Author: muilampungdigital

  • Sambutan Ketua Umum MUI Lampung

    Sambutan Ketua Umum MUI Lampung

    Assalamu’alakum Wr. Wb.

    Ucapan pertama yang layak disampaikan dalam momen ini adalah selamat datang di Media Online MUI Lampung. Kehadiran media ini untuk menginformasikan dari dekat apa yang dilakukan oleh MUI sebagai wadah musyawarah para ulama, zu’ama dan cendikiawan muslim yang ada di Provinsi Lampung, diantaranya profil kelembagaan MUI, berikut sejarahnya dari masa kemasa,  warta MUI, yakni memberitakan aktifitas MUI pusat, MUI Provinsi, MUI Kabupaten/Kota, kegiatan ormas Islam, perguruan tinggi, pondok pesantren dan kegiatan umat Islam di Propinsi Lampung. Dalam media ini juga mempublikasikan produk keputusan, sertifikasi halal, kajian ilmiah tentang issu-issu actual tentang keislaman, kemasyarakatan dan keummatan serta menyediakan forum tanyajawab keagamaan.

    Salah satu alasan penting diterbitkan Media Online MUI Lampung ini adalah mengimplementasi amanah hasil Musda IX MUI Lampung 9-10 Mei 2016 di Wisma Haji Rajabasa Bandar Lampung lalu, khususnya dalam bidang komisi informasi dan komunikasi adalah, pertama, melakukan upaya pengadaan dan pengembangan media komunikasi dan informasi, baik media cetak, elektronik dan digital untuk mensosialisasikan segala capaian program kepemimpinan MUI Lampung lima tahun kedepan, baik terkait program kerjautama,  program kerja prioritas (unggulan) maupun program kerja rintisan (pilot project).

    Di sini perlu saya sampaikan bahwa yang dimaksud program utama adalah program MUI Provinsi Lampung untuk jangka waktu lima tahun, yakni 2016 hingga 2027, dan program utama ini dijadikan sebagai pedoman perumusan program tahunan MUI Propinsi Lampung maupun dalam penetapan program MUI Kabupaten/Kota. Mengenai program prioritas  (unggulan), maksudnya adalah program khusus yang menjadi fokus MUI dan menjiwai setiap program lima tahun kedepan. Setiap program yang akan dilaksanakan oleh setiap komisi harus diselaraskan dengan tujuan utama prioritas tersebut. Program prioritas dikaitkan dengan program komisi dan lembaga yang dijabarkan setiap tahun dalam rapat kerja daerah. Sedangkan program rintisan merupakan yang ditentukan berdasarkan kepentingan yang harus dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu dalam satu periode,dimana pelaksanaannya dapat dilakukan dengan membentukan timpelaksana oleh MUI Provinsi Lampung secara lintas komisi dan lembaga serta lintas tingkatan kepengurusan MUI.

    Kedua, membangun jaringan media komunikasi digital, melakukan pemanfaatan internet yang dapat menguhungkan secara cepatantara MUI pusat dan MUI Provinsi Lampung, demikian pula MUI Lampung dengan lima belas MUI Kabupaten/Kota, Bahkan dapat menghubungkan antara MUI dengan pemerintah Provinsi, kabupaten/kota, dengan organisasi keislaman dan kemasyarakatan, pondok pesantren, perguruan tinggi dan masyarakat luas pada umumnya.

    Semoga ikhtiar ini ada manfaatnya, Aamiin.

    Wallahul Muwafiq Ila Aqwamith Thoriq

    Wassalamualaikum Wr.Wb.

    Ketua Umum MUI Lampung

     

