi di alam semesta. Beliau menyangka Matahari, Rembulan, dan bintang-bintang yang menyinari alam dan makhluk adalah Tuhan. Trnyata, ketika mata hari terbenam dan rembulan pun menghilang, serta bintang-bintang makin redup dan hilang dari peraduannya, maka Nabi Ibrahim berkesimpualn bahwa itu semua bukan Tuhan, tetapi ternyata ciptaan Tuhan.

    Bukan hanya sampai di situ, pengalaman kauniyah Nabi Ibrahim dalam pencarian dan penemuan Tuhan yang hakiki. Beliau terus melakukan jelajah spiritual, pengalaman rohaniyah pun terus beliau pergunakan untuk menemukan Tuhan yang sebenarnya. Kemudian, beliau menemukan bahwa Tuhan yang sebenarnya, yang wajib disembah, dan hanya kepada-Nya meminta pertolongan, adalah Tuhan yang Maha Kuasa, Tuhan Yang Maha Hidup, dan Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yaitu Allah Swt.

    Allah Swt, sebagai Rabb dan Khaliq, adalah Tuhan pengatur alam semesta, dan Pencipta langit dan bumi serta seisinya. Pengalaman fenomenal Nabi Ibrahim didorong oleh Kondisi Keluarga, di mana ayah Nabi Ibrahim, Azar adalah penyembah berhala bahkan pembuat patung sebagai mata pencahariannya. Begitu pula, sistem kemasyarakatan dan kenegaraan yang menganut prinsip asnamiyah (keberhalaan), merupakan uji ketauhidan Nabi Ibrahim. Dalam menghadapi ujian, beliau terus berusaha dan berdo’a untuk dirinya, keluarganya, bangsanya dan negaranya dengan memohon petunjuk Allah kepada jalan yang lurus, tegaknya agama yang benar, ajaran Nabi Ibrahim yang hanif, dan terhindar dari kemusyrikan (politheistic). Do’a Nabi Ibrahim (QS. Al-An’am: 161:

    قُلۡ إِنَّنِي هَدَىٰنِي رَبِّيٓ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ دِينا قِيَما مِّلَّةَ إِبۡرَٰهِيمَ حَنِيفاۚ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ . (الانعام : ١٦١) صدق الله العظيم .

     “Katakanlah:”Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang musyrik.” (QS. Al-An’am: 161).

                Ayat 161 menjelaskan Nabi Ibrahim  berdo’a kepada Allah:

    • Allah menunjukkan kepada jalan yang lurus, yaitu Nabi Ibrahim memohon petunjuk (hidayah) Allah Swt.
    • Nabi Ibrahim memohon hidayah Allah, yaitu petunjuk kepada jalan yang lurus (إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيم) yaitu mengikuti jalan hidup dari para Nabi dan Rasul Allah, parang pejuang Islam yang mereka wafat dalam membela agama Islam untuk kemaslahatan dan tujuan agamaa Islam (syuhada) serta orang-orang yang saleh (pejuang kebaikan, perdamaian, dan maslahatan umat).
    • Nabi Ibrahim selalu berharap dalam do’anya, agar Allah tetap menjaga tegak-lurus agama yang benar (دِينا قِيَما) adalah ajaran Nabi Ibrahim yang hanif; ajaran yang disebarluaskan melalui kegiatan dakwah beliau kepada masyarakat dan penguasa masa itu.
    • Do’a Nabi Ibrahim juga ditujukan dirinya, agar Allah Swt, tidak memsukkan Nabi Ibrahim kepada golongan musyrik. Sebab pada masanya, masyarakat dan sistem kenegaraan berpegang pada prinsip kehidupan asnamiyah.

    Sistem kemasyarakatan dan kenegaraan serta pola hidup berbudaya keberhalaan begitu mengakar dan menyelimuti sendi-sendi kehidupan pada masa beliau. Ini digambarkan dalam Al-Qur’an Surah Al-An’am ayat 74:

    وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَٰهِيمُ لِأَبِيهِ ءَازَرَ أَتَتَّخِذُ أَصۡنَامًا ءَالِهَةً إِنِّيٓ أَرَىٰكَ وَقَوۡمَكَ فِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٖ)٧٤(

    “Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar, “Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata”

    Ayat 74 di atas membuka dialog anak dengan bapak, yaitu Nabi Ibrahim menanyakan kepada Bapaknya, Azar: “Pantaskan berhala-berhala itu disembah, dijadikan tuhan?”Ternyata, orang tuanya sendiri tetap bersikukuh pada keyakinannnya, yaitu penyembah berhala, dan pembuat patung sebagai mata pencaharian.

                Nabi Ibrahim pada kesimpulannya, bahwa bapaknya, keluarganya dan masyarakatnya pun penganut kepercayaan dan keyakinan yaitu penyembah berhalan, di mana berhala-berhala itu dijadikan tuhan-tuhan mereka, sesembahan kaumnya.

                Namun demikian, Nabi Ibrahim tetap menghormati bapaknya, dan tetap berusaha mendo’akan kepada bapaknya, dan berdakwah ketauhidan kepada masyarakat dan penguasa masa itu. Nabi Ibrahim berdakwah kepada penguasa zalim, yang angkuh dan sombong yaitu raja Namruz.

                Kemusyrikan yang menyelimuti kaumnya, politeisme yang mengakar dalam tatanan kenegaraan, serta sistem asnamiyah yang begitu membudaya di tengah masyarakat, bahkan pekerjaan memahat patung, berhala seabagai komoditas, mata pencaharian mereka. Upacara kenegaraan juga dengan protokol asnamiyah. Ini bertentagan dengan ajaran Nabi Ibrahim, maka Nabi Ibrahim dalam rangkaian dakwahnya, termasuk menghancurkan patung-patung yang disiapkan dalam upacara kenegaraan raja Namruz seluruh patung dihancurkan oleh Nabi Ibrahim, kecuali ada patung yang paling besar dibiarkan dan dipundaknya dipangguli pedang.

                Porakporanda keadaan ruang upacara, dan berserakan patung-patung, maka masyarakat dan raja penganut asnamiyah pun menuduh bahwa itu perbuatan Ibrahim. Dalam keputusannya, Nabi Ibrahim mendapatkan hukuman, yaitu hukuman berat “dibakar di api unggun yang besar” dengan harapan Ibrahim mati dan hangus menjadi debu. Itulah konsekuensi ujian menegakkaan ketauhidan.

                Dalam kondisi dan posisi seperti itu, Nabi Ibrahim berada di atas api unggun, dibakar, maka beliau berdo’a kepada Allah, dan Allah mengabulkan memerinahkan api dingin, bersahabat, dan menyelamatkan diri Nabi Ibrahm dari kezaliman raja Namruz.

    Beliau berdo’a: memanggil api supaya jinak, padam, dan dingin. Memberikan pertolongn dan menyelematkan Nabi Ibrahim atas perintah Allah sehingga apipun dingin, tidak membakarnya.

    Dalam Al-Qur’an Surah Al-Anbiya ayat 69 dinyatakan:

    قُلۡنَا يَٰنَارُ كُونِي بَرۡدٗا وَسَلَٰمًا عَلَىٰٓ إِبۡرَٰهِيمَ ) ٦٩ (

    “Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.”

                Uraian di atas, dapat diambil hikmahnya, bahwa berpegang teguh pada ketauhidan merupakan kenicayaan hidup bagi orang beriman kepada Allah, dalam segala aspek kehidupan, di mana pun dan kapankun, Allah akan selalu menolongya, sebagaimana yang dialami oleh Nabi Ibrahim. Maka kita, jama’ah yang masih berada pada new normal dalam perkembangan pandemic Covid-19, agar makin teguh dalam bertauhid dengan berusaha (taati protokol kesehatan dan protokol keselamatan), jaga jarak, cuci tangan, pakai masker dalam berinteraksi sosial, jaga nutrisi dan imun tubuh) dan berdo’a kepada Allah supaya Covid-19 yang “menyebar/membakar” di tengah masyarakat cepat padam, lenyap, hilang dari masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia. Tak kalah pentingnya, pandemik faham intoleransi, faham radikal, terorisme, komunisme, liberalism dan isme-isme lainnya yang akan menyoyak persatuan, mengancam kesatuan kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara juga kita mampu menangkalnya dengan pendekatan   ketauhidan.

                Hal ini juga dijelaskan dalam Hadits Nabi Saw:

    الْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ مِنْ عَلَّاتٍ، وَأُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى، وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ

    “Para Nabi berasal dari satu ayah (Adam), ibu mereka berbeda-beda, namun agama mereka satu.“ (HR. Muslim no. 2365)

    Maksud dari “agama mereka satu” adalah semua mereka mendakwahkan tauhid. Yaitu tauhid berdimensi teologis dan humanities sehingga disebut ketauhidan. Sedangkan yang dimaksud:  وَأُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى (ibu mereka berbeda-beda)  adalah syariat setiap Rasul itu berbeda-beda. Firman Allah  Swt. لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا

    “Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang.” (QS. Al-Maidah: 48). Nabi Saw bersabda:

    فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللَّهَ تَعَالَى

    “Maka hendaklah yang pertama kali engkau serukan kepada mereka adalah agar mereka mentauhidkan Allah.” (HR. Bukhari no. 7372)

     Demikian khutbah ini disampaikan, semoga kita tetap menjaga dan mengamakan tauhid untuk meninkatkan iman dan takwa serta menjaga persatuan, persaudaraan dan kemaslahatan kita bersama.

     بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ

     

    Khutbah Kedua

    الله أَكْبَرُ الله أَكْبَرُ الله أَكْبَرُ ، الله أَكْبَرُ الله أَكْبَرُ الله أَكْبَرُ ، الله أَكْبَرُ الله أَكْبَرُ . لَااِلَهَ اِلَّا الله وَاللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلله الحمد . الحَمْدُ لِلّهِ حَمْداً كَثِيْرًا كَماَ أَمَرَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ الله ُوَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ إِرْغاَماً لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الخَلَآئِقِ وَالبَشَرِ. صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ مَصَابِيْحَ الغُرَرِ. أَمَّا بَعْدُ:

    فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ ، وَقَالَ تَعاَلَى : إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.

    اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ ،

    اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.وصل الله على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه أجمعين.

     عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر ولله الحمد.

    والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

    Untuk mendapatkan teks silahkan Klik Link berikut, semoga bermanfaat:

    1. UJI KETAUHIDAN (khutbah Idul adha)

    Dukung Perjuangan Dakwah MUI Lampung dengan Like, Commet, Share and Subscribe 🛎 Youtube MUI Lampung

  • Khutbah Idul Adha 1441 H: Mengambil Ibroh dari Ibadah Haji dan Qurban

    Khutbah Idul Adha 1441 H
    Mengambil Ibroh dari Ibadah Haji dan Qurban
    Oleh: Ustaz. Abdul Aziz, SH., SPd.I., MPd.I
    Sekretaris Umum MUI Kota Bandar Lampung

     

    اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَركَاَتُهُ
    اَللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُ (9)

    اَللَّهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ اْلحَمْدُ

    اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَّعَ إِيمَانِهِمْ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا وَالْحَمْدُ للهِ الْقَائِل، وَللهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً

    اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَرَسُوْلَ ولاَنَبِيَ بَعْدَهُ

    اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِينَ وَتَابِعِ التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَ سُنَّتَهُ وَجَمَاعَتَهُ مِنْ يَوْمِ السَّبِيْقِيْنَ الْاَوَّلِيْنَ اِلَى يَوْمِ النَّهْضَةِ وَالدَّيْنِ اَمَّابَعْدَهُ

     فَيَا عِبَادَ اللَّهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ وَأَحَثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

    يا معاشر المسلمين وزمرة المؤمنين رحمكم الله

    Puja dan puji syukur marilah senantiasa kita panjatkan kahadlirat Allah SWT. Karena berkah, taufiq, hidayah dan rahmatNYA-lah sehingga kita semua mendapatkan kesempatan mulya untuk melaksanakan ibadah sunnah mu’akkad yaitu Shalat Idul Adlha berjama’ah tanpa halangan satu apapun, shalatullah wa salamuhu semoga tetap tercurahkan keharibaannya yang suci nan ma’shum junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW berikut para keluarga, sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in, ulama waratsatul ambiya’ hingga kekita semua, mudah mudahan mendapatkan syafa’at di yaumil akhir kelak. Allahumma Amien

    يا معاشر المسلمين وزمرة المؤمنين رحمكم الله

    Marilah kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. yaitu melaksanakan apa yang diperintahkanNYA dan menjauhi apa yang dilarangNYA, dengan segenap jiwa raga, keikhlasan dan kesabaran.

    Idul Adha adalah momentum dua ibadah besar dengan rentang sejarah kemanusiaan yang panjang dan sarat dengan ibroh bagi kemanusiaan hari dan masa yang akan datang tentu dalam upaya Taqarrub Ilallah (upaya mendekatkan diri kepada Allah), yaitu ibadah haji dan  penyembelihan hewan kurban. Ibadah haji adalah rukun Islam yang kelima sehingga ibadah ini wajib dilakukan oleh seluruh umat Islam yang mampu atau kuasa dalam aspek jiwanya, raganya, akomodasinya, finansialnya dan keamananya, dasarnya adalah Al Qur’an Surat Ali Imron ayat 97;

    فِيهِ ءَايَٰتُۢ بَيِّنَٰتٞ مَّقَامُ إِبۡرَٰهِيمَۖ وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنٗاۗ وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلۡبَيۡتِ مَنِ ٱسۡتَطَاعَ إِلَيۡهِ سَبِيلٗاۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٩٧

    Artinya :

    Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS Ali Imron : 97)

    Sedangkan ibadah qurban adalah sunah mu’akkad, sunnah yang ditegaskan dan ditekankan untuk dilaksanakan oleh umat Islam dalam setiap tahunnya, dasarnya adalah Al Qur’an Surat Al Hajj ayat 34;

    وَلِكُلِّ أُمَّةٖ جَعَلۡنَا مَنسَكٗا لِّيَذۡكُرُواْ ٱسۡمَ ٱللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِيمَةِ ٱلۡأَنۡعَٰمِۗ فَإِلَٰهُكُمۡ إِلَٰهٞ وَٰحِدٞ فَلَهُۥٓ أَسۡلِمُواْۗ وَبَشِّرِ ٱلۡمُخۡبِتِينَ ٣٤

    Artinya :

    Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah). (QS. Al Hajj : 34)

    يا معاشر المسلمين وزمرة المؤمنين رحمكم الله

    Ibadah Haji yang merupakan rukun kelima dalam Islam sarat ritual napak tilas dan simbol-simbol penuh makna. Pertama, adalah makna tauhid, Ka’bah adalah sentra kedatangan jama’ah haji dari berbagai belahan dunia, jutaan orang dari berbagai penjuru dunia berkumpul dalam satu titik, yaitu tanah haram, tidak ada yang dibedakan pun tidak ada yang diistimewakan, semua sama, ini adalah simbol bahwa tujuan dari keseluruhan hidup ini adalah satu, yakni Allah SWT. Baitullah (rumah Allah) harus dipahami dalam makna tersebut, bukan makna makan yang lainnya.

    Kedua, adalah makna kemanusiaan, kain ihram yang dipakai jama’ah haji saat memulai ritual ibadah haji adalah simbol kesamaan, kesetaraan dan egalitarian ummat manusia, seluruh pakaian berwarna putih, jama’ah haji laki-laki harus mananggalkan semua pakaian berjahit dan hanya memakai dua helai kain ihram, dilarang mengenakan topi, peci, atau penutup kepala lainnya, sedangkan jamaah perempuan dilarang mengenakan cadar atau penutup muka, ritual ini menandai kesatuan identitas manusia sebagai hamba Allah, menanggalkan identitas-identitas selainnya, seperti suku, ras, nasab, jabatan politik, kelas ekonomi, dan ketokohan, petani, nelayan, selebritis, ulama, polisi, tentara, menteri, anggota dewan atau bahkan presiden datang ke Tanah Suci sebagai hamba Allah, bukan sebagai orang dengan atribut – atribut sosialnya.

    Ketiga, adalah napak tilas kenabian, ritual ibadah haji adalah momentum mengenang jejak nabi-nabi terdahulu, Nabi Adam AS, Nabi Ibrahim AS, Nabi Ismail AS, dan Nabi Muhammad SAW. Ritual melontar Jumrah adalah jejak permusuhan Nabi Adam AS dengan setan, ritual sa’i berupa lari sebanyak tujuh kali dari sofa ke marwah menyimpan sejarah perjuangan Ibunda Siti Hajar mencari air untuk putra tercintanya, Nabi Ismail AS, disaat suami tercinta Nabi Ibrahim AS tidak berada disampngnya, Hingga akhirnya pertolongan Allah pun datang, secara tiba-tiba dari bawah kaki Nabi Ismail AS yang masih kecil memancarkan mata air yang kemudian kita kenal hingga hari ini sebagai sumur Zamzam.

    يا معاشر المسلمين وزمرة المؤمنين رحمكم الله

    Ibadah kurban juga mempunyai beberapa makna penting. Pertama, ibadah kurban adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. berkurban memerlukan semangat dan perjuangan, semangat berkurban karena didorong oleh ketaqwaan seseorang kepada Allah SWT dan berjuang untuk mengendalikan hawa nafsu duniawinya serta menekan sekuat tenaga egoisme pribadinya. Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhoan) Allah SWT, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.

    Kedua, Ibadah kurban adalah wujud syukur kepada Allah SWT atas semua nikmat dan anugerahNYA. Sangat wajar apabila sebagian nikmat yang kita diperoleh digunakan untuk mentaati perintah Allah dengan berkurban.

    إِنَّآ أَعۡطَيۡنَٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ ١  فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ ٢

    Artinya:

    Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah (QS. Al Kautsar : 1-2)

    Ketiga, Ibadah kurban bertujuan membantu sesama, terutama yang kurang beruntung secara ekonomi melalui distribusi daging kurban kepada mereka, bukti kemurahan hati orang yang berkurban kepada sesamanya, diharapkan dengan ritual ini tercipta kebersamaan dan persaudaraan sesama muslim bahkan persaudaraan kemanusiaan secara luas.

    Keempat, Ibadah kurban yang dilakukan dengan menumpahkan darah hewan kurban adalah simbol agar orang yang berkurban menanggalkan sifat-sifat kebinatangan yang melekat pada dirinya, sifat rakus, tamak, bengis, licik, egois dan lain sebagainya. Begitu pula melalui kurban seorang muslim harus menanggalkan penghambaan kepada sesama makhluk, karena Islam hanya membenarkan penghambaan hanya kepada Allah SWT.

     بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الآيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللَّهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

    KHOTBAH KEDUA

    IDUL ADLHA TAHUN 1441 H.

    اَللَّهُ أَكْبَرُ (7)

    حَمْدًا وَشُكْرًا لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ ونَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنْ سُرُوْرُ اَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلاَمُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

    أَشْهَدُ أَنْ لَآإِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ رَسُوْلَ وَلاَ نَبِيَ بَعْدَهُ ، اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَنَا مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَلَىهُ.

     أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللَّهِ اِتَّقُوْااللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

    إِنَّ اللَّهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ كَماَ صَلَّيْتَ عَلَى سَيَّدِناَ اِبْرَهِيْمِ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ اِبْرَهِيْمِ وَباَرِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ كَماَ باَرَكْتَ عَلَى سَيَّدِناَ اِبْرَهِيْمِ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ اِبْرَهِيْمِ فِي الْعَالَمِينَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيدٌ

     

    اَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ،  بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

    يَااللَّهُ يَارَحْمَنُ يَارَحِيْمُ  يَاذَاالْجَلَالِ وَالْاِكْرَامِ  اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِ نَا مُحَمَّدٍ فِي الْاَوَّلِيْنَ وَاْلَاخِرِيْنَ وَبَارِكْ وَسَلِّمْ وَرَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْ كُلِّ صَحَابَةِ رَسُولِ اللَّهِ اَجْمَعِيْنَ

    اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ عَلَى نِعْمَةِ الْاِيْمَانِ وَالْاِسْلاَمِ وَالْاِحْسَانِ  يَارَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الْمُلْكُ وَلَكَ الشُّكْرُ يَامَعْبُودُ حَمْدًا الشَّاكِرِينَ حَمْدًا النَّاعِمِينَ حَمْدًا اليُّوَافيِ نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ  يَارَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلَالِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَلِعَظِيْمِ سُلْطَنِكَ

    رَبِّ اَوْزِعْنَا اَنْ نَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي اَنْعَمْتَ عَلَيْنَا وَعَلىَ وَالِدِنَا وَاَنْ نَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَاَدْخِلْنَا بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ

    اَللَّهُمَّ اَنْتَ رَبُّنَا لَااِلَهَ اِلَّا اَنْتَ خَلَقْتَنَا وَنَحْنُ عَبْدُكَ وَنَحْنُ عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَااسْتَطَعْنَا وَنَعُوْذُبِكَ مِنْ شَرِّمَا صَنَعْنَا وَنَبُؤُلَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيْنَا وَنَبُؤُلَكَ بِذَنْبِنَا فَاغْفِرْلَنَا فَاِنَّهُ لاَيَغْفِرُ الذُّنُوبَ اِلاَّ اَنْتَ

    اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اِنَّهُ قَرِيْبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَجَاتِ ، اَللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلاَءَ وَاْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالطَّعُونَ وَالْفَخْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالزَّلاَزِلَ وَالشَّدَائِدَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ ، رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ بِفَضْلِ سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلاَمٌ عَلىَ الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعاَلَمِيْنَ

    عِبَادَاللَّهِ ! إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ  فَاذْكُرُوا اللَّهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْئَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ
    وَاللَّهُ الْمُوَافِقُ اِلَى اَقْوَامِ الطَّرِيْقِ ، ثُمَّ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

     

    Untuk download teks silahkan klik: Khotbah Idul Adha 1441 H. 

    Dukung Perjuangan Dakwah MUI dengan Like, Commet, Share and Subscribe 🛎 Youtube MUI Lampung

  • Opini: Alternatif New Normal Life Perspektif Teori Defence Mechanism dan Psikoterapi Islam

    Alternatif New Normal Life Perspektif Teori Defence Mechanism dan Psikoterapi Islam
    Oleh: Dr. H. Yahya AD., M.Pd
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

    Kehadiran Covid-19 tidak saja berhasil mengubah sikap dan tatanan hidup umat manusia secara global, tetapi juga menunjukkan sifat-sifat dasar manusia, yakni keluh kesah, resah, dan gelisah. Keluh kesah, resah, dan gelisah adalah bagian dari fitrah manusia, hal ini telah ditegaskan oleh Allah SWT., di dalam Al- Qur’an Surat Al-Ma’arij, ayat 19-21 sebagai berikut: “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, Dan apabila ia mendapat kebaikan ia Amat kikir,…” (Q.S.70:19-21).

