Habiburrahman El-Shirazy: “Tantangan Islam adalah Bagaimana Memahami Islam dengan Sebaik-baiknya”
Bandar Lampung: “Melayu itu sangat identik dengan Islam, yang kemudian kita menjadi bagian dari rumpun Melayu. Sampai orang-orang dulu mengatakan melayu adalah Islam, Islam adalah Melayu. Kemudian masuk juga di Jawa zaman Sultan Agung, ketika itu Sultan Agung dengan sangat indah sekali memasukkan nilai-nilai Islam. Jadi tidak ada pemaksaan sama sekali memasukkan nilai-nilai Islam ke dalam Jawa,” kata Habiburrahman El-Shirazy, sastrawan nasional dengan karyanya yang fenomenal Novel Ayat-ayat Cinta ketika menjadi pembicara dalam acara AICIS (Annual International Conference on Islamic Studies) pada Rabu, (2/11/16) di GSG IAIN Raden Intan Lampung.
Ia juga mengatakan setiap orang yang datang ke desa-desa di Jawa, maka orang-orang desa akan mengatakan Jawa itu ya Islam, Islam itu ya Jawa. Demikian juga Nusantara, ia mengungkapkan ada banyak artefak-artefak, peninggalan-peninggalan yang salah satunya berbentuk karya sastra yang menunjukkan bahwa Indonesia merupakan bagian dari Melayu.
“Yang ingin saya sampaikan bahwa pemikir-pemikir kita terdahulu sangat luar biasa. Ketika ilmu sudah benar-benar rosikhoh, ilmu benar-benar sudah merasuk dalam diri seseorang dengan baik, maka yang keluar adalah sesuatu yang bijak dan indah,” ujarnya.
“Sunan Kalijaga ketika mengajak orang untuk mengamalkan Islam itu dengan ajakan yang indah. Kita mengenal lagu lir ilir, gundhul-gundhul pacul yang sesungguhnya ini memuat nilai-nilai Islam seperti disampaikan oleh sahabat Nabi Saw. Begitu juga dengan wali-wali yang lain dengan ilmu keislaman yang tinggi, ketika mengajak orang itu dengan cara yang indah, yang bikin orang happy, tidak takut. Mereka bermain, menari, menyanyi dan sebagainya tetapi ada filosofi-filosofi keIslaman didalamnya,” lanjutnya.
Menurut sastrawan yang merupakan lulusan dari Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir ini mengatakan bahwa tantangan Muslim Indonesia (Muslim Melayu), ia mengutip perkataan Ibnu Khaldun, seorang ulama yang pakar dalam ilmu sosiologi dan sejarah.
“Sebuah peradaban itu runtuh penyebab terbesarnya adalah masalah-masalah internal, bukan internal. Sama juga tantangan kita sebagai Muslim Indonesia, Muslim Malaysia, Brunei, Melayu, tantangan terbesar kita adalah diri kita. Orang sakit itu dikarenakan daya imunnya tidak kuat. Kalau immunnya kuat, maka virus apapun yang masuk tidak akan membuatnya sakit. Kira-kira begitu,” paparnya.
Menurut Habiburrahman El-Shirazy, di antara tantangan terbesar lainnya adalah tantangan ilmu pengetahuan. Ketika pengetahuan, pemahaman maupun pengahayatan tentang Islam itu menipis, Itu yang akan memunculkan radikalisme dan lain sebagainya seperti yang dikatakan oleh Prof. Thomas.
“Orang kalau paham Islam itu tidak akan mungkin menyakiti orang lain, tidak akan menyinggung orang lain. Di dalam Al-Qur’an, dalam Hadits jelas sekali ‘Kedzaliman adalah kegelapan di hari kiamat’ kata Rasulullah Saw. Imam Ghazali juga mengatakan bahkan ketika engkau meletakkan tanganmu pada baju temanmu kelak di akhirat akan ditanya oleh malaikat untuk dihisab,” jelasnya.
Menurutnya juga, tantangan Islam adalah bagaimana memahami Islam dengan sebaik-baiknya. “Kalau paham Islam, dia tidak akan melakukan apa yang orang itu perbincangkan dengan penuh perdebatan itu. Seperti masalah yang terjadi di ibu kota Jakarta yang sedang ramai diributkan di berbagai media mengenai isu akan ada aksi 4 November. Yang mau aksi silakan aksi, yang tidak ya silahkan. Laa ikro ha fiddin, dalam agama saja tidak ada paksaan, apalagi itu cuma demo. Saya akhiri dengan sabda Rosulullah Saw. ‘Yassiru wala tu’assiru, wa basysyiru, wala tunaffiru’ maknanya, permudahlah dan jangan dipersusah, beri kabar gembira jangan menakut-nakuti, jangan memecah belah, jangan membuat orang lari, itulah yang dilakukan para ulama terdahulu,” pungkasnya. (Dewie Yulianti)