    Prof. Dr. KH. Moh Mukri. M.Ag

  • Tahniah Milad ke-49 MUI, Gus Yahya: Selamat Tingkatkan Khidmah Lebih Baik

    Tahniah Milad ke-49 MUI, Gus Yahya: Selamat Tingkatkan Khidmah Lebih Baik

    Jakarta: Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf, menyampaikan ucapan selamat atas Milad Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang ke-49 tahun.
    “Atas nama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama saya mengucapkan selamat ulang tahun yang ke-49 kepada Majelis Ulama Indonesia,” sampainya dalam tayangan video yang diterima MUIDigital, Kamis (25/7/2024).
    Gus Yahya, sapaan akrabnya, menyampaikan selamat kepada MUI untuk terus mengembangkan khidmah kepada umat yang lebih baik di masa mendatang. “Selamat mengembangkan khidmah yang lebih baik lagi di masa mendatang,” kata dia.
    Dia optimis, MUI di bawah kepemimpinan KH Anwar Iskandar bisa membawa kebaikan dan keberkahan kepada para umat.
    “Insya Allah di bawah kepemimpinan Kiai Anwar Iskandar sebagai ketua umumnya, MUI bisa membawa berkah kepada kita semua,” ucapnya.
    Rangkaian Milad ke-49 MUI yang mengambil tema “MUI Berkhidmat untuk Kemaslahatan dan Keharmonisan Bangsa” ini disemarakkan dengan berbagai program yaitu Khitanan massal dan pengobatan gratis yang dilaksanakan di Wisma Khadimul Umah MUI Jakarta pada Sabtu, 6 Juli 2024 dan dilanjutkan di Wisma Khadimul Umah Cimacan, Cianjur pada 14 Juli 2024, Isbat perkawinan massal untuk 40 orang pasangan untuk mendapatkkan akte perkawinan di Kec. Pakuhaji Kabupaten Tangerang dan isbat resepsi pernikahannya dilaksanakan di Tigaraksa, Kab. Tangerang.
    Kemudian, ada pula ziarah ke makam ketua umum MUI yaitu makam Buya Hamka, KH Hasan Basri dan KH. Ali Yafie di TPU Tanah Kusir Jakarta. Kemudian dilanjutkan ziarah ke makam Sekretaris Jendral MUI Kyai Ichwan Syam di Karawang.
    Selain itu pula, dialog palestina, dengan tema Kebijakan dan Peran Indonesia dalam Upaya Perdamaian Palestina, pameran dan lelang lukisan yang dihadiri oleh 20 orang pelukis, Rakor (rapat konsolidasi organisasi MUI yang diadakan di Hotel Borobudur, dihadiri oleh 34 MUI provinsi, dan Konferensi Internasional Dai Asia Tenggara. (Rozi, ed: Nashih)
  • Ketua Umum MUI Lampung: Kebaikan Harus Disebarkan

    Ketua Umum MUI Lampung: Kebaikan Harus Disebarkan

    Bandar Lampung: Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung Prof KH Moh Mukri mengatakan di era digital saat ini, kebaikan harus disebarkan dan diviralkan. Jangan sampai keburukan yang mendominasi dunia nyata dan dunia maya.

    Hal itu disampaikannya dalam acara Halal bi Halal Pengurus MUI Provinsi Lampung di Resto Rumah Kayu, Bandar Lampung, Senin (15/4/2024).

    “Setiap kita harus menjadi bagian dari terselenggaranya kebaikan. Dan kebaikan jangan hanya diomongkan, kebaikan harus diviralkan,” kata dia.

    Dia meminta, kepada para tokoh agama, khususnya pengurus MUI, Ketua PBNU ini meminta agar mereka menjadi penyejuk dan pencerah dari berbagai masalah yang muncul di tengah-tengah masyarakat. Masalah ini menurutnya sering muncul karena perbedaan pandangan dan pilihan yang bersifat subjektif.

    Tokoh agama harus mampu menjadi contoh bermuamalah yang baik di dunia maya dan dunia nyata. Dia berharap pengurus MUI tidak malah menjadi provokator dalam menyikapi berbagai macam pro-kontra informasi yang berbeda dalam menyikapinya.

    “Sampai kiamat, perbedaan itu pasti ada karena sudah disebutkan dalam Al-Qur’an. Namun Allah telah mengingatkan perbedaan bukan untuk dipertentangkan. Kita diingatkan untuk senantiasa bersatu dan tidak bercerai-berai,” ujarnya.

    Prof Mukri pun mengingatkan bahwa MUI, sebagai payung besar umat Islam, harus benar-benar dijadikan sebagai organisasi ulama yang mampu benar-benar mengayomi.

    Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Lampung, H Puji Raharjo menilai bahwa MUI adalah partner strategis.

    Di antara peran yang dilakukan MUI bersama Kemenag adalah terkait menyikapi isu-isu keagamaan yang saat ini semakin kompleks seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi.

    “Banyak isu agama saat ini yang sensitif dan mudah berkembang di era saat ini. Keterlibatan MUI sangat penting dalam menyikapi hal ini agar tidak menjadi bahan ‘gorengan’ di media sosial,” kata dia.

  • Gelar Halal Bihalal, Ketua MUI Lampung Ajak Viralkan Kebaikan

    Gelar Halal Bihalal, Ketua MUI Lampung Ajak Viralkan Kebaikan

    Bandar Lampung: Ketua Umum MUI Lampung, Prof Moh Mukri mengajak untuk menyebarkan dan memviralkan kebaikan di era digital. Jangan sampai keburukan yang mendominasi dunia nyata dan maya.

