Opini: Peka, Bukan Proses Observasi

Peka, Bukan Proses Observasi
Dr. Agus Hermanto, MHI
Dosen UIN Raden Intan Lampung
Peka adalah istilah yang disandarkan pada sikap seseorang yang peduli terhadap lingkungan. Istilah peka ini kerap kali dipakai ketika seseorang melihat pada lingkungan sekelilingnya yang tidak pas menurut naluri maka ia rubah atau pindah pada posisi yang seharusnya. Misalnya ketika melihat lampu masih menyala sampai siang, sedangkan pemilik ruangan ada di dalamnya, berarti menunjukkan sikap tidak peka terhadap seseorang tersebut.
Peka butuh kesadaran dan pelatihan untuk membiasakan diri, sehingga orang yang peka kerap kali dikatakan sebagai laqab (julukan) mulia bagi seseorang, yang kerap kali juga dilawan katakan dengan “pekok” yaitu sikap seseorang yang tidak peduli dan abai terhadap sekitarnya. Melihat sampah berantakan atau kotoran bertaburan ia anggap sesuatu yang biasa, begitu juga ketika ia melihat sesuatu yang menjijikkan ia pun anggap hal yang biasa, bahkan ketika mendengan suara tidak lazim disekitarnya tetaplah dianggap biasa, hingga mencium aroma di depan telinganya, hal itu dianggap bukan bukan persoalan. Dalam konteks saat ini, orang yang tidak peka, kerap dianggap orang yang tidak peduli atau cuek terhadap lingkungan.
Peka bukan proses observasi dalam sebuah penelitian, karena observasi adalah melihat pada titik lokasi penelitian dengan cermat dan lalu mendapatkan data yang akurat. Namun peka adalah sikap yang harus dimiliki oleh seseorang, terutama generasi saat ini. Peka kerap kali dilupakan, sehingga kerap dianggap seseorang moralitas nya menurun. Contoh ringan ketika seorang pendidik hendak mengajar, terlihat suasana bangku yang berantakan, dan para peserta didik duduk pada posisi yang tidak lazim, maka seorang guru sebelum masuk memberi materi pada peserta didik, ia rapikan duduk para perta didik tersebut adalah sikap peka bagi tenaga pengajar. Namun sebaliknya pada saat pendidik datang dan para peserta didik telah jauh sebelumnya datang di kelas, sedangkan papan tulis terlihat masih kotor sedangkan peserta didik tidak membersihkannya, maka itulah sikap “pekok” yang menunjukkan bahwa peserta didik tidak peka terhadap kondisi papan tulis, agar menjadi peka, maka selazimnya peserta didik menghapusnya sebelum pendidik datang.
Pada saat ini, dunia digital kerap kali menjadikan generasi muda lupa akan sikap peka dan peduli terhadap lingkungan. Gadget ketika sudah dipegangnya, hingga beragam game dimainkannya, kerap kali sikap peka mulai luntur, mulai dari ketika orang tua menyapu rumah ia abaikan dan asyik bermain game, hingga ia biarkan juga kawan yang ada di sekitarnya bertanya bahkan guru dan orang tuanya kerap kali terlupakan. Dalam konteks rumah tangga, seorang suami dan istri juga harus memiliki sikap peka terhadap pasangannya, karena sikap peka inilah yang akan senantiasa menjadikan keharmonisan dalam rumah tangga. Mulai dari perhatian pada pasangan, saling menghormati, memanggil dengan panggilan mesra, hingga bergaul dan bermitra dalam kebaikan dan kebenaran dalam keutuhan rumah tangga. Jika rasa peka tidak melekat pada keduanya, maka kerap kali miskomunikasi kerap kali terjadi, hingga kerap terjadinya konflik hingga problem yang membuat ketidakharmonisan dalam rumah tangga.