    Mengapa manusia bersifat keluh kesah, resah dan gelisah? Jawabannya karena adanya faktor kecemasan di dalam dirinya. Manusia dipengaruhi oleh suasana kecemasan yang dalam psikologi disebut anxiety state. Kecemasan adalah suatu keadaan tegang yang mendorong seseorang berbuat dan bertindak untuk menghindar dari sesuatu bahaya yang mengancam keamanan diri, termasuk jenis penyakit yang dapat membahayakan keselamatan jiwanya seperti Covid-19. Bahkan kecemasan yang berlebihan, dapat menimbulkan kepanikan yang di dalam psikologi dikenal dengan istilah anxiety,neurosis, atau panic disorder yaitu gangguan panik atau panic attack yakni serangan kepanikan.2 Kondisi jiwa yang panik ini juga telah digambarkan Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Haj, ayat: 2 sebagai berikut: “.dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, melainkan mereka panik terhadap (ancaman) azab Allah yang sangat keras (pedih). (Q.S.22:2).

    Intinya bahwa manusia berkeluh kesah, resah, gelisah dan cemas disebabkan takut menderita, takut sakit, bahkan takut mati. Inilah yang disebut dengan kecemasan eksistensial (Existential Anxiety) menurut mazhab psikoterapi Eksistensial Humanistik, yakni perasaan takut, bahkan gentar terhadap sesuatu yang mengancam jiwa (kematian). Tidak jarang kita mendengar petuah bahwa kita tidak perlu takut mati, karena kematian itu sesuatu yang pasti dan tidak ada satu jiwa pun yang dapat menghindar atau lari dari maut apabila waktunya telah tiba. Kepastian itu ditegaskan oleh Allah SWT di dalam Al-Qur’an Surat Al-Ankabut, ayat 57, Surat Al-Anbiya, ayat: 35, dan Surat An-Nisa ayat: 78, sebagai berikut:

    “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan” (Q.S.29:57).

    “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan” (Q.S.21:35).

    “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, Kendatipun kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh,…” (Q.S.4:78).

    Bahkan waktunya-pun telah ditentukan tanpa ada penangguhan, seperti ditegaskan dalam Surat Al-Munafiqun, ayat: 11 sebagai berikut:

    “Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan,” (Q.S.63:11)

    Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut di atas, dapat dipahami bahwa peristiwa kematian (ajal) adalah sesuatu yang sangat pasti, akan tetapi tidak jarang manusia – oleh faktor kecemasan – masih memohon dipanjangkan umur, bahkan sampai pada detik-detik menghadapi sakaratul maut-pun masih memohon penangguhan, Al-Qur’an Surat Al-Munafiqun, ayat 10 sebagai berikut: lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku Termasuk orang-orang yang saleh?” (Q.S.63:10).

    Mengapa manusia pada umunya merasa cemas menghadapi kematian? Jawabannya bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: 1) merasa belum cukup amal kebaikan, 2) belum berpengalaman atau belum pernah merasakan mati, sehingga merasa akan menghadapi sesuatu peristiwa yang sangat menegangkan dan sulit untuk dibanyangkan, 3) merasa belum cukup informasi, karena semua yang telah mati dan dikubur tidak ada satu-pun yang kembali membawa berita tentang pengalamannya, 4) terputusnya kelezatan hidup yang selama ini dinikmati. Maka satu-satunya yang dapat menolong kita adalah keimanan dan keyakinan yang benar (haqqul yaqin) tentang kepastian alam akhirat beserta dinamika dan romantikanya, gambaran penderitaan dan kenikmatannya, sebagaimana janji Allah dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat:87 dan Az-Zalzalah ayat:7-8 sebagai berikut:

    “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Sesungguhnya Dia akan mengumpulkan kamu di hari kiamat, yang tidak ada keraguan terjadinya. dan siapakah orang yang lebih benar perkataan(nya) dari pada Allah?” (Q.S.4:87).

    “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan) nya pula,” (Q.S.99:7-8).

    Oleh karena kematian adalah sesuatu yang pasti, maka kita dianjurkan oleh Rasulullah Muhammad SAW dalam sabdanya: اللذات م ذ كرھا ذ اكثروا” perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan hidup”. Mengingat bahwa hidup ini ibarat sedang menempuh perjalanan dan sejauh-jauh kita berjalan pasti ada batasnya. Demikian juga ajal, sepanjang-panjang usia manusia pasti ada batas, yakni ajal. Orang bijak berkata bahwa untuk sukses dalam menempuh perjalanan diperlukan beberapa syarat, antara lain:1) mengetahui tujuan beserta alamat yang jelas, 2) mengetahui rute perjalanan yang akan ditempuh, 3) siap kendaraan yang akan mengantarkan, dan 4) siap bekal dalam menempuh perjalanan. Demikian pula halnya dengan persiapan menuju ajal, harus jelas alamat yang dituju, jelas rute yang ditempuh, siap kendaraan yang akan ditumpangi, dan siap bekal menempuh perjalanan panjang. Andai syarat itu tidak terpenuhi, maka bersiaplah sengsara di tengah perjalanan yang panjang di yaumil akhir.

    1. ANCAMAN COVID19 DAN TEORI DEFENCE MECHANISM (MEKANISME PERTAHANAN DIRI)

    Menghadapi wabah Covid19 pada umumnya manusia telah dibuat cemas bahkan panik. Hal itu terlihat jelas dari sikap dan perilaku yang ditampilkannya dalam merespons ancaman virus yang sangat mematikan tersebut. Menurut teori Psikoanalisis (Sigmund Freud), terdapat beberapa jenis kecemasan, antara lain: 1) kecamasan realistis, 2) kecemasan moral, 3) kecemasan neurotik (anxiety, neurotic) dan 4) kecamasan neurosis (anxiety, neurosis).

    Pertama, kecamasan realistis adalah rasa takut terhadap ancaman bahaya dari dunia eksternal (luar diri), dan taraf kecemasannya sesuai dengan derajat ancaman yang ada. Misalnya melakukan kegiatan cuci tangan, menggunakan masker, disinfektan dan antiseptik, menjaga jarak (social distancing), untuk menghindari penularan virus corona (Covid-19). Kedua, kecemasan moral adalah rasa takut terhadap suara hati nurani. Bagi orang yang hati nuraninya masih berfungsi dengan baik, maka cenderung merasa berdosa apabila tindakannya berlawanan dengan noram sosial dan norma hukum maupun agama. Ketiga, kecemasan neurotik (anxiety, neurotic) atau disebut juga instinctual anxiety adalah kecemasan yang dimunculkan oleh rasa takut terhadap ancaman atau hukuman yang disebabkan oleh tindakannya memperturutkan naluri atau hawa nafsu yang melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Keempat, kecamasan neurosis (anxiety, neurosis) adalah gangguan kecemasan dalam bentuk neurosa dengan gejala utama perasaan ketakutan secara terus menerus terhadap bahaya yang seolah-olah mengancam, yang sebenarnya tidak nyata.

    Dengan kata lain, kecemasan neurosis ini merupakan gangguan kecemasan yang disebabkan oleh munculnya kecemasan berat secara berulang- ulang, sehingga dapat menimbulkan kepanikan. Bentuk kepanikan dapat dipicu oleh berita-berita pilu yang dialami oleh sebagian penderita Covid-19. Betapa tidak, jika dibayangkan orang yang sudah dinyatakan posif tertular virus corona dan masuk rumah sakit, seakan semuanya telah berakhir. Tidak boleh dibesuk oleh siapapun selain petugas medis, itupun diperlihatkan hanya dibalik kaca atau dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) yang berlapis-lapis. Terbayang andaikan ia mati, maka seolah-olah mati sia-sia tanpa disaksikan oleh keluarga dan sanak famili. Mayatpun dianggap begitu mengerikan, sampai-sampai harus disemprot dengan disenfektan, kain kafannya dari plastik yang berlapis-lapis, kemudian dimasukkan dalam peti mati, lalu dipaku, dilakban dan disemprot lagi dengan disinfektan. Tidak hanya sampai di situ, proses pemakamannya tanpa disaksikan oleh keluarga, sanak saudara bahkan bayatnya pun masih ditolak oleh sebagian warga masyarakat. Gambaran peristiwa seperti inilah yang banyak menghantui pikiran dan perasaan kebanyakan kita akhir-akhir ini, sehingga tidak jarang terasa sangat mencekam dan mengerikan. Namun di satu sisi kita pun berkeinginan untuk bangkit dan berusaha agar segera terbebas dari bahaya (kecemasan) tersebut. Secara psikologis, ketika manusia tidak mampu lagi mengatasi dan mengendalikan kecemasannya secara langsung, realistis dan rasional, maka di sinilah ego manusia akan menempuh cara-cara yang tidak realistis yang dikenal dengan istilah Defence Mechanism atau mekanisme pertahanan diri.

    Disadari atau tidak, pada umumnya manusia acapkali menggunakan mekanisme pertahanan diri ini pada saat menghadapi tantangan dan kesulitan di dalam perjalanan hidupnya. Paling tidak terdapat sembilan jenis mekanisme pertahanan diri secara psikologis menurut teori psikoanalisis, meliputi: 1) pengingkaran atau penyangkalan, 2) proyeksi, 3) fiksasi, 4) regresi, 5) sublimasi, 6) represi, 7) displacement, 8) formasi reaksi, dan 9) rasionalisasi. Apabila teori tersebut diaplikasikan dalam situasi dan kondisi ancaman covid.19, maka akan tergambar perilaku-perilaku sebagai berikut: Pertama, pengingkaran atau penyangkalan, yakni upaya manusia mengatasi kecemasan dengan cara menutup mata terhadap realitas yang mengancam atau proses membutakan diri terhadap kenyataan. Hal ini bisa kita lihat dari beberapa pernyataan, antara lain: a) corona tidak akan masuk ke Indonesia, b) kalau toh berhasil masuk, maka corona akan sembuh sembuh sendiri, c) tidak perlu pakai masker kecuali bagi yang sakit, d) jika ada yang meninggal itu juga tidak seberapa. Kedua, proyeksi adalah upaya mengatasi kecemasan dengan cara mengalamatkan sifat-sifat tertentu kepada orang lain. Misalnya, berhubung kita masih sulit memprediksi kapan Covid-19 berakhir, sementara dampaknya semakin luas dan nyata, maka kita mencoba menunjuk negara-negara lain yang jauh lebih parah dan lebih tinggi tingkat kematiannya, seperti Amerika Serikat, Inggris, Italia, Spanyol, Prancis, Belgia dan lain-lain. Ketiga, fiksasi adalah upaya mengatasi kecemasan dengan cara terpaku pada langkah pertama karena takut terhadap resiko yang lebih besar apabila mengambil langkah lebih jauh. Misalnya: negara-negara lain sudah memberlakukan lock-down, sementara kita masih berkutat pada tahap cuci tangan, pakai masker, jaga jarak (social distancing), karantina atau isolasi mandiri, sembari menangani kasus yang ada. Namun ternyata hasilnya semakin parah.

    Keempat, regresi merupakan upaya mengatasi kecemasan dengan cara mundur ke fase yang lebih awal. Misalnya kita baru saja menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), tiba-tiba kita anulir sendiri dengan istilah relaksasi atau pelonggaran dan kembali lagi ke pola perilaku awal seperti cuci tangan, pakai masker, jaga jarak (social distancing), karantina atau isolasi mandiri, sembari menangani kasus yang ada.