    “Setiap kita harus menjadi bagian dari terselenggaranya kebaikan, dan kebaikan jangan hanya diomongkan, kebaikan harus diviralkan,” katanya dalam acara halal bihalal pengurus MUI Lampung, Senin (15/4).

    Ketua PBNU ini juga meminta pengurus MUI agar menjadi penyejuk dan pencerah dari berbagai masalah yang muncul di masyarakat. Masalah yang sering muncul karena perbedaan pandangan dan pilihan yang bersifat subjektif. “Perbedaan itu pasti ada karena sudah disebutkan dalam Al-quran, namun Allah telah meningkatkan perbedaan bukan untuk dipertentangkan, kita diingatkan untuk senantiasa bersatu dan tidak bercerai-berai,” jelasnya.

    Ia juga mengingatkan bahwa MUI sebagai payung besar umat Islam, harus benar-benar dijadikan sebagai organisasi ulama yang mampu benar-benar mengayomi.

    Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Lampung, Puji Raharjo menilai MUI adalah partner strategis, di antara peran yang dilakukan MUI bersama Kemenag adalah terkait menyikapi isu-isu keagamaan yang saat ini semakin kompleks seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi.

    “Banyak isu agama saat ini yang sensitif dan mudah berkembang di era saat ini, keterlibatan MUI sangat penting dalam menyikapi hal ini agar tidak menjadi bahan di media sosial. Alhamdulilah Ketua MUI Lampung mempu memberikan jawaban dengan sejuk atas berbagai permasalahan keagamaan,” ujarnya (Andira Putri Isnaini)

     

  • MUI Gelar Rakornas, Sekjen Tekankan Pentingnya Membangun Kepercayaan Masyarakat

    MUI Gelar Rakornas, Sekjen Tekankan Pentingnya Membangun Kepercayaan Masyarakat

    JAKARTA,MUI.OR.ID—Majelis Ulama Indonesia menggelar rapat koordinasi nasional yang merupakan agenda tahunan dan melibatkan perwakilan MUI daerah.

    Melalui rapat koordinasi yang diikuti oleh perwakilan MUI daerah ini, Sekjen MUI Buya Amirsyah Tambunan berharap agar MUI dapat saling bekerja sama untuk menggerakkan segala aspek dalam membangun kepercayaan masyarakat.

    “Konsolidasi ini diharapkan mampu menggerakkan semua aspek, di antaranya kelembagaan, termasuk pembiayaan, sehingga pihak-pihak terkait dapat memanfaatkan atau memberikan kesempatan kepada MUI untuk bekerja sama, bersinergi dalam rangka membangun kepercayaan masyarakat,” ujarnya saat diwawancara oleh Tim MUIDigital di HotelBorobudur Jakarta, Sabtu (27/7/24).

    Dalam kesempatan tersebut, Buya Amirsyah mengatakan pada rakornas ini akan membahas terkait kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan MUI selama satu tahun terakhir.

    “Beberapa poin yang kita bahas, di antaranya bagaimana caranya kita melakukan penataan oranisasi dengan baik,” kata dia.

    “Penataan itu misalnya manajemen organisasi yang transparan dan akuntabel sehingga mendapatkan kepercayaan masyarakat, atau yang kita kenal dengan social capital sebagai kekuatan yang dapat menumbuhkan kepercayaan semua pemangku kepentingan,” imbuhnya.

    (Dhea Oktaviana/Din)

  • Opini: Fikih Politik

    Fikih Politik
    Oleh: H. M Soffa Ihsan
    Pengurus MUI Pusat
    Wakil LBM PWNU DKI
    Marbot Rumah Daulat Buku (RUDALKU)

    Politik umat sering diidentikkan dengan kehidupan mereka dalam bernegara. Pemahaman ini memunculkan diskursus berkepanjangan mengenai hubungan antara negara dan agama. Hingga saat ini ada dua arus besar, pertama, menginginkan bentuk kekhilafahan sebagai satu-satunya bentuk negara Islam. Kedua, lebih bersikap moderat serta mentolerir semua bentuk negara, sepanjang nilai-nilai (mabadi’) Islam bisa dijalankan dalam negara tersebut.

    Pengalaman Nabi

    Para ulama di masa Islam awal bertolak dari pengalaman Nabi Muhammad di Mekkah dan di Madinah. Periode Makkiyah yang dijalani oleh Nabi selama sekitar 13 tahun merupakan masa yang penuh onak duri. Misi Islam banyak berbenturan dengan para pembesar Quraisy yang merasa kedudukannya sebagai pemimpin bangsa Arab terancam. Pada periode ini, Nabi lebih mencerminkan sebagai seorang pemimpin agama.

