Opini: Majunya Teknologi, Lemahnya Akademisi

Majunya Teknologi, Lemahnya Akademisi
Dr. Agus Hermanto, MHI
Dosen UIN Raden Intan Lampung
Teknologi semakin berkembang pesat seiring berjalannya waktu yang terus bergulir, sehingga kemajuan teknologi menjadikan pola hidup masyarakat semakin maju, dan segala urusan dapat mudah terbantu. Teknologi adalah hasil rekayasa manusia, dengan akal pikiran yang dianugerahkan Tuhan tersebut mampu menembus ruang-ruang yang sulit terjangkau. Namun demikianlah Tuhan memberikan kelebihan dan keunikan pada manusia, meskipun kadar itu bersifat terbatas dan tiada apa-apanya menurut sang Pencipta yang Maha Kaya dan Maha Segala-galanya.
Kemajuan teknologi akan menuntut generasi masa kini terus berpacu pada sebuah pemikiran yang maju dan berkembang pesat dalam bidang yang beragam. Kemajuan teknologi haruslah dibarengi dengan strategi, sehingga kita tidak akan lepas dari moral dan etika yang juga harus dibarengi. Moral seseorang kerap kali terkikis karena sebuah proses instan yang dilalui, seperti halnya ketika seseorang dengan bebas berselancar pada jaringan sosial hingga ia dapat menemukan segala informasi yang ia cari, sehingga ketika tidak dibarengi dengan etika dan moral yang tinggi, kerap kali seseorang tidak peka terhadap orang lain, karena ia selalu berpikir sendiri dan untuk dirinya sendiri.
Dalam bidang akademik misalnya, kemajuan teknologi sangat membantu dalam pengembangan dan kerapian administrasi, bahkan dalam segala akses yang dibutuhkan dan banyaknya aplikasi yang juga dapat diakses. Bahkan semua aplikasi dalam sangat memudahkan bagi para akademisi untuk mencari referensi, namun demikian bahwa proses yang berbasis teknologi akan senantiasa membina logika dan mengasah pikiran untuk selalu berkembang dan maju. Namun jika tidak adanya keseimbangan yang dapat mengontrol juga kerap kali akan menjadi lemahnya nilai-nilai akademisi.
Kemajuan teknologi tidak akan dapat dibendung, sehingga tidak lazim bagi kita untuk meninggalkan sama sekali atau memanfaatkan sama sekali. Adapun cara yang paling moderat adalah menjaga keseimbangan, agar kita tidak terjebak pada sebuah paradigma dan pemikiran sempit atau terlalu lebar, hingga lepas landas dari segala batas-batas yang akan dapat menjerumuskan diri pada perangkap ilmiah semu, akibat proses yang tidak logis empiris.