    Hal ini ditempuh karena takut roda perekonomian semakin anjlok atau bahkan mandeg. Akan tetapi kenyataannya sebagian warga masyarakat tidak lagi mengindahkan anjuran protokol kesehatan, dan akibatnya menjadi semakin parah. Kelima, sublimasi yakni upaya mengatasi kecemasan dengan cara konpensasi atau pengalihan perhatian. Misalnya anjuran untuk tetap beraktivitas, terutama bagi yang berusia 45 tahun ke bawah agar tetap berkarya dan produktif, lupakanlah sejenak Covid.19 dan tetaplah fokus pada pekerjaan. Keenam, represi adalah upaya mengatasi kecemasan dengan cara menekan rasa takut dan traumatik dengan berusaha melupakannya. Misalnya, menganggap corona tidak ada dan tidak pernah ada, tetaplah semangat dan teruslah beraktivitas. Walaupun pada kenyataannya kita tidak pernah benar-benar mampu melupakannya karena dampaknya sangat nyata di sekitar kita. Menurut Sigmund Freud, sesuatu yang dipaksakan untuk melupakannya, justru semakin melekat dalam ingatan.

    Ketujuh, displacement adalah upaya mengatasi kecemasan dengan cara pengalihan objek, karena objek yang sesungguhnya yang menjadi sumber kecemasan tidak mampu diatasi. Misalnya: pertambahan kasus positif per 31 Mei 2020 sebanyak 700 orang sehingga total kasus positif menjadi 26.473. Selanjutnya data tersebut tidak kita perhatikan, akan tetapi perhatian kita fokus pada data tentang perbandingan antara yang meninggal (1.613) dengan data yang sembuh (7.308). Berdasarkan data tersebut, kita masih bisa menghibur diri bahwa yang sembuh masih jauh lebih besar ketimbang yang meninggal, dengan kata lain covid.19 masih mampu kita redam. Ada juga yang mencoba membandingkan antara sifat-sifat corona dengan sifat seorang istri, yang menurut anggapannya sulit diatur dan tidak bisa dikendalikan. Meskipun perbandingan tersebut tidak comparable, namun tetap dicoba untuk dibandingkan. Kedelapan, formasi reaksi merupakan upaya mengatasi kecemasan dengan cara melakukan tindakan yang berlawanan. Mislanya; ajakan untuk untuk berdamai dengan covid.19 meskipun pada kenyataannya serangan covid.19 masih sangat gencar dan enggan untuk berdamai.

    Seperti ungkapan pak JK, jika hanya satu pihak yang ingin berdamai, sementara pihak lain tidak mau, tentu tidak akan pernah ada perdamaian yang sesungguhnya. Kesembilan, rasionalisasi adalah upaya mengatasi kecemasan dengan cara menciptakan alasan-alasan yang diupayakan masuk akal agar kenyataan yang mengecewakan tidak terlalu menyakitkan. Di sinilah posisi konsep NEW NORMAL LIFE yang kita pilih saat ini. Jika sebelumnya kita telah terbiasa dengan kondisi kehidupan yang normal, tanpa protokol kesehatan yang ketat, tanpa bayang-bayang kecemasan, tanpa beban, lalu tiba-tiba menjadi tidak normal karena ancaman Covid19 sebagaimana yang kita alami akhir-akhir ini. Kemudian kita merasa sudah tidak betah dan sudah tidak sabar lagi ingin segera mengakhiri ketidaknormalan ini, sementara pada kenyataannya kita belum mampu mengatasi ancaman Covid.19, maka kita mencoba merasionalkan dengan istilah New Normal Life. Walaupun sesungguhnya uapaya ini belum benar-benar normal secara realistis seperti yang kita inginkan, akan tetapi paling tidak untuk sementara sudah mampu meredam kecemasan yang ada. Dengan kata lain, jika covid19 tidak mampu kita atasi secara tuntas dalam waktu yang relatif singkat, maka kita yang harus mengalah dan menyesuaikan diri dengan menjalankan protokol kesehatan secara baik dan benar serta selalu menjaga imunitas diri. Lagilagi Allah SWT menunjukkan sfat asli manusia yang tidak sabar dan tergesa-gesa ingin segera terbebas dari musibah 4 sekaligus membuktikan bahwa manusia pada dasarnya lemah dan tidak berdaya menghadapi makhluk Allah bernama covid-19.

    1. NEW NORMAL LIFE PERSPEKTIF PSIKOTERAPI ISLAM

    Suatu hal yang harus diyakini bahwa Allah SWT menciptakan manusia dengan maksud agar benar-benar menghambakan diri, tunduk dan patuh mengabdi secara ikhlas kepada-Nya. Meskipun peran yang diembannya sebagai khalifah di muka bumi, namun manusia harus tau diri dan sadar diri bahwa statusnya tidak lebih dari sekedar hamba dan tidak pantas melampaui kewenangannya sebagai hamba. Maka tugas-tugas kehambaan itu haruslah benar- benar dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan sebagaimana mestinya. Untuk membentuk karakter dan kualitas kehambaan itu, Allah menciptakan kehidupan dunia dengan segala dinamika dan romantikanya sebagai sarana ujian. Sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an Surat Al-Mulk ayat:2 dan Al-Ankabut ayat: 2 sebagai berikut: “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (Q.S.67:2).

    Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?(Q.S.29:2). Ditegaskan bahwa Allah menciptakan mati dan hidup sebagai ujian dan bentuknya pun beraneka ragam, bisa dalam bentuk suka maupun duka, nikmat atau musibah, kesenangan atau kecemasan. Seperti dikemukakan dalam Al- Qur’an Surat Al-Baqarah ayat: 155 sebagai berikut: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (Q.S.2:155).

    Ditegaskan dalam ayat tersebut di atas bahwa Allah SWT tidak hanya menguji dengan memberikan cobaan berupa kecemasan atau ketakutan, tetapi juga memberikan solusi dengan cara bersabar. Namun untuk dapat bersabar harus dilandasi oleh iman dan taqwa. Adapun tahapan solusi dimaksud tercantum dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat: 200 sebagai berikut:  “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung” (Q.S.3:200).

    Berdasarkan keterangan dari ayat-ayat Al-Qur’an sebagaimana telah dipaparkan di atas, maka solusi untuk mengatasi kecemasan terutama ketakutan dalam menghadapi covid-19 antara lain dengan: 1) terapi iman, 2) terapi sabar, 3) terapi rabithah, 4) terapi takwa, dan 5) terapi tawakkal. Pertama, terapi iman yaitu hadapi segala bentuk problem kehidupan ini, khususnya wabah covid-19 dengan kekuatan iman. Sebuah keyakinan yang pasti

    bahwa segala sesuatu yang terjadi tidak lepas dari Qudrat dan Iradat Allah. Kepastian itu tertera dalam Al-Qur’an Surat: Al-Hadid ayat: 22, At-Taghabun ayat: 11, dan At-Taubah ayat: 51. “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah” (Q.S.57:22).

    “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan Barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu” (Q.S.64:11).

    Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung kami, ” (Q.S.9:51). Kedua, terapi sabar yakni kita hadapi musibah ini dengan kekuatan sabar, meliputi: 1) sabar dalam menunaikan kewajiban karena Allah dalam berbagai kondisi dan keadaan, b) sabar dalam meninggalkan segala sesuatu yang dilarang oleh Allah (meninggalkan dosa & maksiat), 3) sabar dalam melaksanakan amalan2 sunnah yang dapat mengantarkan kita lebih dekat dengan Allah untuk meraih cinta dan kasih syang-NYA. Memilki sifat sabar merupakan perintah Allah, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya yang termaktub dalam beberapa surat dan ayat Al-Qur’an antara lain: surat Ali Imran ayat: 200, Al-Baqarah ayat: 45 & 155, Al-Insan ayat: 12 & 24, sebagai berikut:

    “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu,” (Q.S:3:200).

    “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.” (Q.S:2:45). “dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (Q.S:2:155).

    “Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antar mereka.” (Q.S:76:24).

    “Dia memberi Balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera,” (Q.S:76:12).

    Ketiga, terapi rabithah dalam pengertiannya secara umum, yakni dengan cara menghubungkan diri atau mendekatkan diri kepada Allah melalui berbagai wasilah, diantaranya dengan sabar dan shalat. Allah memerintahkan agar kita menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong. Namun shalat yang mampu menjadi penolong dan berfungsi sebagai obat bagi kecemasan dan ketakutan adalah shalat yang khusyu’.

    Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (Q.S:2:45). Selain syarat khusyu’ harus terpenuhi, shalat yang dikerjakan harus secara terus menerus, baik dalam bentuk rutinitas amaliahnya maupun tingkat penghayatan dan aktualisasi nilai-nilai shalatnya dalam kehidupan (shalat daim).

    “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia Amat kikir, Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,” (Q.S. 70:19-23).

    Shalat yang dikerjakan dengan khusyu’ dan secara terus menerus selain dapat berfungsi sebagai obat, juga mampu mencegah seseorang dari perbuatan dosa dan maksiat.

    “…dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S:29:45).

    Selain rabithah dengan sabar dan shalat, juga yang tidak kalah pentingnya adalah dengan zikrullah, bahkan esensi dari ritual shalat itu sendiri dapat dikatakan seluruhny adalah zikrullah. Mulai dari niat kemudian proses bersuci dan pelaksaan serta terpenuhinya semua syarat dan rukunnya tidak terlepas dari zikir kepada Allah. Hingga usai mejalankan ritual shalat pun proses zikrullah tidak boleh terputus. Jika hal-hal tersebut telah terpenuhi, barulah ritual shalat yang kita laksanakan benar-benar fungsional serta efektif menjadi penolong dan obat penyembuh dari keresahan, kegelisahan dan kecemasan jiwa. Inilah yang terkandung dalam perintah-Nya pada surat: Tha-Ha ayat: 14, An-Nisa ayat: 103, dan Ar-Ra’d ayat: 28, sebagai berikut: Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku. (Q.S. 20:14)

    Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Q.S.13:28).

    Keempat, terapi takwa yakni selalu waspada dan penuh kehati hatian dalam menjalani kehidupan di dunia ini dengan cara mematuhi dan menjalankan segala rambu-rambu yang telah digariskan oleh Allah demi meraih kesuksesan hidup dunia dan akhirat. Sesuai dengan perintah Allah dalam Al-Qur’an suart Ali Imran ayat: 102 sebagai berikut:  (Q.S.3:102)

    Buah dari terapi takwa adalah akan mendapatkan petunjuk, ampunan, dan pertolongan serta jalan keluar dari permasalahan hidup yang dihadapi serta mendapat karunia yang besar dari Allah. “Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan(pertolongan), dan Kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa) mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar” (Q.S. 8:29).

    “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar” (Q.S.65:2).

    Kelima, terapi tawakkal yakni penyerahan diri secara total kepada Allah setelah berusaha keras dalam berikhtiar dan bekerja sesuai kemampuan dan tutunan syara’. Inilah yang diajarkan oleh Allah apabila kita ditimpa musibah hendaknya bersabar dan berserah diri (istirja’) kepada-Nya. Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung Kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.” (Q.S.9:51). .dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. (Q.S.65:3)

    Apabila kita mampu melaksanakannya dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan, maka kita akan mampu keluar dari himpitan musibah yang sedang melanda. Sebagaimana janji Allah sebagai berikut: Dan orang-orang yang berjihad (berjuang dengan sungguh-sungguh) untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik (Q.S.29:69). Intinya fokus pada dua hal penting yang harus kita jaga dalam memasuki Era New Nrmal Life, yaitu “perkuat iman dan imun” insyaAllah selamat dunia akhirat.