    Barulah setelah Nabi hijrah ke Yatsrib, tatanan “bernegara” umat Islam mulai nampak. Kota Yatsrib pun berganti nama menjadi Madinah. Masyarakat kota Yatsrib cukup beragam dan sudah mengenal pluralisme. Ada sejumlah suku dominan yang mendiami kota itu. Suku Aus, Khazraj, Qainuqa’, Quraidlah dan Bani Nadhir. Penduduknya pun menganut beragam agama: Islam, Yahudi, dan sebagian kecil Kristen Najran. Dalam masyarakat Islam sendiri terdapat dua kelompok, yaitu kaum migran (Muhajirin), dan penduduk lokal (Anshar) yang didominasi oleh suku Aus dan Khazraj. Sedangkan kaum Yahudi berasal dari suku Nadhir, Qainuqa dan Quraidlah.

    Di sini, bisa dipahami kalau pada periode Madaniyyah atau pasca hijrah ini, posisi Nabi bukan hanya sebagai pemimpin agama, tapi juga pemimpin “negara”. Tapi, tentu, istilah negara di sini tidak bisa disamakan dengan negara modern dalam konteks sekarang. Sebut saja, “city-state”.

    Deklarasi berdirinya “negara” tersebut tergambar pada kemunculan  “Piagam Madinah”. Meskipun Madinah saat itu barulah “city state”, harus diakui bahwa tipologi pemerintahan semacam itu merupakan bentuk baru ditengah-tengah menguatnya adikuasa Romawi dan Persia yang feodalistik dan otoriter.

    Pada masa Nabi, masalah politik tidak pernah menjadi persoalan yang cukup menyita perhatian masyarakat Islam. Bahkan, dengan kecakapan dan keahliannya, Nabi berhasil melaksanakan peran politik hingga mampu menyatukan kekuatan politik yang menyebar di beberapa kelompok masyarakat Madinah. Nabi melakukan pengisian jabatan, distribusi peran politik secara adil dan seimbang hingga melaksanakan kebijakan politik. Semua itu dilakukan secara hati-hati dengan mengacu kepada aspirasi masyarakat. Posisi Nabi tidak hanya sebagai seorang pemimpin pemerintahan yang memegang peran besar di bidang politik praktis. Nabi juga memerankan diri sebagai pemimpin keagamaan (ri’asatu al-din wa al-dawlah). Fungsi ganda ini berjalan seimbang.

    Di masa Nabi, syariat menampilkan dua aspek dalam dirinya, aspek eksoterik dan esoterik. Sisi eksoterik syariat Islam, seperti kewajiban puasa, zakat, haji, dan jihad fi sabilillah, baru sempurna ketika kondisi sosial politik serta ekonomi masyarakat Madinah sudah sampai ke situasi stabil. Kondisi masyarakat yang cukup plural, menginspirasi Nabi untuk mendirikan “Negara Madinah”. Konsep “Negara Madinah” tertuang dalam al-Shahifah atau “Piagam Madinah” yang mengandung nilai universalitas, yaitu keadilan, kebebasan, persamaan hak dan kewajiban,  serta perlakuan yang sama di mata hukum.

    Yang menarik, dalam Piagam Madinah tidak ditemukan teks-teks apapun yang menunjukkan superioritas simbol-simbol Islam. Seperti kata “Islam”, “ayat al-Quran”, “syariat Islam” atau sesuatu yang menunjukkan perlakuan khusus terhadap umat Islam. Kota Yatsrib yang berganti nama “Madinah”, mengacu pada  kata tamaddun, yang berarti “peradaban”. Maksudnya, kota atau negara yang mencita-citakan tatanan masyarakat berperadaban. Demi mewujudkannya, Nabi mengembangkan konsep “ukhuwah madaniyah”. Yakni, komitmen bersama untuk hidup dalam sebuah kota atau negeri yang berperadaban.

    Nabi Muhammad selalu mengutamakan pemecahan sosio-kultural atas suatu masalah dibanding sanksi hukum yang sifatnya formal. Masyarakat Islam pun selalu dinamis. Melalui pengalaman Nabi di Madinah ini, syariat  Islam lebih bermakna sebagai upaya untuk saling menghormati dan menghargai, tolong-menolong, cinta tanah air, mewujudkan keadilan dan kemakmuran.

    Politik Sunni

    Teori politik eksistensinya jauh tertinggal dari kondisi riil politik umat Islam.  Nabi Muhammad memang pernah membangun model negara kota di Madinah, kemudian diteruskan para Khulafa’ Rasyidun, lalu dirombak oleh Mu’awiyah ibn Abi Sufyan dalam bentuk dinasti. Bentuk dinasti ini berlanjut di era dinasti Abbasiyah.

