Ramadhan Jalan Menuju Kesalehan Ritual dan Sosial (OPINI)
Ramadhan Jalan Menuju Kesalehan Ritual dan Sosial
Oleh: Naili Adilah Hamhij, M.Pd
Pengurus Ikatan Sarjana Nadhlatul Ulama (ISNU) Prov. Lampung
Sudah tidak diragukan lagi bahwa bulan ramadhan dikenal di semua penjuru negeri. Baik, muslim dan non muslim telah memahami bulan ramadhan sebagai bulan puasa yang diwajibkan kepada umat Islam agar mereka bertaqwa sebagaimana yang termaktub dalam QS. Al-Baqarah 183. Puasa atau shaum adalah menahan diri dari makan dan minum dan segala hal yang membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan syarat tertentu dalam rangka meningkatkan ketaqwaan seorang muslim.
Di luar itu semua, bulan ramadhan selain bulan yang sangat mulia juga dijadikan sebagai salah satu bulan ibadah (syahrul ‘ibadah) dan bulan pendidikan (syahrul at-tarbiyah). Dikatakan bulan ibadah, karena pada bulan ini Allah swt melipat gandakan amalan setiap hamba-Nya yang fardhu maupun sunnah sebagaimana HR. Baihaqi dan Ibnu Khuzaimah “bahkan amalan-amalan sunnah yang dikerjakan pada bulan Ramadhan, pahalanya dianggap sama dengan mengerjakan amalan wajib”. Hal ini berarti setiap amalan sunnah saja Allah memberi pahala seperti pahala amalan wajib, apalagi ibadah wajib yang dikerjakan.
Selain bulan ibadah (syahrul ‘ibadah), bulan ramadhan juga sebagai bulan pendidikan (syahrul at-tarbiyah) yang diibaratkan sebagai bulan sekolah yang tujuannya menyerap nilai-nilai paling tinggi. Bulan ini mengajarkan kesabaran, kedisiplinan, kejujuran dan mendidik kepedulian antar sesama yang ujiannya telah ditetapkan Allah swt. Jika hamba-hamba-Nya berpuasa sesuai dengan aturan Allah, ditambah lagi melakukan segala ibadah ritual dan sosial pada bulan ini maka Ia akan lulus dengan menyandang gelar muttaqin.
Kesalehan Ritual dan Sosial
Amal saleh adalah sebuah refleksi keimanan. Iman, menjadi hal mutlak yang selalu menjadi tujuan pembicaraan pada kegiatan kegaamaan yang tujuan dari iman itu sendiri untuk dijaga dan diperkuat. Sebab, iman adalah basis kesadaran keagamaan. Sebagaimana diketahui bahwa setiap muslim diwajibkan beriman atas enam yakni; iman kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari kiamat dan iman kepada qadha dan qadar. Jika setiap muslim meyakini dan menjalankan rukun iman tersebut atas dasar keimanannya maka refleksi kesalehan ritual dan sosial sudah pasti diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun sadar atau tidak, beberapa umat muslim kita menganggap bahwa ibadah mahdah (ibadah ritual vertikal) adalah ibadah yang lebih penting jika dibandingkan dengan ibadah ghairu mahdah (ibadah sosial horizontal). Padahal, antara ibadah ritual dan ibadah sosial tidak dapat dipisahkan seperti dua sisi mata uang. Sebagai contoh, jika seorang muslim shalat seribu rakaat namun tidak mampu menjaga hubungan baik dengan sesama manusia, mudah mengkafirkan seseorang, intoleransi, tidak melaksanakan zakat, infaq atau shadaqah dan lain sebagainya sebagai bentuk kesalehan sosial maka tidaklah berharga ibadah shalatnya. Begitu sebaliknya, meskipun seorang muslim kaya raya setiap hari membagikan zakat, infaq atau shadaqah, berperilaku baik dengan orang lain, toleransi namun tidak diiringi dengan shalat maka tidaklah berharga ibadah sosialnya. Dalam realita yang ada kadang beberapa manusia melakukan kesalehan sosial tapi menafikan keimanan. Artinya, Ia memiliki jiwa sosial yang tinggi tapi tanpa dilandasi dan diiringi dengan keimanan. Padahal, al-Qur’an banyak bercerita tentang keseimbangan antara ibadah ritual dan sosial dan al-Qur’an menggandengkan kata iman dan amal saleh salah satunya dalam QS. Al-Ashr ayat 3 “kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran”. Jadi, perlu adanya keseimbangan antara ibadah ritual (ukhrawi) dan ibadah sosial (duniawi) yang implikasinya keimanan akan terasa dalam hati dan akan membentuk sifat, perilaku dan sikap yang Qur’ani.
