Bandar Lampung: Ketua Umum MUI Lampung Dr. KH. Khairuddin Tahmid, MH, memberi tausiah di acara buka bersama (bukber) dengan mahasiswa penerima Beasiswa Bidik Misi Universitas Lampung, Sabtu (25/6/2016).
Acara yang digelar di Masjid Al-Wasii Universitas Lampung, ini diikuti oleh ribuan mahasiswa dan dihadiri oleh Rombongan MUI Lampung yang dipimpin Dr. KH. Khairuddin Tahmid,MH, Prof. Dr. H. Karomani, MS.i Wakil Rektor 3 Universitas Lampung dan Wakil Dekan di Lingkungan Universitas Lampung
Dr. Sultan Jasmi, MPd Ketua Ta’mir Masjid Al-Wasii Universitas Lampung dalam sambutannya mengatakan “Saya berharap adik-adik mahasiswa penerima bidik misi dapat mendukung program dan visi misi Masjid Al-Wasii, Masjid Al-Wasii ini memiliki visi misi melahirkan sarjana intlektual hafizhul Qur’an pada tahun 2020. Selain itu untuk menghidupkan da’wah di masjid yang kita cintai ini pengurus masjid telah memulai aktif mengadakan majelis ilmu setiap harinya.”
Prof. Dr. H. Karomani, MSi Wakil Rektor 3 Universitas Lampung saat memberikan sambutan dan membuka acara buka bersama bersama mahasiswa penerima beasiswa bidik misi menuturkan “Masjid kampus merupakan salah satu wadah bagi sivitas akademika untuk membentuk watak atau karakter menjadi insan yang tidak hanya bertakwa dan berakhlak mulia, tapi juga cerdas dan memiliki jiwa kepemimpinan yang unggul. Oleh karena itu saya dan jajaran pimpinan universitas telah memperjuangankan bagaimana masjid Al-Wasii bisa lebih luas lagi karena melihat mahasiswa Unila saat ini mencapai 34.000. Ternyata rencana dan niat baik kami disambut Gubernur Lampung, dalam pertemuan beberapa waktu lalu beliau mengatakan akan memberikan bantuan untuk perluasan masjid ini sebesar 1 Milyar. Mudah-mudahan akan segera terwujud apa yang menjadi keingin kita bersama untuk memakmurkan masjid ini. Terakhir sebelum kita berbuka puasa nanti ada pencerahan dari Dr. KH. Khairuddin Tahmid, MH Ketua MUI Lampung”.
Sementara Dr. KH. Khairuddin Tahmid, MH Ketua Umum MUI Lampung pada saat memberikan tausiah dihadapan ribuan mahasiswa penerima Beasiswa Bidik Misi memaparkan tentang urgensi puasa ramadhan dan al-Qur’an sebagai teks ilahiyah.
Dr. KH. Khairuddin Tahmid, MH menjelaskan “Allah Swt mewajibkan kepada orang-orang yang beriman untuk berpuasa pada hari-hari yang telah ditentukan. Hari-hari yang telah ditentukan adalah bulan Ramadhan didalamnya Allah menurunkan al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia, dan sebagai pembeda antara yang haq dan yang bathil. Sebagaimana firman Allah Swt “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah dia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu dia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. al-Baqarah : 185)”. Pada ayat tersebut banyak orang yang menafsirkan berbeda. Namun perlu ditegaskan bahwa isi dan kebenaran al-Qur’an bersifat absolut, namun apabila ditafsirkan oleh mahluknya maka akan bersifat relatif. al-Qur’an diturunkan kepada manusia sebagai pedoman hidup manusia untuk mencapai kebagiaan di dunia dan di akhirat. Semua ulama menyepakati bahwa al-Qur’an adalah sumber utama yang dijadikan rujukan bagi umat Islam. Namun perbedaan muncul ketika manusia mencoba menafsirkan dengan akalnya untuk memahami pesan Allah Swt yang ada di dalam al-Qur’an tersebut. Allah adalah zat yang Maha absolut, sementara manusia adalah makhluk yang terbatas. Maka ketika manusia berusaha untuk memahami pesan Allah yang ada di dalam al-Qur’an, tidak ada jaminan bahwa apa yang dipahami manusia sama persis dengan yang dimaksudkan oleh Allah Swt, karena yang paling memahami al-Qur’an adalah zat yang membuatnya yaitu Allah Swt. Sementara pemahaman manusia hanya bersifat parsial karena akal manusia yang terbatas tidak akan mampu memahami zat yang Maha absolut, kata Dr. KH. Khairuddin Tahmid, MH yang juga Akademisi Fakultas Syari’ah dan Hukum IAIN Raden Intan Lampung. (Rudi Santoso)
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.