  • Opini: Kemuliaan Bekerja

    Kemuliaan Bekerja
    Nirwan Hamid, M.Pd.I
    Pengurus MUI Kota Bandar Lampung
    Pengurus GANAS ANNAR Kota Bandar Lampung

    Ketika seseorang sudah mulai masuk sekolah dan menyelesaikan beberapa jenjang pendidikan mulai dari jenjang Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Strata Satu dan seterusnya tujuannya adalah menimba ilmu sebanyak-banyaknya dengan harapan bawha agar bisa menjadi bekal hidup kelak ketika sudah dewasa dan mencari kehidupan yang lebih baik dengan mendapatkan pekerjaan yang baik pula. Rasulullah SAW bersabda:

    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ (رواه البخاري)

    Artinya: dari Abu Hurairah r.a ia berkata, Rasulullah Saw bersabda: “salahsatu dari kalian memikul kayu bakar dipunggungnya itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada seseorang baik diberi ataupun ditolak”. (HR. Bukhori) .

    Bekerja merupakan suatu keniscayaan dalam hidup. dalam suasana zaman yang semakin sulit, kaum beriman dituntut melakukan sesuatu yang survive membangun peradaban seperti sedia kala. Syaratnya tentu bukan hanya bekerja keras tapi juga bekerja cerdas.

    Maka salah satu cara yang paling adalah mengkaji kembali pandangan islam tentang etos kerja. Meskipun seluruh mahluk dibumi ini sudah mendapat jaminan rizki dari Allah Swt namun sifat malas tidak mendapat tempat di hati ummat islam. Karena menggugah pintu-pintu langit itu harus berusaha dengan keras tidak dengan menghayal dan berpangku tangan saja.

    فَابْتغُوْا عِنْدَاللهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوْهُ وَاشْكُرُوْالَهُ اِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ.

    Artinya: “…maka carilah rizki disisi Allah, kemudian beribadah dan bersyukurlah kepada Allah. Hanya kepada Allah kamu akan dikembalikan”.(Qs. Al-ankabut: 17)

    Ada beberapa prinsip etos kerja yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw kepada ummatnya.

    Pertama, bekerja untuk menjaga diri sendiri agar tidak menjadi beban bagi orang lain. Ummat islam dilarang menjadi benalu bagi orang lain. Artinya setiap pekerjaan yang halal adalah mulia dihadapan Allah Swt walaupun pekerjaan itu rendah dihadapan manusia. Kedua, bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Mencukupi kebutuhan keluarga hukumnya fardu ‘ain. Bekerja dan berusaha diniatkan beribadah untuk mencari karunia Allah Swt berusaha untuk diri sendiri, anak, istri juga untuk kepentingan ibadah yang lain. Rasulullah bersabda:

    مَااَنْفَقَ الرُّجُلُ فِى بَيْتِهِ وَاَهْلِهِ وَوَلِدِهِ وَخَدَمِهِ فَهُوَ لَهُ صَدَقَة.ٌ (الطَّبرَانِي)

    Artinya: “Segala sesuatu yang diinfakkan/diberikan oleh seorang laki-laki dalam rumah tangganya untuk istrinya, anaknya dan pelayanannya, maka hal itu menjadi sedekah baginya”. (HR. Thabrani).

    Tegasnya, seseorang yang memeras keringat dan membanting tulang demi keluarga akan dicintai Allah Swt dan Rasul-Nya. Ketika berjabat tangan dengan Muadz bin Jabal, Rasulullah bertanya soal tangan Muadz yang kasar. Setelah dijawab bahwa itu akibat setiap hari dipakai bekerja untuk keluarga, Rasulullah memuji tangan Muadz seraya bersabda, “Tangan seperti inilah yang dicintai Allah Swt dan rasul-Nya. Ketiga, bekerja dan berusaha dengan benar dan jujur. Sebab jujur adalah modal utama untuk mencapai keselamatan dan kesuksesan. Dengan sikap jujur kita akan memperoleh hasil kerja yang halal sekaligus masa depan yang gemilang. Dan kejujuran itu merupakan jalan menuju syurga. Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw bersabda. Artinya: “sungguh kejujuran itu menunjukkan pada kebaikan, kebaikan itu menunjukkan ke syurga. Sesungguhnya orang yang benar dan jujur, ditetapkan disisi Allah Swt sebagai ahli kebenaran (shiddiq). Sesungguhnya yang dusta itu mendorong kepada kekejian dan sesungguhnya kekejian itu menghalau ke neraka. Sungguh orang yang melakukan kedustaan itu di catat di sisi Allah sebagai ahli dusta.” (HR. Muttafaq ‘alaihi).

    Agama Islam merupakan agama yang universal, agama yang mengatur segala aspek kehidupan dimana ajarannya menganjurkan umatnya untuk bekerja. Hal ini mempunyai arti bahwa, merealisasikan fungsi kehambaan kepada Allah Swt dan menempuh jalan menuju Ridho Nya, mengangkat harga diri, meningkatkan taraf  hidup dan memberi manfaat kepada sesama, bahkan kepada makhluk lain.

    Kerja keras atau dengan kata lain yang dinamakan etos kerja merupakan syarat mutlak untuk dapat mencapai kebahagian dunia dan akherat. Sebab dengan etos kerja yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang tinggi pula. Etos kerja yang tinggi dapat diraih dengan jalan menjadikan motivasi ibadah sebagai pendorong utama disamping motivasi penghargaan dan hukuman serta perolehan material.

    Etos kerja adalah sifat, watak dan kualitas kehidupan manusia, moral dan gaya estetik serta suasana bathin. Etos kerja merupakan sikap mendasar terhadap diri dan dunia mereka yang merefleksikan dalam kehidupan nyata, sehingga etos kerja dapat diartikan sebagai pancaran dari sikap hidup manusia yang mendasar pada kerja. Akan tetapi jika etos kerja mengalami penurunan, maka kinerja yang menjadi tanggung-jawabnya pun tidak akan maksimal dan penurunan laju pertumbuhan yang akan didapatkan.

    Islam mengenal konsep ‘abdun, khalifah dalam hal ini diri manusia harus memiliki sifat ‘abdun yaitu landasan normative yang harus menundukan diri kepada Allah Swt. Karena seorang khalifah adalah eksistensi kreatif manusia, dengan demikian manusia harus selalu menjadi hamba yang kreatif agar misi memakmurkan dunia berjalan dengan baik berdasarkan tuntunan wahyu. Namun demikian perlu dicatat, ketaatan tidak dimaknai secara literlek yang menyebabkan seseorang menjadi fatalis, tidak kreatif dan bermental budak. Namun, pemaknaannya sebagai wakil Tuhan, setidaknya harus memiliki semangat nama-nama sifat Tuhan dengan demikian setiap manusia dapat mengoptimalkan diri menjadi pribadi yang unggul, kreatif, berfikir maju, bermental pemberani untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik.

    Dengan demikian umat manusia yang mengaku ber-Tuhan, maka ia harus mengoptimalkan diri menjadi manusia yang unggul, mandiri, sehat lahir dan batin guna mengeksistensikan diri di muka bumi untuk dunia yang lebih baik. sebagaimana landasan normative dalam al-Qur;an bahwa Tuhan mengehendaki baldatun tayyibatun warabbun ghafur, suatu negeri yang baik, aman dan diridoi oleh Allah Swt.

    Berfikir dan bersyukur adalah cara terbaik yang diperintahkan oleh Allah agar merasa lapang dada dalam menghadapi kehidupan. Allah Swt berfirman:

    لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِي لَشَدِيْدٌ. (ابراهيم:7)

    Artinya: Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti Kami akan menambah (nikmat)kepadamu, dan jika kamu mengingkar (nikmat-ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”(Qs.ibrahim:7)

    Wallahu al muwafiq

    Ihdinas shirata al mustaqim

  • Opini: Kemuliaan ‘Ulamāʾ dengan Keahlian Berbeda 

     

     Kemuliaan ‘Ulamāʾ dengan Keahlian Berbeda
    Oleh : Muhammad Irfan, SHI. M. Sy.
    Dosen Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan Lampung
    Khodim Pondok Pesantren Arafah

    Kemuliaan Ulamāʾ Allah abadikan dalam QS. Fathir ; 28

    وَمِنَ ٱلنَّاسِ وَٱلدَّوَآبِّ وَٱلْأَنْعَٰمِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَٰنُهُۥ كَذَٰلِكَ ۗ إِنَّمَا يَخْشَى ٱللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَٰٓؤُا۟ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ

    Artinya :

    Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun

    Ulamāʾ adalah bentuk jamak dari kata ʿĀlim yang secara harfiah artinya adalah “orang yang berilmu”. Sedangkan jika ditinjau dari terminologi “adalah mereka yang memiliki, memahami, menguasai dan mengamalkan ilmu agama (Islam) dan membimbimbing ummat manusia untuk menuju Allah”.

    Tugas Ulamāʾ selanjtnya adalah meneruskan perjuangan Rasulullah Saw hal ini berdasarkan sabda beliau

    إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ،

    Artinya :

    Sesungguhnya Ulamāʾ adalah pewaris Nabi

    Dalam kitab Kifayat al-Atqiya wa Minhaj al-Ashfiya dijelaskan bahwa ulama adalah mereka yang tekun ibadah, zuhud, berilmu akhirat, memahami kemaslahatan umum dan semata-mata langkah dan tindakannya hanya tertuju kepada Allah semata. Al-Syaikh Shalih Fauzan mengatakan, “wajib memuliakan Ulamāʾ karena mereka adalah pewaris para nabi”.

    Menjadi Ulamāʾ tidak cukup hanya berbekalkan penampilan layaknya seperti ulama, tidak juga cukup dengan mahir dalam berdakwah melainkan harus didasari dengan ilmu dzhahir dan ilmu bathin.

    Antara lain memahami Al-Qur’an, Qira’ah, Tajwid, Tafsir, Ulumu al-Tafsir, Hadits, Musthalhat al-hadits, Fiqh, Ushu al-Fiqh, Lughah, Nahwu, Shorof,  Ma’ani, Bayan, Badi’, Mantiq, Adab, Tauhid, Akhlak, Tashawwuf dan lain sebagainya.

    Meskipun ilmu yang dipelajari cukup banyak tetapi keahlian Ulamāʾ satu dengan ulama lainnya bisa berbeda-beda. Jika di dunia kodekteran ada istilah “spesialis”  artinya setiap dokter memiliki keahlian di bidangnya masing-masing ; seperti bidang gigi ada ahlinya tersendiri, bidang kulit ada ahlinya tersendiri, bidang mata ada ahlinya tersendiri, bidang jantung ada ahlinya tersendiri dan lain-lain.

    Maka Ulamāʾ pun demikian, ada Ulamāʾ yang ahli dibidang fiqh namun belum tentu ahli dibidang tauhid, adapula yang ahli dibidang nahwu namun belum tentu ahli dibidang ruhaniah, ada juga yang ahli dibidang hadits namun belum tentu ahli dibidang tafsir dan begitupun seterusnya.