Shalat Sebuah Meditasi Energi Kesalehan Ritual
Kesalehan ritual adalah jenis kesalehan yang barometernya dapat dilihat dari bagaimana seseorang menunaikan shalat lima waktu, puasa, haji, seberapa banyak dzikir-dzikirnya dan seberapa sering shalat sunnahnya. Lebih lagi, Allah sangat mengistimewakan hambaNya yang jika melakukan ibadah pada bulan ramadhan maka pahalanya akan dilipat gandakan. Untuk menghidupkan bulan ibadah ini salah satunya dengan qiyamul lail yakni tarawih yang hanya dilakukan hanya satu tahun sekali, satu bulan penuh. Jadi, sudah tentu kesalehan ritual sangat erat berkaitan dengan shalat baik shalat wajib atau sunnah. Sebagaimana diketahui shalat secara bahasa berarti do’a, menurut istilah shalat sebagai bentuk peribadatan yang dimulai dari takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam. Shalat berarti ibadah ritual yang melibatkan hati, lisan dan gerakan anggota badan. Hati, berfungsi untuk berniat dalam tiap kali menjalankan shalat dan sebagai alat mengingat Allah dalam melaksanakan shalat. Selain hati, lisan juga memiliki andil besar sebab lisan mengucapkan bacaan yang ada dalam shalat dari takbiratul ikhram sampai dengan salam. Adapun anggota badan, ikut serta dalam mendukung hati dan lisan untuk mengerjakan ibadah shalat sebagai bentuk ketundukan kepada Allah swt. Apabila ketiga hal tersebut diterapkan dan hadir dalam ritual shalat maka akan merasakan kekhusyukan dan kenikmatan menghadap Allah. Sebab shalat adalah sebuah hubungan vertikal ke atas antara hamba (makhluk) dan Tuhannya (khalik). Dengan demikian, shalat juga merupakan sebuah meditasi energi. Sebab, shalat dilakukan dengan menghadirkan hati, penuh khusyuk dan konsentasi dalam berkomunikasi dengan Allah swt. Selain gerakan dan doa-doa yang dibaca akan menghasilkan energi-energi positif, ternyata kekhusyukan juga mempengaruhi energi positif tersebut dalam menghasilkan suatu kekuatan.
Hablumminannas sebagai Wujud Kesalehan Sosial
Berbeda dengan kesalehan ritual, kesalehan sosial diukur dari seberapa banyak seseorang berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial, seberapa besar rasa toleransinya, kepedulian dan perilaku lainnya yang bersifat sosial. Dalam hal ini, bentuk kesalehan sosial yang terlihat pada bulan ramadhan diantaranya adalah zakat, infaq dan shaqadah. Keberadaan ibadah ini akan membahagiakan semua pihak baik yang tua ataupun yang muda, yang miskin ataupun yang kaya. Bagi si miskin, adanya zakat menjadikan dirinya tercukupi atau bahkan menjadi dirinya justru sebagai muzakki (pemberi) dikemudian hari, sedangkan bagi si kaya, zakat akan mensucikan hartanya. Jika kita cermati bersama, kesalehan sosial sesungguhnya sebagai bentuk perwujudan iman dalam kehidupan bermasyarakat. Adanya zakat fitrah pada bulan ramadhan pun memiliki dimensi kesalehan sosial yang cukup kuat. Secara tidak langsung di bulan yang mulia ini, setiap manusia dididik untuk mampu melaksanakan ibadah ritual dan sosial dengan continue. Dengan demikian, diharapkan kesalehan sosial menjadikan setiap manusia memiliki jiwa sosial yang tinggi namun tetap harus diiringi dengan kesalehan ritual yang tinggi pula. Sebab ibadah sosial merupakan salah satu bentuk hablumminannas yang juga harus diiringi dengan ibadah ritual lainnya (hablumminallah).
Pendek kata, uraian panjang tersebut memberikan penjelasan bahwa ramadhan sebagai momentum latihan, pembiasaan dan penguatan seseorang untuk memperkuat dimensi ritual dan sosial haruslah dilakukan karena Allah swt. Segala rangkaian ibadah ritual di bulan ramadhan, ibadah ritual (shalat) & sosial (zakat), diakhiri dengan shalat ied dan adanya tradisi bermaafan serta berbagi tunjangan hari raya (moment bersilaturahim) menjadi contoh kongkrit pentingnya dan seimbangnya kedua ibadah tersebut. Namun, perlu dicatat dan diantisipasi bahwa perilaku dua kesalehan tersebut tidaklah hanya seolah-oleh “ada” pada bulan ramadhan saja. Namun, kita harus jadikan bulan ramadhan benar-benar sebagai bulan mulia yang memperkuat hubungan kita dengan Allah (hablumminallah) dan memperkuat hubungan kita dengan manusia lainnya (hablumminannas). Harapan besarnya, moment ramadhan saat inilah sebagai permulaan untuk melakukan dan meningkatkan kesalehan ritual dan sosial. Semoga positive effect bulan ramadhan pun terus melekat pada diri agar terus mampu menuju lebih baik terutama dalam penerapan kesalehan ritual dan sosial. Jika kedua kesalehan tersebut tidak dilaksanakan, maka bukanlah sebuah kesalehan akan tetapi kesalahan. Wallahu a’lam bis-shawab.