              Kesulitan ini sama halnya dengan menggagas seputar isu “negara Islam” di kalangan Sunni. Adakah negara Islam di kalangan Sunni? Kalau ada, negara manakah di dunia ini sekarang yang representatif menyandang sebutan negara Islam?

              Sepengetahuan saya, Taqiyuddin Ahmad Ibn Taimiyah (w. 728 H), salah seorang ulama Hanabilah, yang mencuatkan frame pemikiran fikih politik dalam sebuah karya yang utuh, “al-siyasah al-syar’iyah”. Menurut Ibn Taimiyah, sistem khilafah merupakan satu-satunya bentuk pemerintahan dalam Islam, sehingga wajib hukumnya mendirikan pemerintahan model Khulafaur al-Rasyidun. Karena itu, istilah “ulil amri” (pemerintah atau penguasa) bagi Ibn Taimiyah merupakan kesatuan antara ulama dan umara’.

              Namun, faktanya institusionalisasi agama selalu berdampak pada pen-taqdis-an atau mistifikasi negara. Selain akan menutup pintu transparasi manajemen pemerintahan, mistifikasi ini juga akan membelenggu kreasi dan ekspresi warga. Mistifikasi ini bisa mengarah pada goyahnya kemurnian tauhid seorang muslim, karena mistifikasi tiada lain adalah pen-taqdis-an makhluk Allah (yakni negara). Teori khilafah yang diagung-agungkan Ibn Taimiyah oleh penganutnya justru diganti dengan pola monarki dan lainnya. Disini terjadi pula sentralisasi kekuasaan sehingga rakyat tidak memiliki hak untuk melakukan apapun. Sejarah juga menyingkapkan bahwa kekhilafahan yang pernah ada banyak melahirkan penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para petinggi kekhalifahan dari penyimpangan politik hingga penyimpangan keagamaan dengan segala bentuknya. Karena kekuasaan terlalu terpusat dan tidak ada kekritisan yang muncul. Inilah bahayanya bila kekuasaan menjadi ‘pujaan’ terlebih dengan mengatasnamakan ‘titah langit’. Fakta-fakta ‘blunder’ dalam kekhalifahan ini tercatat dalam banyak kitab sejarah seperti ditulis Atthabari, Ibnu Atsir, Ibnu khaldun dan lainnya.

    Kita melihat sebagian umat Islam termasuk di negeri kita yang masih terus menginginkan tegaknya khilafah dengan segala bentuk kegiatannya. Kasus Khilafatul Muslimin yang tengah heboh menjadi contoh betapa tantangan idiologis negeri kita masih terpampang jelas dan membutuhkan sikap dan tindakan yang sistemik. Sekaligus ini cerminan bahwa pemikiran politik disebagian umat Islam masih ‘berjalan ditempat’, tidak bersedia menerima hasil penelitian revisionis yang telah membongkar kesejarahan politik umat Islam terdahulu sembari membangun formulasi politik Islam yang lebih elegan, demokratik dan humanistik.

    Visi politik kalangan Sunni sesungguhnya lebih terfokus pada kemaslahatan rakyat. Seperti diungkap dalam kaidah fikih,“Tasharruful imam ala-r-ra’iyyah manuthun bil mashlahah” (Kebijakan pemerintah kepada rakyatnya harus berorientasi pada kemaslahatan rakyat). Agama diturunkan untuk kemaslahatan umat manusia, dan negara merupakan instrumen untuk mewujudkan kemaslahatan rakyat tersebut.

    Untuk mewujudkan cita dan visi yang mulia ini, diperlukan partisipasi rakyat. Jika rumusan kemaslahatan lebih dimonopoli oleh pemimpinnya, maka kemaslahatan rakyat akan banyak mengalami distorsi. Agar rakyat bisa berpartisipasi dalam mengambil keputusan, walaupun harus mengambil mekanisme perwakilan, maka diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu dalam partisipasi. Basis doktrinal dalam fikih politik, seperti terpantul dalam konsep “al-dlaruriyah al-khams”, sangatlah relevan dengan Deklarasi Hak Asasi Manusia dan wajib dijadikan pegangan bagi kelangsungan kemaslahatan di atas.

    Masyarakat menantikan kedatangan pemimpin yang mampu menunjukkan dirinya secara paripurna, sehingga cita-cita bangsa kita akan tercapai dalam meraih keadilan, kemakmuran, dan pemerataan. Seorang pemimpin harus menunjukkan dirinya sebagai pelayan terbaik terhadap rakyat dan umatnya, seperti kata Nabi,“Sayyidul qaumi khadimuhum” (Seorang pemimpin adalah pelayan bagi kaumnya). Nah, fikih politik sesungguhnya terpaut erat dengan misi Islam, yakni menebar rahmat bagi semua makhluk Tuhan.