    Karena itu seseorang yang memiliki jiwa Ulamāʾ dirinya sadar akan keterbatasan dari luasnya lautan ilmu Allah dan ia juga berlapang dada, mengakui kelebihan yang dimiliki oleh Ulamāʾ lainnya. Sehingga sifat syukur dan tawadhhu’ selalu hadir dalam dirinya.

    Terakhir dari tulisan yang singkat ini, bila ditinjau dari masa tentu terpaut jauh jarak kita dengan Rasulullah Saw (1441 saat ini), oleh sebab itu tidak cukup berguru hanya kepada satu ʿĀlim, jangan merasa puas dengan ilmu yang ada tetapi maju kedepan kita harus berguru kepada Ulamāʾ sebanyak-banyaknya. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah Swt. Aamiin.

  • Khutbah Idul Adha: Syariat; Qurban dan Haji

     

    Khutbah Idul Adha: Syariat; Qurban dan Haji
    Dr. Agus Hermanto, M.H.I
    Dosen UIN Raden Intan Lampung

     (الخطبة الأولى)

    السّلام عليكم ورحمة الله وبركاته

    الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر,

    الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر

    الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر

    الحمد لله الذى جعل شهر رمضان، صياما في النهار, وقياما في الليل، وأنزل الله القرآن، ووقع ليلة القدر. الحمدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ يومَ عيدِ الفطرِ يَومَ السُرورِ, أحلّ اللهُ الطعامَ وحرّمَ الصيمِ, . أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه. الَّذِى خَصَّ عِبَادَهُ بِخَيْرِ كِتَابٍ أُنْزِلَ وَأَكْرَمَهُمْ بِخَيْرٍ نَبِىٍّ أُرْسِلَ وَجَعَلَهُمْ بِالإِسْلاَمِ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ وَأَتَمَّ عَلَيْهِمُ النِّعْمَةَ بِأَعْظَمِ دِيْنٍ شَرَعَهُ اللهُ لِعِبَادِهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الِّذِى أَدَّى الأَمَانَةَ وَنَصَحَ الأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِى اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ وَتَرَكَهُمْ عَلَى المِلَّةِ الحَنِيْفَةِ السَّمْحَةِ وَعَلَى الطَّرِيْقَةِ الوَاضِحَةِ الغَرَّاءِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّ يْنِ. أما بعدُ

    فَيَا عِبَادَ اللهِ!  أُوْصِى نَفْسِى وَأَنْتُمْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ, إِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

    قال الله تعالى فى كتابه الكريم:

    يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا. وقال أيضا: يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

    Jama’ah shalat Idul Adha yang dimulyakan Allah!

    Mulai dari tadi malam, sampai pada pagi hari ini, suara kumandang takbir semakin menggema, kalimat takbir, tahmid, tahlil terdengar begitu nyaring untuk mensucikan, memulyakan, membesarkan Allah subhanahu wa ta’ala. Hal ini, tidak lain bertujuan untuk selalu meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah swt., Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahilham.

    Jama’ah shalat Idul Adha yang dimuliakan Allah!

              Ketika bulan Ramadhan, kita diperintahkan untuk melaksanakan ibadah puasa selama satu bulan penuh, dengan melatih kesabaran, ketabahan, kepekaan rasa, kesehatan jasmani dan rahani kita dengan tujuan mencapai ketaqwaan kita kepada Allah, maka sesungguhnya ibadah haji dan qurban juga bertujuan untuk menggapai ketaqwaan kita kepada Allah.

    Jama’ah shalat Idul Adha yang dimuliakan Allah!

    Pada saat ini kita berada di satu hari yang dimuliakan Allah yaitu Idul Qurban dan di tiga hari tasyrik, dimana pada hari ini, dihalalkan oleh kita makanan dan diharamkan bagi kita untuk shiyam. Hari ini adalah ahri yang bahagia, walaupun sisa-sisa penderitaan kita pasca covid 19 belum juga sirna, semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmatnya kepada kita semua.

    Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilham.

    Pada hari raya Idul Adha ini, ada dua syari’ah yang telah diajarkan kepada kita semua melalui baginda Rsul tercinta sebagai tapak tilas dari perjalanan para nabi terdahulu dalam menjalani segala ujian yang diberikan oleh Allah swt., untuk menjadi insan yang mulia, syariat yang pertama adalah qurban dan syari’at yang kedua adalah Haji, kedua syari’at ini bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah swt.

    Sesungguhnya Islam datang bukan di ruang yang hampa, namun Islam datang di tengah-tengah degradasi umat yang bobrok, yang ketika itu disebut masa Jahiliyah, masa jahiliyah bukanlah karena manusianya yang bodoh, tapi karena miskinnya akhlak, sehingga baginda Rasulullah saw., diperintahkan untuk menyempurnakan akhlak (Innama bu’istu li utammima makarimal akhlak)

    Di antara miskinnya akhlak itulah mereka melupakan agama yang hanif, yang dibawa oleh baginda Nabi Ibrahim as.,untuk  menyembah Allah, berqurban untuk Allah, berhaji untuk Allah, justru mereka kembali menyembah berhala, dengan meletakkan patung-patung Lata dan Uzza di sekitar Ka’bah, meninggalkan ajaran Isa as., justru mereka menyembah Isa dan menganggap Isa as., sebagai Tuhannya. Allahu Akbar, walillahilham.

    Ibadah qurban merupakan syari’at pertama yang diajarkan di hari raya Idul Adha, sebagaimana firman Allah swt.,

    Inna A’thaina kal kautsar (sesungguhnya telah aku berikan kepadamu Muhammad surge al-Kautsan), kalimat atha-yu’thi, merupakan bentuk fiil yang berarti memberi, kalimat memberi biasanya adalah untuk sesuatu yang tidak banyak atas apa yang kita miliki, begitu juga sesungguhnya Allah telah memberikan kenikmatan itu tidak banyak bagi Allah swt., namun sesungguhnya sangat banyak bagi kita, fashalli lirabbika wan har, (dan shalatlah atas nama Tuhanmu dan berkurbanlah), Allah telah memrintahkan kepada kita untuk shalat dan berkurban, shalat yaitu perintah shalat Idul Adha dan berqurban pada saat Isdul Adha dan hari-hari tasyrik, Innasyani akahuwal abtar, (sesungguhnya orang-orang yang membenci Muhammad maka akan terputus), terputus yang dimaksud adalah terputusnya rahmat Allah kepada mereka, dan terputusnya nasab mereka kepada nenek moyang mereka, karena sekali-kali tidak pernah terukir dalam sejarah al-Qur’an.

    Allah swt., berfirman tentang manfaat qurban dalam surat al-Hajj ayat 37

    لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنْكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

    Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.

    Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilham,

    Adapun syari’at yang kedua yang telah ditetapkan keberadaannya adalah ibadah haji, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah swt.,

    الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلا رَفَثَ وَلا فُسُوقَ وَلا جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّـقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الألْبَـابِ

    “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (QS. Al Baqarah:197).

    Pada tahun sebelumnya, berkisar antara 2,5 juta jiwa umat Islam diseluruh penjuru dunia di bulan ini sedang melaksanakan ibadah Haji, tanpa membedakan ras, golongan, kultur, warna kulit dan sebagainya, mereka bersama-sama menggunakan pakaian yang sama, berbaju putih tanpa berjahid dengan bertawaf sambil melafadzkan kalimat (labbaik, Allahumma labbaik, labbaikka la syarika laka labbaik, innalhamda, wannikmata, laka walmulku la syarikalak), kunci kedamaian itu terdapat dalam kalimat (wala rafasa, wala fusuqa, wala jidala), namun pada saat ini harus terttunda dengan adanya wabah corona yang sedang melanda dan menggoncangkan dunia, walaupun sudah mulai normal dalam keberadaannya

    Ibadah Qurban dan haji merupakan tapak tilas dari perjalanan para Nabi-Nabi Allah yang mulia, yang dijelaskan dalam al-Qur’an, yang merupakan syari’at sebelum datangnya syari’at Islam (syar’u man qablana),

    Jama’ah shalat Idul Adha yang dirahmati Allah!

    Tujuan disyariatkannya qurban dan haji adalah tercapaianya kemaslahatan dan menghindarkan kemudharatan, jika ditinjau maqasid al-syari’ah adalah:

    1. Menjaga agama, bertakbir, bertahmid, bertahlil termasuk melaksanakan perintah Allah seperti menyembelih qurban, melaksanakan haji adalah termasuk menjaga Agama Allah. Pelaksanaan haji dan qurban adalah sesuatu yang tidak terbantahkan di kalangan ulama, karena nashnya sungguh jelas perintahnya.
    2. Menjaga jiwa, jiwa manusia selalu rakus akan urusan duniawi, dengan berkurban dan dengan berhaji, maka sesungguhnya terpeliharanya dari sifat bakhil dan akan terwujud keikhlasan kepada Allah. Sehingga pada waktu kita melaksanakan haji, kita dilarang membunuh, berbuat kejahatan, fasik, berbantah-bantahan ketika melaksanakan ibadah haji. Kalau saja mereka tidak menjaga jiwa mereka, pasti akan terjadi perdebatan, pertikaian, maupun perkara lain yang dapat mengancam jiwa.
    3. Menjaga akal, sungguh mulia pelaksanaan haji dan qurban ini, karena dengan sangat tertib dilaksanakan, misalnya pelaksanaan setahun sekali dan tidak setiap hari, penyembelihan qurban yang telah ditentukan ukuran binatangnya, misalnya kambing di atas satu tahun jika akan kita tidak sehat, bisa saja kambing itu dibuat powel (giginya telah lepas) atau dikatakan sudah satu tahun padahal belum.
    4. Menjaga nasab, dengan berqurban sesungguhnya menjaga nasab baik nasab binatag yang diqurbankan dengan ketentuan satu tahun misalnya kambing, maka akan menjaga dari kepunahan, selain itu juga sebagimana dikatakan dalam surat al-Kautsar, bahwa orang-rang yang mengolok-olok pada nabi Muhammad termasuk umatnya, maka ia akan terputus dari Rahmat allah dan akan terputus dari nasab mereka, sehingga tidak pernah tercatat dalam sejarah.
    5. Menjaga harta, dengan kita berqurban, maka sesungguhnya kita teruji dari harta yang kita miliki, harus kita qurbankan demi mengharapkan ketaqwaan kita kepada Allah.

    Ada pelajaran besar dibalik pelaksanaan Haji dan qurban, di antara hikmah yang dapat kita ambil adalah, keteladanan Nabi Ibrahim as., yang secara demokrasi dan sabar menerima ujian dari Allah swt., ketaatan nabi Isma’il yang dengan keikhlasannya karena allah, ia rela diqurbankan atau menjadi qurban, dimana orang-orang pada saat itu, selalu mengurbankan binatang dan sejenisnya untuk Tuhan-tuhan mereka.

    Dalam saat ini, ia diperintahkan yaitu Ibrahim sebagai Khalilullah (kekasih Allah) yang kala itu mendapatkan fitnah terlalu cinta pada anaknya, Allah mengujinya dengan diperintahkan untuk menyembelih, anak satu-satunya yang dilahirkan dari berpuluh-puluh tahun ia tidak memiliki anak, itupun ia qurbankan demi ketaatannya kepada Allah swt.

