Berimplikasi Negatif, Putusan MK Tentang Kolom Agama Tidak Harus Serta Merta Dieksekusi
Bandar Lampung: Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan MUI Provinsi Lampung Dr. Rudy Lukman menilai putusan Mahkamah Konstitusi tentang uji materi kolom Agama menginginkan isi KK vide Pasal 61 dan isi KTP-elektronik vide Pasal 64 tidak hanya mencantumkan agama namun juga kepercayaannya yang dianut.
“Saya melihat hal ini dari ketentuan UUD 1945 pasal 29 yang memang tidak menentukan agama tertentu namun hanya menyebut Negara berdasar atas ketuhanan yang maha esa dan dilanjutkan negara menjamin kebebasan warga negara untuk beribadah menurut agama dan kepercayaaanya itu,”katanya, Selasa (21/11/17).
Jadi lanjut Dosen Fakultas Hukum Unila ini, aplikasi keputusan MK bukan berada di kolom agama yang diisi oleh agama tertentu atau kepercayaannya. Namun KK dan KTP lanjutnya haruslah memuat identitas selain nama dan Agama atau alternatifnya Agama/Kepercayaan. “Atau jika ingin dibedakan derajatnya, Kolom Agama dan dibawahnya kemudian dicantumkan kepercayaan,” ujarnya.
Selain itu lanjutnya, sifat putusan Mahkamah Konstitusi berimplikasi negative. Hal ini dalam artian meniadakan norma dan tidak menjadi positif legislator yang membuat norma menjadi berlaku. “Putusan ini harus diikuti oleh perubahan norma dalam UU oleh pembentuk UU, di tahap ini MUI bisa lebih berjuang,” katanya.
Sementara itu Wakil Ketua MUI Provinsi Lampung H. Suryani M. Nur melihat penafsiran hukum tidaklah selalu bersifat tekstual namun juga diperlukan penafsiran kontekstual yang mengakomodasi masukan-masukan dari berbagai komponen bangsa.
“Mayoritas stakeholders bangsa ini berharap agar Aliran Kepercayaan tidak dicantumkan pada kolom Agama di KTP. Walaupun keputusannya bersifat final dan mengikat, namun saya kira keputusan MK tidak serta merta langsung eksekusi dan dilaksanakan menghindari polemik yang terjadi di masyarakat,” katanya.
Setiap Pemeluk Agama atau keyakinan lanjutnya pastilah meyakini bahwa prinsip merekalah yang benar. Namun dalam konteks berbangsa dan bernegara dimana terdapat beberapa agama, setiap individu harus menghargai perbedaan tersebut.
“Bagi kita ada Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Wathaniyah, bahkan Ukhuwah Bashariyah atau Insaniyah,” pungkasnya. (Muhammad Faizin)