  • Opini: Khilafah dalam Diskursus

    Khilafah dalam Diskursus
    Dr. Abdul Aziz
    Sekretaris Umum MUI Kota Bandar Lampung

     

    Diksi khalifah (خليفة) berasal dari akar kata khalafa-yakhlufu-khalfan-khilafatan (خلف يخلف خلفا خلافة), yang memiliki arti pergantian. Jadi, khalifah secara etimologis bermakna pengganti, belakang, perubahan, atau suksesi. Siapapun yang menggatikan peran dan fungsi seseorang, disebut khalifah. Sayyidina Abu Bakar Shiddiq menggantikan Rasulullah Muhammad SAW sebagai Kepala Negara/Pemerintahan Madinah, disebut atau dipanggil sebagai Khalifah Rasulillah SAW.

    Diksi khalifah secara eksplisit terdapat dalam Al Qur’an;

    وَاِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلٰٓٮِٕكَةِ اِنِّىۡ جَاعِلٌ فِى الۡاَرۡضِ خَلِيۡفَةً

    Artinya :
    Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Aku hendak menjadikan khalifah di bumi. (QS. Al Baqarah : 30)

    Dalam konteks surat dan ayat ini, yang dimaksud dengan khalifah adalah Nabi Adam dan anak keturunannya, artinya semua Bani Adam adalah khalifah, pengganti atau wakil Allah SWT di muka bumi, dihadapan makhluk Tuhan yang lainnya adalah pemimpin, termasuk dihadapan dirinya sendiri, yang tugas utamanya adalah memakmurkan bumi dan membangun kemashlahatan bersama, atau setidaknya dalam batas minimalnya adalah memimpin diri sendiri, lebih dari itu memimpin keluarga dan seterusnya, serta akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya, tentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Jadi, khalifah adalah orangnya, sedangkan aktifitas dan entitas kepemimpinannya disebut khilafah.

    يٰدَاوٗدُ اِنَّا جَعَلۡنٰكَ خَلِيۡفَةً فِى الۡاَرۡضِ فَاحۡكُمۡ بَيۡنَ النَّاسِ بِالۡحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الۡهَوٰى فَيُضِلَّكَ عَنۡ سَبِيۡلِ اللّٰهِ‌

    Artinya:
    Wahai Dawud, Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. (QS. Shad : 26)

    Dalam konteks surat dan ayat ini, karena ketaatannya, keadilannya, kebijaksanaannya, dan ilmunya yang luas, Allah SWT. memilih dan menetapkan Nabi Dawud AS. sebagai Khalifah (Penguasa Politik, Kepala Negara, Raja dan Penegak Hukum) di tengah tengah ummatnya. Allah SWT. Menekankan agar membuat keputusan atau kebijakan yang adil, dan jangan mengikuti hawa nafsu. Walaupun ayat ini berbicara khalifah dalam kapasitas Nabi Dawud AS. sebagai pemimpin politik, namun tidak ada perintah atau doktrin mengenai bentuk negara atau sistem pemerintahan secara spesifik.

    Kata Khilafah dan Khalifah memiliki akar kata yang sama, namun secara eksplisit kata Khilafah tidak terdapat dalam Al Qur’an. Dalam definisi yang berkembang dalam diskursus politik Islam, Khilafah sering diartikan sebagai Kekuasaan Politik Islam, Pemerintahan Politik Islam, bahkan Sistem Pemerintahan Islam atau Bentuk Negara Islam. Pijakan normatif satu – satunya adalah karena pernah hadir dalam pentas sejarah perpolitikan umat Islam. Seperti masa Khalafaurrasyidin, Dinasti Umayyah, Dinasti Abbasiyah dan Turki Utsmani (Ottoman). Namun fakta dalam sejarahpun, Khalifah sebatas sebutan atau penamaan kepada pemimpin politiknya (orangnya) dan khilafah sebutan atau penamaan kepada pemerintahannya atau kepemimpinan politiknya. Jadi, sama sekali tidak bermakna bentuk negara atau sistem pemerintahan.

    Kalau hari ini muncul doktrin Khilafah yang bermakna Bentuk Negara Islam atau Sistem Pemerintahan Islam atau Sistem Ketatanegaraan Islam, yang kaku dan riqid, tidak bisa ditawar atau didialektikakan, jelas tidak punya pijakan normatif dan historis sama sekali, karena sejatinya, ini adalah ruang ijtihadiyah politik Islam.