    Sebuah reseach mengatakan bahwa, menyembelih binatang dalam syari’at Islam adalah harus menggunakan lafadz Jalalah (bismillah) agar binatang yang disembelihnya menjadi halal dan mendapatkan barokah. Selain itu juga, tidak diperkenankan untuk memotong seluruh lehernya, atau terputus antara badan dan kepalnya, ternyata ketika kepala dan badan tidak terputus, ketika sakaratul maut, saraf otak masih dapat bekerja menyutuh jantung untuk bekerja dan dapat menghembuskan darah keluar dari sseluruh badanya, sehingganya daging tersebut menjadi seteril dari darah yang kemungkinan akan ada virus atau penyakit. Wallahu ‘alam.

    بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ                                                                                       

    (الخطبة الثانية)

    الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر,

    الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر

    الحَمْدُ ِللهِ الَّذِى تَتِمُّ الصَّالِحَاتِ , وَأَشْهَدُ أَنْ لا إِلهَ إِلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ , اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ,

    فَيَا عِبَادَ اللهِ!  أُوْصِى نَفْسِى وَأَنْتُمْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ, إِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

    وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ ، وَثَنَّى بِمَلاَئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ ، فَقَالَ تَعَالَى وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا ، تَنْبِيْهًا لَنَا وَتَعْلِيْمًا ، وَتَشْرِيْفًا لِنَبِيِّهِ وَتَعْلِيْمًا “إِنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَااَّلذِيْنَ آمَنُوْ ا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا”

    اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وعلى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ الأحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَقَاضِيْ الحَاجَاتِ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ , اللّهُمَّ لا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لايَخَافُكَ وَلا يَرْحَمُنَا , اللّهُمَّ انْصُرِ المُجَاهِدِيْنَ الَّذِيْنَ يُجَاهِدُوْنَ فِي سَبِيْلِكَ فِي كُلِّ زَمَانٍ وَمَكَانٍ, اللّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ دِيْنَكَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ دِيْنَكَ , اللّهُمَّ أَعِزَّ الإسْلامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِّلَّ الشِّرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَانْصُرْ عِبَادَكَ المُؤْمِنِيْنَ, اللّهُمَّ اجْعَلْنَا فِى هَذَا الشَّهْرِ المُبَارَكِ مِنَ السُّعَدَاءِ المَقْبُوْلِيْنَ وَ لاَ تَجْعَلْنَا اللّهُمَّ مِنَ الأَشْقِيَاءِ المَرْدُوْدِيْنَ, اللَّهُمَّ إِنِّا نعُوذُبِكَ مِنْ البَرَصِ، وَالجُنُونِ، وَالجُذَامِ، وَمِنْ سَيِّءِ الأَسْقَامِ تَحَصَّنَا بِذِى الْعزَّةِ وَالْجَبَرُوْتِ وَاعَتَصَمْنَا بِرَبِّ الْمَلَكُوْتِ وَتَوَكَّلْنَا عَلَى الْحَيِّ الَّذِى لاَ يَمُوْتُ اللّهُمَّ اصْرِفْ عَنَّا هَذا الْوَبَاءَ وَقِنَا شَرَّ الرَّدَى وَنَجِّنَا مِنَ الطَّعْنِ والطَّاعُوْنِ وَالْبَلاَءِ بِلُطْفِكَ يَا لَطِيفُ يَا خَبِيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ رَبَّنَا لاتُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّاب رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

    عِبَادَ اللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالإحْسَانِ وَاِيْتَآءِ ذِيْ القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ فَاذْكُرُوْا اللهَ العَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكَمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

    والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

     

    Untuk download teks silahkan klik: Khutbah Idul Adha AH

    Dukung Perjuangan Dakwah MUI dengan Like, Commet, Share and Subscribe 🛎 Youtube MUI Lampung

  • Opini: Mengapa Kita Suka Kehilangan Moment (Kesempatan)

    Mengapa Kita Suka Kehilangan Moment (Kesempatan)
    Oleh : Harto Wibowo, SE., MM
    Kabag TU Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan Lampung

    “Moment tidak akan pernah terulang untuk kedua kalinya”

    “Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS; Al’Ashr :1-3)

    Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, ”Seandainya setiap manusia merenungkan surat ini, niscaya hal itu akan mencukupi untuk mereka.” [Tafsir Ibnu Katsir 8/499].

    Jika kita cermati apa yang tersirat dari ayat Al-Qur’an di atas sesunggunya kita diingatkan betapa pentingnya waktu, mengingat sesungguhnya hidup di dunia ini hanya sebentar (sesaat) yang kita semua tahu bahwa setiap individu diberi waktu yang sama, sedangkan yang membedakan adalah amal jariyah kita masing-masing dan kapan kita menghadap kehadirat-Nya. Karena waktu sedikit, dan terus berjalan, siang dan malam silih berganti yang lalu biarlah berlalu yang ada adalah hari ini sedangkan hari esok pun kita semua tidak tahun, siapa yang bisa menjamin bahwa besok hari masih punya kita, sedangkan kewajiban yang seharusnya kita selesaikan menumpuk, maka kita harus bisa memaanfaatkan waktu yang tersedia dan memperdayakan secara optimal; sebagai contoh bahwa karena profesi kita berbeda-beda ada yang sebagai guru (dosen), maka kita mafaatkan untuk mendidik sebaik-baiknya, ada juga yang sebagai tenaga administrasi (pelayanan)/jasa maka kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk melayanani dan lain sebagainya dari melayanani yang kecil dalam lingkup rumah tangga sampai yang besar lingkup Negara, semuanya setiap individu  memiliki profesi dan tanggung jawab kita masing-masing, sehingga kitapun harus bisa menempatkan pada posisi kita masing-masing dengan tetap mengamalkan apa yang kita ketahui. Sebagaimana firman Allah SWT ;

    “Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?” (QS; 75 : 36)

    “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu. (QS; Muhammad.” (47) : 33)

    “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS; Al-Hasyr : 18)

    Kesempatan atau yang sering disebut moment, bagi sebagian orang memaknai moment adalah kesempatan yang sangat berharga, seperti apa kata Imam Syafi’i Rahimullah, “Waktu ibarat pedang, jika engkau tidak menebasnya maka ialah yang menebasmu. … Membiarkan waktu terbuang sia-sia dengan anggapan esok masih ada waktu merupakan salah satu tanda tidak memahami pentingnya waktu, sama halnya istilah  “waktu adalah uang”, ini artinya siapa yang tidak bisa memanfaatkaan kesempatan (waktu) atau moment sama halnya menyai-nyiakan nikmat yang Allah SWT yang telah diberikan-Nya kepada manusia, demikian Allah SWT berfimran : “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS : {14} : 34)

    Ada dua kenikmatan yang banyak dilupakan oleh manusia, yaitu nikmat sehat dan waktu luang”. (Muttafaqun ‘alaih)

     Ibnu Mas’ud berkata, “Tiada yang pernah kusesali selain keadaan ketika matahari tenggelam, ajalku berkurang, namun amalanku tidak bertambah.” Al Hasan Al Bashri berkata, “Di antara tanda Allah berpaling dari seorang hamba, Allah menjadikannya sibuk dalam hal yang sia-sia sebagai tanda Allah menelantarkannya.”

    Demikian betapa pentingnya waktu, sifat manusia yang suka lalai ini adalah penyakit hati yang sangat ganas, membuat manusia terbius dengan kehidupan dunia, akibat kelalain ini pula dunia pun dibuatnya rusak oleh tangan-tangan ataupun otak-otak manusia yang penuh keserakahan, sampai-sampai Allah SWT berfirman;

    Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (QS; Al-Kahfi : 28)

    Kembali kita di ingatkan akan kesungguhan (serius) dalam mengarungi kehidupan ini, sesungguhnya manusia memerlukan peringatan dan pelajaran bagian dari empiris dalam kehidupanya tentang permasalah yang dihadapinya baik itu persoalan agama atau persoalan keduniawian, yakni untuk sebuah perubahan  dalam kehidupannya, untuk apa? Yakni untuk sebuah kehidupan yang lebih baik. Karena sifat manusia yang terkadang lupa atau lalai dengan segala persoalannya sehingga sebuah nasehat atau apapun yang sifatnya mengingatkan kepada manusuia itu selalu ada, sebagaimana Allah SWT berfirman;

    “Dan tetaplah memberi peringatan, karena Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (QS; Adz-Dzariaat : 55)

    Betapa konsep Islam sangat kompleks, berbicara tentang kehidupaan manusia, semenjak manusia dilahirkan sampai dia dipanggil kehadirat Ilahi, semua telah diatur dalam kitab sucinya Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW, peringatan yang dimaksud dalam Ayat di atas (QS; Adz-Dzariaat : 55) adalah bahwa karena sifat manusia yang suka lalai sehingga setiap waktu manusia selalu dingatkan kejalan yang benar (lurus), sebagai contoh setiap sholat Jum’at umat muslim di peringatkan akan pentingnya ketakqwaan dalam sebuah khotbah Jum’at, berikut ditambah juga dengan pengajian-pengajian (kajian) Islam yang terkadang ada pada moment-moment tertentu, sehingga dari waktu kewaktu selalu saja umat muslim di nasehatkan akan kebaikan-kebaikan sehingga ini demi umat muslim agar tidak tersesat yang pada akhirnya saat azal menjemput selamatlah ia.

    Sayidina Ali bin Abi Thalib r.a berkata, ….”coba perhatikan dirimu baik-baik, tidak lama lagi kamu akan mencapai tujuan akhir semua manusia yaitu terbujur kaku dibawah lapisan tanah. Segala perbuatanmu akan diperlihatkan kepada dirimu di padang mahsyar, yaitu tempat dimana orang-orang yang telah berbuat aniyaya akan merintih menyesali diri; orang yang lalai akan sangat menyesali diri dan berharap seandainya ia dapat kembali ke dunia. Namun itu semua tiada berguna, karena kesempatan mengulang sungguh tidak akan pernah ada…..”

    Karena hidup adalah pilihan, maka kehidupan adalah bagian dari perjalan menuju kesuksesan, atau kegagalan, membaca dari beberapa literature tentang hidup adalah pilihan merupakan sebuah ilham sekaligus inspirasi sehingga tersentak untuk mecoba mencari jalan keluar agar hidup ini tidak melulu menjalani rutinitas-rutinitas keseharian, yang terkadang kita suka kehilangan moment, sehingga hidup yang seyognya  mempunyai visi Surga menjadi tidak jelas.

    Sebuah pembelajaran bagi manusia yang sesungguhnya manusia diciptakan di dunia untuk menerima ujian-ujian dan segala persoalan yang akan dihadapinya,

    Performance seorang muslim adalah contoh bagi semua umat, karena segala momentum (kesempatan) selalu bisa dimanfaatkan untuk berbuat yang terbaik bagi keluarga dan lingkunganya, Imam Syahid Hasan Al Banna mengatakan, “ketahuilah, kewajiban itu lebih banyak dari pada waktu yang tersedia, maka bantulah saudaramu untuk menggunakan waktunya dengan sebaik-baiknya dan jika anda punya kepentingan atau tugas selesaikan segera.”

    Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu Anhu berkata “Tidak ada istirahat untuk orang beriman sebelum bertemu dengan Rabbnya (maksudnya kematian)” (Al Maqashidul Hasanah), kekaguman ini dihususkan bagi orang-orang beriman yang artinya jangan pernah merasa puas dengan amal yang telah kita kerjakan, teruslah berbuat amal dan beramallah terus, tiada hari tanpa momentum, karena tidak ada seorangpun tahu kapan ia akan meninggal dunia, sebagaimana Imam Ahmad Rahimahullah di Tanya; “kapan (engkau beristirahat)? Beliau menjawab; “(Istirahat itu nanti saat aku meletakkan kaki ini di Jannah.” (Thabagat AlHanabiah 1/291).