    Islam tidak menentukan apalagi mewajibkan suatu bentuk negara tertentu atau sistem pemerintahan tertentu atau sistem ketatanegaraan tertentu bagi para pemeluknya, sekali lagi, ini adalah ruang ijtihadiyah umat Islam. Kita semua diberi kebebasan dan kewenangan untuk menyepakati, mendesain dan mengatur bentuk negara, sistem pemerintahan dan sistem ketatanegaraan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan perkembangan zaman dalam konteks ruang dan waktu yang ada.

    Yang terpenting dan substantif adalah bentuk negara dan sistem pemerintahan yang disepakati dan di ijtihadi harus bisa dan menjamin dengan perlindungan dan kepastian hukum untuk melindungi dan menjamin warganya dalam mengamalkan ajaran agamanya, tempat yang kondusif bagi kemakmuran, kemashlahatan, kesejahteraan, dan keadilan dalam berbagai aspek kehidupan.

    والله اعلم بالصواب

  • Opini: Istitha’ah dalam Ibadah Haji Pasca COVID-19

    Istitha’ah dalam Ibadah Haji Pasca COVID-19
    Prof. Wan Jamaluddin, M. Ag., Ph. D
    Rektor UIN Raden Intan Lampung

    Ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang kelima, setelah syahadat, shalat, puasa dan zakat. Ibadah haji yang dilaksanakan pada waktu tertentu dan dengan kriteria tertentu pula, hingga tidak dapat dilaksanakan di waktu lain seperti halnya umroh. Ibadah haji adalah ibadah yang diwajibkan bagi setiap muslim yang mampu (istitha’ah), yang merupakan panggilan Ilahi untuk menjalankan kewajiban agama dengan bekal iman kepada Allah.

    Ibadah haji merupakan syar’u man qablana, yaitu syariah yang diajarkan kepada umat terdahulu yang merupakan tapak tilas para Nabiyullah, terutama nabi Ibrahim dan Ismail alaihimassalam. Sejarah panjang perjalanan nabi Ibrahim yang diusia tua dan belum dikarunia anak, hingga dianugrahi oleh Allah anak yang taat kepa-Nya, hingga Allah pun menganugrahi keberkahan kepada keluarga Ibrahim, termasuk sejarah air zam-zam.

    Dengan ketaatannya kepada Allah ia pun diberi gelar Khalilullah (kekasih Allah). Meskipun ibadah haji merupakan hal yang diwajibkan dalam Islam, namun juga hanya diberlakukan bagi yang mampu, baik secara fisik, finansial maupun keamanan dan bekal yang dimiliki baik selama perjalanan haji dan sepulangnya.

    Dalam ibadah haji Allah SWT mengingatkan kepada hambanya agar tidak melakukan bentuk-bentuk keburukan, ” Walaa jidaala walaa fusuuqa” dengan modal iman itulah hamba Allah akan senantiasa menjaga amanat tersebut dengan teguh, karena hal tersebut jika dilanggar akan mengurangi pahala dan fadhilah haji itu sendiri.

    Ibadah haji adalah Ibadah yang penuh kepasrahan diri, dan bernilai ibadah dan muamalah, karena pada saat itu, setiap muslim dan muslimat menggunakan pakaian yang serba putih dan tanpa berjahit. Hal ini menunjukan sesama hamba dan kedudukannya di hadapan Allah yang Maha Kaya, dan pemilik segalanya.

    Dengan menyeru ” Labbaikkallahumma labbaik” dengan thawaf (mengelilingi Ka’bah) sembari menyeru dan memangil atas kehadirannya dihadapan ka’bah agar senantiasa menjadi haji yang mabrur. Ibadah haji kali ini tentunya sangatlah istimewa, karena dilalui dengan cara yang sangat istimewa penuh kerinduan, setelah beberapa tahun wabah COVID-19 melanda dan menjadikannya terhambat dalam pelaksanaannya. Pada saat inilah kebahagiaan datang untuk dapat memenuhi panggilan Ilahi.

    Untuk itu, meskipun di beberapa negara termasuk Indonesia, wabah corona nyaris terlihat aman, namun perlu untuk diwaspadai, bahwa ibadah haji dilaksanakan oleh umat dari seluruh penjuru dunia, maka menjaga protokol kesehatan merupakan hal yang sangat bijak dan arif, agar kesehatan juga senantiasa dapat tetap dirasakan, semoga Allah swt senantiasa memberkahi dan dijadikannya haji yang mabrur, Aamiin.

  • Pelantikan BWI Lampung, Gubernur Arinal Minta Pengurus Jadi motor Penggerak Pembinaan Nazhir Wakaf

    Bandar Lampung: Gubernur Lampung Arinal Djunaidi minta pengurus Badan Wakaf Indonesia (BWI) Provinsi Lampung menjadi motor penggerak dalam memberikan pembinaan bagi para nazhir agar aset wakaf yang ada di Provinsi Lampung dapat dikelola dengan baik dan produktif.

    Hal tersebut disampaikan Asisten I bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Qudrotul Ikhwan saat mewakili Gubernur Arinal pada acara Pelantikan BWI Provinsi Lampung periode tahun 2021-2024 di Balai Keratun, Selasa (7/6/2022).

    Qudrotul mengatakan wakaf merupakan aset yang sangat bernilai dalam pembangunan dan dapat membantu menanggulangi kemiskinan.

    Ia menekankan jika dikelola dengan baik maka wakaf akan menjadi salah satu pilar ekonomi yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

    Atas nama Pemerintah Provinsi Lampung, Qudrotul mengucapkan selamat kepada Ketua BWI yang dilantik Heri Suliyanto dan seluruh pengurusnya.

    Ia berharap kepada pengurus BWI yang baru dilantik bisa membawa semangat dan kebersamaan membangun Provinsi Lampung.

    “Semoga dapat menjalankan tugas dan tanggungjawab sesuai dengan visi dan misi organisasi,” ujarnya.

    Qudrotul juga menyampaikan 3 tugas penting BWI Provinsi Lampung yaitu yang pertama memberdayakan harta wakaf dengan melakukan penjagaan dan perbaikan untuk melindungi harta wakaf dari kerusakan dan kehancuran.

    Selanjutnya, melindungi hak-hak wakaf dengan melakukan pembelaan atau advokasi dalam menghadapi sengketa hukum atau penggusuran dan perampasan demi menjaga kelestarian dan pemanfaatan wakaf untuk kesejahteraan manusia.

    Terakhir untuk menunaikan hak-hak ma’kuf alaih dengan menyalurkan hasil wakaf kepada yang berhak dan tidak menundanya.

    Qudrotul berharap dengan adanya BWI ini, aset wakaf dapat dikembangkan secara produktif di Provinsi Lampung

    Ia juga mengajak kepada para pemangku kebijakan agar bisa berwakaf dan memberikan kontribusi lebih kepada masyarakat lewat wakaf.

    “Sedekah terbaik itu bukan uang, semua bisa sedekah dengan uang, tapi sedekah terbaik itu adalah dengan kebijakan,” tambahnya. (Rita Zaharah)

  • Wagub Chusnunia Buka FGD MKKS dan MKKM 2022 se-Provinsi Lampung di Kota Metro

    Metro: Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Chalim membuka Focus Group Discussion (FGD) Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) dan Musyawarah Kerja Kepala Madrasah (MKKM) se-Provinsi Lampung, di Aula Gedung Serbaguna IAIN Kota Metro, Senin (06/06/2022).

    FGD dihadiri Walikota Metro dr. Hi. Wahdi, Sp.OG, Wakil Bupati Lampung Tengah dr. H. Ardito Wijaya, serta Kepala Kantor Kemenag Provinsi Lampung, Puji Raharjo, S.Ag, S.S, M.Hum.

    Dalam sambutannya, Wagub Chusnunia mengucapkan terimakasih kepada IAIN Kota Metro atas undangan yang diberikan pada kegiatan FGD MKKS-MKKM Se-Provinsi Lampung dengan Tema Peneguhan Moderasi Beragama Dalam Sinergi Melawan Radikalisme & Terorisme untuk Menjaga NKRI.

    “Kita patut mendukung agenda yang memiliki niat luhur ini, sebagaimana amanat negara bahwa moderasi beragama merupakan langkah strategis dalam menanggulangi terorisme dan radikalisme,” ujar Chusnunia.

    Berbicara soal radikalisme dan terorisme, lanjut Chusnunia, merupakan hal yang sangat penting. Asal muasal ekstrimisme adalah pemahaman yang kurang lengkap dalam pengetahuan beragama hingga dapat menimbulkan benih-benih radikalisme dan terorisme.

    Oleh karena itu, berwawasan luas merupakan dasar yang penting dalam konteks beragama hingga dapat mencegah pemahaman-pemahaman yang keliru tentang kehidupan beragama.

    Chusnunia juga mengatakan bahwa tenaga pendidik memiliki peran penting menanamkan mindset yang benar kepada generasi muda, dari tingkat yang paling bawah hingga pendidikan perguruan tinggi.

    “Kegiatan ini memiliki hal penting untuk menjadi penentu masa depan anak-anak kita. Kepada para mahasiswa, teruslah berjuang beregerak untuk persatuan. Bentengi diri dari hal-hal radikalisme dan ekstrimisme, untuk masa depan yang lebih baik,” ujar Wagub. (Rita Zaharah)