    “Dan Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. dan Sesungguhnya akhirat Itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS; Al-Ankabut (29) : 64)

     Sahabat Ali bin Abu Thalib RA berkata, “Dunia pergi sambil mundur sedangkan akhirat datang sambil menghadap. Masing-masing dari keduanya punya anak. Jadilah kamu anak-anak akhirat, jangan menjadi anak-anak dunia. Sesungguhnya hari ini adalah amal, sedangkan besok adalah penghisaban.”

    Saatnya kita berbenah diri dalam moment Covid 19, banyak hikmah yang didapat dan bahwa sesungguhnya protokol kesehatan yang di canangkan oleh Kementerian Kesehatan sesungguhny adalah sebuah konsep Islam yang sejak lama umat melaksankannya, sehingga moment Covid 19 ini mari kita semua menuju kepribadi-pribadi yang baru, banyak berkarya sebanyak-banyaknya dan beribadah lebih khusyu lagi serta beramal lebih ikhlas lagi, sehingga waktu (moment) ini tidak terbuang dengan percuma. Wallahualam

  • Opini: New Normal, Siapkah Kita.

    New Normal, Siapkah Kita.
    Oleh : Moh Abdul Ghofur
    Guru MIN 1 Lampung Utara

    Sudah satu pekan istilah new normal bergema di semua kanal media. Media elektronik maupun cetak memberitakan wacana tersebut mulai dari tahapan tahapan, konsep, hingga pertimbangan kesehatan dan ekonomi. Tak ketinggalan para pakar berpendapat mengenai sisi positif dan negatif diberlakukannya New Normal ada yang pro ada pula yang kontra.

    Penerapan New normal pastinya menyangkut semua aspek kehidupan, bukan hanya dampak sektor ekonomi yang akan diselamatkan, sektor kesehatan yang harus siap dengan segala kemungkinan, namun sektor sektor lain juga berpengaruh salah satunya adalah pendidikan. Sektor ini merupakan bagian yang pertama kali menjadi perhatian saat meluasnya pandemi Covid-19. Langkah cepat Gubernur DKI untuk meliburkan sekolah kemudian diikuti oleh kepala daerah di seluruh Indonesia. Mobilitas siswa yang sangat tinggi diikuti dengan orang tua sebagai antar jemput dikhawatirkan dapat menyebarkan virus ini. Ditambah lagi belum adanya kesiapan fasilitas dan ketrampilan pihak sekolah dalam mencegah penularannya, makan di ambillah langkah untuk meniadakan pembelajaran langsung di sekolah.

    Menghadapi New Normal ini, bagaimanakah kesiapan sekolah untuk tetap menjaga agar virus ini tidak menyebar, namun kegiatan belajar langsung dapat dilakukan.

    Kegiatan siswa di sekolah sangat erat dengan kontak fisik, baik itu sesama guru, guru dengan siswa ataupun siswa dengan siswa. Mereka datang ke sekolah bukan hanya untuk belajar, namun untuk menyapa, bermain dan berlari. Kegiatan kontak fisik ini yang pastinya pertama kali harus kita atur agar tidak terjadi. Jika untuk usia anak SMP dan SMA mungkin sangat bisa dilakukan dengan aturan dan arahan dari sekolah, namun untuk tingkat SD atau bahkan TK nampaknya hal tersebut sangat sulit dilakukan.

    Ketersediaan fasilitas juga memegang peran penting dalam terlaksananya Kehidupan new normal di sekolah. Fasilitas bukan hanya sekedar tempat cuci tangan dan sabun, tapi bagaimana sekolah selalu melakukan penyemprotan saat berakhirnya sesi pembelajaran, apalagi jika kelasnya akan digunakan lagi untuk shift berikutnya, maka butuh sterilisasi yang luar biasa oleh pihak sekolah. Penyediaan hand sanitizer bagi seluruh warga kelas, penggunaan masker atau face shield saat berada di lingkungan sekolah juga menjadi hal mutlak yang wajib diadakan.

    Selanjutnya setelah fasilitas siap, maka dibuatlah sistem new normal. Sistem pertama Bagaimana perlakuan siswa saat akan memasuki sekolah, saat akan masuk kelas, saat di kelas, serta saat pulang sekolah. Sistem kedua adalah pengaturan shift agar tidak terjadi penumpukan siswa dalam kelas serta saat keluar masuk sekolah.

    Prosedural siswa mulai dari datang sampai pulang bisa diberlakukan dengan menyemprotkan desinfektan saat akan masuk gerbang. Mencuci tangan dengan sabun sampai bersih. Melepas/membuang masker diganti dengan face shield atau masker yang baru. Baru diperbolehkan masuk sekolah. Siswa langsung masuk kedalam kelas, tanpa bersalaman dan tanpa menyentuh benda benda yang dirasa tidak perlu. Perlu diingat juga bahwa tak ada pinjam meminjam alat tulis selama proses pembelajaran. Saat pulang pun demikian, dilakukan hal yang sama saat masuk sekolah agar jika ada virus yang didapat dari sekolah dapat disterilkan.

    Pengaturan sistem yang kedua yaitu shift adalah untuk menjaga jarak antar siswa. Sebagaimana kita ketahui bahwa kapasitas siswa dalam satu kelas di Indonesia sangatlah banyak, jika satu kelas SMP mempunyai jumlah siswa sebanyak 32 orang, bagaimana menjaga jaraknya, maka dilakukanlah pengaturan shift. Kepala sekolah dengan sedemikian rupa dapat mengatur agar dalam satu kelas hanya diisi oleh separo siswa saja agar tercipta jarak 1 meter antar siswa.

    Perlu diatur juga perbedaan waktu siswa datang dan pulang ke sekolah agar tidak terjadi penumpukan dan panjang antrian siswa di depan gerbang.

    Resiko dari segala penerapan kebijakan ini juga mengintai, namun pembelajaran yang dilaksanakan secara langsung tak dapat digantikan dengan canggihnya teknologi untuk Pembelajaran jarak jauh. Beratnya persiapan harus dihadapi. Tata kehidupan baru dalam dunia pendidikan harus dipersiapkan dengan baik dan matang.

  • Opini: Tobat dan Penyesalan

    Tobat dan Penyesalan
    Oleh: Yeni Yuliyanti
    PAH Kabupaten Lampung Barat

    Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan mencintai orang-orang yang membersihkan diri. Bahkan, Kebahagiaan Allah atas hambanya melebihi kebahagiaan orang yang menemukan kembali barang yang sangat ia butuhkan, setelah hilang. Maha Besar Allah dan Maha Penyayang. Allah bahagia dengan tobat seseorang agar orang itu sukses disisi-Nya: “Bertobatlah kalian semua kepada Allah, wahai orang-orang mukmin, agar kalian mendapatkan kemenangan.” (QS. An-Nur: 31)

    Tobat adalah ekspresi dari sebuah penyesalan yang melahirkan tekad dan tujuan, yang melahirkan ilmu bahwa maksiat menghalangi hamba dari Robbnya. Tobat adalah pembakaran di dalam hati, pengekangan nafsu, keluruhan di dalam hati, dan tetesan air mata. Yang demikian adalah awal perjalanan yang ditempuh oleh orang-orang yang tobat, modal orang-orang yang sukses, langkah awal mereka yang menghendaki Allah, dan kunci konsistensi mereka yang hatinya condong kepada Allah.

    Penyesalan adalah sakit yang dirasakan oleh hati tatkala ia kehilangan sesuatu yang dicintai. Tanda-tandanya adalah kesedihan. Jika seseorang mengetahui bahwa anaknya atau sebagian orang yang dicintainya tertimpa musibah, maka ia akan bersedih, sehingga ia akan termenung.

    Kekasih mana yang paling dicintai melebihi dirinya? Hukuman apa yang lebih dahsyat daripada neraka? Siapakah pemberi kabar yang lebih jujur daripada Allah dan Rasul-Nya? Seandainya dokter mengabarkan kepada seorang ayah bahwa penyakit anaknya tidak dapat disembuhkan dan anaknnya akan wafat karena penyakit tertentu, maka ia akan merasakan kesedihan yang panjang.

    Jika rasa penyesalan semakin bertambah berat, maka penghapusan dosa semakin diharapkan. Tanda-tanda benarnya penyesalan adalah lembutnya hati dan banyaknya air mata yang keluar. Disebutkan dalam sebuah khabar, “Duduklah bersama orang-orang yang bertaubat, karena mereka adalah orang-orang yang paling lembut hatinya.” Memberi nasehat kepada orang-orang yang bertaubat lebih cepat diterima, karena mereka lebih dekat pada kelembutan hati.

    Tanda-tanda penyesalan antara lain adalah pahitnya dosa yang lebih merasuk ke dalam hati pelakunya daripada manisnya, kemudian berubahlah kecondongan pada perbuatan dosa menjadi kebencian padanya, sehingga pelakunya akan menjauhinya.

    Jika kamu bertanya, “Dosa-dosa adalah perbuatan yang disukai, maka bagaimana mungkin seorang Mukmin merasakan kepahitannya?” Secara sederhana jawabannya adalah: Orang yang bertobat merasakan pahitnya dosa, karena ia tahu bahwa setiap dosa rasanya seperti madu akan tetapi beracun.

    Penyesalan terhadap dosa harus berlanjut hingga mati. Orang yang bertobat harus merasakan kepahitan tersebut pada segala bentuk perbuatan dosa, walaupun ia belum pernah melakukan perbuatan-perbuatan itu sebelumnya, sebagaimana orang yang meminum racun yang berada pada madu. Datangnya musibah bukan dari madu, akan tetapi dari apa yang dicampurkan kedalam madu itu (racun). Demikian pula dengan orang yang bertobat, musibah bukan datangnya dari perbuatan mencuri atau berzina, akan tetapi karena ia telah menyelisihi perintah Allah. Hal itu berlaku pada segala bentuk perbuatan dosa.

    Junaid rahimahullah berkata, “Tobat mengandung tiga syarat, yaitu: penyesalan, tekad untuk tidak mengulanginya lagi, dan mengembalikan hak yang dizhaliminya.” Orang-orang yang tobat akan selalu tunduk, merintih dan menangis. Jika hamba-hamba merasa tenang, ia tidak bisa tenang. Jika para makhluk tenang, dia tidak bisa tenang. Ia selalu menghadap kepada Allah dengan kesedihan yang mendalam, hatinya gundah, kepalanya tertunduk dan kulitnya merinding. Jika ia mengingat dosa dan kesalahan-kesalahannya, maka ia mengalami kesedihan yang mendalam dan gemuruh hati yang luar biasa, yang menjadikan air matanya kering karena banyak menangis. Ia berkata kepada hatinya bahwa esok hari adalah saatnya untuk berlomba dan tidak memperbanyak hal duniawi agar dapat melewati jembatan jahanam dengan cepat.

    Abu Abbas Ahmad bin Masruq berkata, “Pohon pengetahuan disiram dengan air pemikiran, pohon kelalaian disiram dengan air kebodohan, pohon tobat disiram dengan air penyesalan, sedangkan pohon cinta disiram dengan air infak, kesetiaan, dan kepedulian.

    Ketika anda ingin memiliki pengetahuan, namun anda tidak mampu mengontrol tahapan-tahapan keinginan tersebut, maka anda berada dalam kejahilan. Ketika anda menuntut keinginan sebelum membenarkan kedudukan tobat, maka anda berada dalam kelalaian dari apa yang anda tuntut.